Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

KONSEP MEDIS

1.1 DEFINISI
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2) atau yang
sering disebut virus Corona. Virus ini memiliki tingkat mutasi yang tinggi dan merupakan patogen
zoonotik yang dapat menetap pada manusia dan binatang dengan presentasi klinis yang sangat
beragam, mulai dari asimtomatik, gejala ringan sampai berat, bahkan sampai kematian. Penyakit
ini dilaporkan memiliki tingkat mortalitas 2-3%. Beberapa faktor risiko dapat memperberat
keluaran pasien, seperti usia >50 tahun, pasien imunokompromais, hipertensi, penyakit
kardiovaskular, diabetes mellituss, penyakit paru, dan penyakit jantung( StatPearls. 2020).

1.2 ETIOLOGI
Etiologi coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah virus dengan nama spesies severe acute
respiratory syndrome virus corona 2 yang disebut SARS-CoV-2. SARS-CoV-2 merupakan virus
yang mengandung genom single-stranded RNA yang positif. Morfologi virus corona mempunyai
proyeksi permukaan (spikes) glikoprotein yang menunjukkan gambaran seperti menggunakan
mahkota dan berukuran 80-160 nM dengan polaritas positif 27-32 kb. Struktur protein utama
SARS-CoV-2 adalah protein nukleokapsid (N), protein matriks (M), glikoprotein spike (S),
protein envelope (E) selubung, dan protein aksesoris lainnya.

1.3 MANIFESTASI KLINIS

Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala klinis utama yang
muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai
dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran
napas lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan
secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi
dan perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa pasien,
gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki
prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom
klinis yang dapat muncul jika terinfeksi. (PDPI, 2020). Berikut sindrom klinis yang dapat muncul
jika terinfeksi. (PDPI, 2020)
a. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala yang tidak
spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat disertai dengan nyeri
tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa
pada pasien dengan lanjut usia dan pasien immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak
khas atau atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan
gejala relative ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya
dehidrasi, sepsis atau napas pendek.
b. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada tanda
pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat ditandai dengan batuk atau
susah bernapas
c. Pneumonia berat. Pada pasien dewasa:
 Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas
 Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: > 30x/menit), distress pernapasan berat
atau saturasi oksigen pasien <90% udara luar. 26
1.4 PATOFISIOLOGI / PATOMEKANISME
Covid-19 disebabkan oleh SARS-CoV2 atau 2019-nCoV, merupakan genus β corona virus.
Virus ini ditularkan penderita melalui droplet atau partikel aerosol yang masuk ke saluran napas
melalui aktivitas batuk, menyanyi, prosedur nebulizer atau intubasi(Patients, Taylor, Lindsay, &
Halcox, 2020). Ventilasi yang buruk mempercepat penularannya. Virus mampu bertahan pada
stainless steel 5,6 jam dan plastik 6,8 jam. Virus yang melekat pada sel inang secara refleks
mengikat reseptor seluler ACE2 (angiotensin-converting enzym 2 Ikatan yang terbentuk sepuluh
kali lebih kuat dibandingkan SARS-CoV(, kemudian masuk ke sitoplasma, setelah terjadi
pengkodean, poliprotein dipecah oleh protease dan chymotrypsin diaktifkan. Kompleks yang
dihasilkan mendorong produksi RNA melalui replikasi dan transkripsi, ditumbuhkan ke lumen
retikulum endoplasma. Virion kemudian dilepaskan dari sel yang terinfeksi melalui eksositosis.
Virus yang dilepaskan dapat menginfeksi sel-sel ginjal, sel-sel hati, jantung, intestin, dan limfosit
T, serta saluran respirasi terbawah. Menimbulkan gejala dan tanda utama Covid-19(Sahin, 2020).
Pasien terinfeksi menunjukan peningkatan leukosit, pernafasan yang abnormal, suara kedua
paru kasar, batuk berdahak, dan demam. Pada Covid-19 berat mengalami komplikasi edema
pulmonal, emboli pulmonal, cardiac aritmia, liver injury, injury ginjal, coagulopathy,
rhabdhomyolysis, demam tinggi, trombositopenia, dan shock (Mehta et al., 2020
Pemeriksaan toraks didapatkan bilateral pneumonia 75%, unilateral pneumonia 25%, ground
glass opac 14%. Lymphadenopathy mediastinal, infiltrat paru bilateral, effusi pleura bilateral
ditemukan pada CT pertama, tiga hari kemudian, enam hari kemudian(Albarello et al., 2020).

1.5 KLASIFIKASI
1. 229E (alpha Coronavirus)
Klasifikasi virus Corona yang paling sering menginfeksi manusia yang pertama adalah HCoV-
229E (alpha Coronavirus). Virus ini pertama kali ditemukan pada sekitar tahun 1960an. Gejala
virus ini hampir sama seperti virus Corona yang telah menginfeksi banyak orang saat ini, yaitu
menyerupai flu biasa. Virus HCoV-229E lebih banyak menyerang anak-anak dan orang berusia
lanjut. Namun belum ada laporan korban jiwa yang ditimbulkan akibat terinfeksi virus ini.

2. NL63 (alpha Coronavirus)

Menurut jurnal yang diterbitkan pada 25 Mei 2010 oleh US National Library of Medicine
National Institutes of Health, virus ini pertama kali ditemukan pada tahun 2004 pada bayi berusia
tujuh bulan di Belanda. Virus ini kemudian menyebar dan diidentifikasi di berbagai negara.
HCoV-NL63 telah terbukti lebih banyak menyerang anak-anak dan orang dengan kelainan imun.
Gejalanya bisa berupa masalah pernapasan ringan seperti batuk, demam dan rhinorrhoea, atau
yang lebih serius seperti bronchiolitis dan croup, yang diamati terutama pada anak-anak yang
lebih muda.

3. OC43 (beta Coronavirus)

Klasifikasi virus Corona yang paling sering menginfeksi manusia yang selanjutnya adalah
HCoV-OC43 (betacoronavirus). HCoV-OC43 adalah salah satu virus Corona yang paling umum
menyebabkan infeksi pada manusia. Virus ini dapat menyebabkan pneumonia pada manusia.

4. HKU1 (beta Coronavirus)

Klasifikasi virus Corona yang paling sering menginfeksi manusia yang keempat adalah HCoV-
HKU1. Gejalanya hampir sama seperti jenis virus Corona lainnya, yaitu infeksi saluran
pernapasan atas. Walaupun terkadang pneumonia, bronchiolitis akut, dan asthmatic axacerbation
juga bisa timbul sebagai akibat dari virus ini. Durasi demam yang ditimbulkan dari virus ini
cenderung lebih singkat, yaitu hanya sekitar 1,7 hari.

5. MERS-CoV (beta Coronavirus)

Klasifikasi virus Corona lain yang dapat menginfeksi manusia adalah MERS-CoV. WHO
mengatakan bahwa virus tersebut muncul pertama kali pada September 2012 di Arab Saudi.
MERS-CoV menyebabkan Middle East Respiratory Syndrome atau MERS. MERS-CoV
ditularkan dari unta yang telah terinfeksi ke manusia. Virus ini juga bisa ditularkan dari manusia
ke manusia jika melakukan kontak dekat dengan seseorang yang terinfeksi. Pada tahun 2012,
sebanyak 27 negara telah melaporkan lebih dari 2.400 kasus MERS.

6. SARS-CoV (beta Coronavirus)

Klasifikasi virus Corona lainnya yang juga dapat menginfeksi manusia adalah SARS-CoV.
Seperti yang telah dikatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, kasus infeksi SARS-
CoV pada manusia pertama kali muncul di China Selatan pada November 2002. Virus ini dapat
menyebabkan sindrom pernapasan akut parah atau yang dikenal dengan SARS. SARS-CoV
berasal dari kelalawar yang kemudian ditularkan ke hewan lain sebelum akhirnya menginfeksi
manusia.

Dikabarkan selama tahun 2002 hingga 2003 sudah ada 8.000 orang dari 26 negara yang terjangkit
SARS. 774 di antaranya dikabarkan meninggal dunia. Saat ini tidak ada kasus infeksi SARS yang
dilaporkan di dunia.

7. SARS-CoV-2 atau COVID-19

Klasifikasi virus Corona yang ketujuh adalah yang saat ini masih berlangsung, yaitu COVID-
19. SARS-CoV-2 menyebabkan COVID-19. Seperti dikutip dari Healthline, virus Corona baru ini
berasal dari Wuhan, China dan pertama kali ditemukan pada Desember 2019 setelah para petugas
kesehatan melihat peningkatan kasus pneumonia tanpa penyebab yang jelas.

1.6 PROGNOSIS

Prognosis Covid-19 sampai sekarang belum diketahui jelas. Case Fatality Rate (CFR) pasien
covid-19 dilaporkan sampai mencapai 3,85%. Umumnya, kelompok umur diatas 50 tahun
memiliki tingkat fatalitas yang lebih tinggi. Pasien dengan usia muda umumnya hanya mengalami
infeksi ringan, tetapi dapat menjadi sumber transmisis Covid-19 (StatPearls. 2020).

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Hematologi Lengkap dengan sampel darah untuk melihat angka Leukosit
(sel darah putih) dan hitung jenis (Diff Count) sel Limfosit. Pada pasien dengan penyakit
COVID-19, angka Leukosit biasanya normal atau turun dan angka hitung jenis sel Limfosit
biasanya turun
2. Pemeriksaan Rapid Test

Pemeriksaan Rapid Test Antibodi untuk melihat adanya Antibodi terhadap virus SARS-CoV2.
Pengambilan sampel untuk pemeriksaan Antibodi Ig M dan Ig G SARS Cov2 adalah dengan
mengambil sampel darah pasien. Pengambilan sampel darah dapat melalui darah kapiler (ujung
jari) maupun dari darah vena (misal darah di bagian lengan). Jika di dalam tubuh terdapat infeksi
virus, maka tubuh akan membentuk antibodi IgM dan IgG terhadap virus SARS-Cov2 dan atibodi
tersebut akan terdeteksi pada pemeriksaan terhadap sampel darah pasien. Pembentukan antibodi Ig
M dan Ig G terhadap infeksi virus memerlukan waktu. Ig M akan terdeteksi 3-7 hari setelah
infeksi dan Ig G akan terdeteksi setelah 8-10 hari setelah infeksi. Dikarenakan hal tersebut, Dokter
yang melakukan pemeriksaan akan mencocokkan gejala klinis yang dialami pasien dengan hasil
Rapid Test dan akan memberikan informasi lebih lanjut terhadap hasil test(StatPearls. 2020).

3. Periksaan PCR Test

Pemeriksaan PCR Test dengan sampel swab tenggorokan untuk mendeteksi adanya
virus SARS-CoV2. Pemeriksaan ini memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi untuk
mendiagnosis kondisi terpapar Covid-19. Sebab, sekali virus Corona menginfeksi tubuh, maka
virus akan terdeteksi melalui swab yang diambil dari bagian belakang hidung dan tenggorokan.
Sampel swab tersebut akan diperiksa menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction).

4. Pemeriksaan Rontgen Dada atau Thorax

Pemeriksaan Rontgen Dada atau Thorax untuk mendeteksi adanya infiltrat atau cairan di
paru-paru serta mendeteksi adanya perselubungan yang menandakan adanya peradangan di
paru-paru akibat infeksi dari virus.

5. Pemeriksaan CT Scan Dada atau Thorax

Pemeriksaan CT Scan Dada atau Thorax untuk mendeteksi adanya gambaran ground glass opacity
di paru-paru yang merupakan gambaran khas pada pasien yang terinfeksi virus Corona di dalam
paru-paru(StatPearls. 2020).

1.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pasien COVID-19 bergantung pada tingkat keparahannya. Pada pasien dengan
gejala ringan, isolasi dapat dilakukan di rumah. Pada pasien dengan penyakit berat atau risiko
pemburukan, maka perawatan di fasilitas kesehatan diperlukan.

1. Terapi Suportif untuk Gejala Ringan


Pada pasien COVID-19 dengan gejala ringan, isolasi dapat dilakukan di rumah. Pasien
disarankan untuk menggunakan masker terutama saat melakukan kontak dengan orang lain.
Beberapa terapi suportif, seperti antipiretik, antitusif, dan ekspektoran dapat digunakan untuk
meringankan gejala pasien

 Antipiretik/Analgetik

Pemberian antipiretik/analgetik diberikan apabila pasien memiliki temperatur ≥38 °C,


nyeri kepala, atau mialgia. Pilihan terapi antipiretik/analgetik yang dapat diberikan ketika
dibutuhkan adalah paracetamol 500–1.000 mg PO setiap 4–6 jam, dengan maksimum dosis
4.000 mg/hari atau ibuprofen 200–400 mg PO setiap 4–6 jam, dengan maksimum dosis 2.400
mg/hari. Pada pasien COVID-19, penggunaan paracetamol lebih disarankan daripada ibuprofen
karena ibuprofen memiliki luaran yang lebih buruk.
 Antitusif & Ekspektoran

Pemberian antitusif dan ekspektoran berfungsi untuk menurunkan gejala batuk pada pasien
COVID-19. Apabila pasien mengalami batuk berdahak, maka pemberian ekspektoran dapat
diberikan untuk mengencerkan sputum. Pilhan antitusif yang dapat diberikan pada pasien
adalah dextromethorphan 60 mg setiap 12 jam atau 30 mg setiap 6–8 jam PO. Terapi
ekspektoran yang dapat diberikan adalah guaifenesin 200–400 mg setiap 4 jam PO, atau 600-
1.200 mg setiap 12 jam PO, atau ambroxol 30–120 mg setiap 8–12 jam PO.

2. Terapi Suportif untuk Gejala Berat


Pasien COVID-19 dengan gejala sedang hingga berat perlu dirawat di fasilitas
kesehatan. Pengendalian infeksi dan terapi suportif merupakan prinsip utama dalam
manajemen pasien COVID-19 dengan gejala yang berat.

 Intubasi dan Ventilasi Mekanik Protektif

Intubasi endotrakeal dilakukan pada keadaan gagal napas hipoksemia. Tindakan ini
dapat dilakukan oleh petugas terlatih dengan memperhatikan kemungkinan
transmisi airborne. Preoksigenasi dengan fraksi oksigen (FiO2) 100% selama 5 menit dapat
diberikan dengan bag-valve mask, kantong udara, high flow nasal oxygen, dan non-invasive
ventilation.
Ventilasi mekanik dilakukan dengan volume tidal yang lebih rendah (4–8 ml/kg berat badan)
dan tekanan inspirasi rendah (tekanan plateau <30 cmH2O).[1,20]

 Ventilasi Noninvasif

Penggunaan high flow nasal oxygen (HFNO) atau non-invasive ventilation (NIV)


digunakan saat pasien mengalami gagal napas hipoksemia tertentu. HFNO dapat diberikan
dengan aliran oksigen 60 L/menit dan FiO2 sampai 1,0. Pada anak-anak, aliran oksigen
umumnya hanya mencapai 15 L/menit. NIV tidak direkomendasikan pada pasien gagal napas
hipoksemia atau penyakit virus pandemi karena bersifat aerosol dan berisiko mengalami
keterlambatan dilakukannya intubasi dan barotrauma pada parenkim paru.

3. Medikamentosa
Sampai sekarang, belum terdapat terapi spesifik anti-COVID-19. Akan tetapi, beberapa agen
telah ditemukan memiliki efikasi dan sedang dalam tahap uji coba.

 Remdesivir
Remdesivir merupakan agen antiviral spektrum luas yang ditemukan dapat menginhibisi
replikasi dari virus Corona pada manusia. Beberapa studi telah menunjukkan
efikasi remdesivir pada pasien COVID-19 dengan gejala sedang atau berat. Di Amerika
Serikat, Korea Selatan, dan Cina, obat ini telah masuk uji coba klinis fase 3. Dosis yang
disarankan untuk pasien dengan usia lebih dari 40 kg adalah 200 mg dosis awal pada hari
pertama, diikuti 100 mg sebagai dosis pemeliharaan pada hari kedua.

Durasi optimal untuk terapi COVID-19 sampai sekarang masih belum diketahui. Akan tetapi,
pada pasien dengan kondisi berat yang membutuhkan ventilasi mekanik atau extracorporeal
membrane oxygenation (ECMO), remdesivir disarankan untuk diberikan selama 10 hari. Pada
pasien yang tidak membutuhkan ventilasi mekanik atau ECMO, durasi pengobatan yang
disarankan adalah 5 hari dan apabila kondisi klinis tidak membaik dapat diperpanjang sampai
5 hari dengan maksimal total 10 hari.

 Klorokuin/Hidroksiklorokuin

Klorokuin dan hidroksiklorokuin merupakan obat antimalaria yang telah digunakan pada


beberapa kondisi autoimun karena efek imunomodulatornya. Pada penelitian in vitro, baik
klorokuin maupun hidroksiklorokuin dilaporkan dapat menginhibisi SARS-CoV-2. Akan
tetapi, studi mengenai efikasi klorokuin dan hidroksiklorokuin sampai sekarang masih sangat
terbatas dengan hasil yang belum memiliki kepastian.
Selain itu, penggunaan klorokuin dan hidroksiklorokuin dapat menyebabkan efek samping
berat, seperti gangguan irama jantung dan gangguan mata berat. Oleh sebab itu, FDA tidak
menganjurkan penggunaan klorokuin dan hidroksiklorokuin sebagai pengobatan darurat
apabila fasilitas uji klinis tidak tersedia atau tidak layak.

 Lopinavir-Ritonavir

Lopinavir dan ritonavir merupakan obat inhibitor protease yang digunakan pada infeksi


HIV. Beberapa studi in vitro menemukan bahwa kombinasi agen ini dapat melawan SARS-
CoV 2. Akan tetapi, sebuah studi menunjukkan bahwa pasien COVID-19 yang diberikan
lopinavir-ritonavir 400/100 mg 2 kali sehari selama 14 hari tidak memiliki efek yang
signifikan terhadap perbaikan klinis maupun penurunan mortalitas, jika dibandingkan dengan
terapi standar.

 Tocilizumab

Tocilizumab merupakan inhibitor interleukin-6 (IL-6) yang umum digunakan


pada rheumatoid arthritis atau systemic juvenile idiopathic arthritis. Obat ini dilaporkan dapat
menurunkan kerusakan pada jaringan paru akibat infeksi COVID-19 yang serius. Dalam
panduan penanganan COVID-19 di Cina, obat ini dianjurkan pada pasien COVID-19 gejala
berat dengan peningkatan kadar IL-6.
Beberapa studi telah menunjukkan pemberian tocilizumab dapat meningkatkan perbaikan
klinis pada pasien. Studi lebih besar dibutuhkan untuk evaluasi efikasi dan keamanan
penggunaan obat ini.

 Vitamin C Dosis Tinggi

Studi meta analisis oleh Lin et al yang melibatkan 4 uji acak terkontrol dan 2 uji
retrospektif menyatakan bahwa vitamin C dosis tinggi (>50 mg/kg/hari) dapat secara
signifikan mengurangi angka kematian pasien dengan sepsis berat. Akan tetapi,
penambahan vitamin C dosis tinggi sebagai terapi sepsis berat tidak mengurangi lama
perawatan di ICU. Hasil ini didukung hasil meta analisis oleh Li et al yang menyimpulkan
bahwa terdapat korelasi positif antara pemberian vitamin C pada kasus sepsis dengan
kesintasan yang lebih baik dan penggunaan durasi vasopresor yang lebih pendek.
Namun uji acak terkontrol berikutnya tidak menunjukkan bahwa pasien sepsis yang diberikan
vitamin C IV mengalami penurunan mortalitas.

Saat ini, uji klinis mengenai penggunaan vitamin C pada kasus COVID-19 sedang


berlangsung di Cina. Uji klinis tersebut membandingkan antara kelompok plasebo dan
kelompok intervensi vitamin C dosis tinggi dengan dosis 12 gram 2 kali sehari selama 7 hari
secara intravena.

 Oseltamivir

Oseltamivir merupakan obat yang telah disetujui penggunaannya untuk pengobatan


influenza A dan B. Obat ini bekerja dengan menghambat neuraminidase yang terdistribusi
pada permukaan virus, sehingga mencegah penyebaran virus pada tubuh pasien. Obat ini
banyak digunakan di Cina sebagai terapi COVID-19, tetapi belum banyak bukti yang
menunjukkan efektivitas obat ini. Oseltamivir telah direkomendasikan oleh Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia (PDPI) sebagai pengobatan COVID-19 untuk pasien dengan gejala
ringan sampai berat dengan dosis 75 mg/12 jam PO selama 5–7 hari.
Akan tetapi, tampaknya telah terjadi salah penafsiran pada awal pandemi bahwa oseltamivir
direkomendasikan oleh pedoman dari Amerika Serikat sebagai terapi influenza musiman,
sehingga obat ini ditujukan untuk pasien dengan gejala influenza yang secara klinis bisa saja
pasien tersebut menderita COVID-19. Saat ini, oseltamivir sudah tidak dianjurkan dalam
pedoman tersebut.

 Umifenovir

Umifenovir merupakan agen yang telah disetujui di negara Rusia dan Cina sebagai terapi
dan profilaksis influenza. Obat ini bekerja dengan menginhibisi fusi virus dengan sel inang.
Efikasi umifenovir sebagai terapi COVID-19 sampai sekarang masih sangat terbatas. Studi
Wang et al menunjukkan bahwa pengobatan umifenovir dapat meningkatkan tingkat
pemulangan pasien dengan penurunan tingkat kematian.
Namun, studi Huang et al menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti yang cukup untuk
membuktikan penggunaan umifenovir dapat memperbaiki luaran klinis. Berdasarkan pedoman
penanganan COVID-19 di Indonesia, penggunaan umifenovir masih tidak disarankan karena
membutuhkan studi lebih lanjut.

 Nitazoxanide

Nitazoxanide merupakan obat yang telah disetujui FDA untuk terapi diare infeksius yang
berhubungan dengan parasit dan enteritis. Beberapa studi lain juga telah menunjukkan bahwa
obat ini memiliki efek antiviral dengan mengganggu translasi seluler virus, reproduksi, dan
penyebaran virus.

Walaupun berdasarkan teori obat ini dapat menjadi salah satu pilihan terapi COVID-19, studi
lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengevaluasi efikasi dan keamanan obat ini. Obat ini juga
masih belum disetujui penggunaannya di Indonesia.

 Camostat Mesylate

Camostat mesylate merupakan obat yang telah disetujui penggunaannya di Jepang untuk
pengobatan pankreatitis. Studi telah menunjukkan bahwa camostat mesylate dapat
menginhibisi infeksi SARS-CoV-2 dari sel paru dengan cara menghambat protease TMPRSS2
pada sel inang yang dibutuhkan virus untuk infeksi. Sampai sekarang, belum ada studi yang
menunjukkan efikasi dan keamanan obat ini untuk pasien COVID-19, sehingga
penggunaannya masih tidak disarankan.

 Interferon Tipe I (IFN-I)

Interferon tipe I (IFN-I) merupakan salah satu sitokin yang diproduksi saat infeksi virus.
IFN-I akan dikenali oleh reseptor IFNAR pada plasma membran kebanyakan sel dan
mengaktivasi interferon-stimulated genes  (ISG) yang berperan dalam mengganggu replikasi
virus dan meningkatkan imunitas adaptif. Pada studi binatang, telah ditemukan bahwa IFN-1
lebih sensitif terhadap SARS-CoV-2 daripada coronavirus lainnya. Sampai sekarang, studi
mengenai efikasi dan keamanan terapi IFN-1 pada pasien COVID-19 masih berlanjut.

 Azithromycin

Azithromycin merupakan antibakteri yang memiliki efek antiviral yang signifikan seperti


pada virus ebola, Zika, respiratory syncytial virus, influenza H1N1, enterovirus,
dan rhinovirus. Azithromycin dapat mengganggu masuknya virus dalam sel inang dan
meningkatkan respons imun terhadap virus. Berapa studi sudah menunjukkan efikasi
azithromycin pada COVID-19.
Studi lebih lanjut mengenai azithromycin sebagai monoterapi pada pasien COVID-19 perlu
dilakukan. Berdasarkan pedoman COVID-19 di Indonesia, pemberian azithromycin
dianjurkan pada pasien yang dicurigai atau terkonfirmasi COVID-19 dengan dosis 1x500 mg
PO selama 5 hari untuk kasus ringan dan 500 mg/24 jam IV atau PO selama 5–7 hari untuk
kasus sedang sampai berat.

 Kolkisin

Kolkisin merupakan obat antiinflamasi yang umum digunakan sebagai terapi gout. Obat ini
bekerja dengan mengganggu migrasi neutrofil ke daerah inflamasi dan menghentikan
kompleks inflamasi dari neutrofil dan monosit. Pada pasien COVID-19, efek ini berfungsi
untuk menurunkan inflamasi miosit kardiak. Efek kolkisin dalam menurunkan badai sitokin
pada pasien COVID-19 sampai sekarang masih diteliti lebih lanjut. Penggunaan kolkisin pada
pasien COVID-19 juga belum direkomendasikan dan menunggu studi yang lebih besar.

 Plasma Konvalesen

Beberapa studi menunjukkan bahwa terapi plasma konvalesen memiliki luaran klinis yang
lebih baik dan dapat menurunkan tingkat kematian. Studi pemberian plasma konvalesen pada
pasien COVID-19 dengan gejala ringan hingga sedang sedang diteliti pada berbagai senter uji
klinis di seluruh dunia. Dosis baku yang diperlukan sampai sekarang masih belum dapat
ditentukan dan masih menunggu kepastian dari studi di berbagai negara.
Terapi ini dilakukan dengan cara memberikan plasma pasien COVID-19 yang sudah sembuh
dengan metode plasmaferesis kepada pasien COVID-19 yang berat atau mengancam nyawa.

1.8 KOMPLIKASI

Komplikasi COVID-19 paling umum adalah acute respiratory distress


syndrome (ARDS). Selain itu, beberapa komplikasi lainnya, seperti syok septik dan
rabdomiolisis juga dapat terjadi. Komplikasi jangka panjang COVID-19 sampai sekarang
belum diketahui(Medscape. 2020)

1. Acute Respiratory Distress Syndrome


Kerusakan dinding alveolus dan kapiler paru akibat COVID-19 dapat menyebabkan
komplikasi acute respiratory distress syndrome (ARDS). ARDS didiagnosis dengan PaO2/FiO2 ≤300
mmHg atau SpO2/FiO2 ≤315 mmHg. Pasien lansia dengan COVID-19 dan ARDS ditemukan memiliki
risiko kematian lebih tinggi. Pasien dengan gagal napas memerlukan intubasi endotrakeal dan
ventilasi mekanik(Medscape. 2020).

2. Syok Septik

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa syok septik merupakan salah satu komplikasi dari
COVID-19. Studi Chen et al  menunjukkan bahwa 4% pasien COVID-19 mengalami komplikasi syok
septik. Pada pasien syok, resusitasi cairan dan pemberian vasopresor diperlukan untuk
mempertahankan mean arterial pressure  (MAP) ≥65 mmHg dan kadar serum laktat >2
mmol/L(Medscape. 2020).
3. Rabdomiolisis

Studi oleh Jiang F et al menemukan rabdomiolisis sebagai kemungkinan komplikasi jangka panjang
pada pasien COVID-19. Hal ini ditemukan pada pasien COVID-19 berat dengan gejala nyeri pada
tungkai bawah dan fatigue. Selain itu, rabdomiolisis juga dapat bermanifestasi klinis sebagai gagal
ginjal akut dan pigmenturia. Pada studi ini, rabdomiolisis baru terjadi pada hari ke-9 dengan gejala
nyeri pada tungkai bawah, peningkatan mioglobin, creatinine kinase  (CK), laktat dehidrogenase,
alanin aminotransferase, dan aspartat aminotransferase (Medscape. 2020).

1.9 PENCEGAHAN

Untuk mencegah penyebaran COVID-19:

1. Mencuci tangan sesering mungkin

Gunakan air hangat dan sabun dan gosok tangan kamu setidaknya selama 20 detik. Pastikan cuci
tangan kamu hingga ke pergelangan tangan, sela-sela jari dan di bawah kuku. Kamu juga dapat
menggunakan sabun antibakteri dan antivirus. Cucilah tangan kamu beberapa kali sehari,
terutama setelah menyentuh apapun termasuk ponsel atau laptop kamu. Selain itu, sedia hand
sanitizer jika ingin keluar rumah. Hal ini bisa menjadi cara pencegahan virus utama yang dapat
kamu lakukan(Medscape. 2020)

2. Hindari menyentuh wajah

SARS-CoV-2 dapat hidup di permukaan yang keras hingga 72 jam. Kamu bisa saja terkena virus
setelah kamu menyentuh gagang pintu, selang isi bensin atau bahkan ponsel kamu. Jika hal itu
terjadi, hal yang bisa kamu lakukan sebagai cara mencegah virus COVID-19 ini dengan tidak
menyentuh bagian wajah dan kepala apapun termasuk mulu, hidung dan mata kamu. Selain itu,
hindari juga kebiasaan menggigit kuku karena dapat memberi virus corona ini peluang untuk
berpindah dari tangan ke tubuh kamu(Medscape. 2020)

3. Hindari salaman atau bersentuhan dengan orang lain

Demikian pula, hindari menyentuh orang lain. Kontak kulit ke kulit dapat membuat virus
SARS-CoV-2 menyebar dari satu orang ke orang lain. Hal ini juga sebagai upaya dalam
melakukan social distancing. Untuk melakukan hal ini, kamu bisa pertahankan jarak setidaknya 1
meter (3 kaki) dengan orang lain, khususnya dengan mereka yang sedang batuk, bersih, dan
demam.

4. Hindari pinjam meminjam barang


Jangan berbagi barang-barang pribadi seperti ponsel, makeup, atau sisir. Penting juga
untuk tidak menggunakan peralatan makan dan sedotan yang sama dengan orang lain termasuk
keluarga kamu sendiri.

5. Tutup mulut dan hidung saat batuk dan bersin

Gejala virus COVID-19 salah satunya yaitu batuk. Oleh karena itu, meskipun kamu
mengidap flu biasa penting untuk menutup hidung dan mulut ketika sedang bersin atau batuk.
Jika tidak, kamu bisa menularkan virus flu dan membuat sistem imun orang yang ditularkan
menurun. Gunakan tisu atau masker ketika sedang batuk atau bersih, dan jangan lupa untuk
selalu mencuci tangan.

6. Bersihkan barang-barang sekitar kamu

Gunakan desinfektan berbasis alkohol untuk membersihkan permukaan yang keras


barang-barang yang sering kamu gunakan seperti meja, gagang pintu, furniture, ponsel, laptop,
dan lainnya secara teratur beberapa kali sehari. Jangan lupa, untuk juga menggunakan
desinfektan setiap kamu menerima barang dari luar seperti kiriman makanan atau paket.

7. Hindari keramaian dan berkelompok

Berada dalam keramaian atau sekelompok orang membuat kamu akan berpeluang
menularkan atau tertular virus COVID-19. Keramaian disini termasuk tempat beribadah karena
kamu mungkin harus duduk atau berdiri berdekatan dengan jemaat lain.

8. Hindari makan atau minum di tempat umum

Sekarang bukan waktunya untuk pergi makan. Kamu harus menghindari restoran,
coffee shop atau tempat nongkrong lainnya. Karena virus ini dapat ditularkan melalui
makanan, peralatan makan seperti piring, sendok dan gelas. Sebagai gantinya, kamu bisa
menggunakan jasa delivery makanan dari restoran favorit kamu. Perlu diingat untuk memilih
makanan yang dimasak hingga matang dan bisa dipanaskan kembali. Panas tinggi (setidaknya
132 ° F / 56 ° C). Karena makanan yang dimasak hingga matang dapat membantu untuk
membunuh virus corona. Ini berarti kamu bisa menghindari makanan mentah seperti sushi atau
salad.

9. Cuci bahan makanan setelah dibeli

Cuci selalu bahan makanan yang diperoleh sebelum mengolahnya. Sebab, pada bahan
makanan bisa saja terdapat kemungkinan adanya kuman, bakteri, hingga virus COVID-19.
Kamu dapat mencuci bahan makanan sebelum disimpan di dalam lemari pendingin dengan
menggunakan larutan hidrogen peroksida ataupun cuka yang dapat membunuh bakteri,
kumandan virus dengan cukup efektif.

10. Gunakan masker

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menganjurkan untuk semua orang
menggunakan masker saat berada di area publik seperti supermarket. Dengan menggunakan
masker kain ini kamu sudah bisa mencegah penyebaran virus COVID-19 dari satu orang ke
orang yang lain. CDC menginformasikan cara dan instruksi bagaimana kamu bisa membuat
masker kain sendiri di rumah menggunakan bahan-bahan dasar seperti baju yang sudah tidak
lagi digunakan dan gunting(Medscape. 2020)

Namun perlu diingat ada beberapa hal yang perlu diketahui:

 Menggunakan masker saja tidak bisa sepenuhnya melindungi kamu dari virus COVID-
19. Kamu perlu juga menjaga kebersihan dan lakukan social distancing sebagai cara
mencegah virus corona ini.
 Masker kain ini tidak seefektif menggunakan masker medis atau N95. Tapi untuk kamu
yang tidak mengalami gejala apapun cukup menggunakan masker kain saja karena
masker N95 lebih penting digunakan untuk tenaga medis.
 Cuci tangan kamu sebelum dan sesudah menggunakan masker.
 Cuci masker setiap habis pemakaian.
 Kamu bisa mentransfer virus dari tangan ke masker yang kamu gunakan. Hindari
menyentuh bagian depan masker.
 Masker tidak dianjurkan digunakan oleh anak dibawah 2 tahun atau orang yang belum
bisa atau kesulitan menggunakan atau melepas masker sendiri.

11. Lakukan self quarantine #StayDirumahAja jika sedang sakit

Hubungi tenaga medis jika kamu mengalami gejala virus COVID-19. Penting untuk kamu
untuk karantina sendiri dirumah sampai kesehatan pulih kembali. Hindari duduk, tidur, atau
makan bersama orang rumah lainnya. Gunakan masker dan cuci tangan sesering
mungkin(Medscape. 2020).
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
1.       Identitas
a.      Identitas Pasien
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : Tidak terkaji
Status : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Tanggal Masuk : Tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji
No. Register : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : COVID 19

b.      Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Hub. Dengan Pasien : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji.
Alamat : Tidak terkaji

2.      Status Kesehatan


a.      Status Kesehatan Saat Ini
1)      Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Tidak terkaji
2)      Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Tidak terkaji
3)      Riwayat Keluhan Utama
Tidak terkaji
4)      Keluhan yang Menyertai
Tidak terkaji
5)      Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Tidak terkaji
b.      Satus Kesehatan Masa Lalu
1)      Penyakit yang pernah dialami
Tidak terkaji
2)      Pernah dirawat
Tidak terkaji
3)      Alergi
Tidak terkaji
4)      Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
Tidak terkaji
c.       Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak terkaji
d.      Diagnosa Medis dan therapy
diagnosa medis: COVID 19
therapy: Tidak terkaji
3.      Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a.       Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Tidak terkaji

b.      Pola Nutrisi-Metabolik


   Sebelum sakit : Tidak terkaji
   Saat sakit : Tidak terkaji

c.       Pola Eliminasi


1)   BAB
   Sebelumsakit :Tidak terkaji
   Saatsakit :Tidak terkaji
2)   BAK
      Sebelumsakit :Tidak terkaji
      Saatsakit :Tidak terkaji

d.      Polaaktivitasdanlatihan
1)   Aktivitas
KemampuanPerawatanDir 0 1 2 3 4
i
Makandanminum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alatbantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain danalat, 4: tergantung total

2)  Latihan
       Sebelumsakit: Tidak terkaji
    Saat sakit: Tidak terkaji

e.       Pola kognitif dan Persepsi


.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
.............................................................................................

f.       Pola Persepsi-Konsep diri


.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................................
.................................................................................

g.       Pola Tidur dan Istirahat


Sebelumsakit : Tidak terkaji
Saat sakit : Tidak terkaji

h.      Pola Peran-Hubungan


Tidak terkaji
i.        Pola Seksual-Reproduksi
   Sebelumsakit : Tidak terkaji
   Saatsakit : Tidak terkaji
j.        Pola Toleransi Stress-Koping
Tidak terkaji
k.      Pola Nilai-Kepercayaan
Tidak terkaji
4.      Pengkajian Fisik
a.       Keadaan umum : Tidak terkaji
Tingkat kesadaran : komposmetis / apatis / somnolen / sopor/koma
GCS : verbal: Tidak terkaji Psikomotor: Tidak terkaji Mata : Tidak terkaji
b.      Tanda-tanda Vital : Nadi = Tidak terkaji, Suhu = Tidak terkaji , TD = Tidak terkaji,RR = Tidak
terkaji
c.       Keadaan fisik
a.       Kepala dan leher : Tidak terkaji
b.      Dada : Tidak terkaji
   Paru : Tidak terkaji
   Jantung: Tidak terkaji
c.       Payudara dan ketiak : Tidak terkaji
d.      abdomen: Tidak terkaji
e.       Genetalia : Tidak terkaji

f.       Integumen : Tidak terkaji


g.       Ekstremitas :
         Atas
Tidak terkaji
         Bawah
Tidak terkaji
h.      Neurologis :
         Status mental da emosi : Tidak terkaji
         Pengkajian saraf kranial : Tidak terkaji
         Pemeriksaan refleks : Tidak terkaji
b.      Pemeriksaan Penunjang
1.      Data laboratorium yang berhubungan
Tidak terkaji
2.      Pemeriksaanradiologi
Tidak terkaji
3.      Hasil konsultasi
Tidak terkaji
4.      Pemeriksaanpenunjang diagnostic lain
Tidak terkaji
1.10 PATHWAY

Reseptor seluler ACE2

Poliprotein dipecah oleh protease dan


cymotrypsin diaktifkan

Produksi RNA

Replikasi dan transkripsi

Retikulum endoplasma

Virus dilepaskan dari sel yang terinfeksi melalui


eksositosis

Sel-sel ginjal, hati, jantung, intestine, limfosit T


dan saluran respirasi
Covid-19

Pneumonia Peningkatan leukosit

Lymphadenophaty mediastinal Pernapasan yang abnormal

Infitrat paru Suara paru ronkhi

Efusi pleura Batuk berdahak

Hipertermia Demam
Gangguan pertukaran gas

Bersihan jalan nafas tidak


efektif
2.3 DIAGNOSIS KEPERAWATAN
NO TANGGAL/JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL TERATASI TTD
DITEMUKAN
Gangguan Pertukran Gas (D.0003)

Kategori : Fisiologis

Sub kategoti : Respirasi

Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan


atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-
kapiler.

Peyebab :
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membran alveolus-kapiler

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif
1. Dipnea

Objektif
1. PCO2 meningkat0menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi napas tambahan

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif
1. Puisng
2. Penglihatan kabur
Objektif
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola napas abnormal (Cepat/lambat, regular/ireguler,
dalam/dangkal
6. Warna kulit abnormal(mis: pucat, kebiruan)
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0008)

Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi

Definisi : ketidakmampuan membersihkan secret atau


obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas
tetap paten

Peyebab :
Fisiologis
1. Spasme jalan nafas
2. Hipersekresi jalan nafas
3. Disfungsi neuromuskuler
4. Benda asing dalam jalan nafas
5. Adanya jalan nafas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hyperplasia dinding jalan nafas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis (mis.anastesi)

Situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajan polutan

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif :
(tidak tersedia)

Objektif
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
5. Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea

Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi nafas menurun
4. Frekuensi nafas berubah
5. Pola nafas berubah
Hipertemia (D. 0130)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi

Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal


tubuh.

Penyebab :
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu
lingkungan
5. Peningkatan laju metabolism
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
8. Penggunaan incubator

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Suhu tubuh diatas normal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(Tidak tersedia)
Objektif
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat
1.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/Tang NO. DX Tujuan dan Intervensi Rasional Ttd
gal kriteria hasil

Gangguan Pertukaran Gas Manajemen Jalan Napas RASIONAL


Pertukaran (I.01011)
(L.01003)
Gas(D.0003) Observasi :
kriteria hasil: Definisi : 1. Untuk mengetahui jalan nafas (frekuensi,
Data Subjektif Mengidentifikasi dan mengelola kedalaman, usaha nafas) pasien
Setelah di
: kepetenan jalan napas 2. Untuk mengetahui bunyi nafas tambahan
Tidak diketahui lakukan tindakan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
Observasi kering)
Data objektif: keperawatan
1. Monitor jalan napas( frekuensi, 3. Untuk mengetahui jumlah sputum
Tidak diketahui selama 3x24 jam kedalaman, usaha napas) (jumlah, warna, aroma)
2. Monitor bunyi napas tambahan(
masalah Tingkat
mis. Gurgling, mengi, wheezing, Terapeutik :
pengetahuan ronkhi kering) 4. Memposisikan semi-Flowler atau Fowler
3. Monitor sputum (jumlah, 5. Memberikan minum air hangat
dapat teratasi
warna, aroma) 6. Melakukan fisioterapi dada, jikaperlu
dengan 7. Melakukan penghisapan lender kurang
Terapeutik : dari 15 detik
indikator :
4. Posisikan semi-Fowler atau 8. Memberikan oksigen, jika perlu
-Dipsnea Fowler
5. Berikan minum air hangat Edukasi :
menurun
6. Lakukan fisioterapi dada, jika 9. Untuk mengetahui asupan cairan 2000
-Pola napas perlu ml/hari, jika tidak kontraindikasi
7. lakukan penghisapan lender 10. Untuk mengetahui teknik batuk efektif
membaik
kurang dari 15 detik
8. Berikan oksigen, jika perlu Kolaborasi :
11, Agar pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Edukasi :
9. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
10. Anjurkan teknik batuk efektif

Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Bersihan Bersihan Jalan Pemantauan Respirasi (I.01014) RASIONAL
Jalan Napas Napas (L.01001)
Definisi : Observasi
Tidak Efektif Setelah di Mengumpulkan dan menganalisis 1. Untuk mengetahui kemampuan batuk
data untuk memastikan kepatenan efektif
(D.0001) lakukan tindakan
jalan napas dan keefektifan 2. Untuk mengetahui kesimetrisan ekspansi
keperawatan pertukaran gas paru
3, Untuk mengetahui bunyi nafas
selama 3x24 jam
Observasi : 4. Untuk memenuhi pemberian oksigen
masalah Tingkat 1. Monitor kemampuan batuk kepada pasien
efektif
pengetahuan
2. Palpasi kesimetrisan ekspansi Terapeutik :
dapat teratasi paru 5. Untuk mengetahui interval pada pasien
3. Auskultasi bunyi napas 6.Untuk mengontrol kondisi pasien
dengan
4. Monitor saturasi oksigen
indikator : Edukasi :
Terapeutik : 7. Agar pasien mengerti dengan tindakan
- Produksi
5. Atur interval pemantauan yang diberikan
sputum menurun respirasi sesuai kondisi pasien 8. Agar pasien dapat mengetahui
6. Dokumentasikan hasil kondisinya
- Dipsnea
pemantauan
menurun
Edukasi :
-Frekuensi napas
7. Jelaskan tujuan dan prosedur
membaik pemantauan
8. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

Hipertemia Tingkat Manajemen Hipertermia (I. RASIONAL


(D.0130) 15506)
pengetahuan
Data Subjektif
: (L.12111) Definisi: Mengidentifikasi dan Observasi :
Tidak diketahui mengelola peningkatan suhu
kriteria hasil: 1. Untuk mengetahui penyebab hipertermia
tubuh akibat disfungsi
Data objektif: 2. Untuk mengontrol suhu tubuh pasien
Setelah di termoregulasi.
Terapeutik
Tidak diketahui
lakukan tindakan 3. Agar demam pasien menurun
Observasi
4. Untuk memberikan rasa nyaman pada
keperawatan 1. Identifikasi penyebab
pasien
hipertermia
selama 3x24 jam 5. Utuk menurunkan demam pasien
(mis:dehidrasi,terpapar,lingkunga
Edukasi
masalah Tingkat n panas,penggunaan incubator.
6. Agar pasien dapat beristirahat total
2. Monitor suhu tubuh
pengetahuan Kolaborasi
7. Untuk memenuhi cairan tubuh pasien
dapat teratasi Terapeutik
3. Sediakan lingkungan yang
dengan
dingin
indikator : 4. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
-Menggigil
hiperdrosis (keringat berlebih)
menurun 5. Lakukan pendinginan eksternal
(mis:selimuti atau kompres dingin
-Suhu tubuh
pada dahi,leher,dada,dan
membaik abdomen.

Edukasi
6. Anjurkan tirah baring.

Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena

1.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


KODE DX Implementasi keperawatan Evaluasi proses Ttd
Gangguan Manajemen Jalan napas (I.01011) S:-
pertukaran gas
O: -
(D.0003) Observasi :
Data Subjektif : 1. Memonitor jalan napas( frekuensi, kedalaman, usaha A: masalah defisit pengetahuan telah
 Tidak napas)
teratasi.
2. Memonitor bunyi napas tambahan( mis. Gurgling,
diketahui mengi, wheezing, ronkhi kering) P: hentikan intervensi
3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Data objektif:
 Tidak Terapeutik :
4. Memposisikan semi-Fowler atau Fowler
diketahui 5. Memberikan minum air hangat
6. Melakukan fisioterapi dada, jika perlu
7. Melakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
8. Memberikan oksigen, jika perlu

Edukasi :
9. Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
10. Menganjurkan teknik batuk efektif

Kolaborasi :
11. Mengkolaborasikan pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Bersihan Jalan Pemantauan Respirasi (I.01014) S:-
Nafas Tidak
O: -
Efektif (D. 0001) Observasi :
Data Subjektif : 1. Memonitor kemampuan batuk efektif A: masalah intoleransi aktifitas telah
 Tidak 2. Melakukan tindakan palpasi kesimetrisan ekspansi
teratasi.
paru
diketahui 3. Melakukan tindakan Auskultasi bunyi napas P: hentikan intervensi
4. Memonitor saturasi oksigen
Data objektif:
Terapeutik:
 Tidak 5. Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai
diketahui kondisi pasien
6. Mendokumentasikan hasil pemantauan

Kolaborasi:
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
8. Menginformasikan hasil pemantauan, jika perlu

Hipertemia Manajemen Hipertermia (I. 15506) S:-


(D.0130)
O: -
Data Subjektif : Observasi
 Tidak 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia A: masalah intoleransi aktifitas telah
(mis:dehidrasi,terpapar,lingkungan panas,penggunaan
diketahui teratasi.
incubator.
2. Memonitor suhu tubuh P: hentikan intervensi
Data objektif:
 Tidak Terapeutik
3. Meyediakan lingkungan yang dingin
diketahui 4. Mengganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hiperdrosis (keringat berlebih)
5. Melakukan pendinginan eksternal (mis:selimuti atau
kompres dingin pada dahi,leher,dada,dan abdomen.

Edukasi
6. Menganjurkan tirah baring.

Kolaborasi
7. Mengkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena

DAFTAR PUSTAKA
Albarello, F., Pianura, E., Di Stefano, F., Cristofaro, M., Petrone, A., Marchioni, L., … ppolito, G. (2020). 2019-novel
Coronavirus severe adult respiratory distress syndrome in two cases in Italy: An uncommon radiological presentation.
International Journal of Infectious Diseases, 93( PG -), 192–197.

Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Dulebohn SC, Di Napoli R. Features, Evaluation and Treatment Virus corona (COVID-19).
StatPearls. 2020.

Cennimo DJ. Virus corona Disease 2019 (COVID-19). Medscape. 2020. https://emedicine.medscape.com/article/2500114-ove.

Guan, W., Ni, Z., Hu, Y., Liang, W., Ou, C., He, J., … Zhu, S. (2020). Clinical Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in
China. New England Journal of Medicine, 1–13.

Mehta, P., McAuley, D. F., Brown, M., Sanchez, E., Tattersall, R. S., & Manson, J. J. (2020). COVID-19: consider cytokine
storm syndromes and immunosuppression. The Lancet, 395(10229), 1033–1034.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2020). Panduan Praktik Klinis: Pneumonia 2019-nCoV. PDPI: Jakarta

Sahin, A. R. (2020). 2019 Novel Coronavirus (COVID-19) Outbreak: A Review of the Current Literature. Eurasian Journal of
Medical Investigation, 4(1), 1–7.

Anda mungkin juga menyukai