Secara etimologi atau asal-usul bahasa, kata-kata Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa
Kuno yang bila dipisahkan menjadi Bhinneka = beragam atau beraneka, Tunggal = satu, dan Ika
= itu. Artinya, secara harfiah, jika diartikan menjadi beraneka satu itu. Maknanya, bisa dikatakan
bahwa beraneka ragam tetapi masih satu jua. Semoboyan ini diambil dari kitab atau kakawin
Sutasoma karangan Empu Tantular, yang hidup pada masa Kerajaan majapahit sekitar abad ke-
14 M.
Hal ini menunjukkan persatuan dan kesatuan yang terjadi diwilayah Indonesia, dengan
keberagaman penduduk Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, bahasa daerah, ras,
agama, dan kepercayaan, lantas tidak membuat Indonesia menjadi terpecah-belah. Melalui
semboyan ini, Indonesia bisa dipersatukan dan semua keberagaman tersebut menjadi satu bagian
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap system
pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat
persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indoesia. Dalam kitab Sutosoma, definisi
Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan keaneragaman
agama yang ada di kalangan masyarakat Majapahit.
Namun, sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka Tunggal Ika
bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, tetapi pengertiannya lebih luas.
Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan
suku, bangsa, budaya (adat-istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan kepercayaan yang
menuju persatuan dan kesatuan Negara.
Seluruh perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu atau sama, yaitu bangsa dan
Negara Indonesia. Berbicara mengenai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, lambang
Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditetapkan secara resmi menjadi
bagian dari Negara Indonesia melalui Peraturan Pemerintahan Nomor 66 Tahun 1951 pada 17
Oktober 1951 dan di undang – undangkan pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara.
Usaha pada masa Majapahit maupun pada masa pemerintahan Indonesia berlandaskan pada
pandangan yang sama, yaitu pandangan mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan, dan
kebersamaan sebagai modal dasar untuk menegakkan Negara. Sementara itu, semboyan “Tan
Hana Darma Mangrwa” dipakai sebagai motto lambang Lembaga Pertahanan Nasional. Makna
dari semboyan itu adalah “tidak ada kebenaran yang bermuka dua”.
Namun, Lemhanas kemudian mengubah semboyan tersebut menjadi yang lebih praktis dan
ringkas yaitu “bertahan karena benar”. Makna “tidak ada kebenaran yang bermuka dua”
sebenarnya memiliki pengertian agar hendaknya manusia senantiasa berpegang dan berlandaskan
pada kebenaran yang satu. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa” adalah
ungkapan yang memaknai kebenaran aneka unsur kepercayaan pada Majapahit. Tdak hanya
Siwa dan Budha, tetapi sejumlah aliran yang sejak awal telah dikenal terlebih dulu sebagian
besar anggota masyarakat Majapahit yang memiliki sifat majemuk.
Sehubungan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari Singasari, yakni pada masa
Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring Jajaghu (Candi Jago), semboyan tersebut dan candi Jago
disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, kedua simbol tersebut lebih
dikenal sebagai hasil perdaban masa Kerajaan Majapahit. Dari segi agama dan kepercayaan,
masyarakat Majapahit merupakan masyarakat yang majemuk.
Selain adanya beberapa aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, muncul juga gejala
sinkretisme yang sangat menonjol antara Siwa dan Budha serta pemujaan terhadap roh leluhur.
Namun, kepercayaan pribumi tetap bertahan. Bahkan, kepercayaan pribumi memiliki peranan
tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas masyarakat. Pada saat itu, masyarakat Majapahit
terbagi menjadi beberapa golongan. Pertama, golongan orang-orang islam yang datang dari barat
dan menetap di Majapahit. Kedua, golongan orang-orang China yang mayoritas berasal dari
Canton, Chang-chou, dan Fukien yang kemudian bermukim di daerah Majapahit. Namun,
banyak dari mereka masuk agama Islam dan ikut menyiarkan agama Islam.\\
bhinnêka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa (Pupuh 139: 5).
Terjemahan:
Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang
pandang? Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua. Mereka
memang berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang mendua.
(Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa).
Frasa tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuna dan diterjemahkan dengan kalimat berbeda-beda
tetapi tetap satu. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal Ika menjadi jati diri bangsa Indonesia.
Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran akan hidup bersama di dalam
keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat bangsa di negeri ini. Munandar
(2004:24) dalam Tjahjopurnomo S.J. mengungkapkan bahwa sumpah palapa secara esensial,
isinya mengandung makna tentang upaya untuk mempersatukan nusantara. Sumpah Palapa
Gajah Mada hingga kini tetap menjadi acuan, sebab Sumpah Palapa itu bukan hanya berkenaan
dengan diri seseorang, namun berkenaan dengan kejayaan eksistensi suatu kerajaan. Oleh karena
itu, sumpah palapa merupakan aspek penting dalam pembentukan Jati Diri Bangsa Indonesia.
Menurut Pradipta (2009), pentingnya Sumpah Palapa karena di dalamnya terdapat pernyataan
suci yang diucapkan oleh Gajah Mada yang berisi ungkapan “lamun huwus kalah nusantara isun
amukti palapa” (kalau telah menguasai Nusantara, saya melepaskan puasa/tirakatnya). Naskah
Nusantara yang mendukung cita-cita tersebut di atas adalah Serat Pararaton. Kitab tersebut
mempunyai peran yang strategis, karena di dalamnya terdapat teks Sumpah Palapa. Kata sumpah
itu sendiri tidak terdapat di dalam kitab Pararaton, hanya secara tradisional dan konvensional
para ahli Jawa Kuno menyebutnya sebagai Sumpah Palapa. Bunyi selengkapnya teks Sumpah
Palapa menurut Pararaton edisi Brandes (1897 : 36) adalah sebagai berikut:
palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring
Terjemahan:
Kemudian dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda yang tidak kalah penting dalam sejarah
perkembangan pembentukan Jati Diri Bangsa ini. Tjahjopurnomo (2004) menyatakan bahwa
Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara historis merupakan rangkaian
kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu, karena pada intinya berkenaan dengan
persatuan, dan hal ini disadari oleh para pemuda yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni
terdapatnya kata sejarah dalam isi putusan Kongres Pemuda Kedua.
Sumpah Pemuda merupakan peristiwa yang maha penting bagi bangsa Indonesia, setelah
Sumpah Palapa. Para pemuda pada waktu itu dengan tidak memperhatikan latar kesukuannya
dan budaya sukunya berkemauan dan berkesungguhan hati merasa memiliki bangsa yang satu,
bangsa Indonesia. Ini menandakan bukti tentang kearifan para pemuda pada waktu itu. Dengan
dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah tidak ada lagi ide kesukuan atau ide
kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide federaslisme. Daerah-daerah adalah bagian yang
tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan
bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda adalah ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu,
serta telah mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada intinya didorong oleh kekuatan
persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu itu.
Pada saat kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh Soekarno-
Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tampil mengemuka dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara RI. Sejak waktu itu, Sumpah
Palapa dirasakan eksistensi dan perannya untuk menjaga kesinambungan sejarah bangsa
Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Seandainya tidak ada Sumpah Palapa, NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia) akan dikoyak-koyak sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara
yang merasa dirinya bisa memisahkan diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah
yang berlebihan.
Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh merupakan gagasan dari orang-orang yang tidak
tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan tidak tahu tentang “jantraning alam”
(putaran zaman) Indonesia, yang harus kita lakukan adalah, dengan kesadaran baru yang ada
pada tingkat kecerdasan, keintelektualan, serta kemajuan kita sekarang ini, bahwa bangsa ini
dibangun dengan pilar bernama Bhinneka Tunggal Ika yang telah mengantarkan kita sampai hari
ini menjadi sebuah bangsa yang terus semakin besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi
ini, yaitu bangsa Indonesia, meskipun berbeda-beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia).
Dan dikuatkan dengan pilar Sumpah Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang mengikrarkan
persatuan dan kesatuan Nusantara / bangsa Indonesia, serta proklamasi kemerdekaan dalam
kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Hal itu tidak terlepas dari
pembentukan jati diri daerah sebagai dasar pembentuk jati diri bangsa.
Konsep Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah semboyan yang dijadikan dasar Negara Indonesia.
Oleh sebab itu, Bhinneka Tunggal Ika patut dijadikan sebagai landasan untuk mewujudkan
persatuan dan kesatuan di dalam bangsa Indonesia. Kita sebagai generasi selanjutnya yang bisa
menikmati kemerdekaan dengan mudah, haruslah bersungguh-sungguh dalam menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat saling menghargai dengan masyarakat tanpa saling
memikirkan percampuran suku bangsa, ras, agama, bahasa, dan keaneka ragaman lainnya. Tanpa
adanya kesadaran di dalam diri rakyat Indonesia, maka pantaslah Indonesia akan hancur dan
terpecah belah.
Di Indonesia, berbagai macam keaneka ragaman yang ada tidaklah membuat bangsa ini menjadi
pecah. Terdapat 5 agama yang ada di Indonesia, dan hal tersebut tidak membuat agama-agama
tersebut untuk saling mencela. Maka sesuai dengan prinsip pertama dari Bhinneka Tunggal Ika,
maka perbedaan-perbedaan di dalam agama tersebut haruslah dicari common denominatornya,
atau dengan kata lain kita haruslah mencari sebuah persamaan dalam perbedaan itu, sehingga
semua rakyat yang hidup di Indonesia dapat hidup di dalam keanekaragaman dan kedamaian
dengan adanya kesamaan di dalam perbedaan tersebut.
Begitu juga halnya dengan dengan aspek lain yang mempunyai perbedaan di Indonesia, seperti
adat dan kebudayaan yang terdapat di setiap daerah. Semua macam adat dan budaya itu tetap
diakui konsistensinya sebagai adat dan budaya yang sah di Indonesia, tapi segala macam
perbedaan tersebut tetap bersatu di dalam bingkai Negara kesatuan republik Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika sifatnya inklusif, dengan kata lain segala kelompok yang ada haruslah
saling memupuk rasa persaudaraan, kelompok mayoritas tidak memperlakukan sebuah kelompok
minoritas ke dalam posisi terbawah, tetapi haruslah hidup berdampingan satu sama lain.
Kelompok mayoritas juga tidak harus memaksakan kehendaknya kepada kelompok lain.
Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis, yang hanya menunjukkan sebuah perilaku semu
dan kaku. Tetapi, Bhinneka Tunggal Ika sifatnya universal dan menyeluruh. Hal ini dliandasi
oleh adanya rasa cinta mencintai, rasa hormat menghormati, saling percaya mempercayai, dan
saling rukun antar sesame. Karena dengan cara inilah, keanekaragaman bisa disatukan dalam
bingkai ke-Indonesiaan.
4. Bersifat Konvergen
Bhinneka Tunggal Ika sifatnya konvergen dan tidak divergen. Segala macam keaneka ragaman
yang ada bila terjadi masalah, bukan untuk dibesar-besarkan, tetapi haruslah dicari satu titik
temu yang bisa membuat segala macam kepentingan menjadi satu. Hal ini bisa dicapai
bila terdapatnya sikap toleran, saling percaya, rukun, non sectarian, dan inklusif.
1. Perilaku Inklusif
Seseorang haruslah menganggap bahwa dirinya sedang berada di dalam suatu populasi yang
luas, sehingga dia tidak melihat dirinya melebihi dari yang lain. Begitu juga dengan kelompok.
Kepentingan bersama lebih diutamakan daripada sebuah keuntungan pribadi atau kelompoknya.
Kepentingan bersama bisa membuat segala komponen merasa puas dan senang. Masing-masing
kelompok mempunyai peranan masing-masing di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Agama, ras, suku bangsa, bahasa, adat dan budaya yang ada di Indonesia mempunyai jumlah
yang tidak sedikit. Sikap saling toleran, saling menghormati, saling mencintai, dan saling
menyayangi menjadi hal mutlak yang dibutuhkan oleh segenap rakyat Indonesia, supaya
terciptanya masyarakat yang tenteram dan damai.
Perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah terjadi pada zaman sekarang. Apalagi ditambah
dengan diberlakukannya sistem demokrasi yang menuntut segenap rakyat bebas untuk
mengungkapkan pendapatnya masing-masing. Oleh sebab itu, untuk mencapai prinsip ke-
Bhinneka-an, maka seseorang haruslah saling menghormati antar satu pendapat dengan pendapat
yang lain. Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi untuk dicari suatu titik temu dengan
mementingkan suatu kepentingan bersama. Sifatnya konvergen haruslah benar-benar dinyatakan
di dalam hidup berbangsa dan bernegara, jauhkan sifat divergen.
Perbedaan pendapat antar kelompok dan pribadi haruslah dicari solusi bersama dengan
diberlakukannya musyawarah. Segala macam perbedaan direntangkan untuk mencapai satu
kepentingan. Prinsip common denominator atau mencari inti kesamaan haruslah diterapkan di
dalam musyawarah. Dalam musyawarah, segala macam gagasan yang timbul akan
diakomodasikan dalam kesepakatan. Sehingga kesepakatan itu yang mencapai mufakat antar
pribadi atau kelompok.
Sesuai dengan pedoman sebaik-baik manusia yaitu yang bermanfaat bagi manusia lainnya, rasa
rela berkorban haruslah diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Rasa rela berkorban ini akan
terbentuk dengan dilandasi oleh rasa salin kasih mangasihi, dan sayang menyayangi. Jauhilah
rasa benci karena hanya akan menimbulkan konflik di dalam kehidupan.
Itulah ulasan tentang Bhinneka Tunggal Ika : Pengertian, Fungsi, Dan Makna Beserta
Sejarahnya Secara Lengkap Semoga apa yang diulas diatas bermanfaat bagi embaca. Sekian
dan terimakasih.
FUNGSI BPK, DPR, PRESIDEN, DPR, DPD, WAPRES, MA, MK, KY
Fungsi BPK yaitu : yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
Keterangan :
a. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden.
b. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD (sesuai dengan
kewenangannya).
d. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya;
e. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersa¬maan dalam
masa jabatannya, dari dua pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan calon Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya,
sampai berakhir masa jabatannya.
3. Yang dimaksud dengan Presiden adalah : kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Tugas Presiden :
Tugas Presiden adalah menjalankan pemerintahannya sesuai dg UUD dan UU. Adalah tugas
Presiden juga untuk memastikan apakah jajaran pemerintahannya temasuk kepolisian dan
kejaksaan telah patuh kepada UUD dan UU itu.
Fungsi Presiden :
Presiden sebagai Kepala Negara dikarenakan Presiden memegang kekuasan tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut danAngkatan Udara,
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan Negara lain., menyatakan keadaan bahaya, Presiden mengangkat Duta dan
Konsul, Presiden menerima Duta negara lain, Presiden memberi grasi, amnesti,abolisi dan
rehabilitasi, memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.
Keterangan :
Lihat Pasal-pasal: 10, 11, 12, 13, 14, 15 UUD RI Tahun 1945)
• Fungsi Pertimbangan
Tugas dan wewenang:
o Memberikan pertimbangan kepada DPR
Bidang Terkait:
o RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
o RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
o Pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan
• Fungsi Pengawasan
Tugas dan wewenang:
o Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan hasil
pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti
o Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK
Bidang Terkait:
o Otonomi daerah
o Hubungan pusat dan daerah
o Pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah
o Pengelolaan sumberdaya alam serta sumberdaya ekonomi lainnya
o Perimbangan keuangan pusat dan daerah
o Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
o Pajak, pendidikan, dan agama
1. Fungsi Peradilan
a. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang
bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan
kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan
secara adil, tepat dan benar.
b. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan
memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
- semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
- permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
- semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang
Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang
Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
c. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai
secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu
peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih
tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
2. Fungsi Pengawasan
- Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
3. Fungsi Mengatur
a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-
undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau
kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27
Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk
mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.
4. Fungsi Nasehat
a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam
bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung
No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala
Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah
Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI
Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan
pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun
demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum
ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada
pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-
undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38
Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
5. Fungsi Administratif
a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan
Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun
1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah
Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35
Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan
tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).
6. Fungsi Lain-lain
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun
1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi
tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.
Dalam pengertiannya Hak Asasi Manusia (HAM) menurut definisi para ahli mengatakan,
Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap pribadi
manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. sedangkan pengertian HAM menurut
perserikatan bangsa-bangsa (PBB) adalah hak yang melekat dengan kemanusiaan kita sendiri,
yang tanpa hak itu kita mustahil hidup sebagai manusia. Secara umum Hak Asasi Manusia sering
sekali terdengar di telinga kita tentang Pelanggaran-pelanggaran HAM yang membuat kita
prihatin tentang semua yang terjadi, sehingga perlunya kita tahu lebih jelas tentang hak asasi
manusia seperti dibawah ini..
Dari pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) dapat disimpulkan bahwa sebagai anugerah dari
Tuhan terhadap makhluknya, hak asasi tidak boleh dijauhkan atau dipisahkan dari dipisahkan
dari eksistensi pribadi individu atau manusia tersebut. Hak asasi tidak bisa dilepas dengan
kekuasaan atau dengan hal-hal lainnya, Bila itu sampai terjadi akan memberikan dampak kepada
manusia yakni manusia akan kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai
kemanusiaan.
Walapun demikian, bukan berarti bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat dilaksanakan
secara mutlak karena dapat melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak sendiri
sembari mengabaikan hak orang lain merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib
menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain, karena
itulah ketaan terhadap aturan menjadi penting
Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu hak yang berkaitan
dengan kehidupan hukum dan pemerintahan. Contoh hak-hak asasi hukum sebagai
berikut.
Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.
Hak yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat. Contoh hak-hak asasi sosial
budaya ini sebagai berikut.
Hak menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan.
Hak mendapatkan pengajaran.
Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.
Hak untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan. Contoh hak-hak asasi peradilan
ini sebagai berikut.
Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan
penyelidikan di muka hukum.
Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau diserahkan.
Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak
sipil dan politik atau hak ekonomi, social, dan budaya.
Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada
sejak lahir.
Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang
status, suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari
ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.
Demikianlah artikel tersebut di atas tentang Pengertian Secara Umum Hak Asasi Manusia
(HAM) semoga bisa bermanfaat bagi sobat sekalian. Sekian dan terimakasih..