Anda di halaman 1dari 15

Khutbah Pertama:

‫ان َو ْعي َد ْاالَضْ َحى بَ ْع َد يَ ْو ِم‬


َ ‫ض‬َ ‫صيا َ ِم َر َم‬ ْ ِ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ الَّ ِذى َج َع َل لِ ْل ُم ْسلِ ِمي َْن ِع ْي َد ْالف‬
ِ ‫ط ِر بَ ْع َد‬
َ‫َع َرفَة‬

‫ك ْال َع ِظ ْي ُم ْاالَ ْكبَرْ َواَ ْشهَ ٌد اَ َّن َسيِّ َدنا َ ُم َح َّمدًا‬


ُ ِ‫ْك لَهُ لَهُ ْال َمل‬
َ ‫اَ ْشهَ ُد اَ ْن الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِري‬
ُ‫ َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُه‬.
ْ‫س َوطَهَّر‬ َ َ‫لى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَلِ ِه َواَصْ َحابِ ِه الَّ ِذي َْن اَ ْذه‬
َ ْ‫ب َع ْنهُ ُم الرِّ ج‬ َ ‫صلِّ َع‬
َ ‫اللهُ َّم‬
َّ ‫ فَيَا ِعبَا َدهللاِ اِتَّقُواهللاَ َح‬.‫اَ َّما بَ ْع ُد‬
‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن اِالَّ َواَ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُم ْو َن‬
Jamaah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah.

َ ِ‫ُكلُّ أ ْم ٍر ِذي بَا ٍل الَ يُبْدأُ فِي ِه ب‬


‫الح ْم ُد هللِ فَهُ َو أ ْقطَ ُع‬
“Setiap amal yang baik, tidak diawali dengan ucapan hamdalah,
maka terputus”. (HR. Abu Daud, hadits Hasan).
Setiap amal baik, tidak diawali dengan hamdalah, maka amal itu
terputus, sia-sia, tidak dapat dibawa menjadi bekal menghadap
Allah Swt. Maka kita awali segala amal dengan ucapan
Alhamdulillah.
َّ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اِال‬ َ ‫ما َ اجْ تَ َم َع قَ ْو ٌم ثُ َّم تَفَ َّرقُ ْوا َع ْن َغي ِْر ِذ ْك ِر هللاِ َو‬
َ ‫صالَة َعلَى النَّبِ ِّي‬
‫قَا ُم ْوا َع ْن أَ ْنتَن ِج ْيفَة‬
“Sekelompok orang berkumpul, mereka bubar tanpa zikir dan
sholawat, maka sama halnya mereka meninggalkan busuknya
bangkai”. (Musnad ath-Thayalisi, dari Jabir).
Kita tidak ingin majlis kita menjadi majlis bangkai yang busuk,
maka kita bersholawat kepada Rasulullah Saw dengan ucapan:
‫صلِّ َعل َى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَلِ ِه َواَصْ َحابِ ِه‬
َ ‫اللهُ َّم‬

Pertama, Hubungan Orang Tua dan Anak.


Peristiwa kurban mengingatkan kita pada hubungan kepatuhan
mutlak Ismail as kepada Ayahanda Ibrahim as. Dengan
ucapannya yang tertulis dalam al-Qur’an,

ِ َ‫ال يَا أَب‬


‫ت ا ْف َعلْ َما تُ ْؤ َم ُر‬ َ ‫ي إِنِّي أَ َرى فِي ْال َمنَ ِام أَنِّي أَ ْذبَح‬
َ َ‫ُك فَا ْنظُرْ َما َذا تَ َرى ق‬ َ َ‫ق‬
َّ َ‫ال يَا بُن‬
‫ين‬َ ‫َستَ ِج ُدنِي إِ ْن َشا َء هَّللا ُ ِم َن الصَّابِ ِر‬
“Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!’.
Ismail menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar’.” (Qs. as-Shaffat [37]: 102).
Demikianlah jawaban anak shalih yang diharapkan Nabi Ibrahim
as dalam doanya,
َ ‫َربِّ هَبْ لِي ِم َن الصَّالِ ِح‬
‫ين‬
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang
termasuk orang-orang yang saleh”. (Qs. as-Shaffat [37]: 102).
Peristiwa menyentuh hati dan perasaan ini mengajak kita untuk
melihat kembali bagaimana anak-anak kita? Sudahkan kita didik
menjadi anak yang patuh dan taat mengikuti perintah Allah
Swt?
Anak adalah amanah, dengan anak kita bisa masuk surga,
ُ‫ت فَأ َ َّدبَه َُّن َو َز َّو َجه َُّن َوأَحْ َس َن إِلَ ْي ِه َّن فَلَهُ ْال َجنَّة‬ َ ‫ال ثَاَل‬
ٍ ‫ث بَنَا‬ َ ‫َم ْن َع‬
“Siapa yang merawat tiga orang anak perempuan, ia didik
dengan baik, ia nikahkan dengan orang baik, maka surgalah
baginya”. (HR. Abu Daud).
Dengan anak maka amal menjadi mengalir,
‫ أَ ْو َولَ ٍد‬، ‫ أَ ْو ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه‬، ‫ص َدق ٍة َجاريَ ٍة‬ ٍ ‫ان ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ إِالَّ ِم ْن ثَال‬
َ :‫ث‬ ُ ‫ات اإل ْن َس‬
َ ‫إِ َذا َم‬
ُ‫ح يَ ْد ُعو لَه‬ٍ ِ‫صال‬ َ
“Apabila manusia mati, maka putuslah amalnya, kecuali tiga:
shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang
mendoakannya”. (HR. Muslim).
Tapi ingat, disebabkan anak juga kita akan masuk ke dalam
neraka,
‫ث الَّ ِذيْ يُقِرُّ فِ ْي أَ ْهلِ ِه‬ ُّ ‫ ُم ْد ِم ُن ْال َخ ْم ِر َو ْال َعا‬: َ‫ثَالَثَةٌ قَ ْد َح َّر َم هللا َعلَ ْي ِه ُم ْال َجنَّة‬
ُ ‫ق َو ال َّدي ُّْو‬
َ َ‫اَ ْل َخب‬
‫ث‬
“Tiga orang, diharamkan Allah Swt surga bagi mereka: pecandu
khamar/narkoba, durhaka kepada orang tua dan orang tua/wali
yang membiarkan keluarganya berbuat nista”. (HR. Ahmad).
‫هللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ َو هللِ ْال َح ْم ُد‬
Pagi ini kita diingatkan dengan tanggung jawab kita kepada
anak-anak kita. Sudahkah kita didik mereka dengan baik?
Bagaimana bacaan al-Qur’an mereka? Bagaimana shalat
mereka? Sudahkan mereka menutup aurat?
Pagi ini juga anak diingatkan tentang bakti kepada orang tua.
Bagaimanapun banyaknya amal mereka, kalau anak durhaka
kepada orang tua. Maka Allah Swt haramkan surga bagi
mereka. Jika mereka masih hidup, kembali dari shalat ini, kita
masih bisa datang ke rumah mereka. Memeluk dan mencium
mereka dengan kasih sayang. Sebagai ungkapan rasa bersalah
karena tidak mampu membalas budi baik mereka. Tapi, andai
ajal telah mendahului. Sesal kemudian tiada berarti. Kita hanya
dapat mengucapkan,
َّ ‫َربِّ ا ْغفِرْ لِي َولِ َوالِ َد‬
َ ‫ي َوارْ َح ْمهُ َما َك َما َربَّيَانِ ْي‬
‫ص ِغيْرا‬
“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Sayangilah
mereka sebagaimana mereka menyayangiku ketika aku masih
kecil”.
Hanya itulah yang dapat kita ucapkan dengan uraian air mata.
“Surga di bawah telapak kaki ibu”, bukan ungkapan hamba
tanpa makna.
‫ك‬َ ‫ت ْال ِجهَا َد َم َع‬ ُ ‫ت أَ َر ْد‬
ُ ‫ُول هَّللا ِ إِنِّي ُك ْن‬َ ‫ت يَا َرس‬ ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقُ ْل‬َ ِ ‫ُول هَّللا‬
َ ‫ْت َرس‬ ُ ‫أَتَي‬
‫ال ارْ ِج ْع فَبَ َّرهَا ثُ َّم‬ ُ ‫ك قُ ْل‬
َ َ‫ت نَ َع ْم ق‬ َ ‫ك أَ َحيَّةٌ أُ ُّم‬ َ ‫ار اآْل ِخ َرةَ قَا َل َوي َْح‬ َ ‫ك َوجْ هَ هَّللا ِ َوال َّد‬ َ ِ‫أَ ْبتَ ِغي بِ َذل‬
‫ك‬ َ ِ‫ك أَ ْبتَ ِغي بِ َذل‬ َ ‫ت ْال ِجهَا َد َم َع‬ ُ ‫ت أَ َر ْد‬ ُ ‫ُول هَّللا ِ إِنِّي ُك ْن‬ َ ‫ت يَا َرس‬ ُ ‫ب اآْل َخ ِر فَقُ ْل‬ dِ ِ‫أَتَ ْيتُهُ ِم ْن ْال َجان‬
‫ت نَ َع ْم يَا َرسُو َل هَّللا ِ قَا َل فَارْ ِج ْع إِلَ ْيهَا‬ ُ ‫ك قُ ْل‬َ ‫ك أَ َحيَّةٌ أُ ُّم‬ َ ‫ار اآْل ِخ َرةَ قَا َل َوي َْح‬ َ ‫َوجْ هَ هَّللا ِ َوال َّد‬
‫ك‬ َ ِ‫ك أَ ْبتَ ِغي بِ َذل‬ َ ‫ت ْال ِجهَا َد َم َع‬ ُ ‫ت أَ َر ْد‬ ُ ‫ُول هَّللا ِ إِنِّي ُك ْن‬ َ ‫ت يَا َرس‬ ُ ‫فَبَ َّرهَا ثُ َّم أَتَ ْيتُهُ ِم ْن أَ َما ِم ِه فَقُ ْل‬
‫ك ْال َز ْم‬ َ ‫ُول هَّللا ِ قَا َل َو ْي َح‬
َ ‫ت نَ َع ْم يَا َرس‬ ُ ‫ك قُ ْل‬َ ‫ك أَ َحيَّةٌ أُ ُّم‬ َ ‫ال َوي َْح‬ َ َ‫َوجْ هَ هَّللا ِ َوال َّدا َر اآْل ِخ َرةَ ق‬
ُ‫ِرجْ لَهَا فَثَ َّم ْال َجنَّة‬

Mu’awiyah bin Abi Jahimah as-Sulami menghadap Rasulullah


Saw, ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya ingin berjihad
bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan
akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”.
Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah, “Saya datang lagi dari sisi yang lain. Saya katakana,
‘Wahai Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan
berharap kemuliaan Allah Swt dan akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”.
Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah, “Saya datang lagi dari arah depan Rasulullah Saw.
Saya katakan, ‘Wahai Rasulullah, saya ingin berjihad
bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan
akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”.
Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Rawatlah kakinya, engkau dapati surga di
sana”. (HR. Ibnu Majah).
Bakti kepada ibu membuat seorang anak terkabul doanya
melebihi sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Suatu ketika
Rasulullah Saw pernah berkata,
‫ان بِ ِه بَيَاضٌ فَ َد َعا‬ ُ ‫إِ َّن َر ُجاًل يَأْتِي ُك ْم ِم ْن ْاليَ َم ِن يُقَا ُل لَهُ أُ َويْسٌ اَل يَ َد‬
َ ‫ع بِ ْاليَ َم ِن َغ ْي َر أُ ٍّم لَهُ قَ ْد َك‬
‫ار أَ ْو الدِّرْ هَ ِم فَ َم ْن لَقِيَهُ ِم ْن ُك ْم فَ ْليَ ْستَ ْغفِرْ لَ ُك ْم‬ ِ ‫هَّللا َ فَأ َ ْذهَبَهُ َع ْنهُ إِاَّل َم ْو‬
ِ َ‫ض َع الدِّين‬
“Ada seorang laki-laki. Ia akan datang kepada kamu. Ia berasal
dari Yaman. Namanya Uwais. Ia tidak bisa meninggalkan Yaman
(saat ini) karena ia merawat ibundanya. Ia pernah terkena
penyakit supak (warna putih pada kulit). Ia berdoa kepada Allah
Swt, maka Allah Swt menghilangkan penyakit itu, kecuali hanya
tertinggal sebesar uang logam Dinar (logam emas) atau Dirham
(logam perak). Siapa diantara kamu yang berjumpa dengannya,
maka mintalah doa kepadanya agar Allah Swt mengampuni
kamu”. (HR. Muslim). Bayangkan, seorang hamba yang lemah,
jauh dari Rasulullah Saw, tapi doanya kabul, mengalahkan doa
para shahabat nabi, bahkan para shahabat nabi pun diminta
agar memohonkan doanya. Doanya terkabul, karena baktinya
kepada ibundanya.

Tanpa mengesampingkan makna ayah,


‫ت‬َ ‫اح َمالِي فَقَا َل أَ ْن‬
َ َ‫ُول هَّللا ِ إِ َّن لِي َمااًل َو َولَدًا َوإِ َّن أَبِي ي ُِري ُد أَ ْن يَجْ ت‬ َ َ‫أَ َّن َر ُجاًل ق‬
َ ‫ال يَا َرس‬
َ ‫ك أِل َبِي‬
‫ك‬ َ ُ‫َو َمال‬
Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah Saw
mengadukan ayahnya seraya berkata, “Wahai Rasulullah, saya
mempunyai harta dan anak. Tapi ayah saya ingin mengambil
harta saya”. Rasulullah Saw menjawab, “Engkau dan hartamu
milik ayahmu”. (HR. Ibnu Majah).
Bagaimana mungkin orang dapat mengesampingkan
kedua orang tuanya, bangga dengan harta, anak, bahkan
amalnya. Padahal orang tua pada level kedua setelah Allah Swt,
‫ك ْال ِكبَ َر أَ َح ُدهُ َما أَ ْو‬َ ‫ضى َرب َُّك أَاَّل تَ ْعبُ ُدوا إِاَّل إِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن إِحْ َسانًا إِ َّما يَ ْبلُ َغ َّن ِع ْن َد‬
َ َ‫َوق‬
‫اخفِضْ لَهُ َما َجنَا َح‬ ْ ‫) َو‬23( ‫ف َواَل تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُلْ لَهُ َما قَ ْواًل َك ِري ًما‬ ٍّ ُ‫ِكاَل هُ َما فَاَل تَقُلْ لَهُ َما أ‬
)24( ‫ص ِغيرًا‬ َ ‫ال ُّذلِّ ِم َن الرَّحْ َم ِة َوقُلْ َربِّ ارْ َح ْمهُ َما َك َما َربَّيَانِي‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (Qs. al-Isra’
[17]: 23-24).
Posisi mereka setelah Allah Swt. Mengapa ada orang
yang begitu sombong menuntut mereka ke pengadilan dunia
hanya karena ingin merebut kebahagiaan duniawi. Sadarkah
mereka bahwa murka Allah Swt terletak pada murka kedua
orang tua,
‫ضا ْال َوالِ َدي ِْن َو َس َخطُهُ فِ ْي َس َخ ِط ِه َما‬
َ ‫ضا الرَّبّ فِي ِر‬
َ ‫ِر‬
“Ridha Allah Swt terletak pada ridha kedua orang tua dan
murka Allah Swt terletak pada murka kedua orang tua”. (HR.
ath-Thabrani).

‫هللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ َو هللِ ْال َح ْم ُد‬
Hikmah Kedua, Keseimbangan Antara Usaha dan Tawakkal.
Sayang dan cinta kepada anak dan istri, tapi perintah Allah Swt
mesti tetap dipatuhi. Meleleh air mata Nabi Ibrahim as
meninggalkan Hajar dan Ismail kecil di sebuah lembing kering.
Kisah itu diabadikan dalam al-Qur’an, Nabi Ibrahim as pun
mengadu kepada Allah Swt,
َّ ‫ك ْال ُم َحر َِّم َربَّنَا لِيُقِي ُموا ال‬
َ‫صاَل ة‬ ٍ ْ‫ت ِم ْن ُذرِّ يَّتِي بِ َوا ٍد َغي ِْر ِذي َزر‬
َ ِ‫ع ِع ْن َد بَ ْيت‬ ُ ‫َربَّنَا إِنِّي أَ ْس َك ْن‬
َ ‫ت لَ َعلَّهُ ْم يَ ْش ُكر‬
‫ُون‬ ِ َّ‫فَاجْ َعلْ أَ ْفئِ َدةً ِم َن الن‬
ِ ‫اس تَه ِْوي إِلَ ْي ِه ْم َوارْ ُز ْقهُ ْم ِم َن الثَّ َم َرا‬
“Wahai Robb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan
sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka
mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-
buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur”. (Qs. Ibrahim [14]
: 37). Di tengah lembah tandus tanpa tanaman itulah Hajar dan
Ismail berada, seorang wanita lemah dan bayi tidak berdaya
membutuhkan air. Apakah Allah langsung menurunkan air
kepada mereka ?! Tidak. Hajar bukan wanita lemah. Ia
perempuan yang tegar. Hajar tidak mengeluh kepada Allah Swt
dengan mengangkat tangan. Hajar tidak membawa-bawa nama
besar suaminya yang seorang nabi dan anaknya juga seorang
nabi. Hajar tidak pula menghujat dan mencela di mana air
berada ?!. Tapi Hajar berjalan kaki dari bukit Shafa menuju
bukit Marwa sebanyak tujuh kali. Tumit perempuan yang lemah
itu menginjak pasir gurun panas di bawah terik matahari.
Setelah ia lelah dan tetap tidak mendapatkan air yang ia cari,
maka ia kembali ke tempat Ismail berbaring. Ternyata, air tidak
ditemukan di tempat yang dicari. Tapi air datang dari tumit
Ismail yang belum pandai melangkah. Dari kisah ini tersirat
sebuah makna yang sangat mendalam yaitu pentingnya
berusaha sekuat tenaga dan seoptimal mungkin untuk mencari
apa yang kita inginkan. Karena Allah tidak langsung memberi
tanpa ada usaha. Demikian juga perubahan menuju kehidupan
yang lebih baik yang kita inginkan tidak akan terwujud kecuali
ada keinginan dan perbuatan dari kita sendiri. Allah berfirman:
‫إِ َّن هَّللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ْو ٍم َحتَّى يُ َغيِّرُوا َما بِأ َ ْنفُ ِس ِه ْم‬
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri”. (Qs. Ar-Ra’d [13]: 11).
Di sanalah keserasian antara syariat Nabi Ibrahim as
dengan syariat Nabi Muhammad Saw. Sama-sama mengajarkan
keseimbangan antara usaha dan doa. Rasulullah Saw tidak
pernah duduk berpangku tangan menunggu rezeki turun dari
langit. Al-Qur’an mengajarkan,
‫ض َوا ْبتَ ُغوا ِم ْن فَضْ ِل هَّللا ِ َو ْاذ ُكرُوا هَّللا َ َكثِيرًا لَ َعلَّ ُك ْم‬
ِ ْ‫صاَل ةُ فَا ْنتَ ِشرُوا فِي اأْل َر‬
َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَإِ َذا ق‬
ِ َ ‫ضي‬
َ ‫تُ ْفلِح‬
‫ُون‬
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Qs. al-Jumu’ah [62]:
10).
ْ‫ال ا ْعقِ ْلهَا َوتَ َو َّكل‬ ْ ُ‫ُول هَّللا ِ أَ ْعقِلُهَا َوأَتَ َو َّك ُل أَ ْو أ‬
َ َ‫طلِقُهَا َوأَتَ َو َّك ُل ق‬ َ َ‫ق‬
َ ‫ال َر ُج ٌل يَا َرس‬
Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah. Apakah unta ini
saya tambatkan lalu saya bertawakkal? Atau saya lepaskan saja,
kemudian saya bertawakkal?”.
Rasulullah Saw menjawab, “Tambatkanlah! Setelah itu,
bertawakkallah!”.
(HR. at-Tirmidzi).
“Berusaha tanpa tawakkal, sombong. bertawakkal tanpa
usaha, pesong”.

‫هللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ َو هللِ ْال َح ْم ُد‬
Hikmah Ketiga: Berkorban Untuk Agama Allah Swt.
Islam bukan agama yang melarang orang untuk mencari harta.
Dalam Islam diajarkan, orang yang mampu secara ekonomi,
kuat fisik, ilmu dan iman, lebih baik dan dicintai Allah Swt
daripada orang yang miskin, lemah fisik, lemah ilmu dan lemah
iman. Rasulullah Saw bersabda,
‫يف‬ َّ ‫ْال ُم ْؤ ِم ُن ْالقَ ِويُّ َخ ْي ٌر َوأَ َحبُّ إِلَى هَّللا ِ ِم ْن ْال ُم ْؤ ِم ِن ال‬
ِ ‫ض ِع‬
“Seorang mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah
Swt daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).
Dalam ibadah haji kita mengenal istilah Wuquf, yang
merupakan rukun haji. Yaitu berkumpul di padang Arafah pada
tanggal 9 Dzulhijjah. Wuquf ini adalah miniatur hari mahsyar
kelak, saat manusia dibangkitkan di hadapan Allah. Semua
manusia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan jenis kulit.
Terdiri dari tingkat, level dan kedudukan. Semuanya sama di
hadapan Allah. Tidak ada yang lebih mulia di sisi Allah kecuali
takwanya. Allah berfirman :
‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوأُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم‬
)13( ‫ِع ْن َد هَّللا ِ أَ ْتقَا ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر‬
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal. (Qs. Al Hujurat [49] : 13).
Miniatur hari kiamat, pada hari itu tidak ada yang dapat
menolong manusia kecuali amalnya sendiri. saudara yang kita
harap-harapkan dapat membantu kita, mereka justru lari
meninggalkan kita, ‫( يَ ْو َم يَفِرُّ ْال َمرْ ُء ِم ْن أَ ِخي ِه‬Qs. ‘Abasa [80] : 34).
Anak-anak yang begitu sayang kepada orang tua ketika berada
di dunia juga lari meninggalkan orang tua mereka : )35( ‫َوأُ ِّم ِه َوأَبِي ِه‬
(Qs. ‘Abasa [80] : 35). Demikian juga dengan istri dan sanak
keluarga : )36( ‫صا ِحبَتِ ِه َوبَنِي ِه‬
َ ‫( َو‬Qs. ‘Abasa [80] : 36). Semuanya
disibukkan oleh urusan masing-masing : ‫ئ ِم ْنهُ ْم يَ ْو َمئِ ٍذ َشأْ ٌن‬
ٍ ‫لِ ُكلِّ ا ْم ِر‬
)37( ‫( يُ ْغنِي ِه‬Qs. ‘Abasa [80] : 37). Sudahkah kita mempersiapkan
diri menghadapi hari itu dengan amal badan dan amal harta
yang kita punya?!
Jama’ah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah …
Mencari harta itu sulit. Namun ada yang lebih sulit, yaitu
berjuang melawan hawa nafsu dan bisikan setan yang selalu
mengajak agar menahan harta, tidak berkurban, tidak
bersedekah. Sehingga mati dalam keadaan menumpuk harta,
tidak pernah berbuat untuk agama Allah Swt walau seujung
kuku.
Setelah melaksanakan Wuquf di Arafah, jamaah haji pun pergi
menuju Muzdalifah, kemudian menginap di Mina selama tiga
hari untuk melontar jumrah. Ritual melontar jumrah ini
mengingatkan kita kepada kisah Nabi Ibrahim yang ketika itu
akan menyembelih putranya Ismail, kemudian digoda oleh
setan agar tidak melaksanakan perintah Allah itu. Namun Nabi
Ibrahim menolak ajakannya dan melontarnya dengan batu. Dari
kisah dan ritual ini tersimpan hikmah bahwa setan tidak akan
pernah bosan menggoda manusia. Allah Swt berfirman:
‫ثُ َّم آَل َتِيَنَّهُ ْم ِم ْن بَي ِْن أَ ْي ِدي ِه ْم َو ِم ْن َخ ْلفِ ِه ْم َو َع ْن أَ ْي َمانِ ِه ْم َو َع ْن َش َمائِلِ ِه ْم َواَل تَ ِج ُد أَ ْكثَ َرهُ ْم‬
)17( ‫ين‬ َ ‫َشا ِك ِر‬
‫‪“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari‬‬
‫‪belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau‬‬
‫‪tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.‬‬
‫‪(Qs. Al A’raf [7]: 17). Setan akan datang dari depan, dari‬‬
‫‪belakang, dari arah kanan dan kiri manusia. Oleh sebab itu‬‬
‫‪manusia mesti mengerti hakikat setan dan menjadikannya‬‬
‫‪sebagai musuh yang sebenarnya:‬‬
‫ان لَ ُك ْم َع ُد ٌّو فَاتَّ ِخ ُذوهُ َع ُد ًّوا‬
‫إِ َّن ال َّش ْيطَ َ‬
‫‪“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka‬‬
‫‪anggaplah ia musuh(mu)”. (Qs. Fathir [35]: 6).‬‬
‫هللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ َو هللِ ْال َح ْم ُد‬
‫ت َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‪.‬‬
‫آن ْال َع ِظي ِْم‪َ .‬ونَفَ َعنِي َواِيِّا ُك ْم بما فيه ِم َن اآليَا ِ‬ ‫ك هللاُ لِي َولَ ُك ْم فِي ْالقُرْ ِ‬ ‫ار َ‬
‫بَ َ‬
‫الوتَهُ اِنّهُ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‪ .‬فَا ْستَ ْغفِر ُْوا اِنَّهُ هُ َو ْال َغفُ ْو ُر الر ِ‬
‫َّح ْي ُم‬ ‫َوتَقَبَّلْ ِمنِّ ْي َو ِم ْن ُك ْم تِ َ‬

‫‪Khutbah Kedua:‬‬
‫ان هللا بُ ْك َرةً َو‬ ‫هللاُ اَ ْكبَرْ (‪ )×3‬هللاُ اَ ْكبَرْ (‪ )×3‬هللاُ اَ ْكبَرْ كبيرا َو ْا َ‬
‫لح ْم ُد هللِ َكثِ ْيرًا َو ُسب َْح َ‬
‫أَصْ ْيالً‬

‫الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ َو هللاُ اَ ْكبَرْ هللاُ اَ ْكبَرْ َوهللِ ْا َ‬
‫لح ْم ُد‬

‫لى تَ ْوفِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‪َ .‬واَ ْشهَ ُد اَ ْن الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ َع َ‬
‫لى اِحْ َسانِ ِه َوال ُّش ْك ُر لَهُ َع َ‬
‫ك لَهُ‬
‫َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي َ‬
‫‪.‬واَ ْشهَ ُد اَ َّن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ ال َّدا ِعى اِل َى ِرضْ َوانِ ِه‬
‫َ‬
‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد و َعلَى اَلِ ِه َواَصْ َحابِ ِه َو َسلِّ ْم تَ ْسلِ ْي ًما ِكث ْيرًا‬
‫اللهُ َّم َ‬
‫اَ َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواهللاَ فِ ْي َما اَ َم َر َوا ْنتَه ُْوا َع َّما نَهَى َو َز َج َر‬

‫ال تَعاَلَى‪ :‬اِ َّن هللاَ‬‫َوا ْعلَ ُم ْوا اَ َّن هللاّ اَ َم َر ُك ْم بِا َ ْم ٍر بَ َدأَ فِ ْي ِه بِنَ ْف ِس ِه َوثَـنَى بِ َمآل ئِ َكتِ ِه بِقُ ْد ِس ِه َوقَ َ‬
‫صلُّ ْو َن َعل َى النَّبِى‬‫َو َمآل ئِ َكتَهُ يُ َ‬
‫صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‬
‫‪.‬يآ اَيُّهَا الَّ ِذي َْن آ َمنُ ْوا َ‬
‫ك‬‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ْم َو َعلَى آ ِل َسيِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ْنبِيآئِ َ‬
‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َ‬ ‫اللهُ َّم َ‬
‫َّاش ِدي َْن اَبِى بَ ْك ٍر َو ُع َمر َو ُع ْث َمان‬ ‫ض اللّهُ َّم َع ِن ْال ُخلَفَا ِ‪d‬ء الر ِ‬ ‫ك َو َمآلئِ َك ِة ْال ُمقَ َّربِي َْن َوارْ َ‬‫َو ُر ُسلِ َ‬
‫َّحابَ ِة َوالتَّابِ ِعي َْن َوتَابِ ِعي التَّابِ ِعي َْن لَهُ ْم بِاِحْ َسا ٍن اِلَى يَ ْو ِم ال ِّدي ِْن َوارْ َ‬
‫ض‬ ‫َو َعلِى َو َع ْن بَقِيَّ ِة الص َ‬
‫ك يَا اَرْ َح َم الرَّا ِح ِمي َْن‬ ‫َعنَّا َم َعهُ ْم بِ َرحْ َمتِ َ‬

‫ت اَالَحْ يآ ُء ِم ْنهُ ْم َو ْاالَ ْم َوا ِ‬


‫ت‬ ‫ت َو ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫اَللهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْؤ ِمنِي َْن َو ْال ُم ْؤ ِمنَا ِ‬
‫ك ْال ُم َو ِّح ِديَّةَ‬
‫ك َو ْال ُم ْش ِر ِكي َْن َوا ْنصُرْ ِعبَا َد َ‬ ‫اللهُ َّم اَ ِع َّز ْا ِال ْسالَ َم َو ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َوأَ ِذ َّل ال ِّشرْ َ‬
‫ك اِلَى‬ ‫اخ ُذلْ َم ْن َخ َذ َل ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َو َد ِّمرْ اَ ْع َدا َءال ِّدي ِْن َوا ْع ِل َكلِ َماتِ َ‬ ‫ص َر ال ِّدي َْن َو ْ‬ ‫َوا ْنصُرْ َم ْن نَ َ‬
‫‪ .‬يَ ْو َم ال ِّدي ِْن‬
‫لوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َوس ُْو َء ْالفِ ْتنَ ِة َو ْال ِم َح َن َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَ َن َع ْن‬ ‫اللهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَالَ َء َو ْا َ‬
‫ان ْال ُم ْسلِ ِمي َْن عآ َّمةً يَا َربَّ ْال َعالَ ِمي َْن‬
‫صةً َو َسائِ ِر ْالب ُْل َد ِ‬
‫‪.‬بَلَ ِدنَا اِ ْن ُدونِي ِْسيَّا خآ َّ‬
‫ار‬ ‫‪.‬ربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِى ْاآل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬
‫اب النَّ ِ‬ ‫َ‬
‫اواِ ْن لَ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُك ْونَ َّن ِم َن ْال َخا ِس ِري َْن‬
‫ظلَ ْمنَا اَ ْنفُ َسنَ َ‬
‫‪.‬ربَّنَا َ‬
‫َ‬
‫ان َوإِيْتآ ِء ِذى ْالقُرْ ب َى َويَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ شآ ِء َو ْال ُم ْن َك ِر‬ ‫ِعبَا َدهللاِ اِ َّن هللاَ يَأْ ُم ُرنَا بِاْل َع ْد ِل َو ْا ِالحْ َس ِ‬
‫َو ْالبَ ْغي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر ُْو َن َو ْاذ ُكرُواهللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكر ُْوهُ َعل َى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم‬
‫َولَ ِذ ْك ُر هللاِ اَ ْكبَرْ‬

Anda mungkin juga menyukai