Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN POST PARTUM NORMAL

Disusun Oleh:

Saepudin

433131490120065

PRODI STUDI PROFESI NERS REGULER


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Kharisma Karawang
Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Kabupaten Karawang, Jawa Barat
413116, Indonesia
2020/2021
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Postpartum
Postpartum (Masa Nifas) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa Nifas atau puerp- erium dimulai
sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu.
Puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti prahamil (Sunarsih dkk, 2011).

Masa nifas disebut juga masa postpartum atau purperium, adalah masa setelah persalinan,
masa, perubahan, pemulihan, penyembuhan, dan pengembalian alat-alat
kandungan/reproduksi seperti sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40 hari pasca
persalinan (Jannah, 2011).

Postpartum atau purpurium dimulai sejak 1 jam setelah lahir plasenta sampai dengan 6
minggu (42hari) (Prawirohardjo, 2010).

2. Anatomi dan Fisologi


Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam rongga pelvis
dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang terletak di perineum. Struktur
reproduksi interna dan eksterna berkembang menjadi matur akibat rangsang hormon
estrogen dan progesteron (Bobak, 2005).
1) Struktur eksterna

a. Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia externa. Kata ini
berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong, berukuran
panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang
dibatasi perineum.
b. Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk
bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang di atas
simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea dan
ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas,
mons berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama
koitus.
c. Labia mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi
lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya
memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengililingi labia minora,
berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi labia
minora, meatus urinarius, dan introitus vagina. Pada wanita yang belum
pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia mayora terletak
berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya. Setelah
melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina atau pada perineum,
labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina terbuka. Penurunan
produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora. Pada permukaan arah
lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen lebih gelap daripada
jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar dan semakin menipis ke
arah luar perineum. Permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak
tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri, dan
suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas,
yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.
d. Labia minora
Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit
yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang , memanjang ke arah bawah
dari bawah klitoris dan dan menyatu dengan fourchett. Sementara bagian
lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial
labia minora sama dengan mukosa vagina. Pembuluh darah yang sangat
banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan memungkankan
labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.
Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi vulva. Suplai saraf yang
sangat banyak membuat labia minora sensitif, sehingga meningkatkan
fungsi erotiknya.
e. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat di
bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat
adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan
lebih sensitif dari pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang,
glans dan badan klitoris membesar. Kelenjar sebasea klitoris menyekresi
smegma, suatu substansi lemak seperti keju yang memiliki aroma khas dan
berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari kata dalam bahasa
yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris dianggap sebagai kunci
seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan persarafan yang banyak
membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan dan sensasi
tekanan.
f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lojong,
terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri
dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina.
Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh
bahan kimia. Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di
dasar labia mayora, masing- masing satu pada setiap sisi orifisium vagina.
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, dan
terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis
tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan dan fosa navikularis
terletak di antara fourchette dan himen
h. Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit Antara introitus
vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.
2) Struktur Interna

a. Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang tuba
falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian
mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi
dinding pelvis lateral kira-kira setinggi krista iliaka anterosuperior, dan
ligamentum ovaryii proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi
ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Saat
lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum primordial. Di
antara interval selama masa usia subur ovarium juga merupakan tempat
utama produksi hormon seks steroid dalam jumlah yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi wanita normal.
b. Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini memanjang ke
arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk- lekuk
mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan
berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi ovum. Ovum
didorong di sepanjang tuba, sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan
peristaltis lapisan otot. Esterogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan
peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi lapisan
mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.
c. Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang tampak
mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri
bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus
yang merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi, korpus
yang merupakan bagian utama yang mengelilingi cavum uteri, dan istmus,
yakni bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks
dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga
fungsi uterus adalah siklus menstruasi dengan peremajaan endometrium,
kehamilan dan persalinan. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
a) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah suatu
lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan : lapisan
permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang berongga, dan
lapisan dalam padat yang menghubungkan indometrium dengan
miometrium.
b) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut otot
polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal
membentuk lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan di
daerah fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk mendorong
bayi pada persalinan.
c) Peritonium perietalis
Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali
seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana terdapat
kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah pada uterus
dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga abdomen karena
peritonium perietalis tidak menutupi seluruh korpus uteri.
d) Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan
cepat terhadap stimulai esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa
tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil.
Sel-sel yang di ambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk
mengukur kadar hormone seks steroid. Cairan vagina berasal dari
traktus genetalis atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi
antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan keasaman.
Apabila pH nik diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat.
Cairan yang terus mengalir dari vagina mempertahankan kebersihan
relatif vagina.

2. Periode Masa Nifas


1) Periode Immediate Postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu,
bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
loche, tekanan darah, dan suhu.
2) Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3) Periose Late Postpartum (1 minggu-5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari
serta konseling KB. (Siti Saleha,2009)

3. Asuhan Masa Nifas


Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu
maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Rukiyah dkk,
2011).
Tujuan yang diberikannya asuhan pada ibu selama masa nifas antara lain:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya.
b. Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila tejadi komplikasipada ibu
maupun bayi.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,KB,
cara dan manfaat. menyusui, imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.
d. Memberikan pelayanan KB.
4. Tahapan Masa Nifas
Nifas dibagi menjadi 3 tahap :
a. Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu tlah diperbolehkan untuk berjalan-jalan, Dalam agama
islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium Intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote Peurperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil
atau waktu persalinan memiliki komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan, tahunan.

5. Program dan Kebijakan Tehnis

Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan BBL,
dan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi antara
lain sebagai berikut :
Kunjungan I: Asuhan 6-8 jam setelah melahirkan
Kunjungan II: Asuhan 6 hari setelah melahirkan
Kunjungan III: Asuhan 2 minggu setelah melahirkan
Kunjungan IV: Asuhan 6 minggu setelah melahirkan
(Sunarsih dkk, 2011).

Asuhan Kunjungan Nifas Normal


Kunjungan Waktu Asuhan
I 6-8 jam a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
post uteri
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
partum
pendarahan
c. Memberikan konseling pada ibu mengenai
bagaimana cara pencegahan pendarahan
d. Pemberian ASI awal
e. Melakukan hubungan antara ibu dengan bayi
yang baru lahir
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
Hypothermi
II 6 hari post a. Memastikan involusi uterus berjalan normal,
partum uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus
dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal
b. Menilai adaanya tanda-tanda demam, infeksi,
perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan,
cairan dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi,tali pusat dan merawat bayi
sehari-hari
III 2 minggu a. Memastikan involusi uterus berjalan normal,
post uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus
partum dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal
b. Menilai adaanya tanda-tanda demam, infeksi,
perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapat cukup makan,cairan
dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan
tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi, tali pusat dan merawat bayi
sehari-hari
IV 6 minggu a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit
post yang ia alami
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini,
partum
imunisasi, senam nifas, dan tanda-tanda bahaya
yang dialami oleh ibu dan bayi.
(Sumber: Sulistyawati, 2012)

6. Perubahan Fisiologi Masa Nifas


1) Perubahan fisiologi masa nifas pada sistem reproduksi
a. Involusi
a) Pengertian
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali kekondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini
dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus
(Maryunani, 2009).
b) Proses involusi uteri
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada digaris tengah, kira- kira 2 cm
dibawah umbilicus. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan uterus
sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram. Peningkatan
kadar estrogen dan progesterone bertanggung jawab untuk pertumbuhan
massif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa prenatal
tergantung pada hyperplasia, penigkatan jumlah sel – sel otot dan hipertropi,
yaitu pembesaran sel – sel yang sudah ada. Pada masa postpartum penurunan
kadar hormone – hormone ini menyebabkan terjadi autolysis (Maryunani,
2009).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
i) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
didalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah sempat mengendur sehingga 10 kali panjangnya dari semula
dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan.
ii) Atrofi jaringan
Jaringan yang berprolifersi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar,
kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian
produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.
iii) Efek oksitosin
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari
kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengompresi hemostatis (Sulistyawati, 2009).

2) Kontraksi
Kontraksi uterus terus meningkat secara bermakna setelah bayi keluar, yang
diperkirakan terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. Kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar, ini
menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta sehingga jaringan
perlekatan antara plasenta dan dinding uterus menjadi nekrosis dan lepas
(Maryunani, 2009)
Perubahan Uterus
Diameter
Berat Bekas
Tinggi
Involusi Uterus Melekat Keadaan Serviks
Fundus Uteri
(gr) Plasenta
(cm)
Bayi Lahir Setinggi pusat 1000
Uri Lahir 2 jari dibawah 750 12.5 Lembek
pusat
Satu Minggu Pertengahan 500 7,5 Beberapa hari
pusat-simfisis setelah
postpartum dapat
dilalui 2 jari akhir
minggu pertama
dapat dimasuki 1
jari
Dua Minggu Tak teraba 350 3-4
diatas simfisis
Enam Bertambah 50-60 1-2
Minggu kecil
Delapan Sebesar 30
Minggu normal
. Sumber : (Sunarsih dkk, 2011).

3) Afterpains

Dalam minggu pertama sesudah bayi lahir, mungkin ibu mengalami kram/mulas
pada abdomen yang berlangsung sebentar, mirip sekali dengan kram sewaktu
periode menstruasi, keadaan ini disebut afterpains, yang ditimbulkan karena
kontraksi uterus pada waktu mendorong gumpalan darah dan jaringan yang
terkumpul didalam uterus.

4) Tempat Plasenta
Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi
tempat atau situs plasenta akan menjadi nekrotik (layu/mati). Decidua yang mati
akan keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah dan yang
dinamakan lochea yang menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik tadi adalah
karena pertumbuhan endometrium.

5) Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi
basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi
asam yang ada pada wanita normal. Lochea memiliki bau yang amis/anyir dan
mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat
dari pada kondisi asam yang ada pada wanita normal. Lochea memiliki bau yang
amis/anyir meskipun tidak telalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada
setiap wanita. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran
lochea dapat dibagi menjadi lochea rubra, sanguelenta, serosa, alba (Maryunani,
2009).

Perubahan Lochea
Lochea Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari decidua, vernik caseosa,
kehitaman rambut lanugo, sisa mekonium dan
sisa darah
Sanguel 3-7 hari Putih Sisa darah bercampur lendir
enta bercampur
merah
Serosa 7-14 hari Kekuningan Lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari
/kecoklatan
leukosit dan robekan laserasi
plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung leokosit, selaput
lendir serviks dan serabut jaringan
yang mati.
6) Perubahan Ligamentum

Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan saat melahirkan, kembali ke sedia kala. Perubahan ligamen yang
dapat terjadi pasca melahirkan antara lain : ligamentum rotundum menjadi kendor
yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi, ligamen fasia, jaringan
penunjang alat genetalia menjadi agak kendor. Perubahan yang terjadi antara lain:
a) Perubahan di serviks dan Segmen Bawah Uterus
Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang sangat
menipis berkontraksi dan bertraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri.
Dalam perjalanan beberapa minggu, segmen bawah diubah dari struktur
yang jelas – jelas cukup besar untuk memuat kebanyakan kepala janin
cukup bulan menjadi isthmus uteri hampir tidak dapat dilihat yang
terletak diantar korpus diatas dan os iinterna serviks dibawah. Segera
setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan
berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi,
sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga perbatasan antara korpus
dan serviks uteri berbentuk cincin
b) Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali
dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ketiga.
Vagina pintu keluar pada bagian pertama masa nifas membentuk lorong
berdinding lunak dan luas ukurannya secara perlahan -lahan mengecil
tetapi jarang kembali ke ukuran nulipara (Rukiyah dkk, 2011).
Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis, degenerasi,
dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal
endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat
pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata,
sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi
plasenta (Saleha, 2009).
c) Perubahan di Peritoneum dan Dinding Abdomen
Konsistensi abdomen lembek, peregangan selama kehamilan dapat
memisahkan otot perut ‘diastasis rekti abdomeminis’, yang normalnya
adalah kurang dari 20 cm dan lebar 2 cm. Sementara itu, dilihat pada
dinding abdomen, abdomen tampak menonjol keluar pada hari pertama
sesudah melahirkan. Dua mnggu pertama melahirkan, dinding abdomen
relaksasi, kurang lebih 6 minggu keadaan abdomen kembali seperti
sebelum hamil (Rukiyah dkk,
2011; h. 63).
d) Payudara (mamae)
Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu sebagai
berikut:
 Produksi susu (Sekresi susu atau let down
Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada
payudara dapat dirasakan. Pembuluh darah menjadi bengkak
terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan rasa
sakit. Sel – sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai
berfungsi. Ketika bayi menghisap puting, refleks saraf
merangsang lobus posterior pituitari untuk menyekresi hormone
oksitosin. Oksitosin merangsang refleks let down mengalirkan
(Saleha, 2009).

ASI mulai ada kira-kira pada hari ke-3 atau ke-4 setelah
kelahiran bayi dan kolostrum berubah menjadi ASI yang matur
kira-kira 15 hari sesudah bayi lahir (Sulistyawati, 2012).

Isapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mamae


malalui duktus sinus laktiferus. Isapan merangsang produksi
oksitosin oleh kelenjar hipofisi anterior. Oksitosin memasuki
drah dan menyebabkan kontraksi sel-sel khusus yang
mengelilingi alveolus dan duktus laktiferus. Kontraksi ini
mendorong ASI keluar dari alveolus melalui duktus laktiferus
menuju sinus laktiferus dimana ia akan tersimpan. Pada saat
bayi menghisap, ASI dalam sinus tertekan keluar kemulut bayi.
Gerakan ASI dari sinus dinamakan let down atau pelepasan.
Pada akhir let down dapat dipicu tanpa rangsangan isapan,
pelepasan dapat terjadi bila ibu mendengar bayi menagis atau
sekedar memikirkan bayinya. “pelepasan” penting sekali bagi
pemberian ASI yang baik. Tanpa “pelepasan” bayi dapat
mengisap terus-menerus, tetapi hanya memperoleh dari
sebagian ASI yang tersedia dan tersimpan. Bila “pelepasan”
gagal terjadi berulang kali dan payudara berulang kali tidak
dikosongkan pada waktu pelepasan, reflek ini akan berhenti
berpungsi dan laktasi akan berhenti (Sunarsih dkk, 2011)
 Pengeluaran ASI
ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan yang terbaik
yang dapat diberikan oleh seorang ibu pada anaknya yang baru
dilahirkannya. Komposisi berubah sesuai dengan kebutuhan
bayi pada setiap saat, yaitu kolostrum pada hari pertama sampai
4-7 hari, dilanjutkan dengan ASI peralihan sampai 3-4 minggu,
selanjutnya ASI matur (Prawirohardjo, 2010; h. 376).
 ASI Ekslusif
ASI ekslusif (menururt WHO) adalah pemberian ASI saja pada
bayi sampai usia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun
makanan lain. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun.
Pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan dianjurkan oleh
pedoman internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah
tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga, maupun
negara.

Menurut penelitian yang dilakukan di Dhaka pada 1.667 bayi


selama 12 bulan mengatakan bahwa ASI ekslusif dapat
menurunkan risiko kematian akibat infeksi saluran nafas akut
dan diare. WHO dan UNICEF merekomendasikan kepada para
ibu, bila memungkinkan ASI ekslusif diberikan sampai 6 bulan
dengan menerapkan hal-hal sebagai berikut.
 Insisi menyusui dini selama satu jam setelah kelahiran bayi.
 ASI ekslusif diberikan pada bayi hanya ASI saja tanpa
makanan tambahan atau minuman.
 ASI diberikan secara on-demand atau sesuai kebutuhan
bayi, setiap hari setiap malam.
 ASI diberikan tidak menggunakan botol, cangkir, maupun
dot.
2) Perubahan sistem pencernaan
Biasanya, ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena
pada waktu persalinan,alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon
menjadi kosong, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas
tubuh. Supaya buang air besar kembali normal,dapat diatasi dengan diet tinggi
serat,peningkatan asupan cairan saat ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil dalm 2-3
hari dapat diberikan obat laksansia.
3) Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung,biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil
dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat
spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami
kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan
berlangsung. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang sensitif dan kapasitas
bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine residual (normal kurang
lebih 15cc) (Sulistyawati, 2012).
4) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi muskuloskeletal ini mencakup : peningkatan berat badan, bergesernya pusat
akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post
partum sistem muskuloskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini
dilakukan segera setelah melahirkan, untuk membantu mencegah kompllikasi dan
mempercepat involusi uteri (Rukiyah dkk, 2011; h. 67-68).
5) Perubahan Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin.
Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:
a. Hormon oksitosin
Disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Hormon oksitosin berperan
dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi sehinga mencegah
pendarahan.
b. Hormon prolaktin
Menurunkan kadar ekstrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari
bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
c. Hormon estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun
mekanismenya secara penuh belum dimengerti. (Saleha, 2009).
7) Perubahan tanda-tanda vital
Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain:
a. Suhu badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,50C-380C). Sebagai akibat
kerja keras saat melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan
normal suhu badan akan biasa lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi
karena ada pembentukan ASI, buah dada akan menjadi bengkak, berwarna
merah karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi
pada endometrium, mastitis, dan lain-lain.
b. Nadi
Denyut nadi orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya
denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah
abnormal dan hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan post
partum yang tertunda.
c. Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan akan rendah setelah
ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum
dapat menandakan terjadinya pre-eklamsi post partum.
d. Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi.
Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal pernafasan juga akan akan
mengikutinya kecuali ada gangguan khusus pada saluran pernafasan (Sunarsih
dkk, 2011).
8) Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 CC. Bila persalinan
dengan Sectio Caesaria kehilangan darah bisa dua kali lipat. Apabila pada persalinan
pervaginam haemokonsentrasi akan naik dan pada Seksio sesarea haemokonsentrasi
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu. Meskipun kadar estrogen
mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih
tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan
dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus dicegah
dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini
9) Perubahan hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-
faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen
dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Pada ibu masa nifas 72
jam pertama biasanya akan kehilangan volume plasma daripada sel darah,
penurunan plasma ditambah peningkatan sel darah pada waktu kehamilan diasosikan
dengan peningkatan hematoktir dan haemoglobin pada hari ketiga sampai tujuh hari
setelah persalinan, (Rukiyah dkk, 2011).

7. Proses adaptasi pasikologi ibu masa nifas


Wanita banyak mengalami perubahan emosi pada awal masa nifas sementara ia
menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Sangat penting bagi bidan untuk memantau
perkembangan penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah
seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, suatu variasi atau
penyimpangan dari penyesuian yang normal yang umum terjadi.
Adaptasi psikologi ibu nifas dibagi 3 yaitu :
a. Fase taking in
Fase ini adalah fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari
kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya
sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya.
Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti
mudah tersinggung. Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan
untuk proses pemulihannya.
b. Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu
merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam merawat
bayinya. Selain itu perasaannya mudah tersinggung dan komunikasinya kurang
hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri
dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase leting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat
pada fase ini (Sunarsih dkk, 2011).

8. Kebutuhan dasar ibu nifas


1) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan
vitamin yang cukup
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap
kali menyusui)
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari
pasca bersalin
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A
kepada bayinya melalui ASI nya (Saleha, 2009)
2) Ambulasi/Mobilisasi
Ambulasi dapat dilakukan dalam 2 jam setelah bersalin ibu harus sudah bisa
melakukan mobilisasi yang dapat dilakukan secara perlahan-lahan dan bertahap
diawali dengan miring kanan atau kiri terlebih dahulu, kemudian duduk dan
berangsur-angsur untuk berdiri dan jalan.
a. Manfaat mobilisasi Dini (Early mobilization) yaitu:
a) Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium
b) Mempercepat involusi alat kandungan
c) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
d) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga

mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme


b. Keuntungan ambulasi dini adalah :
a) Ibu merasa lebih sehat dan kuat.
b) Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih baik.
c) Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada ibu.
d) Mencegah thrombosis pada pembuluh tungkai
e) Sesuai dengan keadaan Indonesia (Sunarsih dkk, 2011).
3) Eliminasi BAK/BAB
Miksi disebut normal bila dapat BAK spontan tiap 3-4 jam. Ibu diusahakan mampu
buang air kecil sendiri, bila tidak dilakukan tindakan berikut ini :
a. Dirangsang dengan mengalirkan air keran di dekat klien
b. Mengompres air hangat diatas simpisis
c. Saat site bath (berendam air hangat) klien disuruh BAK Biasanya 2-3 hari post
partum masih susah BAB maka sebaiknya diberikan laksan atau paraffin (1-2
hari post partum), atau pada hari ke-3 diberi laksa supositoria dan minum air
hangat. Berikut adalah cara agar dapat BAB dengan teratur:

a) Diet teratur

b) Pemberian cairan yang banyak

c) Ambulasi yang baik

d) Bila takut buang air besar secara episiotomi, maka diberikan


4) Kebersihan diri dan perineum
a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kemaluan dengan sabun dan
air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah disekitar vulva
terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah
sekitar anus. Nasehatkan kepada ibu untuk membersihkan vulva setiap kali
buang air besar atau buang air kecil.
c. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali
sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan
dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
d. Sarankan ibu untuk cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminnya.
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk
menghindari menyentuh daerah luka.
5) Istirahat
a. Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
b. Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan
lahan serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur
c. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :
a) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
b) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
c) Menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk merawat bayi

dan dirinya sendiri (Sunarsih dkk, 2011)

6) Seksual
a. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke
dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu
tidak merasa nyeri, aman untuk memulai, melakukan hubungan
suami istri kapan saja ibu siap.
b. Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami
istri sampai masa waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu
setelah persalinan. Keputusan bergantung pada pasangan yang
bersangkutan (Saleha, 2009).
7) Perawatan payudara
a. Sebaiknya perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil
supaya puting lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan
untuk menyusui bayinya
b. Perlu dilakukan perawatan payudara pada ibu nifas
c. Bila bayimeninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara:
pembalutan payudara sampai tertekan, pemberian obat estrogen
d. Untuk supresi LH seperti tablet Lynoral dan Pardolel (Sunarsih dkk,
2011).
8) Proses laktasi atau menyusui
Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta mengandung
hormon penghambat prolakti (hormon plasenta) yang menhambat
pembentukan asi. Stelah plasenta lepas,hormon plasenta itu tidak
dihasilkan lagi,sehinga terjadi produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari setelah
melahirkan (Saleha, 2009).
9) Keluarga berencana
a. Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu
hamil kembali.
b. Biasanya ibu post partum tidak menghasilkan telur (ovum) sebelum
mendapatkan haidnya selamaa meneteki, oleh karena itu Amenore Laktasi dapat
dipakai sebelum haid pertama kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan.
c. Sebelum menggunakan metode KB, hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan
dahulu pada ibu, meliputi :
a) Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan serta metodenya
b) Kelebihan dan keuntungan
c) Efek samping
d) Kekurangannya
e) Bagaimana memakai metode itu
f) Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk wanita pasca
persalinan yang menyusui. Jika pasangan memilih metode KB tertentu,
ada baiknya untuk bertemu dengannya lagi dalam 2 minggu untuk
mengetahui apakah ada yang ingin ditanyakan oleh ibu atau pasangan
dan untuk melihat apakah metode tersebut bekerja dengan baik (Rukiyah
dkk, 2011)

9. Konsep dasar asuhan keperawatan


Proses keperawatan adalah metode sistematis dimana secara langsung perawat bersama
klien secara bersama menentukan perawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan
a. Pengkajian
a) Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan sejak klien masuk rumah sakit. Selama klien
dirawat secara terus-menerus serta pengkajian dapat dilakukan ulang untuk
menambah dan melengkapi data yang telah ada. Pengumpulan data meliputi
b. Identitas
Identitas klien yang perlu dikaji adalah identitas klien yang meliputi nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, golongan
darah, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tinggal pengkajian dan
nomor medik. Selain itu perlu juga dikaji identitas penanggung jawab yang meliputi
nama, umur, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, hubungan dengan klien
dan alamat
c. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan merupakan sumber data subjektif tentang status kesehatan pasien
yang memberikan gambaran tentang masalah kesehatan aktual maupun potensial dan
merupakan penentuan pengkajian fisik yang berkaitan dengan imformasi tentang
keadaan fisiologis, psikologis, budaya dan psikososial. Ini juga berkaitan dengan
status kesehatan pasien dan faktor-faktor seperti gaya hidup hubungan pola dalam
keluarga dan
pengaruh budaya.
d. Keluhan utama
Umumnya beberapa hari periode post partum pervagina ibu merasakan nyeri setelah
melahirkan, nyeri episiotomi atau laserasi dan pembengkakan payudara
e. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan menjabarkan keluhan utama dengan pendekatan P,Q,R,S,T
Paliatif yaitu faktor yang memperberat dan memperingan masalah, Quality yaitu
kualitas nyeri, Regional yaitu daerah yang dirasakan, Scale yaitu skala nyeri, dan
Time yaitu waktu yang dirasakan.
f. Riwayat kesehatan dahulu
Fokus pengkajian kesehatan dahulu. Klien adalah lentang faktor predisposisi ada
atau tidaknya masalah kesehatan yang pernah dialami misalnya demam riwayat
alergi seperti obat dan makanan, serta ada tidaknya penyakit menular pada klien.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Hal yang perlu dikaji tentang kesehatan keluarga mengenal ada tidaknya riwayat
kelahiran, riwayat alergi, dan penyakit keturunan seperti diabetes melitus dan
hipertensi.
h. Riwayat ginekologi dan obstetri
Riwayat Ginekologi
a. Riwayat menstruasi
Meliputi menarce, lama haid, siklus haid, sifat darah, ada tidaknya
dismenarche, HpHt dan taksiran partus.
b. Riwayat Perkawinan
c. Meliputi usia klien dan suami saat menikah, perkawinan keberapa bagi klien
dengan suami serta lamanya perkawinan.
d. Riwayat keluarga berencana
e. Meliputi jenis alat kontrasepsi yang pernah digunakan, lama penggunaan,
keluhan selama penggunaan, rencana mempunyai anak dan jenis kontrasepsi
yang akan digunakan setelah bersalin.
Riwayat obstetri
a. Riwayat kehamilan sekarang
Meliputi keluhan selama hamil, gerakan anak pertama kali dirasakan,
imunisasi yang diperoleh, penambahan berat badan selama hamil, pemeriksaan
yang dilakukan teratur atau tidak serta tempat pemeriksaan dan hasil
pemeriksaan.
b. Riwayat Persalinan
Meliputi partus keberapa, tanggal partus, jam partus, jenis persalinan, lama
persalinan, jumlah pendarahan selama kehamilan, jenis kelamin bayi, berat
badan bayi, panjang badan bayi, dan apgar skor, menit pertama dan 5 menit
pertama. Normalnya apgar score 7-10
h. Pemeriksaan Fisik Pada Ibu
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu post partum yaitu pemeriksaan fisik
persistem.
a) Penampilan Umum
Meliputi status kesadaran, keadaan fisik klien.
b) Pemeriksaan fisik persistem terdiri dari :
1) Sistem Pernapasan
Hal yang perlu dikaji pada sistem pernapsan adalah: bentuk hidung simetris
atau tidak, terdapat pernapasan cuping hidung, riwayat alergi,
sekret, bentuk ada, ada tidaknya sekret, jenis pernapasan.
2) Sistem Cardiovaskuler
Yang harus dikaji pada sistem kardiovaskuler adalah: tekanan darah, nadi
konjungtiva, JVP, Capilary Reffil time, bunyi jantung, irama jantung.
3) Sistem Gastrointestinal
Penurunan tonus otot perut dan mortilitas usus, nafsu makan meningkat, ibu
merasa cepat lapar, biasanya didapatkan hemoroid pada usus, bising usus
normal 8-12x /menit.
4) Sistem Perkemihan
Uretra dan ureatus urinarius oedema

5) Sistem Neurologis
Sakit kepala pada ibu post partum, mungkin disebabkan oleh perubahan
kondisi akibat hipetensi atau stress.
6) Sistem Endokrin
Adanya rangsangan hisap bayi, fundus akan mengeras jika dilakukan
massase ringan, hal ini berkaitan dengan pengeluaran oksitosin
pembengkakan payudara.
7) Sistem Reproduksi
Mencakup bentuk payudara, pembengkakan payudara, pigmentasi aerola
mammae, terjadi pengeluaran kolostrum saat dipalpasi, tinggi fundus uteri,
kontraksi uterus, jenis lokhea pada hari 1-2, lokhea lubra berwarna merah,
keadaan vagina dan vulva.

8) Sistem Muskuloskeletal
Tonus otot perut menurun, dinding abdomen lunak dan kendur.
9) Sistem Integumen
Hiperpigmentasi aerola mammae, linea nigra, kulit lembab.

i. Data biologis
Mencakup masalah kesehatan dan keperawatan yang lalu, masalah kesehatan yang
dialami dan masalah pola kebiasaan sehari-hari dan masalah yang beresiko untuk
klien.
a) Pola Nutrisi
Mencakup kebiasaan makan, frekuensi, jumlah dan jenis makanan yang disukai,
pantangan, porsi makan, kebiasaan umum, frekuensi, jumlah, jenis.
b) Pola Eliminasi
Mencakup kebiasaan BAB, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan, kebiasan
BAK, frekuensi, jumlah warna, konsistensi, keluhan.
c) Pola Istirahat dan Tidur
Mencakup tidur malam, waktu dan lama, tidur siang, waktu dan lama.
d) Pola Aktivitas dan latihan
Mencakup kegiatan yang dilakukan dirumah, dan saat dikaji, olahraga, aktivitas
rekreasi, waktu luang.
e) Pola Personal Hygiene
Mencakup frekuensi mandi, gosok gigi, dan mencuci rambut.
j. Data psikologis
Mencakup Prilaku, pola emosi, konsep diri, gambaran diri, pola pemecahan masalah,
tingkat pengetahuan dan daya ingat, data sosial yang meliputi : Status ekonomi,
kegiatan rekreasi, bahasa, daya komunikasi, pengaruh budaya, sumber daya
masyarakat, faktor resiko lingkungan, hubungan sosial, hubungan dengan keluarga
dan pekerjaan.
k. Data spiritual
Mencakup nilai-nilai dan norma, kegiatan keagamaan, dan moral.
l. Pemeriksaan penunjang
Meliputi pemeriksaan laboratorium seperti hemoglobin, golongan darah, leukosit,
hematokrit, dan trombosit.
m. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan pada klien post ektrasi forsep adalah obat analgetik dan
antibiotik.
n. Pemeriksaan fisik pada bayi
Menggunakan pendekatan head to toe :
a) Penampilan umum
Meliputi pergerakan, berat badan normalnya 2500 – 4000 gram, panjang
badan normalnya 44 – 55 cm, tanda-tanda vital, suhu normal 36 – 37,5º C,
respirasi normal 40 – 60 x / menit, heat rate 110 – 160 x/menit.
b) Kepala
Meliputi bentuk kesimetrisan ukuran lingkar kepala normalnya 23 – 37 cm,
penyebaran rambut merata atau tidak, fontanel anterior dan posterior yang
normalnya teraba hangat.

c) Wajah
Meliputi kesimetrisan, sekitar alis dan dahi terdapat rambut halus, adanya
tanda kemerahan di pipi.
d) Mata
Meliputi kesimetrisan pergerakan bola mata, konjungtiva dan seklera, kaji
reflek mata misalnya reflek mengedip dapat timbul dari beberapa rangsangan
seperti cahaya yang terang, sentuhan nyeri, dan usapan alis, reflek pupil
timbul sebagai akibat respon terhadap cahaya
e) Hidung
Meliputi bentuk, kesimetrisan, adanya tidaknya sekret
f) Telinga
Meliputi kesimetrisan, kebersihan, kesejajaran puncak telinga, ada tidaknya
lubang telinga, ada tidaknya cairan yang keluar, ada reflek terkejut reflek ini
timbul dengan suara keras secara mendadak atau dengan menepuk sternum.
g) Mulut
Adanya reflek oral atau reflek menyelidiki (mencari) mermupakan respon
terhadap rabaan feri oral, jika pipi bayi kontak dengan mammae ibu atau
bagian lain maka bayi akan mencari puting susu hal ini memungkinkan bayi
menemukan pappila mammae tanpa dibimbing ke tujuannya, jika mulut bayi
disentuh dengan ringan bibir bawah menurun pada sisi yang sama dan lidah
bergerak ke depan ke arah titik rangsangan, reflek rooting, bayi memutar
kearah pipi yang digores, reflek menghisap, bayi menghisap dengan kuat
dalam berespon terhadap stimulasi, reflek ini menetap selama masa bayi dan
mungkin terjadi selama tidur.
h) Leher
Mengkaji kesimetrisan, kaji reflek tonik neck, bayi melakukan perubahan
posisi kepala diputar ke satu sisi, lengan dan tungkai, ekstensi ke arah sisi
putaran kepala dan fleksi pada sisi yang berlawanan apakah ada kelenjar
getah bening atau tidak.
i) Abdomen
Meliputi bentuk keadaan kulit, keadaan tali pusat.
j) Genetalia
Pada laki-laki normalnya testis turun dan pada perempuan biasanya labia
mayora dan minora serta clitorisnya membengkak, kaji apakah pengeluaran
lendir atau tidak.
k) Ekstremitas
Pada ekstremitas kaji jumlah jari lengkap atau tidak, kaji reflek moro reflek
ini terdiri dari abduksi dan ekstensi lengan, tangan membuka jari seringkali
melengkung reflek ini ditemukan pada bayi prematur, kaji reflek
menggenggam telapak tangan dirangsang jari-jari akan fleksi dan
menggenggam benda, ekstremitas bawah, kaji kesimetrisan jari lengkap atau
tidak, reflek jari kaki mengembang dan ibu jari dorsoflexi.
o. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah
melahirkan.
b. Risiko Infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan.
c. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui.
d. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan adanya konstipasi.
e. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan darah dan intake ke oral.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis,
proses persalinan dan proses melelahkan.
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi
keperawatan Hasil
1 Nyeri Akut Se setelah dilakukan Manajemen nyeri
tindakan keperawatan
Tindakan
selama 1x24 jam
Observasi
diharapkan tingkat
nyeri menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik,
dengan kriteria hasil
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
- Keluhan nyeri:
menurun (5) nyeri
- Meringin:
- Identifikasi skala nyeri
menurun (5)
- Sikap protektif: - Identifikasi respons nyeri non
menurun (5)
verbal
- Gelisah: menurun
(5) - Identifikasi factor yang
- Kesulitan tidur:
memperberat dan memperingan
menurun (5)
- Pupil dilatasi: nyeri
menurun (5)
- Identifikasi pengetahuan dan
- Muntah: menurun
(5) keyakinan tentang nyeri
- Mual: menurun
- Identifikasi pengaruh budaya
(5)
terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
Tens, hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi
- Kolabirasi pemberian analgetik, jika
perlu

2 Resiko Infeksisetsetelah dilakukanIni infection Control (Kontrol Infeksi)


tindakan keperawatan Tindakan
selama 1x24 jam - Bersihkan lingkungan setelah
diharapkan tingkat
dipakai pasien lain
infeksi menurun
dengan kriteria hasil: - Pertahankan teknik isolasi
- Demam:
- Batasi pengunjung bila perlu
menurun (5)
- Kemerahan: - Instruksikan pada pengunjung untuk
menurun (5)
mencuci tangan saat berkunjung dan
- Nyeri: menurun
(5) setelah berkunjung meninggalkan
- Bengkak:
pasien
menurun (5)
- Cairan bau - Gunakan sabun antimikrobia untuk
busuk: menurun cuci tangan
(5)
- Cuci tangan setiap sebelum dan
- Nafsu makan:
meningkat (5) sesudah tindakan keperawatan
- Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
- Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
- Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
infection protection (proteksi
terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Pertahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kulit pada area
epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
- Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
- Dorong masukkan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindar infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
3 Menyusui Se setelah dilakukan K konseling Laktasi
tindakan keperawatan Tindakan
tidak efektif
selama 1x24 jam
diharapkan status Observasi
menyusui klien - Identifikasi keadaan emosional ibu
membaik dengan saat akan dikulakukan konseling
kriteria hasil menyusui
- Kelelahan - Identifikasi keinginan dan tujuan
mternal: menyusui
membaik (5) - Identifikasi permasalahan yang ibu
- Kecemasan alami selama proses menyusui
maternal:
membaik (5) Terapeutik
- Bayi menangis
setelah menyusui: - Gunakan teknik pendekatan aktif
membaik (5) (mis. duduk sama tinggi: dengarkan
permasalahan ibu)
- Berikan pujian terhadap perilaku ibu
yang bener
Ed
E Edukasi
- Ajarkan teknik menyusui yang tepat
sesuia kebutuhan ibu
4 Hipovolemia Setelah dilakukanM manajemen Perdarahan Pervaginam
tindakan keperawatan Ti tindakan
selama 1x24 jam O observasi
diharapkan status - Idetifikasi keluhan ibu (mis kelar
cairan membaik
darah banyak, pusing, pandangan
dengan kriteria hasil
- Frekuensi nadi: tidak jelas)
membaik (5)
- Monitor keadaan uterus abdomen
- Tekanan darah:
membaik (5) (mis TFU di atas umbilikus, teraba
- Tekanan nadi:
lembek, benjolan)
membaik (5)
- Membran - Monitor kesadaran dan tanda vital
mukosa:
- Monitor kehilangan cairan
membaik (5)
- Kadar Hb: - Monitor kadar HB
membaik (5)
- Kadar Ht:
membaik (5) Terpeutik
- Berat badan: - Posisikan supine atau trendelenberg
membaik (5)
- Pasang oksimetri nadi
- Oliguri: membaik
(5) - Berikan oksigen via kanul nasal 3
- Intake cairan:
L/menit
membaik (5)
- Suhu tubuh: - Pasang iv line dengan selang set
membaik (5)
transfuse
- Pasang kateter untuk
mengosongkan kandung kemih
- Ambil darah untuk pemeriksaan
darah lengkap

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian uterotonika
- Kolaborasi pemberian antikoagulan

DAFTRA PUSTAKA
Bobak, Irene M, dkk (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas (Maternity Nursing).
Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Dewi dan Sunarsih, T. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta Selatan:
Salemba Medik

Dongoes, M.E., 2005, Rencana Keperawatan Maternal Bayi : Pedoman untuk


Perencanaan dan Dokumentasi Klien (terjemahan), EGC, Jakarta.

Jannah, Nurul. 2011. Konsep kebidanan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Maryunani,Anik.2009.Asuhan Pada Ibu dalam Masa Nifas.Jakarta :Trans info


Media
Nursalam, 2009. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktek Klinik.
Jakarta : Salemba Medika

Prawirohardjo,Sarwono.2010.Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT Bina Pustaka

Saleha, siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika

Sulistyawati, Ari. 2012. Asuhan Kebidanaan Pada Masa Kehamilan.Jakarta: Salemba


Medika.

Rukiyah, Ai Yeyeh & Lia Yulianti. 2011. Asuhan Kebidanan IV (Patologi


Kebidanan). Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai