Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan suatu proses yang alami, yang akan dihadapi oleh setiap
orang. Seseorang yang memasuki usia tua akan mengalami penurunan fungsi tubuh
seperti: penurunan elastisitas kulit, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran
kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan semakin lambat, otot tubuh
semakin melemah, kekuatan muskular mulai merosot seperti keluhan nyeri otot,
kekakuan, hilang gerakan, dan tanda-tanda inflamasi seperti nyeri tekan, disertai
pembengkakan yang mengakibatkan terjadinya gangguan aktivitas sehari-hari (Siahaan et
al., 2017).
Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak semua sistem
akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Meskipun proses menjadi tua
merupakan gambaran yang universal, namun tidak seorang pun mengetahui dengan pasti
penyebab penuaan atau mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda
(Buanasari, 2019).
Menjadi lansia artinya menduduki puncak dari siklus hidup manusia dan setiap
fase di dalamnya bagaikan rantai kehidupan yang saling berkaitan. Oleh karena itu,
keadaan lansia saat ini ditentukan oleh bagaimana kehidupan mereka di masa lalu.
Mempersiapkan pralansia untuk menyongsong masa tua dengan tangguh dan produktif
perlu dilakukan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Hal ini bertujuan agar
sekitar 17 persen pralansia Indonesia di tahun 2019 ini tetap memiliki kesehatan prima,
produktivitas tinggi, hidup sejahtera dan bahagia hingga memasuki masa lansia (Badan
Pusat Statistik, 2019)
Selama kurun waktu hampir lima dekade (1971-2019), persentase penduduk
lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat.Pada tahun 2019, persentase lansia
mencapai 9,60 persen atau sekitar 25,64 juta orang. Kondisi ini menunjukkan bahwa
Indonesia sedang bertransisi menuju ke arah penuaan penduduk karena persentase
penduduk berusia di atas 60 tahun mencapai di atas 7 persen dari keseluruhan penduduk
dan akan menjadi negara dengan struktur penduduk tua (ageing population) jika sudah
berada lebih dari 10 persen. Fenomena ini merupakan cerminan dari meningkatnya angka
harapan hidup penduduk Indonesia. Apabila diimbangi dengan kemampuan kelompok
lanjut usia yang bisa mandiri, berkualitas, dan tidak menjadi beban masyarakat, maka
secara tidak langsung ageing populationakan memberikan pengaruh positif terhadap
pembangunan nasional (Badan Pusat Statistik, 2019)
Indonesia termasuk salah satu Negara dimana proses penuaan penduduknya
terjadi paling cepat di Asia Tenggara dimana proyeksi penduduk Indonesia menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005 rata-rata usia harapan hidup diatas
60 tahun meningkat menjadi 70 tahun antara tahun 2005-2010. Persentase penduduk
lansia yaitu seorang berumur diatas 60 tahun sekitar 9,5% pada tahun 2005 akan menjadi
11% atau sekitar 28 juta pada tahun 2020.(Sakinah et al., 2019)
Penduduk lansia (usia 60 tahun keatas) di dunia tumbuh dengan sangat cepat
bahkan tercepat di bidang kelompok usia lainnya. Penduduk lansia mengalami
peningkatan yang signifikan pada tahun 2015, jumlah penduduk lansia sebesar 18,96 juta
jiwa dan meningkat menjadi 20,547,541 pada tahun 2016 (Bureau, 2016). Penderita
arthritis rheumatoid pada lansia diseluruh dunia telah mencapai angka 355 juta jiwa,
artinya 1 dari 6 lansia didunia ini menderita reumatik. Diperkirakan angka ini terus
meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan mengalami
kelumpuhan. Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20% penduduk
dunia terserang penyakit arthritis rheumatoid,dimana 5-10% adalah mereka yang berusia
5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun (Wang et al., 2013)
Bertambahnya jumlah lansia dapat diartikan bahwa bertambah juga permasalahan
kesehatan pada lansia yaitu kemunduran dan perubahan fungsi fisiologis. Masalah
kesehatan pada lansia di Indonesia dalam urutan 10 besar adalah sebagai berikut :
hipertensi, arthriritis, stroke, PPOK, DM, kanker, jantung koroner, batu ginjal, gagal
jantung, dan gagal ginjal. Data ini menunjukkan bahwa penyakit arthritis yang ditandai
dengan keluhan kaku sendi, nyeri, dan keterbatasan pergerakan menempati urutan kedua
setelah penyakit hipertensi ( Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI, 2016).
Kejadian penyakit sendi di Indonesia pada usia 75 tahun keatas terdiagnosis 18,9
persen penduduk Indonesia, kemudian pada usia 65-74 tahun terdiagnosa sebanyak 18,6
persen penduduk indonesia dan pada usia 55-64 tahun terdiagnosa 15,5 % penduduk
Indonesia. Penyakit Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit yang membuat disabilitas
pada lansia yang di prediksi sebanyak 1,5 persen ketergantungan total pada lansia.
Prevalensi penyakit sendi rheumatoid arthritis dibengkulu berkisar 12,11% (Riskesdas
2018).
Berdasarkan survey awal di Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Provinsi
Bengkulu jumlah lansia pada tahun 2018 sebanyak 63 orang dimana penyakit terbanyak
adalah penyakit Rheumatoid Arthritis (Rematik) yang berjumlah sebanyak 41 orang
lansia. Dan saat ini tercatat jumlah lansia sebanyak 81 orang dimana lansia yang
menderita penyakit Rheumatoid Arthritis (Rematik) berjumlah 16 orang lansia (Panti
Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Bengkulu, 2019-2020).
Survey yang dilakukan pada bulan september 2020 di dapatkan bahwa beberapa
lansia yang menderita Rheumatoid Arthritis (Rematik) di Panti Tresna Werdha Pagar
Dewa Provinsi Bengkulu mendapatkan pelayanan perawatan berupa obat untuk
menghilangkan nyeri rematik, berdasarkan survey dari 4 orang lansia mengaku justru
meminum obat dari luar panti karena obat yang di dapatkan hanya sedikit dimana jika
diminum secara teratur dalam 2 hari obat yang di berikan dari panti akan habis, bahkan
ada seorang lansia yang mengaku untuk menghilangkan nyeri sendinya hanya
mengoleskan minyak GPU di daerah sendi yang sakit (Panti Sosial Tresna Werdha Pagar
Dewa Bengkulu, 2020).
Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang disebabkan karena adanya
peradangan atau inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan sendi dan nyeri. Nyeri
dapat muncul apabila adanya suatu rangsangan yang mengenai reseptor nyeri. Penyebab
arthritis rheumatoid belum diketahui secara pasti, biasanya hanya kombinasi dari genetic,
lingkungan, hormonal, dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar
adalah factor infeksi seperti bakteri, mikroplasma dan virus (Wang et al., 2013)
Peningkatan prevelensi penyakit Rheumatoid Arthritis menimbulkan masalah
yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Masalah yang disebabkan oleh penyakit
Rheumatoid Arthritis tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas
hingga terjadi hal yang paling ditakuti yaitu menimbulkan kecacatan seperti kelumpuhan
dan gangguan aktivitas hidup sehari-hari,tetapi juga efeksistemik yang tidak jelas dan
dapat menimbulkan kegagalan organ dan kematian atau mengakibatkan masalah seperti
rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta resiko tinggi terjadi cidera
(Ningsih & Farizal, 2013)
Penyakit rematik adalah penyakit yang menyerang anggota tubuh yang bergerak
yaitu bagian tubuh yang berhubungan antara yang satu dengan yang lain dengan
perantaraan persendian, sehingga menimbulkan rasa nyeri. Semua jenis rematik
menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu terutama pada hambatan dalam bekerja
maupun melaksanakan kegiatan sehari-hari sehingga dapat menimbulkan gangguan
psikososial seperti kecemasan pada penderita dan keluarga (Siahaan et al., 2017)
Rheumatoid Arthritis merupakan penyakit yang diderita hampir 78 juta orang
dewasa atau sekitar 20% orang di dunia, dimana penderita melaporkan kecatatan akibat
Rematik. Penyakit ini merupakan penyakit yang paling sering mengakibatkan kecacatan
dan sampai mengalami disabilitas, Keterbatasan yang paling sering yaitu sulit mendaki
ketinggian tangga, dan kesulitan dalam melakukan aktivitas lainnya seperti membungkuk
serta berlutut (Arthritis Foundation 2015-2020).
Terapi back massage merupakan salah satu tindakan untuk menghilangkan nyeri
secara non farmakologi yaitu dengan menghangatkan persendian yang sakit. Salah satu
teknik memberikan tindakan massage pada punggung dengan usapan secara perlahan.
Usapan dengan lotion atau balsem memberikan sensasi hangat dengan mengakibatkan
dilatasi pada pembuluh darah lokal. Vasodilatasi peredaran darah pada area yang diusap
sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi rasa sakit serta menunjang proses
penyembuhan luka. Massage dan sentuhan merupakan teknik integritas sensori yang
mempengaruhi aktifitas sensori otonom. Apabila individu mempersepsikan sentuhan
sebagai stimulus untuk rileks, kemudian akan muncul respon rileksasi (Pramono & Suci
L, 2019)
Tujuan dari terapi back massage antara lain untuk menghilangkan nyeri secara
non farmakologis dengan menghangatkan persendian yang sakit/nyeri. Massage dan
sentuhan/pijatan, merupakan teknik integritas sensori yang mempengaruhi aktivitas
sensori otonom yang mempersepsikan sentuhan bagi stimulus untuk rileks, sehingga akan
muncul respons rileksasi. Back massage sendiri merupakan tindakan maasage pada
punggung untuk merileksasikan klien dengan pijatan menggunakan lation atau balsem
sehingga akan memberikan sensasi nyaman dan hangat, mengakibatkan vasolidasi
peredaran darah meningkat yang akan mengurangi rasa nyeri. Penatalaksanaannya perlu
dilakukan tindakan terapi back massage untuk menurunkan nyeri. Terapi back back
massage ini lebih efisien dengan posisi tengkurap dari pada posisi duduk, dikarenakan
pada saat melakukan massage, tangan peneliti/massaure harus dalam keadaan rileks, dan
menggunakan berat badannya untuk memberikan tambahan tekanan (Pramono & Suci L,
2019)
Hasil analisa peneliti bahwa terjadi penurunan skala nyeri pada lansia rematik
setelah dilakukan massage. Hal ini berarti massage (pijat) merupakan salah satu terapi
yang dapat diberikan kepada lansia untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami lansia.
Efektivitas massage terhadap skala nyeri tersebut disebabkan oleh pengaruh distraksi dan
meningkatnya hormon endorphin dari efek relaksasi yang ditimbulkan oleh massage,
sehingga mampu memberikan efek kenyamanan pada lansia. Peneliti juga berasumsi
bahwa penurunan jumlah ini dipengaruhi oleh adanya faktor psikologis, dimana dengan
memberikan perhatian yang lebih dapat juga menurunkan sensasi nyeri yang bersifat
subyektif yang dirasakan oleh klien. Mereka yang berusia lanjut akan kembali kepada
masa seperti saat balita dimana mereka membutuhkan perhatian, kasih sayang yang lebih
(Studi et al., 2019)
Mekanisme penurunan nyeri ini dapat dijelaskan dengan teori gate control yaitu
intensitas nyeri diturunkan dengan memblok transmisi nyeri pada gerbang (gate) dan
teori endorphin yaitu menurunnya intensitas nyeri dipengaruhi oleh meningkatnya kadar
endorphin dalam tubuh. Dengan pemberian terapi massage dapat merangsang serabut A
beta yang banyak terdapat di kulit dan berespon terhadap massage ringan pada kulit
sehingga impuls dihantarkan lebih cepat. Pemberian stimulasi ini membuat masukan
impuls dominan berasal dari serabut A beta sehingga pintu gerbang menutup dan impuls
nyeri tidak dapat diteruskan ke korteks serebral untuk diinterpretasikan sebagai nyeri
(Guyton & Hall, 2009). Di samping itu, sistem kontrol desenden juga akan bereaksi
dengan melepaskan endorphin yang merupakan morfin alami tubuh sehingga memblok
transmisi nyeri dan persepsi nyeri terjadi intensitas nyeri yang dirasakan mengalami
penurunan (Studi et al., 2019)
Berdasarkan Latar Belakang diatas penulis tertarik untuk membahas dan
mengetahui lagi tentang “Penerapan terapi back massage untuk menurunkan intensitas
nyeri punggung pada lansia yang mengalami rematik di Panti Sosial Tresna Werdha
Pagar Dewa Provinsi Bengkulu tahun 2021”.

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah agar penulis mampu mendeskripsikan penerapan terapi
back massage untuk menurunkan intensitas nyeri punggung pada lansia yang
mengalami Rematik di Panti Sosial Tresna Werdha Pagar Dewa Provinsi Bengkulu
tahun 2021.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik pada pasien Rheumatoid Arthritis di Panti Sosial
Tresna Werdha Provinsi Bengkulu.
b. Mendeskripsikan fase pra interaksi pada pasien Rheumatoid Arthritis di Panti
Sosial Tresna Werdha Provinsi Bengkulu
c. Mendeskripsikan fase orientasi pada pasien Rheumatoid Arthritis di Panti Sosial
Tresna Werdha Provinsi Bengkulu
d. Mendeskripsikan fase interaksi pada pasien Rheumatoid Arthritis di Panti Sosial
Tresna Werdha Provinsi Bengkulu
e. Mendeskripsikan fase terminasi pada pasien Rheumatoid Arthritis di Panti Sosial
Tresna Werdha Provinsi Bengkulu

C. Batasan Masalah
Banyak kasus tentang gangguan muskulosekeletal, tetapi penulis membatasi study
kasus asuhan keperawatan gerontik agar terarah, terfokus dan tidak meluas. Studi kasus
ini difokuskan pada klien lansia dengan Rheumatoid Arthritis di Panti Sosial Tresna
Werdha Provinsi Bengkulu tahun 2021

D. Manfaat Penelitian
Karya tulis ini, diharapkan memberikan manfaat bagi :

1. Klien
Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan lansia dalam menurunkan intensitas
nyeri melalui back massage
2. Pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi kepada mahasiswa keperawatan sebagai
referensi dalam mengurangi nyeri rematik dengan melakukan back massage
3. Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan prosedur terapi back massage

Anda mungkin juga menyukai