Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

PERCOBAAN 2
SISTEM EKSRESI URINARI

Disusun oleh:
Kelompok A3

Ega Mulya Permata (10060319015)


Daifa Ermanda Mawali (10060319016)
Ayu Suci Dewi (10060319018)
Ratna Khoerunisa (10060319019)
Nabila Shofura Mahardika (10060319020)
Levina Geby Dwi Putri A (10060319021)

Nama Asisten : Egya R. Prasadhana., S. Farm.

LABORATORIUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA PROGRAM STUDI


FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG BANDUNG
2020 M / 1441 H
PERCOBAAN 2

I. Tujuan Percobaan
1. Menjelaskan pentingnya sistem eksresi urinari dalam menjaga homeostasis.
2. Mengenal beberapa karakteristik urin normal sehingga dapat melakukan analisa
secara sederhana adanya kelainan-kelainan dalam tubuh berdasarkan
pemeriksaan sampel urin.

II. Teori Dasar


A. Urin
Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk
membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga hemostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter
menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.

1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih

Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme baik berupa zat cair
ataupun zat gas. Zat-zat sisa tersebut dapat berupa urine (ginjal), keringat (kulit),
empedu (hati), dan CO2 (paru-paru). Zat-zat ini harus dikeluarkan dari dalam tubuh
jika tidak dikeluarkan dari dalam tubuh akan mengganggu proses yang ada di dalam
tubuh bahkan meracuni tubuh (Waluyo, 2007: 23).
Dalam ekskresi urin terdiri dari susunan system urinaria sebagai berikut :
a. Ginjal, yang mengeluarkan sekret urin.
b. Ureter, yang menyalurkan urin dari ginjal ke kandung kemih .
c. Kandung kemih, yang bekerja sebagai penampung
d. Uretra, yang mengluarkan urin kandung kemih.

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama didaerah lumbal,


disebelah kanan dan kiri tulang belakang ,di bungkus lapisan lemak yang tebal di
belakang peritoneum, dan karena itu diluar rongga peritoneum, Bentuk ginjal seperti
biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum mengahadap ke tulang punggung. Sisi luarnya
cembung, pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum. Diatas
setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan lebih rendah, pendek
dan tebal dari yang kiri karena adanya hepar pada sisi kanan (Pearce,1989).
Ginjal memiliki panjang sekitar 11 cm, lebar 6 cm, dan tebal 3 cm serta berat
antara 115-170 gram, terbenam dalam dasar lemak yang disebut lemak porirenal
(Watson,1997). Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dari jaringan fibrosa yang rapat
membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus dan didalamnya demikian
secara otomatis air tidak akan mengikuti ion klorida yang diangkut secara aktif. Bagian
desenden memudahkan difusi bebas berbagai bahan dan akibatnya, setiap perubahan
pada osmolalitas filtrat nya akan dicerminkan dalam jaringan interstisial disekitarnya
(Andry,1995). Proses perubahan yang terjadi di dalam tubulus distal mencakup
penyerapan, sekresi, dan pengasaman (Andry,1995). Ginjal selain mengatur volume
dan komposisi cairan ekstra sel dalam batas normal juga berfungsi untuk :
a. Mengatur volume plasma dan cairan tubuh lain.
b. Menjaga keseimbangan asam basa darah.
c. Mengeluarkan rennin .
d. Mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme
e. Mempertahankan keseimbangan ion-ion dalam plasma
f. Menghasilkan eritroprotein yang berguna dalam proses eritropoesis.
Uretra adalah sebuah saluran dari leher kandung kemih ke lubang luar, dilapisi
membran mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kemih.
Wanita memiliki panjang uretranya 2 sampai 3cm, pada pria 17 sampai 22 cm (Pearce
1989). Urin yang disemprotkan ke bawah ureter oleh arus peristaltik, yang terjadi
sekitar 1-4 kali per menit. Urin memasuki kandung kemih dalam serangkaian
semburan. Masuk dengan cara oblik melalui dinding kandung kemih dan menjamin
ujung dasarnya tertutup selama mikturisi oleh kontraksi kandung kemih, sehingga
menghalangi arus balik urin ke ureter dan menghalangi penyebaran infeksi dari
kandung kemih kearah atas. (Gibson,1995) Kandung kemih adalah kantong yang
terbentuk dari otot tempat urin mengalir dari ureter. Saat kandung kemih kosong atau
terisi setengahnya kandung kemih tersebut terletak di dalam pelvis, saat kandung
kemih terisi lebih dari setengahnya kandung kemih tersebut menekan dan timbul keatas
abdomen diatas pubis (Gibson,1995). Leher kandung kemih merupakan bagian organ
yang paling tetap. Kandung kemih dapat menahan lebih dari 500 ml urin , tetapi akan
timbul nyeri. Keinginan untuk mengosongkan kandung kemih pada kondisi normal
akan terasa ketika organ ini berisi 250 sampai 300 ml urin (Watson, 1997). Kandung
kemih dikendalikan oleh saraf pelvis ,dan serabut simpatis. Mempunyai tiga muara
yaitu dua muara ureter dan satu muara uretra. Kandung kemih mempunyai 2
fungsi,yaitu :
a. Tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh .
b. Mendorong urin keluar tubuh dengan bantuan uretra. (Pearce,1989).

2. Pembentukan Urin
Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar (±96%) air
dan sebagian kecil zat terlarut (±4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan sementara
dalam kandung kemih dan dibuang melalui proses miknutrisi. (Evelyn C. Pearce, 2002)
Proses pembentukan urin, yaitu :
a Penyaringan (Filtrasi) : capsula Bowman dari badan malpigi menyaring darah
dalam glomerulus yang mengandung, air , garam, gula, urea, dan zat
bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrate glomerulus
(urin primer). Didalam filtrat ini terlarut zat seperti glukosa, asam amino, dan
garam-garam.
b Penyerapan kembali (Reabsorbsi) : dalam tubulus kontortus proksimal zat
dalam urin primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat
tubulus (urin sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
c Pengeluaran (Sekresi) : dalam tubulus kontprtus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabrosbsi aktif ion
Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kolektifus ke pelvis urenalis.(Roger Watson, 2002)

3. Ciri-ciri urin normal


Jumlah urin normal rata-rata adalah 1-2 liter sehari, tetapi berbedabeda sesuai
dengan jumlah cairan yang dimasukan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau
banyak protein yang dimakan, sehingga tersedia cukup cairan yang diperlukan untuk
melarutkan ureanya. Urin yang normal warnanya bening oranye pucat tanpa endapan,
baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6, berat
jenisnya berkisar dari 1010 sampai 1025. (Pearce, 1989)
Menurut (Istamar, 2004), jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung
dari masuknya (intake) cairan serta faktor lainnya. Warna bening muda dan bila
dibiarkan akan menjadi keruh, warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat –
obatan dan sebagainya. Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan
berbau amoniak. Berat jenis 1.015 – 1.020.

B. Infeksi Saluran Kemih


Infeksi saluran kemih adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berkembang
biaknya mikroorganisme didalam saluran kemih. Saluran kemih yang normal tidak
mengandung bakteri, virus ataupun mikroorganisme. Tanpa terbukti adanya
mikroorganisme di dalam saluran kemih mungkin diagnosis pasti ditegakkan. Infeksi
saluran kemih dapat dijumpai wanita maupun pria. Wanita lebih sering menderita
infeksi saluran kemih dari pada pria. Infeksi bakteriuri pada wanita meningkat sesuai
dengan bertambahnya umur dan aktifitas seksual. Di kelompok wanita yang tidak
menikah angka kejadian ISK lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang sudah
menikah. Lebih kurang 35% kaum wanita selama hidupnya pernah menderita ISK akut
dan umur tersering adalah di kelompok umur antara 20 sampai 50 tahun (Samirah, dkk,
2011). Infeksi ini dapat menyebar ke atas melalui darah, khususnya neonatal atau lebih
lazimnya dapat menyebar keatas melalui kandung kemih ke uretra dan pelvis. Cara
untuk membedakan antara infeksi saluran kemih bagian atas dan bawah sangat sulit.
Karena itu sering dipakai istilah pielonefritis atau pielitis, untuk menunjukkan infeksi
seluruh saluran kemih. (Pohan dan Widodo, 1992)

Etiologi dan Patogenesis


Bakteri yang menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih umumnya berasal dari
tubuh penderita sendiri. Ada 4 cara terjadinya infeksi yaitu :
a Penyebaran melalui aliran darah yang berasal dari usus halus atau organ lain ke
bagian saluran kemih.
b Penyebaran melalui saluran getah bening yang berasal dari usus besar ke buli-
buli atau ginjal.
c Secara asending yaitu terjadinya migrasi mikroorganisme melalui uretra, buli-
buli dan ureter ke ginjal (Widodo,1992 ). Masuknya mikroorganisme dalam
kandung kemih, antara lain faktor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra
yang lebih pendek dari pada laki- laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih
tinggi, faktor tekanan urin saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat
kedalam saluran kemih (pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
d Secara Hematogen yaitu sering terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah
sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen. Ada beberapa
hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah
penyebaran hematogen, yaitu adanya bendungan total urin yang yang
mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan.

III. Alat dan Bahan


No. Alat Bahan
1. Indikator universal atau pH meter Asam Asetat glasial
2. Kaca objek Asam Asetat pekat
3. Kaca penutup Asam Nitrat
4. Lampu spirtus Larutan fehling (A&B)
5. Mikroskop Larutan KOH/NaOH 1N
6. Piknometer Perak Nitrat
7. Pipet tetes
8. Tabung reaksi

IV. Prosedur Kerja


1. Fisiologi
a. Pengamatan mikroskopik urin

Dimasukkan sebanyak 10mL urin ke dalam tabung sentrifuga. Kemudian di


sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Setelah selesai dibuang cairan
diatasnya. Lalu endapan yang ada dikocok dengan sedikit sisa cairannya. Kemudian
diteteskan pada kaca objek tertutup (diserapkan dari pinggir kaca objek agar tidak
timbul gelembung udara). Setelah itu diamati dibawah mikroskop dan dilakukan
identifikasi sedimen.

b. Uji karakteristik urin

Diambil sedikit urin kemudian diamati warna serta bau urin. Lalu diukur pH
urin dengan digunankannya indicator universal atau pH meter. Setelah itu dihitung
bobot jenis urin dengan digunakannya piknometer dengan cara:

Ditimbang bobot piknometer kosong (dalam keadaan bersih dan kering)


sehingga diperoleh nilai W1. Kemudian diisi piknometer tersebut dengan akuades
bebas gas. Lalu bagian luar piknometer di lap hingga kering dan ditimbang sehingga
diperoleh W2. Aquades dibuang dari piknometer tersebut lalau piknometer dibilas
dengan alcohol dan dikeringkan (sebaiknya di dalam oven). Setelah kering, piknometer
diisi dengan sampel urin dan ditimbang sehingga diperoleh W3. Kemudian bobot jenis
urin dihitung denga persamaan berikut:

BJ = (𝑊3 − 𝑊1)/(𝑊2 − 𝑊1)

Catatan:

pH urin normal: 6,0 (gradwohl) ; 5-7 (tortora)


Warna urin normal: kuning (tortora)
Bau urin normal: aromatic (tortora)
Bj urin normal: 1,001-1,060 (Gradwohl) & 1,008-1,030 (Tortora)

c. Analisa Kimia zat-zat yang terlarut di dalam urin


1. Penetapan urea
Penetapan kadar urea didalam sampel urin:
Diteteskan urin sebanyak 2mLpada kaca objek. Kemudian diteteskan 2 tetes asam
nitrat pada sampel urin. Lalu dipanaskan secara perlahan dan diamati adanya Kristal
rhombi atau hexagonal dari urea nitrat.

2. Penetapan ion klorida


Penetapan kadar ion klorida pada sampel urin:
Dimasukkan 5 mL urin ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan beberapa tetes
perak nitrat. Diamati adanya kekeruhan atau endapan putih, jika ada maka didalam urin
terdapat ion klorida.

3. Penetapan Aseton
Penetapan adanya aseton dalam sampel urin:
Dimasukkan 3mL urin ke dalam tabung reaksi, kemudian dibasakan sampel urin
dengan menggunakan beberapa tetes larutan NaOH/KOH. Setelah itu ditambahkan
beberapa larutan Na-nitroprosid kemudian dikocok. Lalu ditambahkan beberapa tetes
asam asetat pekat kemudian dikocok. Terjadinya warna ungu samapa merah
menunjukkan adanya aseton. Sedangkan warna merah menunjukkan adanya alcohol,
asam asetat, aldehid, dan asam diasetat (badan keton).

4. Penetapan Gula Pereduksi


Dimasukkan 1mL fehling kedalam tabung reaksi kemudian diencerkan 4mL
akuades. Dipanaskan perlahan. Lalu ditambahkan urin sebanyak 2ml sedikit demi
sedikit , sampai warna biru tepat hilang. Terjadinya endapan merah bata menunjukkan
adanya gula pereduksi.

5. Penetapan kualitatif Albumin


Dimasukkan urin ke tabung reaksi kira-kira sampai seperempat isi tabung.
Kemudian didihkan perlahan-lahan dan diamati apa yang terjadi. Setelah itu
ditambahkan 2-3 tetes larutan asam asetat glasial : air (1:1) lalu dikocok. Terjadinya
kekeruhan menunjukan adanya albumin.

Beberapa catatan dalam pengamatan albumin:


• Jika urin menjadi keruh setelah pendidihsn dan menjadi jernih kembali setelah
penambahan asam asetat menunjukan adanya fosfat.
• Jika selama penambahan asam asetat terjadi gelembung udaea, menunjukan
adanya kalsium karbonat atau ammonium karbonat
• Jika urin keruh, jernih setelah pendidihan tapi timbul lagi kekeruhan setelah
penambahan asam, menunjukkan senyawa urat yang terkandung hanya sedikit.
• Jika urin keruh, tetap keruh setelah pendidihan maupun penambahan asam,
menunjukkan mengandung mikroorganisme
• Jika kekeruhan timbul setelah pendidihan dan tetap keruh atau bertambah keruh
menunjukkan adanya albumin.
V. Data Pengamatan dan Perhitungan

1. Uji Karakteristik Urin


Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Ph 6,0
Bau Aromatik
Bobot Jenis 1,001

Perhitungan Bobot Jenis


(W3−W1) (17,37−10,82) 6,55
𝐵𝐽 = (W2−W1) = (17,36−10,82) = = 1,001
6,54

Berdasarkan data hasil uji karakteristik urin, maka dapat dinyatakan bahwa urin
tersebut normal karena telah memenuhi syarat urin normal, yaitu dengan PH = 6,
warnannya kuning dan baunya aromatic.

2. Analisa Zat Kimia zat terlarut dalam urin


Uji Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Urea ada (Kristal heksagonal)
Ion Klorida ada (Kekeruhan)
Aseton tidak ada
Gula Pereduksi Tidak ada
Albumin Tidak ada

Hasil pemeriksaan dengan literature sama, maka dapat disimpulkan bahwa urin
pada sampel tersebut itu normal.
VI. Pembahasan
a. Pengamatan Mikroskopik Urin

Dimasukkan sebanyak 10mL urin ke dalam tabung sentrifuga. Kemudian di


sentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm hal dilakukan untuk
memisahkan padatan yang ada diurin dengan cairannya. Setelah selesai dibuang
cairan diatasnya. Lalu endapan yang ada dikocok dengan sedikit sisa cairannya.
Kemudian diteteskan pada kaca objek tertutup (diserapkan dari pinggir kaca objek
agar tidak timbul gelembung udara). Setelah itu diamati dibawah mikroskop dan
dilakukan identifikasi sedimen dilakukannya identifikasi sedimen untuk melihat
hal-hal yang terdapat di dalam urin baik organic maupun non organic. Pada sampel
urin wanita terdapat hifa, eritrosit, bilirubin.

b. Uji karakteristik urin

Diambil sedikit urin kemudian diamati warna serta bau urin. Lalu diukur pH
urin dengan digunankannya indicator universal atau pH meter. Setelah itu dhitung
bobot jenis urin. Pada uji karakteristik urin ini didapatkan hasil yang berbeda antara
sampel urin perempuan dan laki-laki. Tetapi kedua sampel memiliki pH 6, urin
yang bewarna kuning, memiliki bau yang aromatic,dan kedua sampel mempunyai
hasil yang sama yaitu urin jernih namun pada sampel laki-laki urinnya lebih pekat.
Pada sampel urin wanita memiliki BJ yaitu 1,0285 sedangkan pada sampel urin pria
memiliki BJ yaitu 1,007. Dengan begitu urin dari kedua sampel termasuk urin
normal. Menurut Uliyah urin normal adalah berwarna kuning, urin yang didiamkan
agak lama akan berwarna kuning keruh, Urin berbau khas yaitu berbau ammonia,
Ph urin berkisar antara 4,8 – 7,5 dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi
banyak protein serta urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak
sayuran, Berat jenis urin yakni 1,002 – 1,035 g/ml (Uliyah, 2008).

c. Analisa Kimia zat-zat yang terlarut di dalam urin

1. Penetapan urea
Diteteskan urin sebanyak 2mLpada kaca objek. Kemudian diteteskan 2 tetes
asam nitrat pada sampel urin, asam nitrat dapat mendeteksi urea dengan cara
melihat Kristal rhombis. Lalu dipanaskan secara perlahan hal ini dilakukan agar
kandungan air dalam urin berkurang. dan diamati adanya Kristal rhombis atau
hexagonal dari urea nitrat. Pada kedua sampel urin tidak terdapat Kristal rhombis
dan hexagonal yang berarti terdapat urea didalam urin. Urea merupakan hasil sisa
metabolism protein atau asam amino. Urea yang terbentuk merupakan toksik bagi
sel-sel tubuh sehingga harus dikeluarkan dari tubuh.

2. Penetapan ion klorida


Dimasukkan 5 mL urin ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
beberapa tetes perak nitrat hal ini dikarenakan saat ditambahkannya beberapa tetes
perak nitrat maka ion NaCl yang berada di dalam urin akan bereaksi dan
membentuk endapan AgCl. Diamati adanya kekeruhan atau endapan putih, jika ada
maka didalam urin terdapat ion klorida yang berasal dari AgCl. Pada kedua sampel
urin terdapat ion klorida.

3. Penetapam Aseton
Dimasukkan 3mL urin ke dalam tabung reaksi, kemudian dibasakan sampel
urin dengan menggunakan beberapa tetes larutan NaOH/KOH. Setelah itu
ditambahkan beberapa larutan Na-nitroprosid kemudian dikocok. Lalu
ditambahkan beberapa tetes asam asetat pekat kemudian dikocok maka hasil yang
dapat bewarna ungu karena penetapan ini mengggunakan uji rethora dimana Na-
nitroprosid bereaksi dengan asam asetat dalam suasana basa dan menghasilkan
cincin ungu (Hardjoeno,H; Fitriani, 2007). Terjadinya warna ungu samapa merah
menunjukkan adanya aseton. Sedangkan warna merah menunjukkan adanya
alcohol, asam asetat, aldehid, dan asam diasetat (badan keton). Pada penetepan
aseton sampel urin laki-laki urin berwarna merah sedangkan pada sampel urin
perempuan tidak terdapat aseton.

4. Penetapan gula pereduksi


Dimasukkan 1mL fehling kedalam tabung reaksi kemudian diencerkan 4mL
akuades. Dipanaskan perlahan. Lalu ditambahkan urin sebanyak 2ml sedikit demi
sedikit , sampai warna biru tepat hilang. Terjadinya endapan merah bata
menunjukkan adanya gula pereduksi. Pada penetapan ini dalam suasana alkali, gula
pereduksi mereduksi kupri menjadi kupro kemudian membentuk Cu2O yang
mengendap dan bewarna merah. Di kedua sampel tidak terkandung gula pereduksi.

5. Penetapan kualitatif Albumin


Dimasukkan urin ke tabung reaksi kira-kira sampai seperempat isi tabung.
Kemudian didihkan perlahan-lahan dan diamati apa yang terjadi. Setelah itu
ditambahkan 2-3 tetes larutan asam asetat glasial : air (1:1) lalu dikocok. Terjadinya
kekeruhan menunjukan adanya albumin.
Zat terlarut di dalam urin terkandung bermacam – macam zat, antara lain (1)
zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat warna
empedu yang memberikan warna kuning pada urin, (3) garam, terutama NaCl, dan
(4) zat – zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya vitamin C, dan obat – obatan
serta juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya hormon
(Ethel, 2003). Berdasarkan literatur maka sampel urin wanita termasuk urin normal
karena didalam urin mengandung ion Cl, tidak mengandung aseton, gula pereduksi,
dan albumin sedangkan sampel urin pria belum termasuk didalam urin normal
karena terkandung aseton di dalam urin.

VII. Kesimpulan

Peranan sistem ekresi urinari dalam menjaga homeostasis tubuh melalui


pengaturan ke seimbangan air dan penghilangan subtansi-subtansi yg berbahaya
dalam tubuh, proses pengeluaran zata-zat metabolisme yg sudah tidak di pakai lagi
oleh tubuh misalnya: karbon dioksida, ammonia, air, zat warna empedu, dan asam
urat.
Pada percobaan uji karakteristik urin, dapat disimpulkan bahwa data hasil uji
karakteristik urin tersebut normal karena telah memenuhi syarat urin normal, yaitu
dengan PH = 6, warnannya kuning dan baunya aromatic. Dan juga pada percobaan
Analisa Zat Kimia zat terlarut dalam urin ini juga dapat diambil kesimpulan bahwa
urin pada sampel tersebut itu termasuk urin yang normal, karena sesuai dengan
literature.

VIII. Daftar Pustaka

Andry, dkk. 1995. Prinsio Diet Penyakit Ginjal. Jakarta : Arean.


Evelyn, C. Pearce. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT. Gramedia.
Jakarta.
Gibson, J. 1995. Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat. Jilid II. Jakarta : EGC.
Hardjoeno & Fitriani. 2007;1.2:21-39. Substansi dan Cairan Tubuh. Makassar:
Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin (LEPHAS)
Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : Penerbit
PT Gramed
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Waluyo, L,. 2007. Mikrobiologi Umum. UPT Penerbita UMM. Malang.
Watson, R. 1997. Anatomi Dan Fisilogi Untuk Perawat, Edisi 10. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai