MANUSIA PERCOBAAN 3
SISTEM PENCERNAAN
Disusun oleh :
Kelompok A/3
a. Pencernaan Mekanis
1. Saluran pencernaan
Saliva merupakan hasil sekret kelenjar yang penting bagi tubuh. Saliva
terdiri dari 99,5% H2O srta 0,5% protein, glikopoteindan elektrolit. Protein
yang terpenting dari saliva yaitu amylase, mucus dan lisozim yng berperan
penting dalam fungsi saliva. Saliva mempermudah proses penelana dengan
membasahi partikel-partikel makanan, sehingga mereka saling menyatu serta
dapat menghasilkan pelumasan karena adanya mucus yang kental dan licin.
Saliva juga berfugsi untuk menjaga hygiene mulut karena mampu
membersihkan residu-residu makanan dalam mulut karena befungsi sebagai
penyangga bikarbonat yang berfungsi untuk menetralkan asam dalam
makanan serta asam yang dihasilkan oleh bakteri di mulut sehingga membantu
mencegah karies(Sherwood, 2001).
1). Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir
dan pipi.
2). Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya
oleh tulang maksilaris, palatum, dan mandibularis, disebelah belakang
bersambungan dengan faring. Di dalam rongga mulut terdapat lidah, gigi,
dan kelenjar ludah. Gigi ini terdiri terdiri atas gigi sulung dan gigi tetap.
Gigi sulung disebut juga gigi susu.
b. Kerongkongan (Esophagus)
Usus halus atau usus keciladalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum) (Sloane, 2003 : 98).
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Banyaknya
bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk
fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare
(Sloane, 2003 : 98).
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar
terdiri dari : Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens
(kiri), Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang
terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi
normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare
(Irianto, 2004: 171).
Didalam usus besar fases di dorong secara teratur dan lambat oleh
gerakan pristalsis menuju ke rektum (poros usus). Gerakan pristalsis
dikendalikan oleh otot polos (otot tak sadar). Pada saat buang air besar otot
sfingeres dianus di pengaruhi oleh otot lurik (otot sadar) jadi, proses
defekasi (buang air besar) dilakukan dengan adanya konstrasi otot dinding
perut yang di ikuti dengan mengendurnya otot sfingeter anus dan konstraksi
kolon serta rektum, akibatnya fares dapat terdorong keluar anuus (Guyton,
2008).
f. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia,
burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum
yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang
sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing (Irianto, 2004: 172).
g. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk
nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum (Irianto, 2004: 172).
h. Rektum
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB) (Sloane, 2003 : 98).
i. Anus
Karbohidrat adalah senyawa yang tersusun dari unsur karbon (C), hidrogen
(H), dan oksigen (O). Senyawa ini dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu
monosakarida (glukosa dan fruktosa), disakarida (sukrosa dan maltose), dan
polisakarida (amilum, glikogen, dan selulosa). Ketiga kelompok senyawa
karbohidrat tersebut dicerna oleh organ sistem pencernaan secara bertahap. Berikut
ini tahapan proses pencernaan karbohidrat tersebut mulai dari rongga mulut.
1. Rongga Mulut
2. Tenggorokan
3. Lambung
Dari tenggorokan, karbohidrat langsung diterima lambung untuk kemudian
diolah dan dicampurkan dengan asam lambung (HCl) yang bersifat korosif.
Pencampuran karbohidrat, asam lambung, dan makanan lain terjadi dengan bantuan
gerakan kontraksi lambung. Proses ini membuat karbohidrat menjadi lebih cair dan
hancur. Cairan karbohidrat yang bercampur dengan makanan lain ini kemudian
disebut dengan istilah chymus.
4. Usus Halus
Ampas makanan yang sari karbohidrat-nya telah diserap oleh usus halus,
selanjutnya berlalu menuju usus besar. Ampas ini kemudian menjadi substrat
potensial yang difermentasi oleh beberapa mikroorganisme di dalam usus besar,
sebelum akhirnya dibuang melalui anus (Kimball, 1994).
Alat Bahan
Mikroskop Saliva
Inkubator Pasta Amilum 3%
Penangas Air Larutan Iodium 2%
Stopwatch Larutan CuSO4 1%
Lampu Spirtus Larutan NaOH 40%
Termometer Pereaksi Benedict
Gelas Kimia Asam Asetat 6%
Erlenmeyer/ Vial bertutup Larutan Glukosa 10%
Tabung Reaksi Metilen Biru 0,15% dalam Air
Pipet Tetes Pereaksi Biuret
Kaca Objek Larutan HCl 0,4%
Kaca Penutup Larutan Na-Karbonat 0,5%
Plat Tetes Larutan Pepsin 5% (dibuat segar)
Batang Pengaduk Larutan Pankreatin
IV. PROSEDUR
Enzim α-amylase
Larutan kanji ---------------→ Amilodekstrin (biru tua) --→
Eritodekstrin
(amilum) + larutan yodium
(merah) --→ akrodekstrin (tidak berwarna) --→ maltosa (tidah
berwarna)
diagram tersebut merupakan tahapan hidrolisis amilum. Amilum akan dihidrolisis oleh
enzim α-amylase menjadi sakarida sederhana dan dekstrin. tergantung dari tingkat
hidrolisis amilum, maka dekstrin memiliki ukuran molekul yang berbeda-beda. Makin
lama dekstrin terbentuk, maka makin kecil molekulnya dan terbentuklah sakarida
sederhana (monosakarida dan disakarida). Amilum yang telah dicampur dengan enzim
α-amylase ketika dicampur larutan yodium seharusnya negatif jika amilum benar-benar
telah terpecah menjadi sakarida sederhana. Tanda-tandanya yaitu warna campuran
amilum dan enzim α-amylase setelah ditetesi larutan yodium akan berwarna coklat
mengikuti warna larutan yodium. Namun, pada beberapa percobaan mungkin amilum
balum terpecah sempurna, masih berupa molekul-molekul besar. Jadi ketika diberi
tetesan larutan yodium, campuran amilum dan enzim α-amylase akan berwarna biru
tua atau merah. Biru tua menandakan amilum yang terpecah masih berupa
amilodekstrin sedangkan jika berwarna merah amilum masih berupa eritodekstrin.
Pada percobaan yang telah dilakukan, amilum dicampur dengan enzim α-
amylase dan ditunggu selama 3 menit agar terjadi proses pemecahan polisakarida
menjadi disakarida. Setelah di tetesi dengan larutan yodium, warna campuran amilum
dan enzim α-amylase mengikuti warna larutan yodium yaitu coklat. Hal ini
menandakan amilum telah terpecah sempurna menjadi molekul-molekul dekstrin yang
lebih kecil (akridekstrin) dan maltosa yang tidak memberi warna pada larutan yodium,
sehingga tidak terjadi perubahan warna. Ketika maltosa ini di campur dengan larutan
benedict dan dipanaskan, maka akan terjadi perubahan warna dari biru menjadi hijau
kemerahan. Hal ini terjadi karena larutan benedict yang digunakan untuk uji gula
pereduksi (disakarida), ketika di campur dengan disakarida akan menunjukkan hasil
positif dengan tanda terjadi perubahan warna pada larutan. Namun pada percobaan
ketika larutan saliva dan amilum kemudian dicampur dengan larutan benedict
kemudian dipanasi. Tidak terlihat perubahan warna. Warna masih tetap berwarna biru
sama seperti warna benedict. Hal ini membuktikan bahwa polisakarida yang tidak
terpecah sempurna memperlihatkan hasil yang negatif ketika direaksikan dengan
larutan benedict. Larutan benedict digunakan untuk uji disakarida, jadi jika dicampur
dengan larutan polisakarida maka hasil yang Pada praktikum ini indikator yang
digunakan adalah larutan iodium karena larutan ini menampakkan perubahan warna
(biru) dan bekerja spesifik pada substrat. Perubahan warna tersebut disebabkan karena
adanya proses adsorbsi molekul iodium yang masuk ke dalam aliran spiral amilosa.
Pada saat larutan amilum, saliva dan iodium dicampurkan, setelah beberapa saat warna
menjadi bening. Hal ini disebabkan karena amilum akan dipecah oleh enzim amilase
sehingga kehilangan daya adsorbsi terhadap iodium. Pada saat dilakukan percobaan,
disiapkan tabung reaksi dan plat tetes dimana di dalam tabung reaksi berisi larutan
benedict dan plat tetes berisi campuran larutan amilum, saliva dan iodium. Tujuan
dilakukannya di tabung reaksi yaitu untuk dijadikan pembanding, dan di plat tetes
digunakan sebagai indikator jika telah terjadi perubahan warna untuk mengetahui
apakah pencernaan telah terjadi atau tidak atau telah mencapai ditahap mana.
Karbohidrat mulai dicerna pada mulut secara mekanik dengan pengunyahan
dan kimiawi oleh enzim α-amilase saliva yang menghidrolisis karbohidrat kompleks
menjadi gula-gula sederhana.
Putih telur di tambah pepsin berfungsi untuk mengubah protein menjadi pepton.
Putih telur yang direndam dengan pepsin dan ditambah HCl agar suasana asam. HCl
berfungsi untuk membunuh kuman-kuman yang masuk berasama bolus akan
mengaktifkan enzim pepsin. Setelah itu diinkubasi pada suhu 37 derajat celcius selama
3 hari, hal ini dimaksudkan untuk meniru keadaan sebenarnya di dalam tubuh manusia.
Campuran putih telur dan pepsin harus sering diaduk karena pada pencernaan di
lambung otot lambung berkontraksi mengaduk-aduk bolus, memecahnya secara
mekanis, dan mencampurnya dengan getah lambung. Setelah diinkubasi selama 3 hari,
campuran putih telur+pepsin disaring dan dilakukan uji biuret. Setelah ditetesi biuret
warna yang asalnya bening menjadi merah keunguan yang menunjukkan telah terjadi
hasil urai protein berupa campuran proteosa dan pepton.
Pada percobaan ini, digunakan tabung reaksi sebanyak 6 buah. Pada tabung 1
dimasukkan 5 ml larutan pepsin 5 % dan juga sedikit putih telur, pada tabung 2
dimasukkan 5 ml HCl 0,4 % dan sedikit putih telur, pada tabung 3 dimasukkan 5 ml
larutan pepsin 5 %, sedikit putih telur dan 2 tetes HCl 0,4 %, pada tabung 4 dimasukkan
5 ml larutan pepsin 5 % dan 2 ml larutan Na2CO3 0,5% yang merupakan basa, dan
sedikit putih telur, pada tabung 5 dimasukkan 5 ml aquadest dan sedikit putih telur, dan
tabung 6 dimasukkan campuran tabung 1 dan 2. Lalu keenam tabung diinkubasi pada
suhu 40 derajat celcius selama 30 menit. Lalu setelah itu dilakukan uji biuret dengan
memasukkan masing- masing larutan 2 tetes larutan biuret dan di dapat hasil tabung 1
tidak terjadi perubahan warna (bening). Hal ini menunjukkan bahwa pepsin tidak
mencerna protein hanya dengan bantuan pemanasan atau inkubasi. Tabung 2 bening
keunguan yang menandakan HCl tidak mencerna protein. Tabung 3 menghasilkan
warna merah keunguan yang menandakan aktivitas dari pepsin yang mencerna protein,
tabung 4 menghasilkan warna bening, hal ini menunjukkan pepsin tidak mencerna
protein pada suasana basa. Tabung ke 5 menghasilkan warna bening yang
menunjukkan aquadest tidak mencerna protein. , sedangkan tabung terakhir
memberikan warna bening dan terdapat endapan putih yang menujukkan aktivitas dari
pepsin yang mencerna protein.
Dari keenam tabung, dapat dilihat bahwa pepsin paling efektif bekerja pada pH
asam. apat dilihat dari hasil pengamatan bahwa tabung ketiga berbeda warnanya dari
tabung yang lainnya. Tabung 3 yang mengandung HCl lebih cepat terhidrolisis
dibanding dengan tabung yang lain. Dengan adanya HCl akan mengubah pepsinogen
menjadi pepsin. Dalam bentuk pepsin inilah baru bisa dimanfaatkan untuk memecah
molekul protein. Semua itu dikarenakan pada tabung ketiga terdapat kondisi asam yang
sama dengan kondisi asam di lambung jadi lebih cepat bereaksi. Sedangkan pada
tabung keempat berisi Na2CO3 yang bersifat basa yang akan sukar menghidrolisis
pepsin.
Fungsi HCl pada lambung diantaranya yaitu merangsang keluamya sekretin,
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin untuk memecah protein, desinfektan,
merangsang keluarnya hormon kolesistokinin yang berfungsi merangsang empedu
mengeluarkan getahnya.
Pada percobaan ini mengamati kecepatan pencernaan albumin dan serum darah.
Salah satu zat yang terkandung di dalam serum adalah albumin yang merupakan protein
globular (Anna, 1994). Larutan pankreatin digunakan untuk mengubah protein menjadi
pepton atau untuk mengeluarkan enzim-enzim protein, protein di usus dicerna menjadi
pepton, maka pepton akan diuraikan oleh enzim tripsin, kimotripsin, dan erepsin
menjadi asam amino. Biuret digunakan untuk melihat perbedaan kecepatan antara
albumin dan serum dengan berubahnya warna. Pada percobaan kecepatan pencernaan
albumin dengan serum darah oleh pankreatin dengan uji biuret terlihat lebih cepat pada
serum darah karena pada albumin masih protein utuh (warnanya ungu pekat).
Sedangkan pada serum darah protein sudah terpecah sehingga lebih cepat terurai pada
pencernaan pankreatin.
Kerja garam empedu terhadap pencernaan lemak.
Lemak merupakan salah satu unsur penting yang mendukung metabolisme dan
perkembangan manusia. Proses pencernaan lemak yang sebenarnya terjadi di usus
halus, suatu zat hanya dapat dicerna jika terlarut dalam air, sedangkan lemak atau
minyak tidak bisa bercampur dengan air, maka untuk dapat mencerna lemak atau
minyak ada proses emulsifikasi lemak dan garam empedu sebagai emulgator nya,
Proses emulsifikasi sendiri terjadi ketika lemak masuk ke usus dua belas jari.
Masuknya lemak ke organ ini, secara biologis akan membuat kantung empedu
menghasilkan cairannya. Cairan yang disekresikan hepatosit hati ini adalah zat yang
mampu mengemulsikan lemak dan merubah ukurannya menjadi 300 kali lebih kecil
dari ukuran semula dengan bantuan enzim lipase dari pankreas, emulsi lemak
kemudian dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Keduanya akan bereaksi
dengan garam empedu untuk kemudian menghasilkan butir-butir lemak (micel) yang
siap diabsorpsi oleh usus kosong (jejunum) dan usus penyerapan (ileum). Secara difusi
pasif, butir-butir lemak akan diserap oleh membran mukosa di dinding usus kosong
dan usus penyerapan. Butir-butir lemak ini kemudian dibawa dan disalurkan melalui
aliran darah ke seluruh tubuh. Pembentukan misel sangat penting untuk penyerapan
vitamin yang larut dalam lemak dan lipid yang rumit di dalam tubuh manusia. Garam
empedu terbentuk di hati dan disekresikan oleh kantung empedu memungkinkan misel
asam lemak terbentuk.
Maka pada percobaan kali ini pada tabung 2 minyak ditambahkan dengan
garam empedu lebih mudah terdispersi atau lebih mudah teremulsi berbeda dengan
tabung 1 dimana adanya 2 fase terpisahnya antara fase air dan fase minyak, serta
mengamati terjadinya emulsi dan dispersi, dilakukan dengan menggunakan air,
minyak. Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair
dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi
merupakan suatu sistem yang tidak stabil,sehingga dibutuhkan zat pengemulsi atau
emulgator untuk menstabilkan. Pemecahan lemak dengan cara hidrolisis dibantu oleh
garam asam empedu yang terdapat dalam cairan empedu dan berfungsi sebagai
emulgator. Dengan adanya garam asam empedu sebagai emulgator, maka lemak dalam
usus dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil sebagai emulsi, sehingga luas
permukaan lemak bertambah besar.Hal ini menyebabkan proses hidrolisis berjalan
lebih cepat. (Ville, 1998).
VII. KESIMPULAN
Guyton, & Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed 11. Jakarta : EGC.
Handaya Wilfridus Bambang Triadi. 2011. Alat Bantu Ajar Sistem Pencernaan dan
Sistem Pernafasan pada Manusia Berbasis Web. Jurnal Informatika.
Vol 7 (2): 201 – 211.
Irianto, K., (2004). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis.
Bandung: Yrama Widya.
Pearce, E., (2004). Anatomi dan Fisiologi Manusia untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Sloane, Ethel. (2003). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.