Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI

MANUSIA PERCOBAAN 3
SISTEM PENCERNAAN

Asisten Penanggung Jawab :

Egya R. Prasadhana., S. Farm.

Disusun oleh :
Kelompok A/3

Ega Mulya Permata (10060319015)


Daifa Ermanda Mawali (10060319016)
Ayu Suci Dewi (10060319018)
Ratna Khoerunisa (10060319019)
Nabila Shofura Mahardika (10060319020)
Levina Geby Dwi Putri A (10060319021)

LABORATURIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BANDUNG
2020 M / 1441 H
I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Menjelaskan proses pencernaan kimiawi di mulut.

2. Menjelaskan proses pencernaan kimiawi di lambung oleh enzim pepsin.

3. Menjelaskan kondisi optimum yang diperlukan bagi aktivitas kerja pepsin.

4. Menjelaskan proses pencernaan kimiawi di usus halus.

II. TEORI DASAR

2.1 Sistem Pencernaan


Pencernaan atau digesti merupakan perombakan partikel besar dari
makanan tak larut menjadi partikel larut oleh kerja enzim. Sebelum diabsorbsi
makanan ini berlangsung di dalam saluran pencernaan. Dalam sel-sel
endokrin tersebar hormon peptida yang mempengaruhi fungsi pencernaan dan
mengandung tujuh belas asam amino. Disekresikan asam hidronukleat (ICK)
disekresikan oleh sel-sel umum (Kimball, 1994: 622). Sistem pencernaan
pada manusia meliputi sistem saluran yang menerima makanan, menyerap
sari makanan, hingga mengeluarkan sisa-sisa dari proses pencernaan tersebut
(Darwis, 2012: 1).

Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan


dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses
pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat
cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus. Susunan saluran
pencernaan, terdiri dari; oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan),
ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus
besar), rectum, dan anus (Syaifuddin, 2006: 167).
Sistem pencernaan berurusan dengan penerimaan makanan dan
mempersiapkan untuk diasimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari
mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Selain itu mulut
memuat gigi untuk mengunyah makanan, dan lidah yang membantu untuk
cita rasa dan menelan. Beberapa kelenjar atau kelompok kelenjar menuangkan
cairan pencernaan penting ke dalam saluran pencernaan (Pearce, 2004: 176).
Sebagian besar proses pencernaan dan hampir semua diabsorbsi, hasil
pencernaan di dalam usus. Enzim yang bekerja dalam usus dihasilkan oleh
pankreas dan otot sel-sel epitel yang melapisi usus. Luar permukaan untuk
absorbsi cukup besar karena panjangnya usus dan lipatan - lipatan yang terdapat
pada lapisannya (Ville, 1998: 150).
Sistem pencernaan adalah sistem organ yang menerima makanan,
mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses
tersebut. Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia
terjadi di sepanjang saluran pencernaan dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
proses penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung.
Selanjutnya adalah proses penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di dalam
usus. Kemudian proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus. Proses
pencernaan pada manusia dibedakan menjadi 2 yaitu: pencernaan mekanik dan
pencernaan kimiawi. Alat pencernaan pada manusia terdiri dari: mulut –
kerongkongan – lambung – hati – kelenjar pankreas – usus halus – usus besar –
anus (Handayana,. 2011: 203).
Lidah merupakan organ tubuh berotot kerangka yang dibalut oleh selaput
lendir, berfungsi untuk menahan, membantu mencerna serta menelan makanan.
Selaput lendirnya memiliki epitel pipih banyak lapis dengan stratum korneum
yang berbeda tebalnya. Pada punggung lidah, epitel cukup tebal sedangkan pada
permukaan bawah tipis dan mungkin tidak bertanduk. Punggung lidah terisi
papil makroskopik yang membentuk papil-papil lidah (Delmann, 1992: 323).

2.2 Fungsi Sistem Pencernaan

Fungsi sistem pencernaan adalah pertama untuk memasukkan makanan ke


dalam saluran pencernaan. Kemudian kedua adalah menyimpannya untuk
sementara. Ketiga mencerna secara fisik dan kimiawi. Lalu keempat
mengabsorbsi hasil pencernaan dan kelima sebagai tempat penyimpanan
sementara sisa makanan yang telah tercerna untuk kemudian mengeluarkannya
(Suntoro, 1990: 74).

2.3 Proses Pencernaan Makanan Didalam Tubuh

a. Pencernaan Mekanis

Pencernaan mekanis merupakan pemecahan atau penghancuran makanan


secara fisik dari zat makanan yang kasar menjadi zat makanan yang lebih halus.
Contohnya gigi memotong-motong dan mengunyah makanan, gerak yang
mendorong makanan dari kerongkongan sampai ke usus (gerak peristaltik)
(Waluyo, 2016: 16).
Proses pencernaan secara mekanis adalah pertama mengunyah, memarut
atau menggiling makanan oleh gigi oral, gigi pharynx atau ventrikulus,
kemudian selanjutnya kedua mencampurkan makanan oleh gerakan-gerakan
peristaltis, anti peristaltis dan segmentasi pada ventrikulus dan intestinum
(Suntoro, 1990: 74).
b. Pencernaan Kimiawi

Pencernaan kimiawi merupakan proses pemecahan makanan dari molekul


kompleks menjadi molekul-molekul yang sederhana dengan bantuan getah
pencernaan (enzim) yang dihasilkan oleh kelenjar pencernaan (Waluyo, 2016:
16).
Proses pencernaan secara kimiawi yang terjadi di sistem pencernaan
makanan yaitu melembabkan dan melunakkan dan melarutkan makanan dengan
bantuan cairan-cairan mulut, lambung dan intestinum. Emulfikasi lemak oleh
sekresi hepar. Pemecahan makanan secara kimiawi di lakukan terutama di dalam
ventrikulus dan intestinum oleh enzim-enzim yang di hasilkan di dalam kedua
organ tersebut dan di dalam pancreas (Suntoro, 1990: 74).
2.4 Organ-Organ Pencernaan
Organ yang termasuk dalam sistem pencernaan terbagi menjadi dua
kelompok:

1. Saluran pencernaan

Saluran pencernaan merupakan saluran yang kontinyu berupa tabung


yang dikelilingi otot. Saluran pencernaan mencerna makanan, memecah nya
menjadi bagian yang lebih kecil dan menyerap bagian tersebut menuju
pembuluh darah. Organ-organ yang termasuk di dalam nya adalah : mulut,
faring, esofagus, lambung, usus halus serta usus besar. Dari usus besar
makanan akan dibuang keluar tubuh melalui anus (Pearce, 1999).

2. Organ pencernaan tambahan (aksesoris)

Organ pencernaan tambahan ini berfungsi untuk membantu saluran


pencernaan dalam melakukan kerjanya. Gigi dan lidah terdapat dalam rongga
mulut, kantung empedu serta kelenjar pencernaan akan dihubungkan kepada
saluran pencernaan melalui sebuah saluran. Kelenjar pencernaan tambahan
akan memproduksi sekret yang berkontribusi dalam pemecahan bahan
makanan. Gigi, lidah, kantung empedu, beberapa kelenjar pencernaan seperti
kelenjar ludah, hati dan pankreas (Pearce, 1999).

Saliva merupakan hasil sekret kelenjar yang penting bagi tubuh. Saliva
terdiri dari 99,5% H2O srta 0,5% protein, glikopoteindan elektrolit. Protein
yang terpenting dari saliva yaitu amylase, mucus dan lisozim yng berperan
penting dalam fungsi saliva. Saliva mempermudah proses penelana dengan
membasahi partikel-partikel makanan, sehingga mereka saling menyatu serta
dapat menghasilkan pelumasan karena adanya mucus yang kental dan licin.
Saliva juga berfugsi untuk menjaga hygiene mulut karena mampu
membersihkan residu-residu makanan dalam mulut karena befungsi sebagai
penyangga bikarbonat yang berfungsi untuk menetralkan asam dalam
makanan serta asam yang dihasilkan oleh bakteri di mulut sehingga membantu
mencegah karies(Sherwood, 2001).

Di dalam sistem pencernaan makanan di olah oleh tubuh dari makanan


yang bermolekul kompleks hingga menjadi molekul yang lebih sederhana dan
di serap oleh tubuh melalui pembuluh darah kemudian di edarkan ke seluruh
tubuh menggunakan sel darah merah. Proses pengolahan makanan tersebut
melalui organ-organ pencernaan seperti berikut :
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan
masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari
berbagai macam bau (Sloane, 2003 : 98).
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian yaitu: (Pearce, 2011: 213).

1). Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir
dan pipi.
2). Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya
oleh tulang maksilaris, palatum, dan mandibularis, disebelah belakang
bersambungan dengan faring. Di dalam rongga mulut terdapat lidah, gigi,
dan kelenjar ludah. Gigi ini terdiri terdiri atas gigi sulung dan gigi tetap.
Gigi sulung disebut juga gigi susu.
b. Kerongkongan (Esophagus)

Esophagus atau kerongkongan merupakan penghubung antara rongga


mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynx. Didalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,
disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
(Sloane, 2003 : 98).
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan lambung. Didalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
Kerongkongan adalah tabung berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut
esofagus (dari bahasa Yunani: οiσω, oeso - "membawa", dan έφαγον, phagus -
"memakan") (Irianto, 2004: 169).
c. Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus, antrum. Makanan
masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan (Sloane,
2003 : 98).
Terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan pilorus. Makanan masuk
ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter),
yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan (Irianto, 2004: 170).
Dinding lambung terdiri dari otot yang tersusun melingkar,
memanjang, dan menyerong. Otot-otot tersebut menyebabkan lambung
berkontraksi. Akibatnya kontraksi otot lambung, makanan teraduk dengan
baik sehingga akan bercampur merata dengan getah lambung. Hal ini
menyebabkan makanan didalam lambung berbentuk seperti bubur. Dinding
lambung mengandung sel-sel kelenjar yang berfungsi sebagai kelenjar
pencernaan yang menghasilkan getah lambung. Getah lambung
mengandung air lender ( musin ), asam lambung, enzim renim, dan enzim
pepsinogen. Getah lambung bersifat asam karena banyak mengandung
asam lambung
Asam lambung berfungsi membunuh kuman penyakit atau bakteri
yang masuk bersama makanan dan juga berfungsi untuk mengaktifkan
pepsinogen menjadi pepsin-pepsin yang berfungsi memecah protein
menjadi pepton dan proteosa-enzim renin berfungsi menggumpalkan
protein susu (kasein) yang terdapat dalam susu. Adanya enzim renin dan
enzim pepsin menunjukkan bahwa didalam lambung terjadi proses
pencernaan kimiawi- selain menghasilkan enzim pencernaaan, dinding
lambung juga menghasilkan hormon gastrin. Hormon gastrin berfungsi
untuk mengeluarkan (sekresi) getah lambung. Lambung dapat meregang
sampai dapat menyimpan 2 liter cairan, makanan umumnya dapat bertahan
3-4 jam didalam lambung. Dari lambung , makanan sedikit demi sedikit
keluar menuju usus 12 jari melalui sfingter pilorus
d. Usus Halus

Usus halus atau usus keciladalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum) (Sloane, 2003 : 98).

Usus halus adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di


antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar
(M. sirkuler), lapisan otot memanjang (M. Longitidinal ) dan lapisan serosa
(Sebelah Luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum) (Irianto,
2004: 170).
e. Usus Besar

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Banyaknya
bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk
fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare
(Sloane, 2003 : 98).
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar
terdiri dari : Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens
(kiri), Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang
terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi
normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare
(Irianto, 2004: 171).
Didalam usus besar fases di dorong secara teratur dan lambat oleh
gerakan pristalsis menuju ke rektum (poros usus). Gerakan pristalsis
dikendalikan oleh otot polos (otot tak sadar). Pada saat buang air besar otot
sfingeres dianus di pengaruhi oleh otot lurik (otot sadar) jadi, proses
defekasi (buang air besar) dilakukan dengan adanya konstrasi otot dinding
perut yang di ikuti dengan mengendurnya otot sfingeter anus dan konstraksi
kolon serta rektum, akibatnya fares dapat terdorong keluar anuus (Guyton,
2008).
f. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia,
burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum
yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang
sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing (Irianto, 2004: 172).
g. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk
nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum (Irianto, 2004: 172).

h. Rektum

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB) (Sloane, 2003 : 98).
i. Anus

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan


limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit)
dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar -
BAB), yang merupakan fungsi utama anus (Sloane, 2003 : 98).
2.5 Proses Pencernaan Karbohidrat

Karbohidrat adalah senyawa yang tersusun dari unsur karbon (C), hidrogen
(H), dan oksigen (O). Senyawa ini dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu
monosakarida (glukosa dan fruktosa), disakarida (sukrosa dan maltose), dan
polisakarida (amilum, glikogen, dan selulosa). Ketiga kelompok senyawa
karbohidrat tersebut dicerna oleh organ sistem pencernaan secara bertahap. Berikut
ini tahapan proses pencernaan karbohidrat tersebut mulai dari rongga mulut.

1. Rongga Mulut

Proses pencernaan karbohidrat dimulai dari rongga mulut. Makanan yang


mengandung karbohidrat dikunyah di dalam rongga mulut sehingga bercampur
dengan air ludah. Air ludah mengandung enzim amilase, enzim yang berfungsi
mengurai karbohidrat menjadi glukosa. Adapun jika pengunyahan dilakukan
lebih lama, oleh amilase karbohidrat umumnya langsung diubah menjadi maltosa.
Perlu diketahui bahwa amilase berkerja optimal pada pH ludah netral.

2. Tenggorokan

Setelah melalui pencernaan mekanis yang dilakukan gigi dan pencernaan


kimiawi yang dilakukan ludah, karbohidrat kemudian ditelan masuk dan melewati
tenggorokan (esofagus). Pada organ ini, proses pencernaan karbohidrat sama sekali
tidak terjadi. Ia hanya lewat dengan mudah dalam hitungan detik karena saluran
esofagus sangat licin akibat cairan mucus yang dihasilkan dindingnya.

3. Lambung
Dari tenggorokan, karbohidrat langsung diterima lambung untuk kemudian
diolah dan dicampurkan dengan asam lambung (HCl) yang bersifat korosif.
Pencampuran karbohidrat, asam lambung, dan makanan lain terjadi dengan bantuan
gerakan kontraksi lambung. Proses ini membuat karbohidrat menjadi lebih cair dan
hancur. Cairan karbohidrat yang bercampur dengan makanan lain ini kemudian
disebut dengan istilah chymus.

4. Usus Halus

Proses pencernaan karbohidrat di usus halus melalui beberapa organ penting


yang masing-masing memiliki peranan yang berbeda.

5. Usus Besar dan Anus

Ampas makanan yang sari karbohidrat-nya telah diserap oleh usus halus,
selanjutnya berlalu menuju usus besar. Ampas ini kemudian menjadi substrat
potensial yang difermentasi oleh beberapa mikroorganisme di dalam usus besar,
sebelum akhirnya dibuang melalui anus (Kimball, 1994).

2.6 Proses pencernaan protein


Protein hanya dapat diserap oleh tubuh manusia jika sudah diurai dalam bentuk
yang sederhana. Penguraian protein dalam sistem pencernaan manusia melibatkan
seluruh organ pencernaan dan kerja dari enzim-enzim protase melalui serangkaian
proses. Rangkaian dari proses pencernaan protein dalam tubuh manusia dimulai dari
rongga mulut, lambung, usus halus, usus besar dan anus (Kimball, 1994).

2.7 Kelainan Sistem Pencernaan

Kelainan dan gangguan pada sistem pencernaan manusia adalah


sebagai berikut : (Corwin, E.J, 2009)
a. Apendisitis merupakan radang pada apendiks (umbai cacing yang
melekat pada usus buntu).
b. Diare terjadi jika fese keluar dalam bentuk encer karena adanya infeksi
pada kolon. Kondisi diare dapat semakin parah dan menjadi penyakit
disentri. Disentri merupakan diare dengan feses yang bercampur darah
dan nanah, disertai dengan perut mulas. Hal ini dapat terjadi karena
infeksi bakteri shigela atau protozoa entamoeba histolytica.
c. Gastritis merupakan radang selaput lendir pada dinding lambung.

d. Gastroenteritis merupakan radang akut pada selaput lendir dinding


lambung dan usus umumnya disertai diare dan kejang-kejang.
e. Heart Burn merupakan mengalirnya kembali cairan lambung yang
terlalu asam ke esofagus. Hal ini terjadi karena produksi HCL yang
berlebihan di lambung.

f. Konstipasi (sembelit) merupakan gejala sulit buang air besar karena


feses terlalu keras. Hal ini terjadi jika asupan makanan yang di
konsumsi kurang mengandung serat (selulosa).
g. Maltnutrisi seperti kwashiorkor dapat menyebabkan sel-sel pankreas
mengalami atropi dan kehilangan banyak reticulum endoplasma dalam
sel. Akibatnya pembentukan enzim pencernaan terganggu.
h. Ulkus peptikum (tukak lambung) merupakan kerusakan selaput lendir
yang disebabkan faktor-faktor psikosomatis, toksin, ataupun kuman
seperti streptococcus. Faktorpsikosomatis (ketakutan, kecemasan,
kelelahan, keinginan berlebihan dan sebagainya) dapat merangsang
sekresi HCL secara berlebihan HCl tersebut akan merusak selaput
lendir lambung ulkus peptikum. Penyakit ini sering disebut penyakit
maag.
III. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan
Mikroskop Saliva
Inkubator Pasta Amilum 3%
Penangas Air Larutan Iodium 2%
Stopwatch Larutan CuSO4 1%
Lampu Spirtus Larutan NaOH 40%
Termometer Pereaksi Benedict
Gelas Kimia Asam Asetat 6%
Erlenmeyer/ Vial bertutup Larutan Glukosa 10%
Tabung Reaksi Metilen Biru 0,15% dalam Air
Pipet Tetes Pereaksi Biuret
Kaca Objek Larutan HCl 0,4%
Kaca Penutup Larutan Na-Karbonat 0,5%
Plat Tetes Larutan Pepsin 5% (dibuat segar)
Batang Pengaduk Larutan Pankreatin

IV. PROSEDUR

a. Anatomi sistem pencernaan

1. Memeriksa komponen saliva


Satu tetes saliva diwarai dengan metilen biru dan ditempatkan diatakaca objek
dan ditutup dengan kaca penutup. Lalu diamati adanya sel-sel epiel, butir-butir
lemak dan bakteri dibawah mikroskop.

b. Pencernaan Karbohidrat di Mulut


Saliva dikeluarkan lewat batang pengaduk, agar tidak banyak gelembung
kemudian ditampung dalam gelas pala. Disiapkan tabung reaksi yang sudah diisi
pasta amilum 5% sebanyak mL. Ditambahkan saliva 5mL kedalam tabung reaksi
tersebut, dikocok sampai tercampur rata dan didiamkan selama 1 menit. Disiapkan
minimal 8 tabung reaksi dan didalamnya sudah dimasukan larutan benedict
kemudian disiapkan 1 plat tetes.
Setelah campuran saliva dan pasta amilum dibiarkan selama 1 menit, diambil 1
tetes untuk diteteskan ke plat tetes dengan ditambahkan 1-2 tetes iodium. Diambil
3 tetes dari campuran pasta amilum dan saliva secara bersamaan untuk diteteskan
kedalam tabung reaksi berisi larutan benedict
*larutan amilum dan saliva dengan iodium : warna merah ( amilum telah menjadi
eritrodekstrin)
*larutan amilum dan saliva dengan iodium : lama kelamaan tidak berwarna
(pemecahan amilum telah menghasilkan akromodestrin/ titik akromik)
Ketika titik akromik telah tercapai, semua tabung reaksi dipanaskan ( yang
berisi campuran pasta amilum dan saliva dengan larutan benedict ) di penanggas
air yang mendidih selama 5 menit. Digunakan tabung berisi larutan benedict yang
dicampur dengan 2ml glukosa 10% sebagai pembanding, dan biarkan
dingin.,Kemudian diamati perubahan yang terjadi, perubahan warna yang terjadi
dapat fijadikam indicator apakah amilum telah dicena oleh enzim dalam saliva dan
proses pencernaan tersebut sampai kemana.

c. Pencernaan protein di lambung

1. Percobaan proses pencernaan secara invitro


Dipotong-potong putih telur sampai seperti setelah dikunyah dan dimasukan
kedalam gelas kimia. Direndam putih telur dengan larutan pepsin (5%). Dicatat
banyaknya putih telur dan pepsin yang digunakan (sampai seluruh putih telur
terendam). Ditetesi dengan HCL 0,4% sampai tercapai Ph 1,5 atau 2 (digunakan
indicator universal atau pH meter). Gelas kimia yang berisi putih telur dan pepsin
ditutup dengan plastik dan di inkubasi pada suhu 37 derajat celcius selama 3 hari.
Campuran putih telur dan pepsin ini harus sering diadik dan dijaga Ph nya (1,5-2)
dengan ditambahkan HCL. Setelah di inkubasi 3 hari, campuran putih telur dan
pepsin disaring kemudian dilakukan uji biuret, untuk melihatapakah sudah terjadi
hasil urai protein. Warna ungu kemerahan atau sebaliknya : terjadi hasil urai protein
berapa campuran proteosa dan pepton.

2. Kondisi umum untuk pepsin


Disiapkan 6 tabung reaksi, tabung pertama ditambahkan pepsin 5% 5mL,
tabung kedua ditambahkan HCL 0,4% 5mL, tabung tiga ditambahkan pepsin 5%
5mL dan HCL 0,4% sampai dengan Ph 1,5-2, tabung empat diisi dengan pepsin 5%
2mL dan Na2CO3 0,5% 5Ml pada tabung 5 diisi aquadest 5Ml. Kemudian pada
masing masing tabung ditambah sedikit protein. Tabung 1-6 dimasukan kedalam
incubator atau water bath pada suhu 40 derajat celcius selama ½ jam. Diamati
perubahan yang terjadi pada tabung 1-6 dengan melakukan uji biuret pada setiap
tabung. Dicampurkan isi tabung 1 dan 2, diinkubasi pada suhu 40 derajat celcius
selama 15-20 menit. Dan diamati perubahan yang terjadi.

d. Pencernaan kimiawi di usus halus

1. Untuk melihat kemampuan enzim pankreatin dalam mencerna protein


Disiapkan 2 buah vial dan dimasukan 5Ml larutan pankreatin dan sedikit serum
darah, lalu diinkubasi vial 1 dan 2 pada suhu 40 derajat celcius . Ditiap selang 15
menit, diambil sedikit larutan dari vial 1 dan 2 kemudian diamati dengan
melakukan uji biuret, dilakukan sampai t=90 menit. Diamati perbedaan kecepatan
pencernaan oleh pankreatin terhadap serum darah.

2. Kerja garam empedu terhadap pencernaan lemak


Disiapkan 2 buah tabung reaksi. Tabung 1 diisi dengan 5Ml air, tabung 2 diisi
dengan air dan garam empedu. Kedalam tabung 1 dan 2 diteteskan 1 tetes minyak
sayur yang telah dicampur dengan pewarna (sudan). Tabung 1 dan 2 dikocok-kocok
dibiarkan selama 5-10menit. Diamati dan dibandingkan pada tabung mana inyak
terdispensi atau teremulsi.
V. DATA PENGAMATAN

1. Anatomi system pencernaan

a. Memeriksa komponen saliva


Uji mikrosopik pada pengamatan ini menggunakan mikroskop. Dari hasil
saliva itu terdapat lemak dan sel-sel epitel.

(Gambar 1.0 leukosit) (Gambar 1.2 leukosit) (Gambar 1.1 butiran


lemak)

2. Pencernaan karbohidat di mulut

Waktu setelah Warna yang terjadi Warna yang terjadi


pencampuran pasta pada uji iodium pada uji benedict
amilum + saliva
5 menit Biru tua Biru
10 menit Biru tua Hijau
15 menit Biru tua Hijau
20 menit Biru Coklat
25 menit Coklat Coklat
30 menit Coklat kemerahan Coklat
35 menit Coklat Endapan merah bata
40 menit Bening Endapan merah bata

(gambar 2.1 Warna yang (gambar 2.1 Warna yang terjadi


terjadi pada uji iodium) pada uji benedict)
Setelah diinkubasi selama 3 hari
Sampel Warna sebelum Warna setelah
ditetesi biuret ditetesi biuret
Campuran putih telur Bening Ungu kemerahan
dan pepsin yang sudah
disaring

3. Pencernaan protein di lambung

a. Percobaan proses pencernaansecara in vitro


Sebelum diinkubasi Ph larutan 2, namun setelah diinkubasi selama 3 hari
mengalami perubahan ph menjadi 3, kemudian disaring dengan kertas saring,
kemudian dinetralkan dengan menetesi naoh sebanyak 8 tetes. Setelah Ph netral,
dilanjutkan dengan menetesi biuret sebanyak 10 tetes dan mengalami perubahan
warna menjadi merah bata keunguan.
(gambar 3.1 Sebelum diinkubasi) (gambar 3.1 Setelah diinkubasi)

b. Kondisi umum aktivitas pepsin

Tabung Campuran dalam tabung Ditetesi biuret


1 Protein + pepsin Ungu
2 Protein + HCL Ungu
3 Protein + pepsin + hcl Ungu kemerahan
4 Protein + pepsin + NaCO3 Ungu
5 Protein + aquadest Bening/ ungu
6 Tabung 1 + 2 Bening

(gambar 3.2 kondisi umum


aktivitas pepsin
4. Pencernaan kimiawi di usus halus

a. Melihat kemampuan enzim pankreatin dalam mencerna protein


Waktu setelah Hasil uji biuret Hasil uji biuret
pencampuran dengan albumin serum darah
pankreatin
15 menit Bening bening
30 menit ungu (+) ungu muda (+++)
45 menit ungu (++) ungu muda
(++++)
60 menit Ungu muda (++++) ungu muda
(+++++)
75 menit ungu muda (+++) Ungu muda
(++++)
90 menit ungu muda (+) ungu muda (++)

Ket : +++++ Sangat pekat


++++ pekat
+++ Lumayan pekat
++ Berwarna
+ Hampir tidak
berwarna
(gambar 4.1 uji biuret albumin dan
pankreatin)

Kerja garam empedu terhadap pencernaan lemak

Tabung Hasil pengamatan


Air + garam empedu + minyak Hijau, terjadi emulsifikasi lemak
Air + minyak sayur Minyak & air terpisah

(gambar 4.2 perbedaan tabung 1 dan tabung 2)


VI. PEMBAHASAN

Proses pencernaan merupakan proses penguraian bahan makanan kedalam zat-


zat makanan agar dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Sistem
pencernaan makanan terdiri dari alat-alat pencernaan yang berhubungan langsung
membentu saluran pencernaan. Saluran pencernaan adalah saluran yang kontinyu
berupa tabung yang dikelilingi otot. Saluran pencernaan akan mencerna makanan,
memecahnya menjadi bagian yang lebih kecil dan menyerap bagian tersebut menuju
pembuluh darah. Saluran pencernaan meliputi: mulut, kerongkongan (esofagus),
lambung (gaster), usus halus (intestinum tenue), usus besar (kolon) dan anus. Pada
sistem pencernaan makanan direduksi secara fisis, reduksi yang lebih lanjut
berlangsung secara kimia, menyerap hasil pencernaan, bahan buangan yang tidak dapat
dicerna ditahan dan dibuang keluar tubuh.

1. Pemeriksaan komponen saliva


Saliva merupakan hasil sekret kelenjar yang penting bagi tubuh. Saliva terdiri
dari 99,5 % H2O serta 0,5 % protein, glikoprotein dan elektrolit. Protein yang
terpenting dari saliva yaitu amilase, mukus, dan lisozim yang berperan penting dalam
fungsi saliva.. Selain itu, saliva juga berfungsi untuk menjaga higiene mulut karena
mampu membersihkan residu-residu makanan dalam mulut karena berfungsi sebagai
penyangga bikarbonat yang berfungsi untuk menetralkan asam dalam makanan serta
asam yang dihasilkan oleh bakteri di mulut sehingga membantu mencegah karies
(Sherwood,2001).
Saliva terdiri dari tiga kelenjar utama yang terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar
submandibular, dan kelenjar sublingual serta kelenjar-kelenjar tambahan yang terdiri
dari kelenjar palatinal, kelenjar bukal, kelenjar labialis, kelenjar lingualis, dan kelenjar
glossopalatinal. Setiap kelenjar memiliki hasil sekret yang berbeda-beda. kelenjar
parotis dan submandibular menghasilkan sekresi yang bersifat serous (encer), kelenjar
lingualis menghasilkan sekret yang mukus, serta kelenjar-kelenjar minor sebagian
besar menghasilkan sekret yang mukus. Hal ini berkaitan dengan viskositas atau
kekentalan dari saliva. Viskositas ini dipengaruhi oleh faktor pengunyahan dan jenis
makanan. Selain viskositas, pH juga sangat dipengaruhi oleh pengunyahan dan jenis
makanan(Sherwood,2001)
Dari hasil yang kami peroleh pada percobaan uji mikroskospik saliva yang
ditetesi dengan metilen biru terdapat butir butir lemak, sel epitel, dan leukosit, dan
bakteri dalam jumlah sedikit karena pada saliva terdapat enzim lisozim yaitu enzim
yang melisiskan atau menghancurkan bakteri tertentu.

2. Pencernaan Karbohidrat di Mulut


Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut dimana bola makanan yang diperoleh
setelah makanan dikunyah bercampuran dengan air liur yang mengandung enzim
amilase (sebelumnya dikenal sebagai ptialin). Amilase menghidrolisis pati atau
amilum menjadi bentuk karbohidrat lebih sederhana, yaitu dekstrin. Bila berada di
mulut cukup lama, sebagian diubah menjadi disakarida maltosa. Enzim amilase ludah
bekerja paling baik pada pH ludah yang bersifat netral. Bolus yang ditelan masuk ke
dalam lambung. (Stansfield, 2003 : 238)
Fungsi utama dari enzim amilase untuk memecah pati, yang menghasilkan gula
sederhana seperti fruktosa, maltosa, glukosa dan dekstrin. Enzim ini bekerja optimum
pada suhu 37oC dan pH 7. Amilase menghidrolisis pati matang lebih cepat daripada
pati mentah yang ditunjukkan oleh titik akromatik pati matang lebih cepat tercapai.
Enzim ini hadir dalam air liur dan mulut, dimana bertindak sebagai katalis untuk
pencernaan. Lidah dapat mendeteksi gula menghasilkan amilase, yang merupakan
alasan mengapa pati rasanya sedikit manis ketika orang mengunyah.
Benedict adalah bentuk lain dari test fehling dan menghasilkan larutan tunggal
yang lebih baik untuk pengujian, karena benedict lebih stabil dari pada fehling. Larutan
Benedict digunakan untuk menguji adanya kandungan glukosa dalam suatu bahan.
Adanya glukosa dalam bahan ditandai dengan warna merah bata.
Sedangkan larutan iodium berfungsi untuk mengetahui apakah suatu bahan
makanan mengandung amilum (karbohidrat) atau zat pati. Bila ditetesi larutan iodium,
saliva yang mengandung amilum akan berubah warna menjadi biru kehitaman. Warna
biru yang dihasilkan diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum
dengan iodin. Sewaktu amilum yang telah ditetesi iodin kemudian dipanaskan, warna
yang dihasilkan sebagai hasil dari reaksi yang positif akan menghilang.
Saliva mengandung amilase dan lipase. Amilase salivarius mampu
menghidrolisis pati dan glikogen menjadi maltosa. Hasil hidrolisis enzimatiknya
berupa sakarida yang sederhana dan dekstrin, tergantung dari tingkat hidrolisis amilum
maka dekstrin yang terbentuk memiliki berat molekul yang berbeda-beda. Makin lama
dekstrin yang terbentuk, makin kecil pula berat molekulnya. Dekstin merupakan
senyawa awal yang akan diproses lebih lanjut oleh amilase menjadi senyawa-senyawa
disakarida. Pada suhu optimum amilase dapat menjalankan fungsinya mengubah
amilum menjadi maltosa. Pada saat senyawa-senyawa dekstrin telah diubah seluruhnya
menjadi senyawa disakarida, penambahan iodium akan menghasilkan larutan menjadi
tidak berwarna atau jernih. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh senyawa dekstrin yang
berwarna merah telah diubah seluruhnya oleh amilase. Saat dimana seluruh amilum
dipecah menjadi akromodekstrin disebut dengan titik akromik. Warna jernih dapat
terbentuk disebabkan amilum yang berikatan dengan iod sehingga warna ungu telah
mengalami proses hidrolisis menjadi maltosa dan dekstrin yang tidak menimbulkan
warna apabila berada dalam larutan iodium. Jika saliva tidak dapat mencapai titik
akromatik itu terjadi karena enzim amilase mengalami denaturasi pada suasana basa
sehingga enzim amilase tidak dapat menghidrolisis pati. Kelenjar saliva yang utama
adalah kelenjar parotis, sub mandibularis dan sublingualis, selain itu juga ada beberapa
kelenjar bukalis yang kecil.
Pada uji amilase ini digunakan larutan amilum sebagai polisakarida. Saat di
campur dengan saliva yang mengandung enzim α-amylase, amilum akan terhidrolisis
dan membentuk disakarida. Namun untuk membentuk disakarida melalui beberapa
tahapan yang dapat dilihat pada diagram berikut :

Enzim α-amylase
Larutan kanji ---------------→ Amilodekstrin (biru tua) --→
Eritodekstrin
(amilum) + larutan yodium
(merah) --→ akrodekstrin (tidak berwarna) --→ maltosa (tidah
berwarna)

diagram tersebut merupakan tahapan hidrolisis amilum. Amilum akan dihidrolisis oleh
enzim α-amylase menjadi sakarida sederhana dan dekstrin. tergantung dari tingkat
hidrolisis amilum, maka dekstrin memiliki ukuran molekul yang berbeda-beda. Makin
lama dekstrin terbentuk, maka makin kecil molekulnya dan terbentuklah sakarida
sederhana (monosakarida dan disakarida). Amilum yang telah dicampur dengan enzim
α-amylase ketika dicampur larutan yodium seharusnya negatif jika amilum benar-benar
telah terpecah menjadi sakarida sederhana. Tanda-tandanya yaitu warna campuran
amilum dan enzim α-amylase setelah ditetesi larutan yodium akan berwarna coklat
mengikuti warna larutan yodium. Namun, pada beberapa percobaan mungkin amilum
balum terpecah sempurna, masih berupa molekul-molekul besar. Jadi ketika diberi
tetesan larutan yodium, campuran amilum dan enzim α-amylase akan berwarna biru
tua atau merah. Biru tua menandakan amilum yang terpecah masih berupa
amilodekstrin sedangkan jika berwarna merah amilum masih berupa eritodekstrin.
Pada percobaan yang telah dilakukan, amilum dicampur dengan enzim α-
amylase dan ditunggu selama 3 menit agar terjadi proses pemecahan polisakarida
menjadi disakarida. Setelah di tetesi dengan larutan yodium, warna campuran amilum
dan enzim α-amylase mengikuti warna larutan yodium yaitu coklat. Hal ini
menandakan amilum telah terpecah sempurna menjadi molekul-molekul dekstrin yang
lebih kecil (akridekstrin) dan maltosa yang tidak memberi warna pada larutan yodium,
sehingga tidak terjadi perubahan warna. Ketika maltosa ini di campur dengan larutan
benedict dan dipanaskan, maka akan terjadi perubahan warna dari biru menjadi hijau
kemerahan. Hal ini terjadi karena larutan benedict yang digunakan untuk uji gula
pereduksi (disakarida), ketika di campur dengan disakarida akan menunjukkan hasil
positif dengan tanda terjadi perubahan warna pada larutan. Namun pada percobaan
ketika larutan saliva dan amilum kemudian dicampur dengan larutan benedict
kemudian dipanasi. Tidak terlihat perubahan warna. Warna masih tetap berwarna biru
sama seperti warna benedict. Hal ini membuktikan bahwa polisakarida yang tidak
terpecah sempurna memperlihatkan hasil yang negatif ketika direaksikan dengan
larutan benedict. Larutan benedict digunakan untuk uji disakarida, jadi jika dicampur
dengan larutan polisakarida maka hasil yang Pada praktikum ini indikator yang
digunakan adalah larutan iodium karena larutan ini menampakkan perubahan warna
(biru) dan bekerja spesifik pada substrat. Perubahan warna tersebut disebabkan karena
adanya proses adsorbsi molekul iodium yang masuk ke dalam aliran spiral amilosa.
Pada saat larutan amilum, saliva dan iodium dicampurkan, setelah beberapa saat warna
menjadi bening. Hal ini disebabkan karena amilum akan dipecah oleh enzim amilase
sehingga kehilangan daya adsorbsi terhadap iodium. Pada saat dilakukan percobaan,
disiapkan tabung reaksi dan plat tetes dimana di dalam tabung reaksi berisi larutan
benedict dan plat tetes berisi campuran larutan amilum, saliva dan iodium. Tujuan
dilakukannya di tabung reaksi yaitu untuk dijadikan pembanding, dan di plat tetes
digunakan sebagai indikator jika telah terjadi perubahan warna untuk mengetahui
apakah pencernaan telah terjadi atau tidak atau telah mencapai ditahap mana.
Karbohidrat mulai dicerna pada mulut secara mekanik dengan pengunyahan
dan kimiawi oleh enzim α-amilase saliva yang menghidrolisis karbohidrat kompleks
menjadi gula-gula sederhana.

3. Pencernaan Protein di Lambung

Percobaan proses pencernaan protein secara in vitro

Putih telur di tambah pepsin berfungsi untuk mengubah protein menjadi pepton.
Putih telur yang direndam dengan pepsin dan ditambah HCl agar suasana asam. HCl
berfungsi untuk membunuh kuman-kuman yang masuk berasama bolus akan
mengaktifkan enzim pepsin. Setelah itu diinkubasi pada suhu 37 derajat celcius selama
3 hari, hal ini dimaksudkan untuk meniru keadaan sebenarnya di dalam tubuh manusia.
Campuran putih telur dan pepsin harus sering diaduk karena pada pencernaan di
lambung otot lambung berkontraksi mengaduk-aduk bolus, memecahnya secara
mekanis, dan mencampurnya dengan getah lambung. Setelah diinkubasi selama 3 hari,
campuran putih telur+pepsin disaring dan dilakukan uji biuret. Setelah ditetesi biuret
warna yang asalnya bening menjadi merah keunguan yang menunjukkan telah terjadi
hasil urai protein berupa campuran proteosa dan pepton.

Kondisi optimum untuk aktivitas pepsin

Pada percobaan ini, digunakan tabung reaksi sebanyak 6 buah. Pada tabung 1
dimasukkan 5 ml larutan pepsin 5 % dan juga sedikit putih telur, pada tabung 2
dimasukkan 5 ml HCl 0,4 % dan sedikit putih telur, pada tabung 3 dimasukkan 5 ml
larutan pepsin 5 %, sedikit putih telur dan 2 tetes HCl 0,4 %, pada tabung 4 dimasukkan
5 ml larutan pepsin 5 % dan 2 ml larutan Na2CO3 0,5% yang merupakan basa, dan
sedikit putih telur, pada tabung 5 dimasukkan 5 ml aquadest dan sedikit putih telur, dan
tabung 6 dimasukkan campuran tabung 1 dan 2. Lalu keenam tabung diinkubasi pada
suhu 40 derajat celcius selama 30 menit. Lalu setelah itu dilakukan uji biuret dengan
memasukkan masing- masing larutan 2 tetes larutan biuret dan di dapat hasil tabung 1
tidak terjadi perubahan warna (bening). Hal ini menunjukkan bahwa pepsin tidak
mencerna protein hanya dengan bantuan pemanasan atau inkubasi. Tabung 2 bening
keunguan yang menandakan HCl tidak mencerna protein. Tabung 3 menghasilkan
warna merah keunguan yang menandakan aktivitas dari pepsin yang mencerna protein,
tabung 4 menghasilkan warna bening, hal ini menunjukkan pepsin tidak mencerna
protein pada suasana basa. Tabung ke 5 menghasilkan warna bening yang
menunjukkan aquadest tidak mencerna protein. , sedangkan tabung terakhir
memberikan warna bening dan terdapat endapan putih yang menujukkan aktivitas dari
pepsin yang mencerna protein.
Dari keenam tabung, dapat dilihat bahwa pepsin paling efektif bekerja pada pH
asam. apat dilihat dari hasil pengamatan bahwa tabung ketiga berbeda warnanya dari
tabung yang lainnya. Tabung 3 yang mengandung HCl lebih cepat terhidrolisis
dibanding dengan tabung yang lain. Dengan adanya HCl akan mengubah pepsinogen
menjadi pepsin. Dalam bentuk pepsin inilah baru bisa dimanfaatkan untuk memecah
molekul protein. Semua itu dikarenakan pada tabung ketiga terdapat kondisi asam yang
sama dengan kondisi asam di lambung jadi lebih cepat bereaksi. Sedangkan pada
tabung keempat berisi Na2CO3 yang bersifat basa yang akan sukar menghidrolisis
pepsin.
Fungsi HCl pada lambung diantaranya yaitu merangsang keluamya sekretin,
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin untuk memecah protein, desinfektan,
merangsang keluarnya hormon kolesistokinin yang berfungsi merangsang empedu
mengeluarkan getahnya.

4. Pencernaan Kimiawi di Usus Halus

Percobaan untuk melihat kemampuan enzim pankreatin dalam mencerna


protein.

Pada percobaan ini mengamati kecepatan pencernaan albumin dan serum darah.
Salah satu zat yang terkandung di dalam serum adalah albumin yang merupakan protein
globular (Anna, 1994). Larutan pankreatin digunakan untuk mengubah protein menjadi
pepton atau untuk mengeluarkan enzim-enzim protein, protein di usus dicerna menjadi
pepton, maka pepton akan diuraikan oleh enzim tripsin, kimotripsin, dan erepsin
menjadi asam amino. Biuret digunakan untuk melihat perbedaan kecepatan antara
albumin dan serum dengan berubahnya warna. Pada percobaan kecepatan pencernaan
albumin dengan serum darah oleh pankreatin dengan uji biuret terlihat lebih cepat pada
serum darah karena pada albumin masih protein utuh (warnanya ungu pekat).
Sedangkan pada serum darah protein sudah terpecah sehingga lebih cepat terurai pada
pencernaan pankreatin.
Kerja garam empedu terhadap pencernaan lemak.
Lemak merupakan salah satu unsur penting yang mendukung metabolisme dan
perkembangan manusia. Proses pencernaan lemak yang sebenarnya terjadi di usus
halus, suatu zat hanya dapat dicerna jika terlarut dalam air, sedangkan lemak atau
minyak tidak bisa bercampur dengan air, maka untuk dapat mencerna lemak atau
minyak ada proses emulsifikasi lemak dan garam empedu sebagai emulgator nya,
Proses emulsifikasi sendiri terjadi ketika lemak masuk ke usus dua belas jari.
Masuknya lemak ke organ ini, secara biologis akan membuat kantung empedu
menghasilkan cairannya. Cairan yang disekresikan hepatosit hati ini adalah zat yang
mampu mengemulsikan lemak dan merubah ukurannya menjadi 300 kali lebih kecil
dari ukuran semula dengan bantuan enzim lipase dari pankreas, emulsi lemak
kemudian dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Keduanya akan bereaksi
dengan garam empedu untuk kemudian menghasilkan butir-butir lemak (micel) yang
siap diabsorpsi oleh usus kosong (jejunum) dan usus penyerapan (ileum). Secara difusi
pasif, butir-butir lemak akan diserap oleh membran mukosa di dinding usus kosong
dan usus penyerapan. Butir-butir lemak ini kemudian dibawa dan disalurkan melalui
aliran darah ke seluruh tubuh. Pembentukan misel sangat penting untuk penyerapan
vitamin yang larut dalam lemak dan lipid yang rumit di dalam tubuh manusia. Garam
empedu terbentuk di hati dan disekresikan oleh kantung empedu memungkinkan misel
asam lemak terbentuk.
Maka pada percobaan kali ini pada tabung 2 minyak ditambahkan dengan
garam empedu lebih mudah terdispersi atau lebih mudah teremulsi berbeda dengan
tabung 1 dimana adanya 2 fase terpisahnya antara fase air dan fase minyak, serta
mengamati terjadinya emulsi dan dispersi, dilakukan dengan menggunakan air,
minyak. Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair
dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi
merupakan suatu sistem yang tidak stabil,sehingga dibutuhkan zat pengemulsi atau
emulgator untuk menstabilkan. Pemecahan lemak dengan cara hidrolisis dibantu oleh
garam asam empedu yang terdapat dalam cairan empedu dan berfungsi sebagai
emulgator. Dengan adanya garam asam empedu sebagai emulgator, maka lemak dalam
usus dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil sebagai emulsi, sehingga luas
permukaan lemak bertambah besar.Hal ini menyebabkan proses hidrolisis berjalan
lebih cepat. (Ville, 1998).
VII. KESIMPULAN

1. Pada percobaan uji mikroskopis komponen saliva terdapat butir butir


lemak, sel epitel, dan leukosit.
2. Pemecahan protein dilakukan oleh enzim pepsin dibantu oleh HCl
3. Pepsin bekerja paling optimum pada pH asam
4. Garam empedu berperan untuk membuang limbah tubuh tertentu
(terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan
kolesterol), serta membantu pencernaan lemak dan juga penyerapannya.
5. Pankreatin dalam usus halus bekerja untuk mengubah protein menjadi
pepton atau untuk mengeluarkan enzim-enzim protein, protein di usus
dicerna menjadi pepton, maka pepton akan diuraikan oleh enzim tripsin,
kimotripsin, dan erepsin menjadi asam amino maka serum darah warna
lebih cepat berubah.
6. Pemecahan lemak dengan cara hidrolisis dibantu oleh garam asam
empedu yang terdapat dalam cairan empedu dan berfungsi sebagai
emulgator.
Daftar Pustaka

Anna, Poedjiadi. (1994). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI-Press.

Corwin, E.J. (2009), Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Delmann, (1992). Buku Teks Histologi Veteriner. Jakarta: UI Press.

Guyton, & Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed 11. Jakarta : EGC.

Handaya Wilfridus Bambang Triadi. 2011. Alat Bantu Ajar Sistem Pencernaan dan
Sistem Pernafasan pada Manusia Berbasis Web. Jurnal Informatika.
Vol 7 (2): 201 – 211.
Irianto, K., (2004). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis.
Bandung: Yrama Widya.

Kimbal J., W (1994). Biologi Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga .

Pearce, & Evelyn C. (1999). Anatomi Fisiologi Untuk Paramedis . Jakarta

Gramedia Pustaka Utama

Pearce, E., (2004). Anatomi dan Fisiologi Manusia untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Pearce, Evelyn C. (2011). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Umum.

Sherwood, Lauralee. (2001). Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta :


EGC.

Sloane, Ethel. (2003). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Suntoro, Susilo, Handari. 1990. Struktur Hewan. Yogyakarta: Universitas Gajah


Mada Press.
Syaifuddin, (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ville, (1998). Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Waluyo, Joko. (2016). Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia.


Jember: Universitas Jember.

Welly, D. (2012). Tanaman Obat yang Terdapat Di Kota Bengkulu yang

Berpotensi sebagai Obat Penyakit dan Gangguan Pada Sistem Pencernaan.

Anda mungkin juga menyukai