Sistem Pertanian Terpadu adalah sistem gabungan antara kegiatan pertanian,
peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang berkaitan dengan pertanian dalam satu lahan. Tujuan dari sistem ini adalah untuk mencukupi kebutuhan jangka pendek, menengah dan panjang para petani, yaitu berupa pangan, sandang dan papan. Target tersebut dapat terpenuhi dengan cara meningkatkan produktivitas lahan, program pembangunan dan konservasi lingkungan, serta mengembangkan desa secara terpadu. Pertanian yang baik ialah kegiatan pertanian yang dapat menjaga keseimbangan ekosistem, sehingga kandungan unsur hara dan energi tetap seimbang. Keseimbangan tersebut akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan berkelanjutan secara efektif dan efisien. Kegiatan pertanian melibatkan makhluk hidup pada setiap prosesnya dalam jangka waktu tertentu pada proses produksinya. Melalui kegiatan pertanian terpadu, maka akan terjadi pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon yang lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional yang menggunakan pupuk kimia, seperti pupuk nitrogen dan lain-lain. Agar manfaat sistem ini dapat diperoleh secara efektif dan efisien, maka kegiatan pertanian yang dilakukan secara terpadu dapat dibuat di suatu kawasan secara kolektif. Pada kawasan tersebut dapat dibuat beberapa sektor, seperti sektor produksi tanaman, pertanian serta perikanan. Sektor - sektor ini akan menjadikan suatu kawasan memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksinya tidak akan menghasilkan limbah, karena dapat dimanfaatkan oleh komponen-komponen lainnya. Selain itu, peningkatan hasil produksi dan penghematan biaya produksi juga dapat tercapai. Di Purworejo Jawa tengah merupakan tempat yang banyak sekali masyarakat petani maupun perikanan. Di daerah Purworejo ini sistem pertanian terpadu yang dapat diterapkan yaitu metode "TUMPANG SARI" . Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama, seperti jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah. Dalam kepustakaan, hal ini dikenal sebagai double-cropping. Penanaman yang dilakukan segera setelah tanaman pertama dipanen (seperti jagung dan kedelai atau jagung dan kacang panjang) dikenal sebagai tumpang gilir (relay cropping). Tumpang sela cabai di antara pertanaman pepaya. Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih. Pola penanaman tumpang sari dapat memaksimalkan lahan dibandingkan pola monokultur karena : 1. Hasil panen pada lahan tidak luas bisa beberapa kali dengan usia panen dan jenis tanaman berbeda. 2. Petani mendapat hasil jual yang saling menguntungkan atau menggantikan dari tiap jenis tanaman berbeda dan, 3. Risiko kerugian dapat ditekan karena terbagi pada setiap tanaman. Potensi metode tumpang sari jika diterapkan di daerah Purworejo yaitu mampu meningkatkan produktifitas pertanian. Dilakukan dengan mengusahakan tanaman lebih dari satu jenis pada lahan dan waktu yang sama. Keuntungan yang didapat meliputi efesiensi baik dari sisi tenaga kerja, lahan hingga biaya produksi. Upaya ini sekaligus untuk menekan serangan hama dan penyakit disamping mampu memperbaiki kesuburan tanah. Sistem tumpangsari lebih menguntungkan dibanding sistem monokultur karena produksivitas lahan menjadi lebih tinggi, jenis komoditas yang dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian sarana produksi dan resiko kegagalan dapat diperkecil. Disamping keuntungan diatas sistem tumpangsai dapat digunakan sebagai alat untuk konservasi lahan, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit tanaman, meningkatkan hasil tanaman bahkan cara ini dapat mempertahankan kesuburan tanah bila salah satu jenis tanaman adalah tanaman legumenocea yang ditumpangsarikan dalam lahan. Di daerah yang menerima curah hujan yang rendah untuk waktu yang singkat, petani sangat tergantung pada curah hujan, untuk produksi harus menanam kultivar musim pendek pada tumpangsari. Penanaman komponen tanaman genjah pada awal musim hujan menjadi aspek penting bagi petani untuk meningkatkan produktivitas waktu tanam yang tepat dari spesies tumpangsari mengarah ke produksi yang tinggi karena berkurangnya persaingan di antara tanaman tersebut. Pada tahun 2018 saya pernah mengamati kegiatan pertanian di daerah saya (Purworejo) dengan metode tumpang sari yang di aplikasikan dengan tanaman jagung dan kedelai. tumpangasri jagung dengan tanaman kedelai pada sistem tanam legowo. Tumpangsari jagung-kedelai juga bertujuan untuk mengatasi persaingan penggunaan lahan untuk tanaman jagung dan kedelai secara monokultur. Mengingat bahwa harga jagung relatif baik dan keunggulan koparatif tanaman jagung relatif lebih tinggi dibanding tanaman kedelai, maka dalam sistem tumpangsari jagung-kedelai, produktivitas tanaman jagung minimal sama dengan tanpa tumpangsari. Kombinasi tumpangsari jagung-kedelai dapat diterapkan pada sistem tanam legowo 2 : 1 dimana dua baris tanaman dirapatkan (jarak tanam antar baris), sehingga antara setiap dua baris tanaman terdapat ruang untuk pertanaman kedelai. Tingkat produktivitas jagung diperoleh pada pertanaman legowo tidak berbeda bahkan cenderung lebih tinggi (karena adanya pengaruh tanaman pinggir atau border) dibanding pertanaman baris tunggal (tanam biasa). Ruang kosong pada baris legowo dapat ditanami 2 baris tanaman kedelai tanpa menurunkan produktivitas jagung sehingga terjadi peningkatan indeks penggunaan lahan dan pendapatan petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai yang ditanam di antara tanaman jagung akan diperoleh 50% dari hasil kedelai yang ditanam sistem monokultur. Penanaman tanaman kedelai sebagai tumpangsari pada tanaman jagung juga dapat memperbaiki kesuburan lahan karena adanya fiksasi N dibanding sistem monokultur jagung. Untuk perawatan tanaman dalam metode tumpang sari ini lebih mudah dan hasilnya juga meningkat. Pupuk majemuk yang digunakan dalam metode tumpang sari lebih menguntungkan karena lebih murah dibandingkan dengan pupuk tunggal dan pemakaiannya sekali.