Anda di halaman 1dari 8

Nama : Niken Widiyanti

NPM : 200110180044

Kelas : F

4.3 pencegahan dan pennggulangan penyakit mastitis, brucellosis, dan diare

(khusus pada pedet)

4.3.1 Penyebab dan spesifikasi penykit

A. Mastitis

Mastitis adalah peradangan jaringan internal kelenjar ambing dengan

berbagai penyebab dan derajat keparahan, lama penyakit serta akibat penyakit

yang ditimbulkan sangat beragam. Menurut Karimuribo dkk. (2008) pada sapi

perah, kejadian mastitis lebih sering disebabkan oleh infeksi bakteri dibandingkan

oleh agen penyebab lainnya seperti cendawan atau kapang. Mastitis yang

disebabkan oleh cendawan atau kapang disebut mastitis mikotik, biasanya bersifat

kronis dan gejala klinisnya sulit diamati karena tidak berbeda dengan mastitis

bacterial.

Penyebab utama mastitis pada sapi adalah bakteri Str.agalactiae,

Str.dysgalactiae, S.uberis, Str zooepidermicus. Bakteri lain yang dapat

menyebabkan mastitis adalah Escherichia coli (E.coli), E.feundeii, Aerobacter

aerugenes dan Klebsiella pneumoniae. Streptococcus spp., S. aureus, A.

pyogenes, E. coli, dan Klebsiella spp.

B. Brucellosis

Brucellosis adalah penyakit menular pada hewan dan manusia yang disebabkan

oleh bakteri Brucella abortus. Penyakit inilah yang sering menimbulkan

terjadinya gangguan reproduksi dan keguguran pada kebuntingan 5-7 bulan.

Keguguran merupakan gejala klinis yang patognomonis pada awal infeksi. Setelah
beberapa kali keguguran, atau adanya gangguan kelahiran, perlekatan plasenta

juga sering terjadi.

Brucellosis pada sapi disebabkan oleh sejenis kuman (bakteri) gram

negatif yang disebut Brucella abortus. Brucella abortus memiliki 9 biotipe (biotipe

1 - 9). Perbedaan di antara biotipe tersebut didasarkan atas perbedaan sifat-sifat

biologik dan biokemiknya, dan yang paling banyak ditemukan pada sapi adalah

biotipe 1. kuman patogen dapat masuk kedalam tubuh sapi perah melalui saluran

pencernaan selanjutnya kuman menyebar dan menetap pada organ tubuh melalui

pembuluh darah dan limfe. Terkumpulnya kuman di dalam saluran reproduksi

terutama di placenta dan endometrium sapi yang sedang bunting. Selain

bermukim di dalam placenta, Brucella abortus dapat tinggal di dalam lambung

dan paru-paru foetus (janin) dan di keluarkan bersama-sama foetus dan cairan

uterus waktu abortus . Pada sapi jantan, kuman brucella bermukim di dalam testis,

epididimis, vas diferen dan kelenjar vesikularis, sehingga kuman dapat

dikeluarkan bersama semen (mani) sewaktu ejakulasi (Partodihardjo, 1980).

C. Diare

Diare pada pedet sering terjadi saat masa paling kritis umur 2-3 minggu

pertama kehidupan, karena saluran pencernaan belum berkembang dan berfungsi

sempurna, tetapi pertumbuhan berlangsung cepat. Menurut Khrehbiel (2003),

diare terjadi akibat peningkatan jumlah bakteri pathogen, terutama coliform di

usus halus dan terjadi penurunan populasi bakteri Lactobacillus dan

Bifidobacteria. Diare pada pedet bisa disebabkan oleh faktor infeksius dan non

infeksius.

4.3.2 Upaya Pencegahan Penyakit


A. Mastitis

Infeksi mastitis subklinis pada sapi perah umumnya terjadi saat

kering yaitu dua minggu setelah penghentian pemerahan dan dua minggu

menjelang waktu beranak. Pada saat kering, ambing paling peka terhadap

kemungkinan infeksi terutama menjelang waktu beranak dan awal masa

laktasi. Kejadian mastitis subklinis yang terjadi pada masa kering mencapai

63%. Menurut Nurhayati dan Martindah (2015), infeksi yang terjadi pada

periode tersebut akan terus berlangsung selama masa laktasi.

Beberapa upaya dalam pengendalian mastitis subklinis diantaranya

adalah:

1) Monitoring jumlah sel somatik untuk mengetahui kasus mastitis subklinis

secara dini

2) Penggunaan antiseptik setelah pemerahan

3) Dipping peralatan pemerahan

4) Desinfeksi Kandang

5) Pengobatan mastitis pada saat periode kering

6) Pengobatan antibiotik yang tepat pada MK.

Secara garis besar, langkah-langkah pencegahan dan pengawasan mastitis

antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut :

1) Persiapan sebelum pemerahan, membersihkan ambing dan putingnya.

2) Desinfeksi puting setelah pemerahan (teat-dipping)

3) Perawatan dan pengobatan sapi kering kandang.

4) Persiapan sebelum pemerahan.

Untuk menghindari adanya kontaminasi dan untuk mempermudah proses

pemerahan, biasanya ambing dicuci sampai bersih kemudian dikeringkan, bahkan


kalau diperlukan sapi sebaiknya dimandikan terlebih dahulu. Selama pemerahan,

ekor sapi sebaiknya diikat agar tidak mengganggu. Terdapat beberapa cara untuk

membersihkan ambing dan putingnya sebelum pemerahan, antara lain:

1) Ambing dicuci dengan air mengalir, dan putingnya dikeringkan dengan lap atau

kertas pembersih untuk sekali pakai

2) Mencuci ambing dengan larutan Chlorhexidine 0,01% atau Iodophor 0,01%, atau

larutan Hypochlorite 0,06%, atau dengan air mengalir dan disabun dengan sabun

yang mengandung Hexachlorophene. Setelah itu dikeringkan dengan kertas

pembersih (paper towel) secara terpisah, masing-masing kertas untuk satu puting

3) Membersihkan seluruh puting dengan air hangat dan menggunakan sarung tangan

karet yang halus, kemudian dikeringkan dengan kertas pembersih atau disikat

dengan kapas bertangkai yang telah dicelupkan dalam alkohol 70%. Setelah itu,

puting dicelupkan dalam larutan NaCl

B. Brucellosis

Melakukan vaksinasi baik dengan vaksin hidup yang sudah dilemahkan

maupun dengan vaksin mati, terutama yang diberikan kepada anak-anak sapi

umur 3-8 bulan dan sapi dara, diharapkan mampu memberikan imunitas sampai

kepada kebuntingan ke 5 (Enright, 1984). Pemberantasan pada sapi reaktor,

dikeluarkan dari kelompok dan di potong. Tindakan administratif adalah

menghindari pemasukan bibit sapi dari daerah tertular ke daerah bebas brucellosis.

Pengobatan dengan antibiotik kurang berhasil, akan tetapi dalam kondisi

laboratorium dapat diatasi dengan pemberian rifampicin maupun tetracyclin.

C. Diare
Pencegahan dengan menekan pencemaran agen penyebab, melalui sanitasi

lingkungan, peningkatan kualitas kolustrum dan pakan tambahan saat musim

dingin. Upaya pencegahan diare pada pedet yaitu :

1) Pemberian kolostrum segera, sejam setelah pedet lahir.

2) Pengkondisian kandang yang nyaman, bersih, hangat, terlindung dari angin dan

cuaca dingin.

3) Pedet dikandangkan secara terpisah dari sapi dewasa.

4) Manajemen dan pemberian pakan yang baik,

5) Perubahan pemberian pakan dilakukan secara bertahap, baik jenis maupun

volumenya.

4.3.3 Upaya Penanggulangan Penyakit

A. Mastitis

Penanggulangan penyakit mastitis dapat dilakukan yaitu dengan cara

menjaga kehigienisan sapi yang menderita mastitis itu sendiri. Pemerah sebaiknya

mencegah puting dan lubang dimasuki bakteri penyebab mastitis yang selalu ada

di peternakan. Pemerah harus membuat bakteri sukar menyebar ke sapi lain.

Langkah-langkah berikut dapat mengurangi resiko insfeksi:

1) Perah terakhir kali sapi yang menderita mastitis.

2) Keluarkan beberapa pancaran susu menggunakan tangan. Periksa susu

menggunakan cawan puting, susu jangan dipancarkan ketangan atau lantai dan

tidak membuang susu ke tempat sapi berbaring.

3) Sesudah pemerahan, selang cangkir puting bubuhi disinfektan dan kemudian cuci

lagi. Tumpukan rambut adalah tempat yang menyenangkan bagi bakteri.


4) Bersihkan dan bubuhi disinfektan dengan baik pada handuk yang digunakan. Jika

perlu gunakan satu handuk untuk satu sapi. Lebih baik gunakan handuk kertas

yang dibuang setelah digunakan.

5) Tangan sebaiknya tidak menyentuh susu.

6) Bila menggunakan air untuk membersihkan ambing, air sebaiknya diganti setiap

waktu dan tambahkan disinfektan bila mungkin.

Uraian tersebut di atas tidak akan mencegah setiap insfeksi. Dalam usaha

menurunkan resiko insfeksi lebih lanjut, sangat dianjurkan mencelup atau

menyemprot puting segera setelah pemerahan dengan disinfektan yang baik.

Mikroba yang ada di puting terbunuh bila pencelupan atau penyemprotan

dilakukan dengan benar, terutama mikroba yang datang selama pemerahan. Alas

tidur sapi sebaiknya sebersih mungkin.

Pengobatan mastitis pada sapi perah dengan memberikan antibiotic long intra

muscular. Guna mempercepat prosese kesembuhan ternak, bisa juga memberikan

antiobiotik langsung ke ambing. Antibiotik yang umumnya dipakai yaitu

antibiotic berspectrum misalnya peniciline-streptomicine. Antibiotic yang khusus

untuk mengobati mastitis yakni  Suanovil (spiramycine). Tahap awal untuk

mengobati penyakit mastitis ini adalah dengan menyuntikkan penstrep intera

mamae dengan takaran 0,8cc jika dalam beberapa hari keadaan tidak membaik,

obat antibiotic antibiotic diganti dengan Suanovil. Suanovil diberikan secara

intramuscular disuntikkan dekat  ambing dengan takaran 1cc. Setelah beberapa

hari, kelenjar mamae ambing yang busuk akan mengelupas. Ambing yang

permukaannya mengalami peradangan dan luka, disemprotkan antiseptic berupa


Gusanex untuk mencegah infeksi yg lebih parah akibat kontaminasi bakteri yang

berasal dari lingkungan luar.

B. Brucellosis

Upaya penanggulangan brucellosis pada sapi di Indonesia,

didasarkan atas SK Dirjen Peternakan No. 491 . TN. 550/Kpts/DJP/Deptan/1986.

Tentang Ketentuan Pengendalian Penyakit Hewan Brucellosis. Beberapa tindakan

yang dilakukan antara lain sanitasi dan higiene, memberikan sertifikat bebas

brucella dan melaksanakan vaksinasi. Melakukan sanitasi dan higiene, terutama

pada tatalaksana makanan dan perkandangan, merupakan pemutusan alur

penularan . Hal ini berhubungan dengan sifat kuman brucella yang peka terhadap

kekeringan/pemanasan dan desinfektan. Sertifikat bebas brucellosis diberikan

apabila dengan uji serologik dua kali dengan selang waktu 30 hari seekor sapi

hasilnya tetap negatif.

C. Diare

Gejala klinis yang terlihat pada pedet penderita diare adalah feses encer, warna

tidak normal, antara putih sampai kuning kehijauan, lemas, mata cekung.

Penderita mengalami penurunan berat badan secara cepat, dan dehidrasi. Beberapa

upaya penanggulangan yang bisa dilakukan pada kasus diare pedet pengobatan

dengan antibiotic dengan pemberian Avante, Duphafral, Vetadryl dan

Biosolamine.

Karimuribo ED, Fitzpatrick JL, Swai ES, Bell C, Bryant MJ, Ogden NH,Kambarage DM,
French NP. 2008. Prevalence of subclinicalmastitis and associated risk   factors
in smallholder dairy cows inTanzania. Vet Rec. 163:16-21
Partodihardjo, Soebandi. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara, Jakarta.
Krehbiel, C.R. , S.R. Rust, G. Zhang, and S.E. Gilliland. 2003. Bacterial direct fed
microbials in ruminants diet: Performance response and mode of action. J. Dairy Sci. 81
(E. Suppl. 2) E120-132

Nurhayati, I.S. dan E. Martindah. 2015. Pengendalian Mastitis Subklinis melalui


Pemberian Antibiotik Saat Periode Kering pada Sapi Perah. Wartazoa. 25(2):074.

Enright, 1984. Enright J.T.Saccadic anomalies: vergence induces large departures


from ball-and-sockel behavior. Vision Res., 24 (1984), pp. 301-308

SK Dirjen Peternakan No. 491 . TN. 550/Kpts/DJP/Deptan/1986

Anda mungkin juga menyukai