Anda di halaman 1dari 15

1

REFLEKSI KASUS
HERPES GENITALIS

Oleh:
Mochammad Syaruz Rachmansyah, S.Ked
NIM 192011101018

Pembimbing:
Prof. dr. Bambang Suhariyanto, Sp.KK (K), FINS DV, FAAD

SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSD dr SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
1

DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................1
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................................2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1.....................................................................................................Definisi
3
2.2............................................................................................Epidemiologi
3
2.3.....................................................................................................Etiologi
3
2.4...............................................................................................Patogenesis
4
2.5............................................................................................Gejala Klinis
4
2.6..................................................................................................Diagnosis
7
2.7...................................................................................Diagnosis Banding
7
2.8...............................................................................................Tatalaksana
7
2.9..................................................................................................Prognosis
10
BAB 3. REFLEKSI KASUS................................................................................11
3.1 Identitas Pasien.........................................................................................11
3.2 Anamnesis.................................................................................................11
3.3 Pemeriksaan Fisik.....................................................................................12
3.4 Diagnosis Banding....................................................................................13
3.5 Diagnosis Kerja.........................................................................................13
3.6 Tatalaksana................................................................................................13
2

3.7 Prognosis...................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

BAB 1. PENDAHULUAN

Herpes genitalis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS)


yang umum terjadi dan disebabkan oleh virus herpes simpleks/ virus herpes
hominis (VHS) tipe I dan tipe II. Herpes genitalis menyerang lebih dari 400 juta
orang di seluruh dunia. Herpes genitalis ditandai dengan infeksi seumur hidup dan
reaktivasi berkala (rekuren) (Groves, 2016).
VHS merupakan virus DNA dan dinamai berdasarkan lapisan proteinnya
sebagai VHS tipe I atau VHS tipe II. VHS tipe I merupakan penyebab utama
herpes orolabial. Sampai saat ini, VHS tipe II lebih mungkin menjadi penyebab
herpes genitalis (Groves, 2016). Namun, daerah predileksi ini sering kacau karena
adanya cara hubungan seksual seperti oro-genital, sehingga herpes yang terdapat
di daerah genital kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe I sedangkan di daerah
mulut dan rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe II (Adhi, 2017). Namun,
data terbaru menunjukkan bahwa kejadian infeksi genital primer akibat VHS tipe
I sekarang lebih umum dijumpai daripada VHS tipe II di Amerika Serikat
(Groves, 2016).
Infeksi VHS dapat menyebabkan morbiditas baik fisik maupun psikologis
yang saling berkaitan. Hal ini merupakan masalah medis yang cukup besar dan
sering diremehkan oleh sebagian petugas medis (Sauerbrei, 2016). Oleh karena
itu, diperlukan pembahasan lebih mendalam mengenai herpes genitalis sehingga
kualitas hidup pasien dan pasangannya menjadi lebih baik.
3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Herpes simpleks yang memiliki sinonim fever blister, cold sore, herpes
febrilis, herpes labialis, herpes progenitalis (genitalis) adalah infeksi menular
seksual yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (VHS) tipe II atau tipe I, dan
bersifat rekuren (Adhi, 2017; PERDOSKI, 2017). Infeksi akibat kedua tipe VHS
bersifat seumur hidup; virus berdiam di jaringan saraf, yaitu di ganglia dorsalis
(PERDOSKI, 2017). Infeksi ini ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah mukokutan (Adhi, 2017).

2.2 Epidemiologi
Infeksi primer oleh VHS tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak,
sedangkan infeksi VHS tipe II biasanya terjadi pada dekade II atau III, dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual (Adhi, 2017). Sebesar 122 juta
hingga 192 juta orang berusia 15 s.d. 49 tahun diperkirakan mengalami herpes
genitalis akibat infeksi VHS tipe I di seluruh dunia pada tahun 2016. Sedangkan
herpes genitalis akibat infeksi VHS tipe II pada usia 15 s.d. 49 tahun diperkirakan
sebesar 491 juta (13%) orang pada tahun 2016 (WHO, 2020).
Lebih banyak wanita yang terinfeksi herpes genitalis akibat infeksi VHS tipe
II dibandingkan pria. Pada tahun 2016 diperkirakan 313 juta wanita dan 178 juta
pria hidup dengan infeksi tersebut (WHO, 2020). Beberapa penelitian menduga
4

hal ini karena infeksi pada pria lebih sering asimtomatik daripada wanita,
mengakibatkan tingkat penularan virus yang lebih tinggi dari pria ke wanita
dibandingkan dari wanita ke pria (Sauerbrei, 2016).

2.3 Etiologi
Herpes genitalis dapat disebabkan oleh VHS tipe I dan II. Virus ini merupakan
virus herpes hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II
berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan
lokasi klinis (tempat predileksi) (Adhi, 2017).

2.4 Patogenesis
Paparan VHS pada permukaan mukosa atau daerah kulit yang terkelupas
memungkinkan masuknya virus dan memulai replikasinya dalam sel epidermis
dan dermis. Infeksi VHS awal sering subklinis, tanpa lesi yang jelas. Setelah
melewati celah neuroepitel dan memasuki sel saraf, virus mengangkut
nukleokapsid secara intra-akson ke badan sel saraf di ganglia.
Untuk infeksi VHS tipe I, ganglia trigeminal paling sering terinfeksi,
meskipun ekstensi ke ganglia serviks inferior dan superior juga terjadi. Apabila
terdapat infeksi genital, ganglia akar saraf sakralis (S2 hingga S5) paling sering
terkena. Pada manusia, interval dari inokulasi virus ke jaringan perifer untuk
menyebar ke ganglia belum diketahui secara pasti.
Replikasi virus terjadi di ganglia dan jaringan saraf menular selama infeksi
primer saja. Setelah inokulasi awal ganglion saraf, virus menyebar ke permukaan
kulit mukosa lainnya dengan migrasi sentrifugal melalui saraf sensorik perifer.
Studi klinis menunjukkan bahwa faktor host juga mempengaruhi reaktivasi.
Pasien immunocompromised memiliki penyakit yang lebih parah (Mustafa dkk.,
2016).

2.5 Gejala Klinis


Infeksi VHS ini berlangsung dalam 3 tingkat, yaitu infeksi primer, fase laten,
dan infeksi rekuren (Adhi, 2017).
5

a ) Infeksi Primer
Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah
mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi dapat terjadi
secara kebetulan, misalnya kontak kulit dengan perawat dokter gigi, atau pada
orang yang sering menggigit jari (herpetic whit-low). Virus ini juga sebagai
penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat
predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital, juga dapat
menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus.
Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual
seperti oro-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah genital kadang-
kadang disebabkan oleh VHS tipe I sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut
dapat disebabkan oleh VHS tipe II.
Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan
sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise, anoreksia, dan
pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi
seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang
dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi.
Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambarang yang
tidak jelas. Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes
simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi VHS
pada genitalia eksterna disertai infeksi pada serviks.

b ) Fase Laten
Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi VHS dapat
ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.

c ) Infeksi Rekuren
Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak aktif,
dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan
6

gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi,
kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma psikis (gangguan
emosional, menstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman
yang merangsang seperti minuman beralkohol.
Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7 hari sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala prodormal
lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekuren
ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain/ tempat
disekitarnya (non loco).
Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian yang
serius, karena melalui plasenta virus dapat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat
menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin, infeksi neonatal mempunyai
angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup, menderita cacat neurologik atau
kelainan pada mata. Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis,
keratokonjungtivitis, atau hepatitis. Selain itu, dapat juga timbul lesi pada kulit.
7

Gambar 1. Manifestasi Herpes Simpleks di Mulut dan Genitalia

2.6 Diagnosis
Beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosis (PERDOSKI,
2017), yaitu:
a ) Kultur virus. Sensitivitas kultur sebesar 67-70% bila sediaan diambil dari
vesikel 32% bila sediaan pustul, dan hanya positif sebesar 17% bila sediaan
diambil dari krusta.
b ) Deteksi antigen (dengan enzyme immunoassay atau fluorescent antibody),
atau PCR DNA VHS.
c ) Serologi IgM dan IgG anti-VHS tipe I dan II

2.7 Diagnosis Banding


Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan
impetigo vesiko bulosa. Pada daerah genitalia harus dibedakan dengan ulkus
durum, ulkus mole, dan ulkus mikstum, maupun ulkus yang mendahului penyakit
limfogranuloma venereum (Adhi, 2017). Selain itu pertimbangkan untuk
diagnosis banding sifilis stadium 1, chancroid, dan granuloma inguinal
(PERDOSKI, 2017).

2.8 Tatalaksana
Tatalaksana herpes simpleks dapat dibagi menjadi 2, yaitu nonmedikamentosa
dan medikamentosa (PERDOSKI, 2017). Untuk lebih lengkap dapat dilihat
sebagai berikut:
a ) Nonmedikamentosa
8

 Pasien diberi edukasi tentang perjalanan penyakit yang mudah menular


terutama bila ada lesi, dan infeksi ini dapat berulang; karena itu indikasi
abstinens; lakukan penapisan untuk IMS lain dan HIV, notifikasi pasangan
tetapnya.
 Proteksi individual, anjurkan penggunaan kondom dan busa spermisidal.
 Sedapat mungkin hindari faktor pencetus.
 Bila pasien sudah merasa terganggu dengan kekerapan infeksi dan ada
kecurigaan terjadi penurunan kualitas hidup, indikasi untuk konsul
psikiatri.
b ) Medikamentosa
 Simtomatik
 Pemberian analgetika, antipiretik dan antipruritus disesuaikan dengan
kebutuhan individual
 Penggunaan antiseptik sebagai bahan kompres lesi atau dilanjutkan
dalam air dan dipakai sebagai sit bath misalnya povidon iodium yang
bersifat mengeringkan lesi, mencegah infeksi sekunder dan
mempercepat waktu penyembuhan
 Herpes genitalis episode pertama lesi primer
 Asiklovir 5x200 mg/hari selama 7-10 hari atau 3x400 mg/hari selama 7-
10 hari
 Valasiklovir 2x500-1000 mg/hari selama 7-10 hari
 Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
 Kasus berat perlu rawat inap: asiklovir intravena 5 mg/kgBB tiap 8 jam
selama 7-10 hari
 Herpes genitalis rekuren
 Lesi ringan: terapi simtomatik
 Lesi berat:
 Asiklovir 5x200 mg/hari, per oral selama 5 hari atau
3x400 mg/hari selama 5 hari, atau 3x800 mg/hari selama
2 hari.
 Valasiklovir 2x500 mg selama 5 hari
9

 Famsiklovir 2x125 mg/hari selama 5 hari


 Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi terapi supresif
 Asiklovir 2x400 mg/hari
 Valasiklovir 1x500 mg/hari
 Famsiklovir 2x250 mg/hari
 Herpes genitalis pasien imunokompromais
 Pengobatan untuk kasus ini memerlukan waktu yang lebih lama,
pengobatan diberikan hingga gejala klinis menghilang.
 Asiklovir oral 5x400 mg/hari selama 5-10 hari atau hingga tidak muncul
lesi baru.
 Valasiklovir 2x1000 mg/hari
 Famsiklovir 2x500 mg/hari.
 Pada pasien yang berisiko tinggi untuk menjadi diseminata, atau yang
tidak dapat menerima pengobatan oral, maka asiklovir diberikan secara
intravena 5 mg/kgBB/hari tiap 8 jam selama 7-14 hari atau lebih lama.
Bila terdapat bukti terjadinya infeksi sistemik, dianjurkan terapi
asiklovir intravena 3x10 mg/kgBB/hari selama paling sedikit 10 hari.
Untuk pasien dengan infeksi HIV simtomatik atau AIDS, digunakan
asiklovir oral 5x400 mg/hari hingga lesi sembuh, setelah itu dapat
dilanjutkan terapi supresif.
 Pada pasien imunokompromais, kelainan akan sangat mudah terjadi
rekurensi, sehingga pengobatan supresif lebih dianjurkan, dengan dosis
asiklovir 2x400 mg/hari atau valasiklovir 2x500 mg/hari.
 Herpes genitalis pada wanita hamil
 Wanita hamil yang menderita herpes genitalis primer dalam 6 minggu
menjelang persalinan dianjurkan untuk dilakukan seksio sesarea
sebelum atau dalam 4 jam sesudah pecahnya ketuban.
 Asiklovir dosis supresi 3x400 mg/hari mulai dari usia 36 minggu dapat
mencegah lesi VHS pada aterm. Asiklovir dapat diberikan secara oral
pada herpes genital episode pertama maupun rekuren dan diberikan
secara intravena apabila manifestasinya berat.
10

 Seksio sesarea tidak dilakukan secara rutin pada wanita yang menderita
herpes genitalis rekurens. Hanya wanita dengan viral shedding atau
memiliki lesi genital pada saat mendekati persalinan yang memerlukan
seksio sesarea.

2.9 Prognosis
Prognosis bergantung pada derajat penyakit, kepatuhan pengobatan dan
pengendalian faktor risiko. Secara umum:
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
11

BAB 3. REFLEKSI KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. N
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Semanggi
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Sudah Menikah

3.2 Anamnesis
a. Keluhan utama
Rasa gatal, perih, dan nyeri pada kemaluan
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan adanya bercak berwarna merah dan putih pada daerah
sekitar mulut vagina, serta terdapat bintil-bintil berisi cairan di daerah
sekitar selangkangan. Bercak dan bintil muncul sejak kurang lebih 2
minggu yang lalu. Pasien merasakan gatal dan perih pada bercak di
kemaluan dan mengeluhkan demam & sakit tenggorokan tidak lama
sebelum bercak muncul pada kemaluan.
c. Riwayat pengobatan
Pasien belum pernah menggunakan obat apapun
d. Riwayat penyakit dahulu
12

Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya


e. Riwayat penyakit keluarga
Terdapat gejala serupa atau keluhan yang sama pada suami di sekitar
mulut.
f. Riwayat sosial (hubungan seksual)
Hubungan seksual hanya dengan suami, frekuensi 1x/minggu, terakhir 1
minggu sebelum muncul gejala di daerah kemaluan tersebut.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : cukup
Kesadaran : GCS 4-5-6
Berat badan : 63 kg
Tinggi badan : 160 cm
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 86x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 37,2 °C

Status generalis
Kepala/leher : a/i/c/d -/-/-/-
Thoraks : Cor s1s2 tunggal, e/g/m -/-/-
Pulmo vesikuler +/+, simetris +/+, rhonki-/-, wheezing -/-
Abdomen : flat, soepl, BU (+) N, timpani
Ekstremitas : AH +, Oe –

Status dermatologis
 Regio vulva, labia, perineum
13

 UKK: ulkus multiple di atas kulit eritematous, bentuk tidak teratur, batas
rata, tepi datar, dasar kotor, nyeri tekan (+), indurasi (-)

 Regio inguinal
 UKK: vesikel bergerombol, dinding tegang

3.4 Diagnosis Banding


 Herpes genitalis
 Chancroid
 Sifilis

3.5 Diagnosis Kerja


Herpes genitalis

3.6 Tatalaksana
 Kausatif : asiklovir 3x400 mg/hari selama 7 hari
 Simptomatis : kompres lesi dengan antiseptik (povidone iodine) atau
lanjutkan dalam air sebagai sit bath
 Suportif : istirahat yang cukup, peningkatan status nutrisi
 Edukasi dan Pengobatan terhadap pasien dan pasangan

3.7 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
14

DAFTAR PUSTAKA

Adhi, D. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Groves, M. J. (2016). Genital herpes: a review. American family


physician, 93(11), 928-934.

Mustafa, M., Illzam, E. M., Muniandy, R. K., Sharifah, A. M., Nang, M. K., &
Ramesh, B. (2016). Herpes simplex virus infections, Pathophysiology and
Management. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences, 15(7), 85-91.

PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis. Jakarta: PERDOSKI.

Sauerbrei A. (2016). Herpes Genitalis: Diagnosis, Treatment and


Prevention. Geburtshilfe und Frauenheilkunde, 76(12), 1310–1317.
https://doi.org/10.1055/s-0042-116494

WHO. 2020. Herpes Simplex Virus. Diakses dari situs https://www.who.int/news-


room/fact-sheets/detail/herpes-simplex-virus pada 1 November 2020.

Anda mungkin juga menyukai