Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira
6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahan perubahan fisiologi yaitu perubahan fisik, involusi
uterus, pengeluaran lochia, laktasi atau pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem tubuh
lainnya dan perubahan psikis (Saifuddin, 2009; h.122).
Masalah yang sering menyertai pada masa nifas diantaranya infeksi nifas, septikemia,
 piemia, parametritis, peritonitis, salfingitis, sub involusi uterus, perdarahan nifas sekunder,
flegmasia alba dolens, Nekrosishipofisis lobus anterior postpartum, pembendungan air susu,
mastitis, galaktokel dan kelainan putting susu (Mochtar, 2012; h. 281-287). Bendungan ASI
merupakan bendungan yang terjadi akibat peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara
dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi (menyusui). Hal ini bukan disebabkan
overdistensi dari saluran sistem laktasi (Saifuddin, 2009, h. 262).
Menurut penelitian terjadinya bendungan ASI di Indonesia terbanyak adalah pada ibu-
ibu pekerja, sebanyak 16% dari ibu yang menyusui Depkes RI (2012). Dengan adanya
kesibukan keluarga dan pekerjaan menurunkan tingkat perawatan dan perhatian ibu dalam
melakukan perawatan payudara sehingga akan cenderung mengakibatkan terjadinya
 peningkatan angka kejadian bendungan ASI. Selain itu juga penyebab bendungan
ben dungan ASI terjadi
karena posisi menyusu yang tidak baik, membatasi menyusu, membatasi waktu bayi dengan
 payudara, memberikan suplemen susu formula untuk bayi, menggunakan pompa payudara
tanpa indikasi sehingga menyebabkan suplai berlebih, dan implant payudara (Kemenkes, 2003;
h. 227).
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012-2013 menunjukkan
 bahwa 55% ibu menyusui mengalami payudara bengkak dan mastitis, kemungkinan hal
tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan payudara selama kehamilan (Depkes RI,
2012). Sedangkan Survei Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) dari tahun 2011-2012
menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami mastitis dan puting susu lecet.

1
Dampak bendungan ASI yaitu statis pada pembuluh darah limfe akan mengakibatkan
tekanan intraduktal yang mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan
seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri
walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat kadang payudara lebih lebar sehingga sukar
dihisap oleh bayi. Akibatnya bayi akan kurang minum atau dehidrasi yang menyebabkan kulit
atau bibir kering, jarang buang air kecil, mata cekung, nafas cepat, lesu, dan mengantuk.
Bendungan ASI yang tidak disusukan secara adekuat akhirnya terjadi mastitis (Manuaba,
2010; h. 313).
Bila terjadi pembendungan ASI maka berikan terapi simptomatis untuk sakitnya
(analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipomp a, sehingga
sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stilbestrol atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3
hari untuk membendung sementara produksi ASI.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi dari Pembendungan ASI ?
2. Apa Manifestasi Klinis dari Pembendungan ASI?
3. Apa Etiologi dari Pembendungan ASI?
4. Apa Patofisiologi dari Pembendungan ASI?
5. Bagaimana Pencegahan terjadinya Pembendungan ASI ?
6. Apa Komplikasi dari Pembendungan ASI?
7. Bagaimana Penatalaksanaan dari Pembendungan ASI?
8. Bagaimana Peran Perawat
Perawat pada Ibu Nifas dengan Pembendungan ASI?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi dari Pembendungan ASI
2. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Pembendungan ASI
3. Untuk mengetahui etiologi dari Pembendungan ASI
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Pembendungan ASI
5. Untuk mengetahui Pencegahan terjadinya Pembendungan ASI
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Pembendungan ASI

2
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari Pembendungan ASI
8. Untuk mengetahui Peran Perawat pada Ibu Nifas dengan Pembendungan ASI

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pembendungan ASI menurut Pritchar (1999) adalah pembendungan air susu karena
 penyempitan duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna
atau karena kelainan pada puting susu (Buku Obstetri Williams)
Keluhan ibu menurut Prawirohardjo, (2005) adalah payudara bengkak, keras, panas dan
nyeri. Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan payudara untuk
mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga, maka berikan terapi simptomatis untuk
sakitnya (analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipom pa,
sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stilbestrol atau lynoral tablet 3 kali sehari
selama 2-3 hari untuk membendung sementara produksi ASI.
Kepenuhan fisiologis menurut Rustam (1998) adalah sejak hari ketiga sampai hari
keenam setelah persalinan, ketika ASI secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat
 penuh. Hal ini bersifat fisiologis dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI
oleh bayi, rasa penuh tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat berkembang menjadi
 bendungan. Pada bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan.
Aliran vena limpatik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI
dengan alveoli meingkat. Payudara menjadi bengkak, merah dan mengkilap.
Jadi dapat diambil kesimpulan perbedaan kepenuhan fisiologis maupun bendungan ASI
 pada payudara adalah :
a. Payudara yang penuh terasa panas, berat dan keras. Tidak terlihat mengkilap. ASI
 biasanya mengalir dengan lancar dengan kadang-kadang menetes keluar secara spontan.
 b. Payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri. Payudara yang
terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan
 puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit
menghisap ASI sampai bengkak berkurang.

4
2.2 Manifestasi Klinis

Bedakan antara payudara dengan bendungan ASI dengan payudara bengkak.


Pada payudara bengkak :
a. Payudara udem
 b. Sakit
c. Putting susu kencang
d. Kulit mengkilap merah
e. ASI tidak keluar
f. Badan menjadi demam setelah 24 jam.(Vivian nanny, 2011)
Pada payudara dengan bendungan ASI :
a. Payudara terlihat bengkak.
 b. Payudara terasa panas.
c. Payudara terasa keras.
d. Terdapat nyeri tekan pada payudara. (Prawirohardjo, 2005)

2.3 Etiologi

Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke dua atau ke tiga ketika payudara telah
memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar,
karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi meningkat, terlambat menyusukan,
hubungan dengan bayi (bonding) kurang baik dan dapat pula karena adanya pembatasan waktu
menyusui. (Sarwono, 2009)

Pada bendungan ASI payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat
nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir
dengan mudah dan bayi sulit menghisap ASI sampai bengkak berkurang.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:

1) Pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan
 produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang
dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di

5
Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan payudara untuk
mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga, maka berikan terapi simptomatis untuk
sakitnya (analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau
dipompa, sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stilbestrol 1 mg atau lynoral
tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk sementara waktu mengurangi pembendungan dan
memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan.

2.8 Peran perawat

1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan


Perawat komunitas memberikan pelayanan keperawatan semaksimal mungkin pada ibu
nifas dengan bendungan asi untuk mengatasi masalah dengan seefesien mungkin dengan
merujuk pada asuhan keperawatan yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan klien,
2. Sebagai advocate
Perawat komunitas berperan sebagai pembela kelompok ibu nifas dengan bendungan asi
 jika terjadi suatu masalah seperti membantu dalam mendapatkan fasilitas kesehatan
seoptimal mungkin untuk mengatasi masalah yang terjadi.
3. Sebagai educator
Perawat komunitas memberikan penyuluhan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan ibu nifas dengan bendungan asi meliputi segala fakta yang ada dan meluruskan
mitos-mitos yang salah kaprah telah berkembang di masyarakat. Memberikan edukasi atau
 penyuluhan berdasarkan teori dan segala sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan
4. Sebagai coordinator
Perawat komunitas berperan sebagai koordinasi untuk segala sesuatu yang berhubungan
dengan masalah pada ibu nifas dengan bendungan asi, dibutuhkan keahlian koordinasi
yang baik untuk hasil yang diharapkan sesuai dalam penyelesaian masalah yang ada.
5. Sebagai kolabolator
Perawat komunitas berkolaborasi dengan semua aspek untuk mengatasi masalah pada ibu
nifas dengan bendungan asi, kolaborasi diharapkan mampu untuk mengatasi masalah yang
ada. Disini masing-masing peran sangat penting dan berkesinambungan. Keluarga dan
masyarakat serta petugas kesehatan lainnya diharapkan dapat bekerja sama dalam
menyelesaikan masalah pada ibu nifas dengan bendungan asi.

10
6. Sebagai konsultan
Peran perawat komunitas disini diharapkan mampu memberikan konsultasi terbaik pada
semua aspek yang bersangkutan dengan ibu nifas dengan bendungan asi. Hal ini
dikarenakan masalah dapat diselesaikan apabila semua pihak ikut berperan aktif.

11
BAB 3
KONSEP DASAR KEPERAWATAN KELOMPOK KHUSUS PADA AGREGAT IBU
 NIFAS DENGAN BENDUNGAN ASI

1. Pengkajian
Data dasar anggota kelompok
Identitas anggota kelompok
Meliputi nama, jenis kelamin, tanggal lahir, Pendidikan, pekerjaan, agaima, dan suku
Status kesehatan anggota kelompok
a) Keadaan umum
Pada umumnya ibu nifas dengan bendungan asi mengeluh payudara panas, bengkak,
terasa nyeri dan pengeluaran ASI hanya sedikit.
Tanda-tanda vital
Pada umumnya ibu nifas dengan bendungan asi tidak mengalami perubahan abnormal
 pada tanda-tanda vital. Tekanan darah dalam keadaan, nadin normal, frekuensi nafas
serta sushu normal.
 b) Status gizi
Status gizi pada ibu nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena pengaruh
dari keinginan menyusui bayinya sehingga mengalami peningkatan berat badan.
c) Konjungtiva
Konjungtiva normal, tidak anemis
d) Riwayat penyakit
Apakah ada riwayat penyakit sebelumnya pada ibu nifas seperti penyakit kronis atau
menular dan menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, Hepatitis, penyakit
kelamin atau abortus, riwayat lalu tidak pernah menderita.

12
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu yang disebabkan oleh penyempitan duktus
laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar karena asi tidak dikosongkan dengan sempurna atau k arena
kelainan pada putting susu maupun faktor dari bayi.bendungan asi dapat dicegah dengan
Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30 menit) setelah dilahirkan, Susui
 bayi tanpa dijadwal (on demand), Keluarkan asi dengan tangga atau pompa bila produksi
melebihi kebutuhan bayi, Perawawatan payudara pasca persalinan (obserti patologi 169),
Menyusui yang sering, Memakai kantong yang memadai, Hindari tekanan local pada payudara.

4.2 Saran
1. Tenaga Kesehatan
a. Diharapkan petugas kesehatan lebih meningkatkan konseling tentang menyusui
secara eksklusif.
 b. Diharapkan petugas kesehatan bisa mempertahankan pelayanan kebidanan yang
sudah memenuhi standard.
2. Pasien
a. Diharapkan pasien aktif bertanya kepada petugas meskipun belum ada keluhan.
 b. Hendaknya pasien secara rutin control ke petugas kesehatan

22
DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun. 2009, Asuhan Kebidanan Nifas Normal, Jakarta: EGC

Dewi, Vivian Nanny Lia, 2011, Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas,Jakarta : Salemba Medika

23

Gand, MacDonald, Cunningham, 1995, Obsteri Williams Edisi 18,Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Masruroh. 2013, Praktik Keterampilan Asuhan Kebidanan Nifas,Jakarta: Parama Publishing.

Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Abdul Bari Saifuddin. (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternitas

dan Neonatal . Jakarta: Yayasan Bina Sarwono Prawiroharjo

Arif Mansjoer. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Jakarta: Media Aesculapius

Carpenito, Linda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta: EGC

Doenges, E. Marilynn. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi: Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Klien.Jakarta: EGCHanifa Wiknjosastro. (2002). Ilmu

Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawiroharjo

Manuaba, I.B.G. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Gynekologi dan KB

.Jakarta: EGC

23

Anda mungkin juga menyukai