Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GASTROENTERITIS AKUT (GEA)

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian
Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kai/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair) dengan atau tanpa darah dan atau lendir (Prof. Sudaryat, dr. SpAK, 2007).
Gastroenteritis atau diare merupakan suatau keadaaan pengeluaran tinja yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume, keenceran serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau
tanpa lendir dan darah (Hidayat AAA, 2006).
Gastroenteritis atau diare akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan
oleh berbagai bakteri, virus, dan patogen yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair). Diare juga
dapat terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada neonatus lebih dari 4
kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah.

1.2 Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare, infeksi internal, meliputi:
1) Infeksi bakteri
Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, campylobacter, yersinia, aeromonas dan
sebagainya
2) Infeksi virus
Entrovirus (virus ECHO), coxsackie, poliomyelitis, adenovirus, rotavirus,
astovirus dan lain-lain
3) Infeksi parasit
Cacing, protozoa dan jamur
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida, monosakarida, malabsorbsi lemak, malabsorbsi
protein.
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun dan alergi makanan
4. Faktor kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci
tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum
mengkonsumsi makanan.
5. Faktor psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare karena dapat merangsang
peningkatan peristaltik usus.

1.3 Manifestasi Klinis


1. Diare
a. Faktor osmotik disebabkan oleh penyilangan air ke rongga usus dalam
perbandingan isotonic, ketidakmampuan larutan mengabsorbsimenyebabkan
tekanan osmotik menghasilkan pergeseran cairan dan iodium ke rongga usus.
b. Penurunan absorbsi atau peningkatan sekresi sekunder air dan elektrolit.
Peningkatan ini disebabkan sekresi sekunder untuk inflamasi atau sekresi aktif
sekunder untuk merangsang mukosa usus.
c. Perubahan mobiliti, hiperperistaltik mempengaruhi absorbsi zat dalam usus.
2. Mual, muntah dan panas (suhu> 37°C)
Terjadi karena peningkatan asam lambung dan karena adanya peradangan maka tubuh
juga akan berespon terhadap peradangan tersebut sehingga suhu tubuh meningkat.
3. Nyeri perut dan kram abdomen
Karena adanya kuman-kuman dalam usus menyebabkan peningkatan peristaltik usus
dan efek yang timbul adanya nyeri pada perut atau tegangan atau kram abdomen.
4. Peristaltik meningkat (.35x/menit)
Akibat masuknya patogen menyebabkan peradangan pada usus dan usus berusaha
mengeluarkan ioxin dan meningkatkan kontraksinya sehingga peristaltikmeningkat.
5. Penurunan berat badan
Terjadi karena sering BAB encer
6. Nafsu makan turun
Terjadi karena peningkatan asam lambung untuk membunuh bakteri sehingga tumbuh
mual dan rasa tidak enak.
7. Turgor kulit menurun dan membran mukosa kering
Karena banyak cairan yang hilang dan pemasukan yang tidak adekuat.
8. Mata cowong
Adanya ketidakseimbangan cairan tubuh dan peningkatan tekanan osmotik
mengakibatkan beberapa jaringan kekurangan cairan dan oksigen.
9. Gelisah dan rewel
Ini terjadi karena komplesitas dari tanda klinis yang dirasakan penderita
sehinggatubuh tidak merasa nyaman sebab adanya ketidakhomeostatis dalam tubuh.

1.4 Patofisologi
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi
karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan
gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi
pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat
menimbulkan keadaan maldigesti dan malabssorbsi dan apabila tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sitemik,
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (rotavirus, adenovirus enteris,
virus norwalk), bakteri atau toksin (E. Coli, salmonella, shigella, campylobacter, yersinia
dll), parasit (biardia lambia, cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme petogen ini
menyebabkan infeksi pada sel-sel atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis
akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen karena makann dan minuman yang
terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga
usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi
rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemusian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa
(asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, olutput berlebih),
hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
1.5 Pathway/ WOC

Faktor makanan Faktor infeksi Faktor malabsorbsi


(makanan basi, (karbohidrat, protein,
beracun, alergi lemak)
makanan)

Masuk ke dalam tubuh Makanan tidak diserap


Hipertermia
oleh vili usus

Mencapai usus halus Infeksi usus halus


Peningkatan tekanan Demam
osmotic dalam lumen
usus
Menstimulasi dinsing usus halus Malabsorbsi makanan Merangsang
dan cairan hipotalamus

Kekurangan
Peningkatan isi volume cairan Sirkulasi darah
(rongga) lumen usus menurun
hiperperistaltik

Output cairan dan Risiko


elektrolit berlebihan dehidrasi ketidakseimbangan
Nyeri akut Penyerapan makanan, air, elektrolit
nutrisi kurang dari
terganggu
kebutuhan tubuh

GEA Muntah dan sering Nafsu makan


defekasi turun
1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan tinja
3. Pemeriksaan gangguan keseimbangan assam basa dalam darah bila memungkinkan
dengan PH kesimbangan analisa gas darah
4. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal
5. Pemeriksaan elektrolit, intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik

1.7 Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Renjatan hipovolemik
3. Kejang
4. Bakterimia
5. Malnutrisi
6. Hipovolemik
7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus

1.8 Penatalaksanaan
1. Terapi cairan
Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus
diperhatikan hal-hal berikut:
a. Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sama dengan:
1) Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan muntah muntah PWL
(Previous Water Losses) ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang
melalui keringat, urin dan pernafasan NWL (Normal Water Losses)
2) Cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung
CWL (Concomitant water losses) (Suharyono dkk, 1994 dalam wicaksono,
2011)
Ada 2 jenis cairan yaitu:
1) Cairan rehidrasi oral (CRO): cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS,
tiap 1 liter mengandung osmolalitas 333 mOsm/L, karbohidrat20 g/L, kalori
85 cal/L. Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, Chloride 80
mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et al, 2005). Ada beberapa cairan
rehidrasi oral:
a) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCl, NaHCO3 dan glukosa
yang dikenal dengan nama oralit.
b) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di atas
misalnya larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan
lain-lain disebut CRO tidak lengkap
2) Cairan rehidrasi parenteral (CRP) cairan ringer laktat sebagai cairan rehidrasi
perenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu
dilakukan evaluasi:
a) Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah
b) Perubahan tanda-tanda dehidrasi
2. Antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik diindikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda
diare infeksi seperti demam , feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi
dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi,
diare pada pelancon dan pasien immunocompromised. Contoh antibiotic untuk diare
ciprofoksasin 500mg oral (2x sehari, 3-5 hari), tetrasiklin 500mg (oral 4x sehari, 3
hari), doksisiklin 300mg (oral, dosis tunggal), ciprofloksacin 500mg, metronidazol
250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atau IV).
3. Obat anti diare
Loperamid HCL serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).
Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2-4mg/ 3-4x sehari dan
lomotil 5mg 3-4x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan
propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses
dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup
aman dan dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan
gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
1.9 Konsep Keperawatan
1.9.1 Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
Feses semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi
gejala dehidrasi, berat badan menurun. Turgor kulit berkurang, selaput lendir
mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 4x dengan konsistensi encer.
c. Riwayat penyakit saat ini
d. Riwayat penyakit sebelumnya
e. Riwayat penyakit keluarga
2. Pengkajian pola gordon (pola fungsi kesehatan)
a. Persepsi kesehatan: pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya,
higienitas pasien sehari-hari kurang baik.
b. Nutrisi metabolic: diawali dengan mual, muntah, anoreksia menyebabkan
penurunan berat badan pasien.
c. Pola eliminassi: akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4x sehari,
BAK sedikit atau jarang.
d. Aktivitas: akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat distensi abdomen yakni dibantu oleh orang lain.
e. Tidur/istirahat: akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
f. Kognitif/ perceptual: pasien masih dapat menerima informasi nnamun kurang
berkonsentrasi karena nyeri abdomen.
g. Peran hubungan: pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan
peran pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
h. Manajemen koping/ stress: pasien mengalami kecemasan yang berangsur-
angsur dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang adekuat.
i. Keyakinan/ nilai: pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang sembahyang
karena gejala penyakitnya
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi: mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir mulut dan bibir kering,
berat badan menurun, anus kemerahan.
b. Perkusi: adanya distensi abdomen
c. Palpasi: turgor kulit kurang elastis
d. Auskultasi: terdengarnya bising usus
1.9.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mangabsorbsi nutrien
3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
4. Diare berhubungan dengan malabsorbsi
1.9.3 Perencanaan
1. Kekurangan volume cairan
NOC
Hidrasi
a. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus berlebihan.
NIC
Manajemen Cairan
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat)
c. Monitor vital sign
d. Kolaborasi pemberian cairan IV
2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC
Status Nutrisi
a. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
b. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC
Manajemen nutrisi
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor mual dan muntah
3. Hipertermia
NOC
Termoregulasi
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
NIC
Perawatan Demam
a. Monitor suhu sesering mungkin
b. Monitir TD, nadi, dan RR
c. Berikan antipiretik
d. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab deman
e. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
4. Diare berhubungan dengan malabsorbsi
NOC
Kontinensi usus
a. Mengenali keinginan untuk defekasi
b. Mempertahankan pola pengeluaran fese yang bisa diprediksi
c. Mempertahankan kontrol pengeluaran feses
NIC
Manajemen Diare
a. Tentukan riwayat diare
b. Monitor tanda gejala diare
c. Monitor persiapan makanan yang aman
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan lebih sering serta tingkatkan porsinya
secara bertahap
e. Anjurkan klien menghindari makanan pedas yang menimbulkan gas dalam
perut
f. Intruksikan diet rendah serat, gtinggi protein, tinggi kalori secara kebutuhan
g. Kolaborasi pemberian cairan dan obat sesuai indikasi

Anda mungkin juga menyukai