Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zaman renaisans yang terjadi sekitar abad 14 hingga abad 17 merupakan

gerakan kebudayaan yang dimulai dari Italia pada akhir abad pertengahan dan

menyebar keseluruh Eropa. Penemuan kertas dan penggunaan barang metal pada

abad ke 15 mempercepat penyebaran gerakan renaisan, walaupun tidak dirasakan

secara serentak di Eropa. Tetapi gerakan renaisans atau kelahiran kembali ditandai

dengan banyaknya revolusi diberbagai sektor kehidupan manusia. Salah satunya

dibidang intelektual dan kebudayaan masyarat Eropa yang meliputi seni, sastra,

filsafat, musik, politik, ilmu pengetahuan, agama, dan aspek intelektual lainnya.

Era renaisans menjadi cikal bakal kelahiran masyarakat modern di Eropa

sebelum menyebar keseluruh dunia anatar abad ke 19 dan 20. Modernisasi ditandai

dengan terjadinya ledakan kemajuan sains dan teknologi, serta peningkatan harapan

hidup dan standar hidup umat manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan, sains dan

teknologi yang semakin pesat, memungkinkan umat manusia dapat melakukan

pertukaran informasi dan budaya secara global.

Salah satu dampak paling nyata dari modernisasi ialah terjadi peningkatan

persaingan antar umat manusia pada semua aspek kehidupan, baik aspek ekonomi,

politik, sosial, ataupun budaya. Manusia pada akhirnya harus berupaya secara

maksimal, belajar dan melatih skill agar mampu bersaing pada level global. Hal ini

1
2

dapat dicapai ketika negara di mana manusia tersebut berada memiliki mutu

pendidikan yang tinggi.

Pendidikan merupakan perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan

sarat perkembangan. Perkembangan pendidikan memang seharusnya terjadi, sejalan

dengan perubahan kebudayaan kehidupan manusia. Perubahan dalam arti perbaikan

pendidikan pada semua jenjang perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi

kepentingan masa depan dan tuntutan masyarakat modern.

Spektrum pendidikan yang luas dan komplek, menjadikan pendidikan sebagai

fenomena yang fundamental dan asasi bagi manusia. Dalam prosesnya, pendidikan

seharusnya bukan sekadar pengajaran atau dimaknai sebagai proses transfer ilmu,

tetapi lebih mengedepankan proses penumbuhan kesadaran dan minat anak didik

dalam mengaktualisasikan dirinya. Bahan yang diajarkan pun tetap mengacu pada

nilai-nilai luhur (great values) yang bersumber dari agama dan budaya.

Munib Chatib penulis dalam buku Sekolahnya Manusia mengatakan

pendidikan pada hakikatnya mengembangkan potensi peserta didik pada aspek

jasmani, memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect), dan moral anak

yang selaras dengan perkembangan alam dan masyarakatnya. 1 Hal ini sejalan dengan

rumusan Undang-Undang Republik Indonesia pasal 2 nomor 2 tahun 1989,

menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945.2 Bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu


1
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple Intellegences di Indonesia,
(Bandung : Kaifa, 2011), hal. ix
2
Umar Tirtarahardja dan La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), hal.
92
3

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti

luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,

mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Totalitas manusia yang utuh, idealisme dan iman yang tidak goyah, memiliki

penguasaan keterampilan, ketajaman intelektualitas dan memiliki prinsip asasi yang

berakar kepada agama, falsafah, dan pandangan hidup bangsa adalah produk-produk

pendidikan yang diharapkan demi kontinuitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu

kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian

peserta didik. Sistematis karena proses pendidikan berangsung melalui tahap-tahap

berkesinambungan (prosedural) dan karena berlangsung dalam semua situasi kondisi,

disemua lingkungan yang saling mengisi (lingkungan rumah, sekolah, dan

masyarakat) pendidikan menjadi proses yang bersifat sistemik.3

Melalui pendidikan, manusia diharapkan dapat memanusiakan dirinya dan

orang lain. Pendidikan juga diharapkan dapat mempersiapkan manusai agar memiliki

peranan di masa depan. Hal ini senada dengan UU No.20 tahun 2003 tentang sistem

Pendidikan Nasional, “bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”


3
Umar Tirtarahardja dan La Sulo, Pengantar Pendidikan, hal. 35
4

Pendidikan bukan hanya mengajarkan keterampilan yang sudah dikenal, tetapi

harus dapat meramalkan berbagai jenis keterampilan dan kemahiran yang akan

datang. Pendidikan juga bukan hanya sekadar mengawetkan budaya dan

meneruskannya dari generasi ke generasi, akan tetapi juga diharapkan dapat

mengubah dan mengembangkan pengetahuan.

Dalam agama Islam, pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan

tertentu saja, melainkan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life

education). Selain itu, Islam juga menekankan akan pentingnya membaca, menelaah,

meneliti segala sesuatu yang terjadi di alam semesta. Proses ini merupakan proses

yang hanya bisa dilakukan oleh manusia, karena manusia adalah makhluk yang

dianugerahi akal dan hati.

Dengan akal dan hati, manusia mampu memahami fenomena-fenomena yang

ada di sekitarnya, termasuk pengetahuan. Dan sebagai implikasinya, kelestarian dan

keseimbangan alam harus dijaga sebagai bentuk pengejawantahan tugas manusia

sebagai khalifah fil ardh.

Al-Qur’an telah berkali-kali menjelaskan akan pentingnya pengetahuan dan

memperingatkan manusia agar mencari ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam surah

at-Taubah/9, ayat 122 disebutkan :

‫َّه ْوافِىالدِّيْنِ َولُِيْن ِذ ُر ْوا َق ْو َم ُه ْماِ َذ َار َجعُ ْوااِلَْي ِه ْملَ َعلَّ ُه ْميَ ْح َذ ُر ْو َن‬ ٍ ِ ِ
ُ ‫َفلَ ْواَل َن َفَرم ْن ُك ِّل ف ْرقَة ِّمْن ُه ْم طَا ِٕى َفةٌلِّيََت َفق‬
Terjemahan : “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
5

memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,


supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”4

Dalam surah lain, surah al-Mujadalah/58, ayat 11, Allah SWT juga berfirman:

ٍ ‫يرفَ ِع ال ٰلّه الَّ ِذين اٰمُنو ِامْن ُكم ولَّ ِذين اُوتُواالْعِْلم در ٰخ‬
‫ت‬ ََ َ ْ َ َ ْ َ َْ ُ َْ
Terjemahan :“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan.” (QS.Al-Mujadalah/58 :11).5

Ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya pendidikan untuk umat manusia.

Tanpa pendidikan proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan tidak dapat

diwujudkan. Demikian halnya dengan sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah,

dalam pencapaiannya harus melalui proses pendidikan yang ilmiah pula. Melalui

metodologi dan kerangka keilmuan yang teruji, karena tanpa melalui proses ini,

pengetahuan tidak dapat dikatakan ilmiah.

Kemajuan ilmu pengetahuan dari waktu ke waktu memang sangat cepat dan

pesat. Manusia harus berjuang dan terus belajar agar tidak tertinggal. Sebagai

makhluk yang belajar, manusia juga merupakan makhluk yang dapat dan harus

dididik dan mendidik. Elemen pendidikan berperan penting dalam proses ini adalah

guru. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan dalam suatu negara salah satunya

adalah karena guru. Guru berperan dalam perkembangan dan kemajuan anak didiknya

dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar pada

setiap individu atau kelompok untuk merubah sikap, dari tidak tahu menjadi tahu
4
Departemen Agama RI , Al Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Pustaka Assalam, 2010), h.
277, Juz 11.
5
Departemen Agama RI , Al Qur’an dan Terjemahnya,h.793, Juz 28.
6

sepanjang hidupnya. Proses belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang di dalamnya

terjadi proses peserta didik belajar dan guru mengajar dalam konteks interaktif, dan

terjadi interaksi edukatif antara guru dan peserta didik, sehingga terdapat perubahan

dalam diri peserta didik baik perubahan pada tingkat pengetahuan, pemahaman dan

ketrampilan atau sikap. Dari sinilah guru dituntut untuk dapat menjalankan tugas

dengan sebaik-baiknya.

Untuk dapat mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan guru harus pandai

memilih metode yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan anak didik. Supaya anak

didik dapat mengikuti proses pembelajaran secara seksama dan memperoleh

pemahaman terhadap materi yang diajarkan.

Unsur terpenting dalam mengajar ialah merangsang serta mengarahkan

peserta didik belajar. Mengajar pada hakikatnya tidak lebih dari sekadar menolong

para peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide dan

apresiasi yang menjurus kepada perubahan tingkah laku dan pertumbuhan peserta

didik. Cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasyarat bagi peserta

didik untuk dapat belajar dengan baik.6

Betapa cantiknya sebuah proses pembelajaran dalam sebuah kelas apabila

guru memandang semua peserta didiknya pandai dan cerdas. Para peserta didik

merasakan semua pelajaran yang diajarkan menarik. Kelas tersebut akan hidup.

Keluar dari kelas tersebut, semua peserta didik mendapatkan pengalaman pertama

6
Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Grup, 2014), h.19
7

yang luar biasa dan tidak akan lupa seumur hidupnya. Apabila kelas seperti itu terjadi

pada jutaan kelas di sekolah-sekolah di Indonesia, pasti negara ini akan menjadi

negara maju yang diperhitungkan oleh dunia.7 Salah satu tolak ukur bahwa peserta

didik telah belajar dengan baik ialah jika peserta didik itu dapat mempelajari apa yang

seharusnya dipelajari, sehingga indikator hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai

oleh peserta didik.8 Begitu pula dalam mata pelajaran matematika.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam sistem

pendidikan di Indonesia. Matematika merupakan kekuatan utama pembentuk

konsepsi tentang alam, serta hakikat, dan tujuan manusia dalam kehidupan. Suatu

paradoks, ketika suatu bentuk pemikiran abstrak mampu memberikan kemampuan

kepada manusia untuk menguasai dunia fisik, dan memberi pengaruh dalam hampir

tiap segi dari kebudayaan manusia, selalu menggoda mereka yang bukan ahli

matematika.9

Mengingat pentingnya matematika maka setiap peserta didik diharapkan

memiliki motivasi untuk belajar matematika. Akan tetapi, sejauh ini matematika

masih dipersepsikan sebagai pelajaran yang membosankan, tidak disukai, sulit,

bahkan tidak jarang matematika merupakan pelajaran yang menyebabkan peserta

didik tidak lulus dalam ujian nasional.

7
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, Sekolah berbasis Multiple Intellegences di Indonesia,
hal. ix
8
Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual, h.19
9
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2012), h. 228
8

Setiap peserta didik mempunyai pandangan yang berbeda tentang pelajaran

matematika. Ada yang memandang matematika sebagai mata pelajaran yang

menyenangkan dan ada juga yang memandang matematika sebagai pelajaran yang

sulit. Bagi yang menganggap matematika menyenangkan maka akan tumbuh motivasi

dalam diri peserta didik tersebut untuk mempelajari matematika dan optimis dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat menantang dalam pelajaran

matematika. Sebaliknya, bagi yang menganggap matematika sebagai pelajaran yang

sulit, maka peserta didik tersebut akan bersikap pesimis dalam menyelesaikan

masalah matematika dan kurang termotivasi untuk mempelajarinya.

Realita di lapangan menunjukkan bahwa peserta didik tidak memiliki

kemauan belajar yang tinggi dalam mata pelajaran matematika. Hal tersebut karena

matematika bersifat abstrak dan membutuhkan pemahaman konsep-konsep,

menyebabkan peserta didik mengalami kejenuhan. Banyak peserta didik tidak mampu

memahami dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Oleh

karena itu, dibutuhkan inovasi dan kreativitas dalam pembelajaran matematika, agar

paradigma umum peserta didik tentang matematika sebagai mata pelajaran yang

membosankan dan sulit dapat diatasi.

Inovasi pembelajaran harus didesain secara sadar, sistematis, dan terukur oleh

otoritas pendidikan. Hal tersebut sejalan dengan amanat undang-undang tentang


9

sistem pendidikan nasional. Kebijakan pendidikan harus mampu menumbuhkan

kesadaran masyarakat akan pentingnya hubungan demokratisasi dan pendidikan.10

Dalam kegiatan pembelajaran terdapat dua kegiatan yang sinergik, yakni guru

mengajar dan peserta didik belajar. Guru mengajarkan bagaimana peserta didik harus

belajar. Sementara peserta didik belajar bagaimana seharusnya belajar melalui

berbagai pengalaman belajar sehingga terjadi perubahan dalam dirinya dari aspek

kognitif, psikomotorik, dan afektif. Guru yang kompeten akan lebih mampu

menciptakan lingkungan yang efektif dan akan lebih mampu mengelola proses belajar

mengajar, sehingga hasil belajar peserta didik berada pada tingkat yang optimal.

Berlakunya kurikulum 2004 yang tetap mengadopsi kurikulum berbasis

kompetensi yang pembaru kurikulum 2006 (kurikulum tingkat satuan pendidikan)

menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya di

lembaga pendidikan formal (persekolahan). Perubahan ini harus pula diikuti oleh

guru yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah (di

dalam kelas ataupun di luar kelas).

Faktor lain yang memengaruhi rendahnya kemampuan peserta didik seperti

kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah khususnya mata pelajaran

matematika adalah proses pembelajaran yang dilakukan. Faktor yang mendukung

dalam proses pembelajaran diantaranya guru, peserta didik, dan alat pendidikan. Alat

10
Ahmad Baedowi, “Calak Edu 1 Esai-Esai Pendidikan 2008-2012”, (Jakarta :Pustaka
Alvabert, 2012), hal. 4
10

pendidikan merupakan segala sesuatu yang dipakai dalam usaha pendidikan. Salah

satu yang termasuk alat pendidikan adalah bahan ajar.

Mengembangkan bahan pembelajaran merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan kualitas belajar peserta didik. Bahan ajar merupakan suatu alat yang

digunakan untuk membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Selama ini

bahan ajar matematika didesain kaku dan padat, sehingga menjadikan peserta didik

kurang dapat memahami isinya.

Bahan ajar matematika yang digunakan di pasaran, langsung memberikan

hasil dari suatu konsep kepada peserta didik, tanpa mengajak peserta didik untuk

berpikir menentukan suatu konsep yang telah ada, sehingga bahan ajar tersebut

kurang mengkontruksi pengetahuan peserta didik. Bahan ajar tersebut langsung

menginformasikan hasil dari suatu konsep tanpa melalui proses menemukan,

sehingga bahan ajar tersebut kurang memfasilitasi kemampuan pemahaman konsep.

Latihan soal yang terdapat pada bahan ajar juga masih fokus pada prosedur

rutin, mengulang konsep yang telah disajikan sebelumnya. Soal-soal latihan tersebut

belum menunjukkan permasalahan dalam konteks kehidupan sehari-hari, sehingga

bahan ajar tersebut kurang memfasilitasi kemampuan pemecahan masalah serta

kurangnya contoh soal yang terdapat pada bahan ajar yang digunakan. Permasalahan

ini memang tidak semendesak masalah ekonomi, tetapi harus mendapat perhatian

seluruh elemen pendidikan bangsa Indonesia. Jika hal ini kurang mendapat perhatian

maka akan menyebabkan peserta didik kesulitan dalam mempelajari materi tersebut.

Masalah ini dialamai oleh hampir semua lembaga pendidikan di Indonesia.


11

Oleh karena itu, penulis akan mengadakan penelitian tentang pengembangan

perangkat pembelajaran matematika yang mengarah pada bahan ajar berdasarkan

masalah tersebut, dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis

Penemuan Terbimbing pada Pokok Bahasan Kesebangunan dan Kekongruenan

Kelas IXSMP/MTs.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah:

1. Apakah bahan ajar matematika berbasis penemuan terbimbing dibutuhkan oleh

peserta didik kelas IX SMP/MTs ?

2. Bagaimana proses pengembangan bahan ajar matematika berbasis penemuan

terbimbing pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan kelas IX

SMP/MTs ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat kebutuhan peserta didik kelas IX SMP/MTs terhadap

bahan ajar matematika berbasis penemuan terbimbing.

2. Untuk mengembangkan bahan ajar matematika berbasis penemuan terbimbing

pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan kelas IX SMP/MTs.


12

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan baik

yang bersifat teoritis maupun praktis. Manfaat yang penulis harapkan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

a. Bagi peserta didik

Penggunaan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing diharapkan mampu

menarik minat belajar peserta didik dan mudah dimengerti oleh peserta didik.

b. Bagi guru

Bahan ajar berbasis penemuan terbimbing yang dihasilkan dari penelitian ini,

diharapkan akan menjadi referensi bagi guru sebagai acuan atau bahkan

menggunakannya dalam proses pembelajaran.

c. Bagi sekolah

Bahan ajar berbasis penemuan terbimbing yang dihasilkan dari penelitian ini,

diharapkan menjadi sumbangan bagi sekolah.Sehingga dijadikan masukan untuk

perbaikan pengajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan.

d. Bagi peneliti

Dapat menambah pengalaman secara langsung tentang proses pengembangan

bahan ajar berbasis penemuan terbimbing.

2. Manfaat akademis

a. Dapat memberikan suatu karya peneliti baru, yang dapat mendukung dalam

pengembangan pembelajaran.
13

b. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dengan mengaplikasikan ilmu yang yang

telah diperoleh secara teori di lapangan.

c. Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai acuan terhadap pengembangan ataupun

pembuatan dalam penelitian yang sama.

E. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah bahan ajar cetak berbasis

penemuan terbimbing berupa modul peserta didik kurikulum 2013. Bahan ajar yang

dikembangkan dapat digunakan sebagai pedoman dan sumber belajar peserta didik

kelas IX secara mandiri. Modul yang dikembangkang menggunakan model penemuan

terbimbing yang memungkinkan peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri

pengetahuannya tentang materi kesebangunan dan kekongruenan. Model ini juga

menghantarkan peserta didik mendefinisikan sendiri dan menarik kesimpulan terkait

materi, melalui kegiatan-kegiatan dan latihan soal pada modul tersebut.

Adapun bahan ajar ini meliputi uraian materi yang ada dalam

kurikulum/persiapan mengajar berupa ringkasan dari bahan terurai yang ada dalam

buku teks. Contoh soal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, contoh soal

umum, dan latihan soal yang lebih menekankan pada penemuan konsep matematika.

Dalam pengembangan modul ini lebih memperhatikan susunan tampilan,

bahasa yang mudah dipahami, menguji pemahaman, kemudahan dibaca, dan materi

instruksional.Untuk memperjelas materi didukung dengan tulisan yang berwarna dan

menarik, gambar, dan contoh konkret supaya menambah kemenarikan isinya dan
14

mengurangi kejenuhan pada saat proses belajar.Bahan ajar ini dapat digunakan sebagi

media pembelajaran yang sangat praktis dan mudah untuk dibawa, pembelajaran bisa

dilakukan kapanpun dan di manapun.

F. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

1. Asumsi

a. Pengembangan bahan ajar berupa modul ini dapat memberikan pembelajaran

yang lebih bervariasi, menarik, dan mudah dipahami oleh peserta didik.

b. Pemanfaatan modul ini dapat meningkatkan hasil kegiatan belajar karena

materi yang disajikan secara variatif dan menarik karena dalam penyajiannya

terdapat gambar, contoh-contoh, dan tulisan yang bervariasi dan berwarna.

2. Keterbatasan

a. Penelitian ini terbatas pada pengembangan bahan ajar berupa modul

matematika untuk kelas IX SMP/MTs.

b. Pengembangan terbatas pada pokok bahasan kesebangunan dan

kekongruenan.

Anda mungkin juga menyukai