bagi sebagian peserta didik di sekolah. Oleh sebab itu sebelum peneliti melakukan
pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan, terlebih dahulu peneliti telah
peserta didik membutuhkan metode dan pendekatan yang lebih segar dan sesuai
dengan cara belajar peserta didik. Metode pembelajaran yang tepat akan
menghasilkan proses pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik, karena tidak
ditemukan keterbatasan bahan ajar yang dapat merespon peserta didik untuk lebih
aktif dalam proses pembelajaran. Bahan ajar (misalnya buku paket, modul, dan lain-
53
54
lain) yang tersedia di sekolah secara gamblang memaparkan definisi, rumus, atau
konsep materi yang diajarkan. Jadi, peserta didik malas untuk membaca dan tidak
tertarik untuk belajar dengan bahan ajar tersebut. Ketiga, peserta didik menginginkan
bahan ajar yang dapat meningkatkan minat belajarnya dan bisa digunakan belajar
secara mandiri.
membutuhkan bahan ajar yang mudah dipahami, dapat merespon peserta didik untuk
aktif dan bisa digunakan belajar secara mandiri. Oleh karena itu, modul matematika
peneliti selain disajikan dalam bentuk yang menarik dengan gambar dan ilustrasi,
penerapan model penemuan terbimbing pada modul tersebut juga dapat membantu
peserta didik menemukan sendiri pengertian, teori, rumus, dan konsep, sehingga
digunakan pada penelitian ini adalah model pengembangan ADDIE. Model ADDIE
Tahap analisis merupakan tahap pertama dari penelitian ini. Pada tahap ini,
1) Analisis instruksional
keterkaitan antara satu sub materi dengan sub materi lainnya, mana materi yang
bagan berikut:
STANDAR KOMPETENSI
KEGIATAN 1 KEGIATAN 3
KEGIATAN 2 KEGIATAN 4
bangun datar dan kegiatan belajar 3 dengan sub materi kekongruenan bangun datar
dapat diletakkan di awal. Sedangkan kegiatan belajar 2 dan kegiatan belajar 4 berada
tidak dapat dipelajari jika kegiatan belajar 1 dan kegiatan belajar 3 tidak dikuasai.
Sub materi pada kegiatan belajar 2 kesebangunan segitiga merupakan lanjutan dari
merupakan lanjutan dari kegiatan belajar 3. Materi pada modul ini disusun sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. Materi kesebangunan dan kekongruenan pada modul
kekhusus.
merupakan salah satu kunci utama dalam menyusun bahan ajar yang sesuai dengan
kemampuan akademik dan cara belajar peserta didik. Jadi peneliti tidak hanya
dituntut untuk memahami materi pelajaran dalam mengembangkan modul, tetapi juga
harus memahami karakteristik dan cara belajar peserta didik yang akan menggunakan
bahan ajar yang dikembangkan. Kemampuan akademik individu, kondisi fisik dan
57
psikis peserta didik, kemampuan kerja kelompok, motivasi belajar, dan pengalaman
belajar peserta didik merupakan hal yang mesti dipertimbangkan untuk menganalisis
didik, peneliti menemukan bahwa peserta didik memiliki tingkat literasi yang rendah.
Jadi modul yang dikembangkan harus menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami peserta didik. Modul tersebut harus mampu merespon peserta didik
untuk menemukan sendiri konsep, rumus, teori, definisi, dan menarik kesimpulan-
kesimpulan dari materi yang disajikan dalam modul, karenanya modul yang
usia, sehingga dalam satu kelas terdapat berbagai macam karakter dan kecerdasan.
Munib Chatib dalam bukunya, Sekolahnya Manusia mengatakan bahwa terdapat tiga
pipa kecerdasan yang memengaruhi cara belajar peserta didik, yaitu pipa audio,
terbimbing, peneliti menekankan pendekatan pada pipa visual dan kinestetik peserta
didik. Artinya bahan ajar yang dikembangkan ditambah dengan ilustrasi gambar yang
menarik dan peneliti memasukkan beberapa soal yang memberikan intruksi kepada
peserta didik untuk aktif bergerak melakukan eksperimen dalam menyelesaikan soal-
soal tersebut. Hal ini berguna untuk meningkatkan minat dan motivasi peserta didik
Untuk menghasilkan modul yang valid, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan peserta
didik, maka peneliti mengkaji referensi yang membahas tentang aspek-aspek penting
dalam pengembangan modul. Aspek-aspek modul yang dikaji, yaitu aspek kelayakan
pengembangan modul juga harus mengacu pada hasil analisis kurikulum dan analisis
karakteristik peserta didik. Hasil analisis tersebut menjadi aspek-aspek penting dalam
pengembangan modul.
modul. Judul modul pada penelitian ini adalah “Modul Matematika Berbasis
meliputi sampul modul, isi modul, dan bagian evaluasi. Berikut ini langkah-
pembimbing, modul kemudian disusun dengan pola yang jelas dan konsisten.
untuk sub kegiatan pada setiap kegiatan belajar. Sedangkan untuk rangkuman
glosarium dan tes sumatif dengan istilah “Uji Keterampilan” sebagai bagian
evaluasi modul. Uji keterampilan terdiri dari soal-soal pilihan ganda dan juga
soal isian.
diambil dari berbagai macam sumber di internet. Pada tahap ini peneliti juga
menggunakan latar biru dan putih. Pada sampul digunakan gambar piramida
sampul modul terdapat tulisan judul modul dan pada bagian tengah terdapat
materi yang disajikan dalam modul. Sedangkan tata letak bagian isi modul
menggunakan pola yang sama untuk setiap sub kegiatan. Peneliti juga
untuk menarik minat peserta didik sebagai pengguna modul. Jenis huruf yang
secara gamblang. Tahap ini merupakan bagian paling sulit dan penting dalam
menggunakan kurikulum 2013, pada tahap ini materi harus disajikan dengan
bagi peneliti. Modul yang disusun harus mengacu pada karakteristik model
merupakan materi kesebangunan bangun datar, dengan lab math 1.1 syarat-
belajar 2 sub materi kesebangunan segitiga, dengan lab math 2.1 syarat dua
segitiga sebangun. Lab math 2.2 kesebangunan khusus segitiga siku-siku dan
Pada kegiatan belajar 3 kekongruenan bangun datar dengan lab math 3.1
syarat-syarat dua bangun kongruen, lab math 3.2 mencari bangun kongruen
dengan translasi dan rotasi, dan lab math 3.3 menghitung sisi dan sudut yang
tes formatif dan sumatif, yaitu dengan soal-soal isian dan pilihan ganda. Pada
akhir setiap kegiatan menggunakan latihan soal berupa esai. Sedangkan pada
bagian akhir modul menggunakan soal berbentuk pilihan ganda dan esai.
Untuk menghasilkan modul yang layak diuji coba, maka peneliti menyusun
lembar penilaian ahli. Lembar penilaian ahli meliputi ahli materi, ahli desain, dan ahli
bahasa. Lembar penilaian ahli meliputi aspek kelayakan kegrafikan. Komponen yang
dinilai seperti ukuran modul, desain sampul modul, dan desain isi modul.
Sedangkan validasi tim ahli materi dan bahasa pada produk modul meliputi
beberapa aspek, yaitu; 1) aspek kelayakan isi, dengan indikator penilaian seperti
63
lugas tidaknya bahasa yang digunakan dalam modul, komunikatif, dialogis dan
keterpaduan alur pikir, dan penggunaan istilah, simbol atau ikon dalam modul
kelas IX SMP/MTs. Modul yang telah dibuat dan dikembangkan peneliti, kemudian
divalidasi oleh tim ahli dengan menggunakan lembar penilaian ahli desain, materi,
dan bahasa.
Hasil penilaian ahli inilah yang digunakan peneliti untuk merevisi modul yang
dikembangkan, sesuai dengan komentar atau saran yang diberikan oleh tim ahli.
a) Validasi ahli
Pada tahap ini, bahan ajar divalidasi oleh tim ahli pada aspek desain, materi,
dan bahasa. Validasi ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang produk bahan ajar
berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan oleh peneliti. Tim ahli terdiri dari
dua orang dosen UIN Alauddin Makassar yang berpengalaman sebagai tim ahli atau
validator. Ahli pertama merupakan dosen mata kuliah bahasa Indonesia dari jurusan
Pendidikan Matematika UIN Alauddin Makassar, Dr. Andi Halimah, M.Pd. Ahli
kedua juga dosen dari Pendidikan Matematika UIN Alauddin Makassar, Suharti,
S.Pd., M.Pd.
Selain itu, peneliti juga memilih seorang dosen Pendidikan Matematika dari
STKIP YPUP Makassar, Rizky Ramadhana, S.Si., S.Pd., M.Pd. Ahli ketiga juga
kabupaten Bantaeng. Kekurangan pada penelitian ini adalah tidak terdapat ahli yang
kapabel dalam bidang desain, sehingga penilaian modul dalam aspek kegrafikan
pengalaman ketiga tim ahli dalam bidang pendidikan yang banyak menggunakan
bahan ajar berupa buku ajar ataupun modul, sehingga aspek desain modul dapat
Melalui validasi ahli desain, materi, dan bahasa diharapkan kualitas produk
yang dikembangkan peneliti dapat teruji secara teoritis dan empiris, serta menarik
dari segi tampilan fisik. Sehingga produk modul matematika berbasis penemuan
65
terbimbing pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan layak diuji coba di
lapangan. Validasi produk dilakukan dengan mendatangi langsung tim ahli, untuk
desain produk. Tim ahli diminta untuk menilainya, sehingga kelemahan dan
1) Validasi pertama
Validasi pertama peneliti mengajukan kepada tim ahli rancangan awal bahan
ajar, berupa modul yang telah dikembangkan dengan menggunakan model penemuan
diperiksa dan diberi beberapa saran perbaikan oleh tim ahli. Deskripsi saran yang
diberikan oleh tim validator dapat dilihat pada lampiran halaman 124 hasil validasi I.
mengatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam modul harus sederhana dan mudah
dipahami peserta didik. Pengguna modul merupakan peserta didik SMP/MTs, bahasa
dalam modul harus disesuaikan dengan usia dan tingkat pemahaman mereka. Ahli
pertama meminta agar modul tersebut tidak menggunakan kata-kata yang dapat
menimbulkan makna ganda bagi peserta didik. Ahli pertama juga masih menemukan
beberapa kesalahan pengetikan dalam modul. Sedangkan pada aspek tampilan, ahli I
aspek desain dan isi modul. Ahli kedua mengatakan peneliti harus konsisten
“kegiatan belajar 1”, maka istilah tersebut digunakan sampai kegiatan belajar 4.
Begitu juga dengan istilah lab math harus konsisten dari awal hingga akhir modul.
Ahli kedua memberi masukan tentang sampul modul yang digunakan kurang
menarik, karena warna terlalu cerah dan gambar yang digunakan sebagai latar
belakang tidak sesuai dengan materi. Dan hal paling penting menurut validator/ahli
kedua bahwa setiap sub pokok bahasan harus memuat kegiatan yang sesuai dengan
materi. Ahli ketiga menemukan adanya beberapa materi yang kurang jelas dan sulit
dipahami oleh peserta didik SMP/MTs dalam modul yang dikembangkan peneliti.
Selain itu masih terdapat kesalahan soal, sehingga jawaban contoh soal tersebut juga
akan salah. Beberapa soal dalam modul juga harus diperbaiki kembali karena
kesalahan pengetikan dan beberapa bagian soal hilang, sehingga soal menjadi tidak
jelas.
Berdasarkan saran dari ketiga tim ahli terhadap modul matematika berbasis
validasi kedua.
2) Validasi Kedua
dengan catatan tim validator/ahli pada validasi pertama. Validasi pada tahap kedua
ini, tim validator/ahli memberikan beberapa masukan dan penilaian terhadap modul
oleh tim ahli pada validasi kedua dapat dilihat pada lampiran halaman 125 hasil
validasi II.
validasi kedua. Ahli pertama masih menemukan beberapa kesalahan penulisan. Ahli
motivasi agar peserta didik tertarik menggunakan modul tersebut. Selain itu, ahli juga
desain sampul sudah menarik dan gambar sudah sesuai, akan tetapi judul modul
masih kurang menarik dan terlalu ramai. Ahli memberi saran agar menggunakan jenis
huruf yang sederhana tetapi elegan. Ahli kedua juga menyarankan agar memperbaiki
tata letak beberapa gambar yang digunakan dalam modul agar tidak memengaruhi
perhatian pengguna terhadap isi/materi modul. Selain itu, ahli juga meminta agar
bangun datar yang ada pada modul sebaiknya dibuat sendiri jika memungkinkan.
Setalah dilakukan validasi tahap kedua, modul kembali direvisi, dan tim ahli juga
ahli.
68
b) Hasil Validasi
pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan yang diberikan oleh tim
Kesimpulan tabel tersebut bahwa rata-rata hasil penilaian tim ahli, berdasarkan
beberapa aspek penilaian modul yang terdapat dalam lembar penilaian ahli,
lapangan.
diterapkan dan diuji coba di lapangan. Sasaran pengguna modul pada tahap ini adalah
peserta didik kelas IX SMP/MTs. Pada tahap ini peneliti menggunakan lembar
kebahasaan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti pada penelitian dan
secara acak yakni peserta didik kelas IX SMP/MTs. Tahap ini terdiri dari tiga tahap
uji coba, yang meliputi uji coba one to one dengan 3-5 orang peserta didik, small
group terdiri dari 5-9 orang peserta didik, dan uji coba lapangan (field trial) dengan
pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan. Saran dan komentar yang diberikan
peserta didik pada setiap tahap uji coba dipertimbangkan sebagai bahan perbaikan.
Tahap evaluasi ada dua bentuk yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu evaluasi formatif pada tiap fase
efektivitas produk yang dikembangkan. Selain itu, dilakukan pula klarifikasi data
untuk diketahui revisi yang perlu dilakukan serta menganalisis apakah produk yang
Uji coba perorangan (one to one) diujicobakan kepada 3 orang peserta didik
kelas IX. Ketiga responden merupakan siswa kelas XI yang berasal dari sekolah
MTs Yaspi Makassar, dan responden C dari SMPN 3 Makassar. Peserta didik yang
peneliti gunakan sebagai responden berasal dari sekolah yang berbeda, karena teknik
sampling. Hal ini memungkinkan peneliti untuk menjadikan setiap peserta didik kelas
pengumpulan data, maka responden diambil dari peserta didik yang berada di wilayah
Langkah pertama yang peneliti lakukan dalam tahap uji coba one to one
dan diamati oleh peserta didik selama beberapa hari, disertai dengan lembar
Dari uji coba ini, modul matematika berbasis penemuan terbimbing pada
1) Responden A
Pada uji coba tahap pertama ini, responden A sebagai pengguna modul
memberikan komentar bahwa ada beberapa soal yang dianggap kurang jelas
dapat diikuti dengan mudah, tetapi lebih baik ketika disertai dengan contoh
Berdasarkan saran dan komentar tersebut, contoh soal untuk setiap tahap
71
kegiatan penemuan terbimbing dalam modul tidak kita berikan. Hal ini karena
seharusnya dihilangkan setelah kata “tersebut” dan huruf “s” pada kata
“seperti” pada kalimat di atas diganti menjadi huruf kecil. Pada halaman 40
73
soal nomor 4 poin b terjadi kesalahan pengetikan. Kalimat yang benar pada
soal nomor 4 poin b adalah “berapa panjang LM, MN, dan JN?”
pada halaman 35, halaman 53, dan halaman 61. Pada halaman 35 pada bagian
sub judul lab math 3.3, kata “kekongruenan” tidak ada sehingga sub judul
gambar 4.6), halaman 53 (lihat gambar 4.7), dan halaman 61 (lihat gambar
yang tidak dipahami oleh responden B, misalnya yang terdapat pada halaman
Pada uji coba tahap pertama ini, responden C sebagai pengguna modul
memberikan komentar bahwa setiap bagian pada modul mudah dipahami dan
diikuti dengan mudah, karena menggunakan kalimat yang jelas dan mudah
perbaikan).
sebelum masuk tahap uji coba small group atau tahap uji coba kelompok kecil.
Small group atau uji coba kelompok kecil merupakan tahap uji coba kedua
setalah uji cobaone to one. Proses tahap kedua hampir sama dengan tahap pertama
dipelajari dan diamati. Pada tahap ini modul yang digunakan adalah modul yang telah
direvisi berdasarkan hasil uji coba one to one. Jika pada tahap pertama peneliti
mengambil responden dari sekolah yang berbeda, pada tahap kedua semua responden
berasal dari MTs Ihya Ulumuddin kabupaten Bantaeng. Responden pada tahap small
bahwa modul matematika tersebut baik digunakan dalam belajar matematika, namun
masih perlu dilakukan revisi. Berikut deskripsi tanggapan responden terhadap modul
kekongruenan.
Terkait bagian dari modul yang sulit dipahami 4 orang responden (responden
Sedangkan responden D dan E menemukan soal yang sulit dipahami dari modul
tersebut. Bagian yang dimaksud kedua responden di atas terdapat pada bagian “quis
time” atau latihan soal kegiatan 1, tepatnya pada halaman 13 soal nomor 5 (lihat
gambar 4.11 di bawah). Kedua responden kesulitan memahami maksud soal tersebut.
78
responden menemukan bagian dalam modul yang tidak sesuai dan harus diperbaiki.
Responden menemukan bagian tabel yang terpotong pada kegiatan 3 lab math 3.1
halaman 30.
yang terdapat pada bagian Ayo Membaca pada kegiatan 3 halaman 38, sebagaimana
responden E dan B menemukan istilah yang tidak sesuai pada halaman 26. Kesalahan
yang terjadi pada halaman 40 terdapat pada soal nomor 3, ketidaksesuaian angka pada
soal dan yang ada di gambar. Soal menunjukkan angka 12 cm sedangkan gambar
ketidaksesuaian istilah untuk segitiga yang terdapat pada soal nomor 1. Pada soal
80
tahap kedua ini, modul dievaluasi dan direvisi sebelum dilakukan uji coba skala
besar.
Setelah dilakukan revisi I dan II pada uji coba one to one dan small group,
coba ketiga. Uji coba tahap ketiga disebut juga sebagai uji coba skala besar atau tahap
field trial (uji coba lapangan). Jumlah responden pada tahap ini lebih besar dari uji
coba sebelumnya.
81
terbimbing ini, peneliti melakukan uji coba field trial di MTsN Bantaeng. Jumlah
responden yang akan mengamati produk sebanyak 14 orang peserta didik yang
berasal dari kelas IX C MTsN Bantaeng. Produk yang telah direvisi pada tahap
Kendala yang dialami peneliti pada tahap ini adalah keterbatasan anggaran, sehinga
produk tidak dibagikan kepada setiap responden. Modul digunakan secara bergantian
dan didiskusikan secara kelompok oleh responden. Setelah itu mereka akan mengisi
sudah layak untuk digunakan tanpa revisi. Secara kesuluruhan responden juga
Akan tetapi berdasarkan lembar pengamatan yang telah diisi oleh responden,
masih terdapat beberapa masukan dan kesalahan yang temukan oleh 3 orang
responden yang berbeda. Kesalahan tersebut terdapat pada lampiran modul bagian
deskripsi modul halaman v, halaman 2 kegiatan 1 lab math 1.1 pada tahapan
merumuskan masalah, dan pada halaman 8 lab math 1.2 tahap menganalisis masalah.
tahap field trial yang dilakukan di kelas IX C MTs Negeri Bantaeng. Kesalahan
82
pertama terdapat pada halaman v bagian pendahuluan, deskripsi modul. Seperti pada
gambar 4.16 di bawah, kesalahan tersebut berupa kesalahan pengetikan pada paragraf
math 1.1 tahapan menganalisis masalah. Responden menyarankan agar soal pada
tahapan tersebut diperjelas. Ukuran kedua buku pada soal seharusnya ditentukan agar
yang berbeda terkadang membuat peserta didik kesulitan menarik kesimpulan terkait
Pada halaman 8 lab math 1.2 tahap menganalisis masalah juga terdapat
bagian pada soal yang tidak sesuai dan harus diperbaiki. Ketidaksesuaian tersebut
menyebabkan soal menjadi bias dan tidak jelas, sehingga cukup mengganggu
tersebut merupakan denah rumah Zalfa dan Syifa, tetapi pada kalimat berikutnya
modul pada tahap field trial atau uji coba skala besar, menjadi prototipe akhir yang
matematika. Oleh karena itu, berdasarkan model pengembangan Dick dan Carrey,
validitas/kelayakan dan keefektifan produk dilihat dari proses validasi ahli dan tahap
84
uji coba, mulai dari uji coba one to one, small group, dan field trial. Dari hasil uji
coba tersebut dihasilkan prototipe yang valid/layak dan efektif digunakan karena