50
51
atau mereka sudah mampu untuk berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan
pola berpikir “kemungkinan”. Jika ditinjau dari gaya belajar, siswa cenderung
menggunakan visual. Dalam pembelajaran, siswa dihadapkan dengan
permasalahan yang ada pada keadaan disekitar siswa. Oleh karena itu, diharapkan
pembelajaran matematika kooperatif dapat membantu proses berpikir kritis
matematis siswa.
Dari lingkungan siswa di sekolah, siswa kelas MIA 2 SMA Swasta
Kemala Bhayangkari 2 Rantauprapat terdiri dari berbagai suku, namun bahasa
yang digunakan saat disekolah tetap memakai bahasa Indonesia. Pada saat dikelas,
kurangnya fasilitas yang mendukung siswa dalam meningkatkan kemampuan
berpikir kritis matematis. Seperti, guru kurang memakai alat peraga atau media
pembelajaran dalam proses pembelajaran, dan kurangnya benda-benda
kontekstual yang ada disekitar siswa, sehingga siswa terbatas dalam menggali
atau mengeksplor pengetahuannya. Dari penjelasan diatas, hasil analisis siswa ini
digunakan sebagai dasar dalam menyusun LKS yang akan dikembangkan.
c. Analisis Konsep
Analisis konsep ini berkaitan dengan materi yang akan digunakan dan
dipelajari siswa didalam LKS yang akan dikembangkan. Rincian analisis konsep
untuk materi transformasi refleksi merujuk pada Kompetensi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD). Hasil analisis konsep transformasi geometri, membentuk
peta konsep sebagai berikut:
d. Analisis Tugas
Kompetensi Dasar
3.6 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan matriks transformasi
geometri.
Indikator
3.6.1 Menemukan sifat-sifat refleksi berdasarkan pengamatan pada masalah
kontekstual dan pengamatan objek pada bidang koordinat.
3.6.2 Menggunakan konsep transformasi refleksi dengan kaitannya dengan
konsep matriks dalam menemukan koordinat titik setelah
ditransformasi.
3.6.3 Menemukan matriks transformasi refleksi dengan pengamatan terhadap
titik-titik dan bayangannya.
3.6.4 Menggunakan konsep transformasi refleksi dengan kaitannya dengan
konsep matriks dalam menemukan fungsi setelah ditransformasi.
e. Perumusan Tujuan Pembelajaran
1. Siswa mampu menemukan sifat-sifat refleksi berdasarkan pengamatan
pada masalah kontekstual dan pengamatan objek pada bidang
koordinat.
2. Siswa mampu menemukan matriks transformasi refleksi dengan
pengamatan terhadap titik-titik dan bayangan.
3. Siswa mampu menggunakan konsep transformasi refleksi dengan
kaitannya dengan konsep matriks dalam menemukan koordinat titik
setelah ditransformasi.
4. Siswa mampu menggunakan konsep transformasi refleksi dengan
kaitannya dengan konsep matriks dalam menemukan fungsi setelah
ditransformasi.
4.1.2 Tahap Design (Perancangan)
a. Penyusunan Tes
Tes berpikir kritis disusun berdasarkan kisi-kisi soal. Butir tes disusun
sesuai materi transformasi refleksi. Tes ini disajikan pada setiap awal dan akhir uji
coba, sebelum dan setelah perlakuan dengan perangkat pembelajaran berbasis
54
model kooperatif tipe STAD. Tes ini berbentuk soal uraian berstrukstur yang
terdiri dari 4 butir soal. Tiap butir tes dinilai berdasarkan acuan penskoran
berpikir kritis. Dalam menyusun tes kemampuan berpikir kritis dilakukan
kegiatan, yaitu: (1) membuat kisi-kisi tes; (2) merancang masalah sesuai indikator
kemampuan berpikir kritis siswa yaitu mengacu pada indikator yang ingin
dicapai; (3) membuat alternatif penyelesaian/kunci jawaban tes; dan (4) membuat
pedoman/rubrik penskoran. Secara rinci kegiatan diatas dapat dilihat pada
lampiran penelitian.
b. Pemilihan Media
Hasil pemilihan media diseusaikan dengan hasil analisis tugas, analisis
konsep serta karakteristik siswa dan sarana yang tersedia di sekolah. Media
pembelajaranyang diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika pada
materi transformasi refleksi meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
Lembar Kerja Siswa (LKS), dan tes. Beberapa alat bantu yang diperlukan
meliputi papan tulis, spidol, penghapus, buku tulis, pulpen, laptop dan infokus.
c. Pemilihan Format
Format dalam pengembangan LKS adalah dengan memperhatikan syarat-
syarat dan struktur dalam penyusunan LKS. LKS yang dikembangkan dalam
penelitian ini adalah LKS yang berstruktur dan saling berkesinambungan antar
sub-bab. LKS juga dirancang berdasarkan defenisi, model, level kesulitan soal,
dan langkah-langkah dalam model kooperatif tipe STAD. Sehingga siswa akan
menemukan konsep dari setiap sub-bab dengan membuat langkah-langkah dalam
menyelesaikan berpikir kritis di LKS.
d. Perancangan Awal
Kegiatan utama dan hasil akhir kegiatan perancangan adalah penulisan
perangkat pembelajaran. Pada hasil ini dihasilkan rancangan awal rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) Dan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk setiap
dua kali pertemuan, tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa terdiri dari tes
awal (pretest) dan tes akhir (postest), pedoman penskoran dan alternatif
penyelesaian. Semua hasil pada hasil perancangan ini disebut prototype 1. Adapun
rancangan awal yang disebutkan di atas diuraikan sebagai berikut:
55
kolom untuk menjawab setiap pertanyaan. Berpikir kritis pada LKS akan
menggiring siswa untuk menemukan konsep. Untuk lebih jelasnya, maka
ditampilkan visual dari salah satu LKS yang digunakan siswa seperti terlihat pada
gambar 4.2 berikut:
Berdasarkan hasil nilai rata-rata total yang diperoleh dari validasi RPP di
atas adalah 4,68 dan hasil validasi tersebut dinyatakan valid sesuai dengan kriteria
kevalidan pada bab III. Keimpulan bahwa RPP yang digunakan baik dan dapat
digunakan tanpa revisi.
Tabel 4.5 Saran Revisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan
Hasil Validasi
No. Validator Saran Revisi
1. Tingkat kesukaran agar di sesuaikan
I
dengan kemampuan berpikir Kritis
2. II -
Berdasarkan hasil nilai rata-rata total yang diperoleh dari validasi angket
respon siswa di atas adalah 4,61 dan hasil validasi tersebut dinyatakan valid sesuai
dengan kriteria kevalidan pada bab III. Keimpulan bahwa angket respon siswa
yang digunakan baik dan dapat digunakan tanpa revisi
62
dengan materi yang tiba-tiba disajikan dan msiswa sendiri yang mencari dan
memahami konsep materinya. Hal ini membuat siswa tersebut merasa kurang
mampu dan khawatir jika nanti mereka tidak akan paham dengan apa yang
mereka pelajari, karena selama ini pembelajaran matematika yang dilaksanakan di
kelas selalu dimulai dengan penjelasan guru dan diakhiri dengan mengerjakan
soal sesuai contoh yang sudah dijelaskan guru sebelumnya. Selain itu, ada
beberapa siswa yang tidak mengerti sama sekali dalam menggunakan LKS
tersebut. Oleh karena itu peneliti menjelaskan secara detail langkah perlangkah
dan tujuan akhir dari LKS yang akan digunakan dalam pembelajaran, serta
memberi motivasi terhadap para siswa yang merasa khawatir jika tidak bisa
menjawab. Berikut ini foto kegiatan belajar mengajar dalam uji coba 2:
Berdasarkan data pada tabel 4.7 dapat dilihat pada aspek petunjuk kegiatan
dalam LKS tersebut sudah jelas mencapai nilai rata-rata tinggi yaitu 3.600 dengan
banyak siswa yang kurang setuju adalah 1 siswa dan sisanya setuju bahkan sangat
setuju dengan pernyataan tersebut.
66
Pada aspek awal pembelajaran menggunakan LKS ini ada sesuatu yang
menarik, terdapat 3 siswa kurang setuju, 17 siswa setuju dan 15 siswa sangat
setuju. Dari nilai rata-rata respon siswa tersebut aspek ini tergolong tinggi yaitu
3,343. Alasan 3 siswa kurang setuju tersebut menurut mereka belajar
menggunakan LKS sudah pernah dilakukan dari beberapa tahun lalu hingga
sekarang. Mereka tidak paham kalau yang dimaksud dalam aspek ini adalah
pembelajaran dengan penemuan konsep tes berpikir kritis dengan LKS.
Pada aspek menyimpulkan dan mengambil ide-ide penting mengenai
materi transportasi refleksi melalui kegiatan yang ada dalam LKS ini terdapat 15
siswa sangat setuju dan 20 siswa memilih setuju. Nilai rata-rata dari aspek ini
adalah 3.429.
Pada aspek menghubungkan isi LKS ini dengan hal-hal yang telah dilihat,
dilakukan, dipikirkan dalam kehidupan sehari-hari ada 1 siswa memilih kurang
setuju, 18 siswa setuju dan 16 siswa lainnya sangat setuju hal ini. Aspek ini
termasuk kategori sedang dengan nilai rata-rata pada aspek yaitu 3,429.
Aspek selain yang disebutkan di atas masing-masing siswa memilih setuju
dan sangat setuju, jadi nilai rata-rata dari aspek tersebut juga tergolong tinggi dan
mendapat respon positif dari siswa. Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa respon siswa terhadap komponen LKS dan kegiatan
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD telah memenuhi
kriteria efektif tinggi yaitu 3.43.
Tabel 4.8 Tingkat Ketuntasan Klasikal Kemampuan Berpikir Kritis Pada Uji Coba
Pretest Presentase Postest Presentase
Kategori Ketuntasan Ketuntasan
Jumlah Siswa Jumlah Siswa
Klasikal Klasikal
Tuntas 3 8,58% 32 91,42%
Tidak Tuntas 32 91,42% 3 8,58%
Jumlah 35 100% 35 100%
Tabel 4.9 Daftar Hasil Nilai Pretest (Tes Awal) dan Postest (Tes Akhir)
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengembangan Lembar Kerja Siswa Matematika Berbasis Model
Kooperatif tipe STAD yang Valid dan Efektif
Pengembangan perangkat pembelajaran berupa LKS ini dikembangkan
berdasarkan model pengembangan 4-D dari Thiagarajan, dan Semmel. Adapun
tahapan model 4-D tersebut adalah define (pendefenisian), design (perancangan),
develop (pengembangan), dan disseminate (penyebaran). Namun peneliti hanya
mengembangkan LKS sampai tahap develop (pengembangan), untuk mengetahui
apakah Pengembangan perangkat ini layak atau tidak maka produk harus diuji
kualitasnya seperti kevalidan dan keefektifannya.
penilaian pada bab III. Sedangkan pada aspek keefektifan dapat ditinjau
berdasarkan hasil angket respon siswa.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata validasi RPP,
LKS, Tes Kemampuan Berpikir Kritis dan Angket Respon Siswa berada pada
kategori valid, namun boleh digunakan dengan catatan sedikit revisi. Oleh karena
itu perangkat pembelajaran tersebut dapat digunakan pada tahap selanjutnya yaitu
uji coba lapangan.
Dapat dilihat dari hasil rata-rata angket respon siswa diatas adalah 3,43
dan berdasarkan rumus yang digunakan dalam bab III angket respon siswa
tergolong pada kriteria kategori tinggi. Diawal pembelajaran banyak siswa yang
tertarik untuk belajar dikarenakan pembelajaran matematika menggunakan LKS
dengan penemuan konsep secara mandiri ini termasuk hal baru bagi mereka.
Namun ada 3 siswa yang kurang tertarik belajar menggunakan LKS, dikarenakan
mereka terbiasa dengan pembelajaran yang dilibatkan oleh guru dalam
menyelesaikan soal dan 3 siswa ini termasuk siswa yang memiliki minat belajar
sangat rendah dikelas.
Dengan adanya LKS ini siswa merasa lebih aktif dan tertarik dalam belajar
matematika, siswa dapat menemukan kembali konsep terhadap materi yang
dipelajari karena LKS dengan model kooperatif tipe STAD ini bukan menghapal
rumus melainkan bisa membuat siswa ingat dan memahami rumus, tidak mudah
melupakan rumus dan memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah. LKS ini
juga melatih siswa untuk berani berbicara dalam mengemukakan hasil diskusi
bersama kelompoknya karena disini lebih menekankan perlunya interaksi yang
terus menerus antara siswa satu dengan siswa yang lain, siswa juga mendapatkan
72