Anda di halaman 1dari 8

Pertemuan XI

Tugas Individu

1. Apa peranan terapi pengganti hormone (TPH) pada saat menopause?


Jawab:
 Peranan terapi pengganti hormone (TPH) pada saat menopause meredakan gejala
dan meningkatkan kualitas hidup serta meminimalkan efek samping (Dipiro, et
al., 2011). Hal ini paling baik dicapai dengan melakukan pengobatan
individualisasi berdasarkan riwayat medis, sosial, dan keluarga serta gejalanya
dan kualitas tujuan hidup. Pada wanita dengan gejala vasomotor ringan, terapi
non farmakologis dapat dipertimbangkan dan dilakukan. Pada wanita dengan hot
flashes sedang hingga berat dan gejala vulvovaginal, terapi hormon menopause
(THM) dapat menjadi pilihan terapi kecuali terdapat kontraindikasi (DiPiro, et al.,
2020).
 Indikasi terapi hormon pasca menopause adalah mengobati gejala menopause
(misalnya muka memerah, keringat malam, dan atrofi urogenital) dan mencegah
osteoporosis. Meskipun terapi hormon tidak diindikasikan untuk pencegahan
penyakit kronis penuaan, tetap menjadi pengobatan yang paling efektif untuk
mengobati gejala vasomotor, gangguan kualitas tidur, dan gejala vulvovaginal
menopause (Dipiro, et al., 2011).

2. Dampak apa yang mungkin dapat ditimbulkan pada penggunaan TPH dalam jangka
panjang?
Jawab:
Risiko TPH antara lain kanker ovarium, kanker endometrium, kanker payudara,
tromboembolis vena (Infrak, storke), penyakit kandung empedu, dan mungkin
penyakit kardiovaskular pada wanita yang lebih tua. Risiko tergantung pada regimen
hormonal yang digunakan (hanya estrogen versus estrogen plus progestogen), rute
pemberian, dosis, durasi terapi, usia saat memulai pengobatan, dan faktor risiko pasien
lainnya.
3. Pemeriksaan penunjang laboratorium untuk menegakan keadaan menopause dan
perimenopause adalah…..
Jawab:
Tes laboratorium
 Perimenopause: FSH pada hari ke-2 atau ke-3 dari siklus menstruasi lebih besar
dari 10 hingga 12 IU / L (mIU / mL)
 Menopause: FSH lebih dari 40 IU / L (mIU / mL) (FSH tinggi tidak diperlukan
untuk menegakkan diagnosis)

Tes Diagnostik Relevan Lainnya

 Tes fungsi tiroid


 Kandungan zat  besi
4. Apa kontraindikasi yang harus diketahui sebelum memulai terapi hormone?
Jawab:
Mutlak kontraindikasi:
 Perdarahan genital abnormal yang tidak terdiagnosis
 Diketahui, dicurigai, atau riwayat kanker payudara
 Diketahui atau dicurigai Neoplasia yang bergantung pada estrogen atau
progesteron 
 Trombosis vena dalam aktif, emboli paru, atau riwayat penyakit kondisi ini
 Penyakit tromboemboli arteri aktif atau baru-baru ini (misalnya, dalam setahun
terakhir) (misalnya, stroke, infark miokard)
 Disfungsi hati 

Relatif kontraindikasi :
 Tekanan darah tinggi
 Hipertrigliseridemia
 Gangguan fungsi hati dan riwayat penyakit kuning kolestatik
 Hipotirodisme
 Retensi cairan
 Hipokalsemia berat
 Kanker ovarium
 Eksaserbasi endometriosis
 Eksaserbasi asma, diabetes mellitus, migren, lupus sistemik, eritematosus,
epilepsi, porfiria, dan hemangioma hati

5. Sebutkan alternative obat-obatan yang dipakai untuk terapi horflush selain estrogen!
Jawab:

 Tibolone dengan dosis 2,5mg per hari


 Venlafaxine, dengan dosis awal 37,5 dan dosis range 37,5-150 mg per hari
 Desvenlafaxine, dengan dosis 100-150 mg per hari 
 Paroxetine, dengan dosis 17,5 mg per hari
 Megestrol acetate (Isinya progesteon), dengan dosis awal 20 mg/day dan dosis
range 20-40 mg per hari
 Clonidine, dengan dosis 0,1 mg per hari
 Gabapentin, dengan dosis 300 mg pada saat sebelum tidur, dosis range 900 mg
per hari yang dibagi menjadi 3 kali dosis
6. Pada pasien yang menggunakan kombinasi kontrasepsi hormone , perlu diwaspadai
gejala-gejala yang temasuk pada ACHES
Jawab: Jika pasien memiliki gejala yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi
oral, itu perlu untuk menentukan apakah gejala tersebut menunjukkan kehadiran atau
potensi perkembangan penyakit serius (Tabel 88–5). Pasien harus diinstruksikan untuk
segera menghentikan CHC (Combination Hormonal Contraception) jika mereka
mengalaminya tanda peringatan, dijelaskan sebagai ACHES (sakit perut, nyeri dada, sakit
kepala, masalah mata, dan sakit kaki yang parah).
Penglihatan kabur, diplopia, buta, papiledema, mati rasa, lemah, kesemutan yang ekstrim,
cadel, sakit kepala migrain, sakit pada bagian dada, nafas yang pendek, batuk darah, sakit
pada bagian perut, penyakit kuning, Nyeri kaki yang parah (betis, paha), nyeri tekan,
bengkak, terasa hangat/panas.
 Penglihatan kabur, diplopia, flashing light, kebutaan, papilledema
 Mati rasa, lemah, kesemutan di ekstremitas, ucapan cadel
 Sakit kepala migain
 Massa payudara, nyeri, atau bengkak
 Nyeri dada (menjalar ke lengan kiri atau leher), sesak napas, batuk darah
 Sakit perut, massa hati atau nyeri tekan, ikterus, pruritus
 Bercak berlebihan, pendarahan terobosan
 Nyeri kaki yang parah (betis, paha), nyeri tekan, bengkak, hangat

7. Sebutkan dampak yang mungkin timbul akibat adanya interaksi antar kontrasepsi oral
dengan obat antikonvulsan dan griseovulfin.
Jawab: Menginduksi hormone hepar (hepatic)
Kemungkinan terjadi 2 akibat dari interaksi kontrasepsi oral dengan
antikonvulsan, yaitu:
a. Efek obat kontrasepsi oral berkurang atau mengurangi kemanjuran kontrasepsi
oral.Penjelasan yang paling sering tentang mekanisme kegagalan terapi
kontrasepsi oral adalah antikonvulsan mempercepat metabolisme obat kontrasepsi
oral melalui induksi enzim hepatik pemetabolisme obat.Sehingga mengurangi
efek kontrasepsi. Kehamilan dan perdarahan merupakan indikasi terjadinya
interaksi.
b. Efek antikonvulsif dapat berkurang. Berkaitan dengan kontrol serangan kejang.
Kadang terjadi perubahan fungsi tubuh karena penggunaan kontrasepsi oral yang
mempengaruhi hormon. Perubahan pada kontrol serangan kejang menyebabkan
terjadinya retensi cairan dan oleh karena itu memperparah kejang
Wanita yang mengonsumsi antikonvulsan tertentu untuk gangguan kejang harus
diberikan bentuk kontrasepsi lain seperti IUD, medroksiprogesteron suntik, implan atau
pilihan nonhormonal. Beberapa antikonvulsan (terutama fenobarbital, karbamazepin,
fenitoin) menyebabkan metabolisme estrogen dan progestin, memicu pendarahan hebat
dan berpotensi mengurangi kemanjuran kontrasepsi. Selain itu, beberapa antikonvulsan
(misalnya fenitoinan) dikenal sebagai teratogen.

Antibiotik
Penggunaan antibiotik dapat menyebabkan kegagalan oral kontrasepsi. Wanita yang
mengalami perdarahan hebat selama penggunaan bersamaan antibiotik dan kontrasepsi
oral (dan CHC lainnya) harus disarankan untuk menggunakan metode kontrasepsi
alternatif selama periode penggunaan bersamaan.
Griseofulvin
Bagaimana interaksi terjadi:
Penyebab interaksi tidak diketahui. Jika kedua obat ini dikonsumsi bersamaan, tubuh
memungkinkan memproses estrogen dalam oral kontrasepsi lebih cepat.
Apa yang mungkin terjadi:
Efek oral kontrasepsi dapat berkurang dan menyebabkan kehamilan, perdarahan hebat,
atau siklus menstruasi yang tidak teratur.

8. Pada waktu seorang wanita menggunakan kontrasepsi hormonal,pemeriksaan apa saja


yang perlu dilakukan evaluasi penggunaan kontrasepsi hormone.
Jawab:
 Penting untuk melakukan kunjungan 6 minggu setelah terapi untuk mendiskusikan
terkait kekawatiran pasien tentang terapi hormone dan untuk mengevaluasi pasien
untuk menghilangkan gejala, efek samping, dan pola perdarahan putus obat
 Jika menggunakan estrogen maka harus menjalani pemeriksaan payudara tahunan,
melakukan pemeriksaan payudara sendiri setiap bulan, dan menerima mammogram
secara berkala (dijadwalkan berdasarkan usia dan factor risiko mereka)
 Wanita yang menerima terapi hormone harus menjalani pemeriksaan tahunan,
termasuk riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul, pengukuran
tekanan darah dan pengawasan kanker endometrium rutin, sesuai indikasi.
 Evaluasi endometrium pada wanita yang menggunakan terapi hormone gabungan
secara terus-menerus, evaluasi bertujuan agar memertimbangkan jika ada perdarahan
tidak teratur berlanjut selama lebih dari 6 bulan setelah memulai terapi.
 BMD harus diukur pada wanita yang berusia di atas 65 tahun dengan factor risiko
osteoporosis. Wanita dengan pengeroposan tulang yang, pengujian ulang harus
dilakukan sesuai indikasi klinis
 Terapi hormone harus bersifat individual berdasar tingkat gejala menopause, risiko
osteoporosis, dan pertimbangkan factor-faktor seperti penyakit kardiovaskular,
kanker payudara dan tromboemboli.
 Monitor tekanan darah untuk pengguna CHC (Combined Hormonal Contraceptive).
Bila pasien dengan riwayat intoleransi glukosa atau diabetes melitus memulai atau
menghentikan penggunaan CHC, glukosa level harus dipantau secara ketat untuk
kerusakan kondisi. Pengguna kontrasepsi juga harus menerima tahunan (lebih sering
jika mereka berisiko PMS) skrining sitologi serta tahunan pemeriksaan untuk masalah
klinis yang berhubungan dengan CHC (misalnya pendarahan, penambahan berat
badan, jerawat).
 Wanita yang menggunakan Implan harus dipantau setiap tahun gangguan siklus
menstruasi, penambahan berat badan, peradangan lokal, atau infeksi di tempat
implan, jerawat, nyeri payudara, sakit kepala, dan rambut rontok. Wanita yang
menggunakan DMPA harus melakukan 3 bulan kunjungan sebagai tindak lanjut
pengaruh dalam penambahan berat badan, gangguan siklus menstruasi, dan risiko
PMS.
 Pasien yang memakai DMPA (depomedroxyprogesterone acetate) harus kontrol berat
bada, menjalani pemeriksaan tekanan darah, dan menerima pemeriksaan tahunan
sesuai indikasi berdasarkan usia pasien.
 Wanita yang menggunakan IUD(intrauterine device) harus ditanyakan pada
kunjungan tindak lanjut 1-3 bulan tentang penempatan IUD (memeriksa untuk tali
IUD untuk memastikan IUD masih terpasang pada posisi yang benar), perubahan pola
perdarahan menstruasi, dan gejala dan perlindungan terhadap PMS. Pemeriksa harus
memeriksa posisi IUD yang tepat dan gejala infeksi saluran genital bagian atas.

Anda mungkin juga menyukai