Anda di halaman 1dari 10

Tugas Pertemuan VIII: dikerjakan setiap individu

Farmakoterapi anemia

Seorang remaja wanita 13 th, dibawa ibunya ke Klinik karena sering merasa pusing dan pernah
pingsan di Kamar mandi. Dari keterangan remaja ini tiap menstruasi, bisa lebih dari 7 hari dan
sering siklus menstruasi tidak teratur. Tidak terdapat penyakit kongenital.

BB: 45kg, TB 165cm (BMI: 16,53  underweight), suhu: 36 ℃, Respirasi: 20x/menit


(Abnormal), nadi: 82x/menit., TD: 120/70 mmHg.

Pada pemeriksaan Fisik: wajah, tampak pucat, konjungtiva anemis, tidak ditemukan ikterik.

Hepar dan lien dalam batas normal. Suara jantung dalam batas normal.

Pemeriksaan laboratorium:

Hb : 8,5g/dl (12-16)

Hmt : 28 (36-48)

MCV : 65 fl (80-100)

MCH : 22 pg (26-34pg)

Retikulosit : 0,9% (0,5-1,5%)

Lekosit : 10.000/mmk (4.000-11.000)

Netrofil : 60% (40-70)

Limfosit : 35% (20-40)

Eosinofil :1% (1-5)

Monosit :4% (2-8)

Trombosit : 420.000/mmk ( 150.000-450.000)

Fe serum : 30 (60-150 µg/L)

TIBC : 450 (300-350 µg/L)

Saturasi transferrin: 6,7% ( >15%)

Feritin : 10 (20-200µg/L)
Diagnosis: Anemia defisiensi besi karena adanya perdarahan akibat menorrhagia dan
adanya kebutuhan meningkat pada masa pertumbuhan

1. Rencanakan Farmakoterapi sesuai patofisiologinya


Jawab:
 Patofisiologi: Pasien mengalami anemia defisiensi besi yang ditunjukkan dengan
adanya konjungtiva anemia yang merupakan tanda klinis dari penyakit anemia.
Kemudian dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh bahwa nilai Hb, Hmt,
MCV, MCH, Fe serum, TIBC, dan ferritin pasien mengalami penurunan. Kadar
ferritin yang rendah merupakan indicator anemia defisiensi besi yang paling awal
dan paling sensitif. Kadar TIBC pasien yaitu 450 µg/L yang artinya pasien
mengalami anemia defisiensi besi.
 Farmakoterapi yang dapat diberikan adalah terapi zat besi oral dengan garam besi
larut, yang tidak dilapisi enterik dan juga bukan merupakan obat dengan
pelepasan lambat atau berkelanjutan, yaitu Ferrous sulfate secara oral dengan
dengan dosis harian maksimal 200 mg tablet elemental zat besi dalam dua atau
tiga dosis terbagi (2-3 x 65 mg sehari), diberikan setidaknya 1 jam sebelum
makan.
 Hb pasien tidak berkembang ke gagal jantung. Farmakoterapi rawat jalan.
Penyebab pendarahan dan masa pertumbuhan. Terjadi menorrhagia (Pendarahan
yang berlebihan) dan diberi terapi et causa, obat hormonal (Pil KB). Jika NSAID,
itu untuk dismenorrhagia (Nyeri karena menstruasi).
 Edukasi: Jika memberikan preparat besi (bisa diberikan tanpan resep dokter),
feses bewarna hitam (oksidasi preparat besi), pemberian selama

2. Hal-hal apa yang dapat mempengaruhi proses ADME obat yang diberikan, bagaimana
saran yang anda berikan!
Jawab:
Hal yang dapat mempengaruhi ADME obat yang diberikan adalah:
 Makanan: karena dapat mempengaruhi proses absorbsi dari obat yang diberikan.
Sehingga terapi besi oral sebaiknya diberikan 1 jam sebelum makan.
 Pemberian obat golongan H2-blocker atau PPI: karena obat golongan H2-blocker
atau PPI dapat mengganggu proses penyerapan zat besi. Jadi, sebaiknya saat
sedang mengkonsumsi obat besi, hindari mengkonsumsi obat holongan H2-
blocker atau PPI.
 Jika preparat besi diminum dalam keadaan kosong, penderita maag dapat
mengiritasi lambung. Makanan yang seperti apa yg mempengaruhi absorbsi zat
besi
Farmakoterapi TROMBOSITOPENIA

HIT (Heparin induced trombositopenia). Jawablah soal dibawah ini. HIT (DIPIRO Edisi 6 Hal
406)

1. Mengapa HIT bisa terjadi (HIT tipe 2)? Jelaskan patofisiologinya.


Jawab:
HIT terjadi karena efek samping patologis yang parah dari heparin dengan potensi yang
signifikan untuk menyebabkan komplikasi trombotik. Patogenesis HIT melibatkan
mediasi respon immunoglobulin terhadap molekul heparin yang mengarah ke aktivasi
trombosit dan generasi thrombin. Dengan aktivasi trombosit, maka akan terjadi pelepasan
PF-4 dari butiran platelet. Heparin mengikat PF-4(1), membentuk molekul polisakarida
yang bermuatan negatif tinggi. Dan Antigenik akan merangsang produksi antibodi
IgG(2). Pada pasien yang mengalami HIT, kompleks heparin-PF-4-IgG akan mengikat
reseptor Fc pada trombosit (3), yang mengarah ke trombosit dan selanjutnya
mengaktivasi pelepasan PF-4 dan mikropartikel prokoagulan dari butiran trombosit.
Selain itu, molekul mirip PF-4 dan heparin juga akan mengikat permukaan sel endotel
dan mengakibatkan kerusakan sel endotel yang diinduksi oleh antibodi dan pelepasan
faktor jaringan (4,5). Hasil dari rangkaian proses ini adalah peningkatan risiko kejadian
trombotik sekunder akibat aktivasi platelet, kerusakan endotel, dan pembentukan trombin
meskipun terjadi trombositopenia sedang sampai berat. Antibodi terhadap kompleks
heparin-PF-4 bersifat sementara. Pelepasan thrombin meningkat karena pemberian
heparin.

2. Pemeriksaan apa yang diperlukan untuk menegakan diagnosis ini?


Jawab:
Pengujian laboratorium harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis HIT. Pengujian
laboratorium sangat membantu pasien dengan trombositopenia ringan sampai sedang
yang dicurigai HIT. Dua jenis pemeriksaan tersedia untuk mendeteksi keberadaan
heparin-antibodi.
a. Pemeriksaan trombosit
b. Pemeriksaan aktivasi platelet, yang juga dikenal sebagai pemeriksaan fungsional,
bertujuan untuk mengkonfirmasi aktivasi platelet in vitro dengan adanya kadar
heparin terapeutik. Pemeriksaan fungsional yang diinduksi heparin adalah uji aktivasi
trombosit (HIPAA), uji pelepasan serotonin (SRA), dan uji agregasi platelet (PAA).
Uji HIPAA dan SRA memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan uji PAA tetapi memang secara teknis lebih sulit untuk
dilakukan.
c. Tes antigen yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap kompleks heparin-PF-
4 dapat dilakukan dengan menggunakan enzyme-linked immunosorbent assays
(ELISA). Tes ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi.
d. Penggunaan gabungan dari pemeriksaan fungsional dan Tes ELISA dapat
mengurangi hasil negatif palsu. Jika hasil salah satu tes negatif atau tidak pasti pada
pasien yang dicurigai HIT, tes yang lain harus dipertimbangkan.
e. Tes optimal terhadap HIT yang dimediasi oleh imun belum dijelaskan. Tes paling
mudah tersedia dengan sensitivitas terbesar dan spesifisitas harus digunakan.

3. Treatment HIT jelaskan bagan!

Efek samping warfarin  perdarahan jadi diberi antikoagula yang terbaru. Trombosit
150.000 diberi transfusi dan warfarin
ACCP telah menetapkan rekomendasi untuk pengobatan HIT. Setelah diagnosis HIT
ditegakkan atau dicurigai dengan kuat, semua sumber heparin, termasuk flush heparin,
harus dihentikan, dan agen antikoagulan alternatif harus dimulai (Gbr. 19-12). Bahkan
dengan tidak adanya trombosis, penderita HIT berada pada risiko yang sangat tinggi
untuk berkembang menjadi komplikasi trombotik yang serius selama 30 hari berikutnya
tanpa pengobatan. Waktu yang dibutuhkan agar hasil laboratorium bisa dilaporkan lebih
lama. Ini penting bahwa pasien harus diberi antikoagulan untuk mencegah hal baru dari
trombosis. Agen antikoagulan yang dengan cepat menghambat aktivitas trombin dan
tidak memiliki reaktivitas silang yang signifikan dengan heparin-PF-4 antibodi adalah
obat pilihan untuk pengelolaan HIT. Dalam kasus trombosis yang parah atau mengancam
jiwa, ekstraksi dengan pembedahan trombi mungkin diperlukan. Ada data terbatas
tentang penggunaan terapi trombolitik pada HIT berat dengan trombosis. Penggunaan
warfarin untuk antikoagulasi jangka panjang di HIT dengan pasien thrombosis
direkomendasikan. Namun, kehati-hatian harus diberikan ketika memulai warfarin pada
pasien ini karena risiko memicu trombosis lebih lanjut.

4. Sebutkan obat-obat Direct thrombin inhibitor pada terapi HTI! Begaimana dosis?
pemeriksaan apa yang diperlukan dalam terapi ini?
Jawab:
CBC  pemeriksaan darah lengkap ; Serum Cr ; aPTT dan PT
DTI banyak disfungsi ginjal
DTI adalah obat pilihan untuk pengobatan HIT dengan atau tanpa trombosis (Tabel 19-
23). Untuk pengobatan HIT, lepirudin dan argatroban diberikan melalui infus intravena.
Lepirudin dan argatroban harus dititrasi berdasarkan pengujian aPTT dengan target 1,5
hingga 3,0 kali kontrol normal atau kisaran terapeutik khusus institusi. Beberapa dokter
lebih memilih argatroban karena memiliki waktu paruh yang lebih pendek, risiko
perdarahan sedang, dan biaya lebih rendah dibandingkan dengan lepirudin. Fondaparinux
adalah pilihan yang menarik untuk pengelolaan HIT, tetapi belum dipelajari secara
sistematis untuk indikasi ini. Faktor terkait pasien, seperti keberadaan disfungsi ginjal
atau hati, serta preferensi kelembagaan, ketersediaan, dan biaya, harus digunakan untuk
menentukan agen. LMWH tidak direkomendasikan untuk digunakan pada pasien HIT
karena mereka memiliki reaktivitas silang hampir 100% dengan antibodi heparin secara
pengujian in vitro.
Farmakoterapi Netropenia

Kasus Demam neutropenia

Seorang wanita 44 tahun, dengan riwayat kanker payudara dan telah menjalani kemoterapi siklus
ke- 4. Pasien masuk rumah sakit dengan riwayat adanya demam paska kemoterapi.

BB; 50 kg, TB: 164cm, TD:120/80mmHg, suhu : 38,5 ℃, Respirasi : 20x/menit, nadi:
100x/menit.

Pada pemeriksaan kepala didapatkan:rambut menipis, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, Pemeriksaan dada tampak asimetris, terlihat lokasi pemasangan chemoport pada dada
kiri tampak agak kemerahan dan bengkak, nyeri pada perabaan.

Pemeriksaan laboratorium

Hb : 12,5g/dl (12-16)

Hmt : 39 (36-48)

MCV : 85 fl (80-100)

MCH : 28 pg (26-34pg)

Retikulosit : 0,9% (0,5-1,5%)

Lekosit : 1000/mmk ( 4.000-11.000)

Netrofil : 45% (40-70)

Limfosit : 42% (20-40)

Eosinofil :5% (1-5)

Monosit :8% (2-8)

Trombosit : 420.000/mmk ( 150.000-450.000)

Absolut netrofil count ; 450 sel/mmk

Diagnosis ini adalah Demam neutropenia akibat kemoterapi .


1. Rekomendasi apa yang diberikan dalam tatalaksananya
Jawab:
Rekomendasi yang diberikan dalam tata laksananya adalah pengobatan empirik dengan
pemberian antibiotik pada 72 jam pertama neutropenia dengan obat terpilih berdasarkan
perkiraan kuman penyebab yang tersering. Kriteria demam, apabila dalam satu hari
terjadi 2–3 kali suhu >380 C atau sekali suhu >38.50 C. Terapi empirik terbukti dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi; harus selalu diperhitungkan
kemungkinan terjadinya perubahan pola spektrum kuman, kerentanan pejamu serta
antibiotik yang tersedia. Dengan pilihan lini pertama, yaitu:
Antibiotik awal:
 Ceftazidime 50mg/kg tiap 8jam iv + gentamisin/tobramisin 2 mg/kg loading
dilanjutkan 1,7 mg/kg tiap 8 jam.
Modifikasi antibiotic, apabila demam menetap 3 hari:
 Tambahkan vancomycin 10 mg/kg iv tiap 12 jam
Modifikasi antibiotic apabila demam menetap 5-7 hari:
 Amphotericin B 0,5-0,6 mg/kg iv

2. Mengapa kemoterapi sering menjadi penyebab demam neutropenia berikan alasannya!


Jawab:
 Pada akhir-akhir ini kemoterapi lebih poten dan lebih sering menyebabkan depresi
sumsum tulang (myelosuppression); namun saat ini risiko terjadinya demam
neutropenia dapat terjadi pada anemia aplastik, defisiensi kongenital, dan
transplantasi sumsum tulang. Lama neutropenia terjadi merupakan faktor risiko
yang penting untuk terjadinya demam neutropenia.
 Karena adanya perubahan imunitas pejamu merupakan faktor kritis. Misalnya
pada transplantasi sumsum tulang akan terjadi defek fungsi sel T dan sel B,
sehingga mengubah spektrum patogen penyebab demam. Pengobatan
glukokortikoid pada pasien keganasan akan menyebabkan keadaan defisiensi
imun.
 Hal lain yang penting sebagai faktor risiko terjadinya demam pada neutropenia
adalah kerusakan barier mekanik pejamu. Pemasangan kateter intravena sering
menjadi fokus infeksi. Terjadinya mukositis sebagai akibat kemoterapi
menyebabkan bakteriemia yang berasal dari flora normal pada mulut dan usus.
 Pasien yang mendapat antibiotik jangka panjang akan terjadi kolonisasi sehingga
bila terjadi mukositis akan memudahkan terjadi bakteriemia. Terdapat jenis
penyakit neutropenia yang mempunyai insidens rendah terhadap infeksi tertentu,
namun sebaliknya terdapat penyakit yang meningkatkan kerentanan

Kesimpulan:

Sering terjadi pasien kemoterapi karena kanker

Keganasan hematologi  leukemia problastik

GCS  obat diberikan secara suntikan sesudah kemoterap, leokogen (Filgrastin)

Anda mungkin juga menyukai