Anda di halaman 1dari 24

1BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) baik pada sektor publik maupun privat menjadi wacana

yang mengemuka. Berbagai kemajuan teknologi dan pengetahuan umum

maupun budaya merupakan pemicu utama. Guna menjawab kritik dan

sorotan masyarakat terhadap akuntabilitas kinerja instansi publik dalam

penyelenggaraan pemerintahan, upaya peningkatan dan pengembangan

kualitas sumber daya manusia atau aparatur mutlak harus dilaksanakan.

Dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan

pelayanan umum, sumber daya aparatur yang kompeten sangatlah

diperlukan. Persoalan terkait kompetensi aparatur saat ini merupakan

masalah penting mengingat tugas ganda yang di emban oleh aparatur

yaitu, selain harus mampunya memberikan layanan secara adil dan

transparan pada masyarakat, juga harus mampu menampilkan loyalitas,

etos kerja dan dedikasi serta integritas yang tinggi. Tugas ganda tersebut

akan dapat terealisasi apabila didukung dengan kompetensi aparatur yang

mumpuni dan professional.

Disisi lain, masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah pada

saat ini adalah kualitas sumber daya manusia aparatur yang masih jauh
dari yang diharapkan. Potret sumber daya aparatur saat ini menunjukkan

minimnya keahlian yang dimiliki, profesionalisme rendah, banyaknya

praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang melibatkan aparatur

pemerintah, rendahnya motivasi dalam melayani masyarakat, kurang

kreatif dan inovatif dan masih banyak protret negatif lainnya yang pada

intinya bahwa kualitas aparatur pemerintah saat ini masih rendah (Nazara,

2020, hal. 225).

Sebagaimana amanat yang tertuang dalam Pembukaan UUD

1945 alinea keempat ialah “... untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

...” termaktub didalamnya salah satu tujuan Negara Republik Indonesia

dalam penggalan kalimat tersebut yaitu mensejahterakan rakyat. Aparatur

Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) mempunyai peran

yang sangat penting dan strategis dalam mengemban tugas pelayanan

publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu guna

mensejahterakan rakyat yang menjadi salah satu tujuan negara.

Dalam konsep manajemen sumber daya manusia, aparatur atau

pegawai adalah sebagai aset penting sehingga perlu dipelihara dan terus

dikembangkan melalui pengembangan seperti diklat, seminar, pelatihan,

kursus dan praktek kerja. Tujuannya adalah untuk menciptakan aparatur

yang profesional dalam bekerja, berkualifikasi dan berkompeten sesuai

dengan yang dipersyaratkan dalam setiap jabatan. Dengan begitu,

kualitas aparatur selalu terbarukan dan dapat memberikan layanan yang


prima kepada masyarakat sehingga secara perlahan apa yang menjadi

tujuan negara bisa tercapai.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah merupakan aturan tertulis yang bertujuan untuk membangun

sistem pengembangan kompetensi yang terstandar, adil, transparan dan

terintegrasi antara urusan pemerintahan dengan kualifikasi pegawai

Aparatur Sipil Negara. Selanjutnya, sebagai bentuk tindak lanjut dari

pemerintah terkait Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, di tahun 2014 pemerintah juga membuat suatu

peraturan perundang-undangan tengtang aparatur sipil negara (ASN)

yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 pasal 21 berisikan

apa saja yang menjadi hak ASN. Pada huruf e misalnya, di pasal tersebut

diterangkan bahwa PNS berhak mendapatkan pengembangan

kompetensi. Menurut Yustiono (dalam Nazara, 2020, hal. 225) kompetensi

adalah seperangkat karakterisik yang dimiliki oleh seorang individu yang

berdampak pada kinerja yang bersangkutan, sehingga dapat dibedakan

antara individu yang cakap dengan yang tidak cakap. Menurut Armstrong

(dalam Setiyaningsih, 2017, hal.183) pengembangan sumber daya

manusia terdiri beberapa unsur. Unsur-unsur dari proses ini adalah:

1. Learning, (Pembelajaran) - didefinisikan oleh Bass dan


Vaughan (1966) sebagai ' perubahan yang relatif permanen dalam
perilaku yang terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman ' .
2. Education, (Pendidikan) - pengembangan pengetahuan , nilai-
nilai dan pemahaman diperlukan dalam semua aspek kehidupan
daripada pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan
daerah tertentu aktivitas.
3. Development, (Pengembangan) pertumbuhan atau realisasi
kemampuan dan potensi seseorang melalui penyediaan
pembelajaran dan pengalaman pendidikan.
4. Training, (Pelatihan) - modifikasi terencana dan sistematis
perilaku melalui pembelajaran peristiwa, program dan instruksi,
yang memungkinkan individu untuk mencapai tingkat
pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan
untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif.

Berdasarkan uraian diatas, begitu jelas bahwa untuk mengatasi

masalah yang ada, setiap aparatur pemerintah berhak mendapat

kesempatan pengembangan kompetensi yang sama dengan melalui

proses pengembangan sumber daya manusia dalam meningkatkan

kualitas pegawai agar terus terbarukan sehingga mampu mengimbangi

kemajuan zaman yang terus menuntut aparatur pemerintah untuk terus

berkembang. UU.No.5 Tahun 2014 pasal 70 (dalam Setiawan, Adianto,

2020, hal.65)juga ditegaskan :

(1) setiap pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk


pengembangan kompetensi, antara lain melalui pendidikan dan
pelatihan (diklat), kursus, seminar, dan penataran;
(2) Dalam pengembangan kompetensi setiap Instansi Pemerintah
wajib menyusun rencana pengembangan kompetensi tahunan
yang tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan instansi
masing-masing.

Namun pada kenyataannya, keberadaan aparatur yang

professional dan berkualitas di banyak lembaga publik atau instansi

pemerintah masih terbatas, untuk itu perhatian yang serius harus


ditujukan agar dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan

pelayanan umum dapat direalisasikan secara optimal.

Mengingat pentingnya kompetensi aparatur dalam proses

pencapaian tujuan dari suatu organisasi dengan keberadaan aparatur

yang kompeten masih terbatas, maka dalam mencermati persoalan

tersebut, dirasa perlu dilakukan pengembangan kompetensi terhadap

aparatur agar tercipta keseimbangan antara beban kerja dengan

kompetensi aparatur. Melalui pengembangan kompetensi inilah

diharapkan mampu menjawab persoalan yang terus berkembang seiring

berkembangnya zaman.

Seperti yang terjadi pada beberapa instansi pemerintah

Kabupaten Musi Banyuasin yang salah satunya terjadi di Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil, terdapat pelaksanaan

pengembangan kompetensi bagi pegawai yang belum begitu optimal. Hal

ini dibuktikan dengan sedikitnya biaya atau rencana anggaran yang

ditetapkan untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia di

instansi tersebut. Berikut adalah tabel akuntabilitas keuangan.


Tabel 1.1

Akuntabilitas Keuangan

No Sasaran Program Anggaran Realisai Capaian

(Rp) (Rp) (%)

1. Meningkatkan Pelayanan
Kualitas Administrasi 2.705.900.000,- 2.590.162.779,- 95,72
Pelayanan Perkantoran
Administrasi
Perkantoran Peningkatan
Sarana dan
2.943.500.000,- 2.803.686.957,- 95,25
Prasarana
Aparatur

Peningkatan
Disiplin 75.000.000,- 75.000.000,- 100
Aparatur

Peningkatan
Kapasitas
50.000.000,- 43.320.000,- 86,64
Sumber Daya
Aparatur

Peningkatan
Pengembangan
Sistem
Pelaporan 75.000.000,- 74.751.000,- 99,67
Capaian
Kinerja
dan Keuangan

2. Meningkatnya Penataan
Efektifitas Administrasi 6.798.582.000,- 6.660.027.775,- 97,96
Manajemen Kependudukan
Pelayanan
Administrasi Pelayanan
Kependudukan Administrasi
Kependudukan 1.613.006.000,- 1.592.899.121,- 98,75
danPencatatan
Sipil

Sumber : Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan Dinas Dukcapil.

Berdasarkan data pada tabel diatas, dapat kita ketahui bahwa

anggaran yang dialokasikan untuk peningkatan kapasitas sumber daya


aparatur sebesar 50.000.000 juta rupiah. Anggaran ini tergolong kecil

jika dibandingkan dengan alokasi anggaran pada program yang lain yang

nominalnya mencapai milyaran. Ditambah lagi dengan penyerapan

anggaran yang belum optimal pula. Hal ini bisa kita lihat dari presentase

capaian yang ada pada tabel.

Selain itu, hasil dari perbincangan singkat dengan Kepala Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Musi Banyuasin yaitu Hj.

Asmarani.S.Sos.,M.Si yang dilakukan pada hari Minggu tanggal 27

September 2020 pukul 14.00 WIB dengan cara komunikasi melalui

telepon genggam menjelaskan bahwa masih rendahnya motivasi pegawai

untuk mengikuti pengembangan kompetensi yang tentunya berdampak

pada rendahnya kemampuan dan keterampilan kerja pegawai. Begitu juga

dengan sikap yang ditampilkan para pegawai terkesan seperti kurang

termotivasi untuk mengikuti pengembangan kompetensi seperti mengikuti

pelatihan-pelatihan maupun diklat-diklat yang dapat mendukung

peningkatan kemampuan dan keterampilan kerjanya serta gairah atau

semangat dalam bekerja pun tidak terlihat. Padahal seperti yang

tercantum dalam Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 dikatakan

bahwa setiap pegawai memiliki kesempatan yang sama untuk

mengembangkan kompetensinya.

Melihat kondisi seperti yang dijelaskan di atas, penulis tertarik

untuk meneliti terkait masalah pengembangan kompetensi dengan judul


“ PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA APARATUR DI

DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL”

1.2 Ruang Lingkup, Fokus dan Lokasi Magang

1.2.1 Ruang Lingkup Magang

Dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkupnya yang

meliputi pengembangan kompetensi aparatur sipil negara melalui

pendidikan dan pelatihan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Sartika & Kusumaningrum (2017) menyatakan :

pengembangan kompetensi aparatur dapat dilakukan dalam


bentuk pendidikan dan pelatihan. Lebih lanjut dijelaskan dalam
bentuk pendidikan formal dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan keahlian ASN dengan pemberian
tugas belajar sebagai bagian untuk memenuhi kebutuhan standar
kompetensi jabatan dan pengembangan karir. Pengembangan
kompetensi dalam bentuk pelatihan dapat dilakukan melalui jalur
klasikal yang proses pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan
tatap muka di dalam kelas seperti pelatihan, seminar, kursus,
penataran, workshop dan bimbingan teknis dan jalur non-klasikal
antara lain dengan bimbingan ditempat kerja, pelatihan jarak jauh,
e-learning, dan magang.

1.2.2 Fokus Magang

Merujuk pada uraian latar belakang dan ruang lingkup yang telah

penulis tentukan, maka dalam penelitian ini penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengembangan kompetensi Sumber Daya Aparatur

(SDA) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten

Musi Banyuasin?
2. Apa saja yang menjadi kendala atau hambatan dalam

pengembangan kompetensi SDA di Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kabupaten Musi Banyuasin

3. Apa saja upaya yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kabupaten Musi Banyuasin untuk mengatasi

kendala atau hambatan dalam pengembangan kompetensi SDA

nya?

1.2.3 Lokasi Magang

Lokasi magang dalam penelitian ini, penulis memilih Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Musi Banyuasin sebagai

lokasi magang

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud Magang

Maksud dari pelaksanaan magang ini adalah sebagai berikut :

1. Meneliti dan menggali informasi terkait permasalahan dan

hambatan yang terjadi, yang ada di Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kabupaten Musi Banyuasin

2. Untuk mempelajari dan menambah informasi atau data terkait

permasalahan yang ada di Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Sipil Kabupaten Musi Banyuasin.


3. Untuk mempelajari dan memahami bagaimana pengembangan

ASN di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten

Musi Banyuasin.

1.3.2 Tujuan Magang

Mengacu pada rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari

pelaksanaan magang ini yaitu :

1. Untuk mempelajari, memahami dan menganalisis proses

pengembangan kompetensi ASN di Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kabupaten Musi Banyuasin.

2. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis kendala atau

hambatan dalam pengembangan kompetensi ASN di Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Musi Banyuasin.

3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Musi Banyuasin

dalam mengatasi hambatan yang terjadi.

1.4 Kegunaan

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Harapan penulis dari hasil magang dan penelitian ini dapat

berguna dalam pengembangan pemahaman dan menambah wawasan

bagi penulis sendiri serta berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan


terkhusus di bidang pemerintahan dalam lingkup pengembangan

kompetensi ASN sehingga kedepannya dapat dikembangkan lebih lanjut

pada riset berikutnya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegiatan magang dan penelitian ini diharapkan mampu

memberikan manfaat yang positif bagi banyak pihak terutama :

1. Bagi Praja IPDN

Dengan adanya kegiatan magang ini, diharapkan dapat

menambah ilmu pengetahuan, pemahaman dan pengalaman

yang bisa dijadikan bahan pembelajaran dalam mempersiapkan

diri dalam menggeluti dunia kerja nantinya.

2. Bagi Lembaga IPDN

Harapan dari hasil magang ini, dapat dijaikan referensi baru bagi

lembaga mengenai gambaran kondisi di lapangan terkait proses

pengembangan kompetensi ASN di instansi pemerintahan saat

ini. Selain itu, juga bisa menjadi rujukan atau landasan bagi

penelitian lanjutan terkait dengan permasalahan yang sama.

3. Bagi Lokasi Pelaksanaan Magang

Diharapkan dengan adanya kegiatan dan hasil dari magang ini,

dapat menjadi bahan kajian atau masukan bagi pimpinan instansi

terkait dan pemangku kebijakan lainnya dalam mengambil

kebijakan.
2BAB II

LANDASAN TEORITIS DAN NORMATIF

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Pengembangan

Pengembangan dapat dipahami sebagai penyiapan individu

pegawai untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi di

dalam organisasi. Pengembangan biasanya berhubungan dengan

peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan

untuk menunaikan pekerjaan yang lebih baik. Pengembangan SDM dapat

dapat diwujudkan melalui pengembangan karier, pendidikan maupun

pelatihan (Priansa, 2018:146). Dalam Priansa (2018:147), Sikula

menyatakan bahwa “pengembangan SDM mengacu pada kepentingan

staf dan personil yang ada di dalam organisasi. Pengembangan SDM

merupakan proses pembelajaran jangka panjang dengan menggunakan

prosedur yang sistematis dan terorganisasi, dimana manajer mempelajari

pengetahuan konseptual dan teoritis, yang kemudian diimplementasikan

dalam pengembangan SDM “

Flippo dalam Priansa (2018:147) berpendapat bahwa pengembangan


SDM merupakan suatu proses dari pendidikan dan pelatihan ;

1. Pendidikan
Berkaitan dengan pengetahuan secara umum. Terdapat dua
level utama yang perlu mendapatkan perhatian dalam
pendidikan, yaitu manajer organisasi dan tenaga operasional.
a. Manajer Organisasi (Manajerial)
Pendidikan bagi manajer organisasi ditujukan dengan
berfokus pada peningkatan kemampuan pengetahuan
manajer serta kemampuan manajer organisasi untuk
terampil dalam mengambil keputusan.
b. Staf Pegawai (Operasional)
Pendidikan bagi pegawai staf operasional dapat dilakukan
melalui pelatihan kerja dan apprenticeship, dimana
pendidikan tersebut bertujuan agar dapat meningkatkan
produktivitas kerja, mengurangi biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh organisasi, meningkatkan moral, serta
mempromosikan stabilitas dan fleksibilitas organisasi.

2. Pelatihan
Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pegawai dalam
mengemban pekerjaan tertentu sesuai dengan pekerjaan
terakhir ysng diemban oleh pegawai. Pelatihan juga dilakukan
dalam rangka updating pegawai.

Adapun tujuan pengembangan SDM menurut Priansa (2018:148),


yaitu dibagi menjadi tujuan secara internal dan tujuan secara
eksternal.
1. Tujuan secara internal :
a. Meningkatkan produktivitas kerja;
b. Melakukan efisiensi;
c. Meningkatkan efektifitas;
d. Pencegahan kerusakan;
e. Mengurangi kecelakan kerja;
f. Peningkatan pelayanan internal;
g. Moral pegawai;
h. Karier;
i. Kepemimpinan;
j. Suksesi kepemimpinan;
k. Kompensasi.

2. Tujuan secara eksternal :


a. Tuntutan pelanggan;
b. Globalisasi;
c. Persaingan bisnis;
d. Semakin tingginya biaya pegawai;
e. Semakin langkanya sumberdaya energi.
Sedarmayanti (2017:120) mengemukakan bahwa “pengembangann

SDM merupakan kegiatan yang harus dilakukan organisasi agar

pengetahuan, kemampuan , dan keterampilan pegawai sesuai dengan

tuntutan pekerjaan yang dilakukan”. Pendapat lain tentang

pengembangan SDM yang juga dikemukakan oleh Gouzali dalam

Kadarisman (2013:5) bahwa :

Pengembangan sumber daya manusia (SDM), merupakan kegiatan


yang harus dilaksanakan organisasi, agar pengetahuan
(knowledge), kemampuan (ability), dan keterampilan (skill) mereka
sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan. Dengan
kegiatan pengembangan ini, maka diharapkan dapat memperbaiki
dan mengatasi kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan
dengan lebih baik, sesuai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi yang digunakan oleh organisasi.
Adapun metode yang dapat digunakan dalam pengembangan SDM

menurut Priansa (2018:155), yaitu :

1. Metode Pendidikan (Education).


Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
pengembanngan SDM. Hasil dari pendidikan dapat dilihat dari
adanyaperubahan tingkah laku. Hal tersebut mengandung arti
bahwa pendidikan pada hakikatnya bertjuan untuk mengubah
tingkah laku pegawai. Metode pendidikan biasanya sebagai suatu
metode pengembangan untuk pegawai manajerial. Tenaga
manajerial yaitu mereka yang mempunyai wewenang terhadap
orang lain.

2. Metode Pelatihan (Training)


Metode pelatihan dipilih berdasarkan analisa kebutuhan yang
berasal dari kepentingan organisasi dan kebutuhan pegawai.
Ruang lingkup pelatihan lebih sempit dibandingkan dengan
pendidikan. Pelatihan pada dasarnya dipandang sebagai
penerapan kecakapan dan keterampilan pekerjaan, oleh karenanya
pelatihan terfokus pada mempelajari bagaimana melaksanakan
tugas-tugas khusus dalam waktu tertentu.
Berdasarkan penjelasan dari beberapa ahli terkait

pengembangan, penulis menyimpulkan bahwa pengembangan itu

merupakan suatu kegiatan yang direncanakan secara sistematis oleh

organisasi bagi para pegawainya yang bertujuan untuk terus

mengembangkan atau meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap

serta pemahaman terhadap pelaksanaan tugas yang diemban guna terus

meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam bekerja.

2.1.2 Kompetensi

Kompetensi merupakan kemampuan untuk melaksanakan suatu

pekerjaan atau tugas yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan

serta didukung dengan sikap atau etos kerja yang dituntut oleh pekerjaan

tersebut. Kompetensi sebagai kemampuan seseorang dalam menunjang

produktivitas kerja agar dapat mencapai hasil yang maksimal serta prinsip

efektif dan efisien dapat terwujud. Pengetahuan dan keterampian tersebut

dapat menjadikan seseorang lebih percaya diri dalam bekerja sehingga

mereka mampu mengemban tugas dan tanggung jawab mereka dengan

profesional di lingkungan kerja nya.

Mangkunegara (2010: 111), mengatakan bahwa :

Kompetensi sumber daya manusia yang perlu dimiliki bagi


mereka yang akan berkarier di bidang sumber daya manusia
yang paling mendasar (fundamental) adalah mereka yang
memiliki keahlian di bidang SDM, menguasai sistem manajemen
informasi kepegawaian, motivasi berprestasi tinggi, kreatif,
inovatif, dan berkepribadian dewasa mental dengan kecerdasan
emosi baik.

Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Boyatzis dalam

Priansa (2014:253) mengatakan bahwa kompetensi adalah “kapasitas

yang dimiliki pegawai, yang mengarah kepada perilaku yang sesuai

dengan tuntutan pekerjaan serta sesuai dengan ketetapan organisasi,

yang pada gilirannya akan membawa hasil seperti yang diinginkan”.

Kemudian, Tyson dalam Priansa (2014:254) juga menyatakan bahwa

“istilah kompetensi telah digunakan untuk menggambarkan atribut yang

diperlukan dalam menghasilkan kinerja yang efektif”. Dilanjutkan oleh

Priansa pernyataan bahwa “peta kapasitas pegawai atas atribut pekerjaan

yang diembannya, yang merupakan kumpulan dari kemampuan,

keterampilan, kematangan, pengalaman, keefektifan, keefesienan, dan

kesuksesan dalam mengemban tanggung jawab pekerjaan (Priansa,

2014:254)”.

Menurut Wibowo (2014:271), kompetensi adalah suatu

kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau

tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung

oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.

Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2014:273) mengungkapkan

bahwa “kompetensi merupakan dimensi perilaku yang berada di belakang

kinerja kompeten”. Spencer dan Spencer dalam Wibowo (2014:272)

menyatakan bahwa “kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik


orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berfikir, menyamakan

situasi, dan mendukung untuk periode waktu yang cukup lama”.

Selanjutnya, Spencer dan Spencer juga menyebutkan bahwa terdapat

lima (5) tipe karakteristik kompetensi, yaitu :

1. Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau


diinginkan orang yang menyebabkan terjadinya tindakan.
Motif mendorong, mengarahkan dan memilih perilaku kepada
suatu tindakan atau tujuan.
2. Sifat adalah karateristik fisik dan respon yang diberikan
secara konsisten dalam menghadapi situasi atau informasi.
Kecepatan reaksi dan ketajaman mata merupakan ciri fisik
kompetensi seseorang pilot tempur.
3. Konsep diri adalah sikap, nilai-nilai atau citra diri seseorang.
Percaya diri merupakan keyakinan orang bahwa mereka
dapat efektif dalam hampir setiap situasi adalah bagian diri
orang.
4. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam
bidang spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yang
kompleks. Skor pada tes pengetahuan sering gagal
memprediksi kerja karena gagal mengukur pengetahuan dan
keterampilan dengan cara yang sebenarnya dipergunakan
dalam pekerjaan.
5. Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik
atau mental tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan
kognitif termasuk berfikir analitis dan konseptual.

Tingkatan kompetensi menurut Wibowo (2014:333) dapat

dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu:

1. Behavioral tools
a. Knowledge merupakan informasi yang digunakan orang
dalam bidang tertentu, misalnya membedakan antara
akuntan senior dan junior.
b. Skill merupakan kemampuan orang untuk melakukan
sesuatu dengan baik. Misalnya mewawancara dengan
efektif, dan menerima pelamar yang baik. Skill
menunjukkan produk.
2. Image Attribute
a. Social rule merupakan pola perilaku orang yang diperkuat
oleh kelompok sosial atau organisasi. Misalnya, menjadi
pemimpin atau pengikut, menjadi agen perubahan atau
menolak perubahan.
b. Self image, merupakan pandangan orang terhadap dirinya
sendiri, identitas, kepribadian, dan harga dirinya. Misalnya
melihat dirinya sebagai pengembang atau manajer yang
berada di atas “fast track.”
3. Personal Characteristic
a. Traits merupakan aspek tipikal berperilaku. Misalnya,
menjadi pendengar yang baik.
b. Motive merupakan apa yang mendorong perilaku
seseorang dalam bidang tertentu (prestasi, afiliasi,
kekuasaan). Misalnya, ingin memengaruhi perilaku orang
lain untuk kebaikan organisasi.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas mengenai kompetensi,

dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi merupakan kemampuan yang

meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap perilaku, yang dimiliki oleh

pegawai sebagai penunjang kebtuhan dalam bekerja sehingga

produktivitas dalam bekerja menjadi lebih maksimal, efektif dan efisien.

2.1.3 Sumber Daya Aparatur

Sumber daya manusia dalam organisasi pemerintah atau publik

disebut aparatur. Secara umum aparatur dapat diartikan sebagai “alat

negara”, yaitu keseluruhan organ pemerintahan atau pejabat negara serta

pemerintahan negara yang bertugas melaksanakan suatu kegiatan yang

berkaitan dengan tugas dan kewajiban sebagai tanggung jawab yang

dibebankan negara kepadanya. Untuk itu, sumber daya manusia dalam

organisasi pemerintah sering disebut “aparatur” yaitu pegawai negeri yang

melaksanakan tugas-tugas kelembagaan.


Menurut Handayaningrat (1984:154), sumber daya aparatur ialah

aspek-aspek admnistrasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan

pemerintahan/negara, sebagai alat untuk mencapai tujuan nasional.

Aspek-aspek administrasi itu terutama ialah kelembagaan dan

kepegawaian. Setyawan (2004:169) menjelaskan bahwa aparatur adalah

pekerja yang digaji pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis

pemerintahan melakukan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan

ketentuan yang berlaku.

Menurut Depdiknas dalam Harsono (2011:6), aparatur adalah alat

negara, aparat pemerintah. Aparatur disini diartikan sebagai pegawai

(kata benda) yang berarti orang-orang atau sekelompok orang yang

memiliki status karena pekerjaannya. Aparat pemerintah adalah orang-

orang atau sekolompok orang yang bekerja pada instansi pemerintah

yang diangkat dan diserahi tugas negara serta dijagi dengan uang negara.

Harsono (2011:9) menyatakan bahwa “Pegawai (pegawai negeri)

adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi

syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan

diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara

lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku”. Dapat dijelaskan Pegawai Negeri Sipil adalah seluruh orang

yang digerakkan oleh manajer/pimpinan yang bekerja atau

menyumbangkan tenaga dalam suatu organisasi pemerintah atau badan

usaha yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi atau tujuan


pemerintah dan sebagai imbalannya mendapatkan gaji.

Pengertian umum aparatur lebih menyoroti pada seseorang

pegawai pemerintahan yang di gaji dan bekerja dibidang yang melakukan

tugas pelayanan umum. Pamudji (2004:21) mendeskripsikan sumber daya

aparatur sebagai alat atau sarana pemerintah atau negara untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatannya yang kemudian terkelompok ke

dalam fungsi-fnungsi, diantaranya pelayanan publik di dalam pengertian

aparatur tercakup aspek manusia, kelembagaan, dan tatalaksana.

2.2 Tinjauan Legalistik

2.2.1 Pengembangan Kompetensi

Saat ini pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) baik pada sektor publik maupun privat menjadi wacana

yang mengemuka. Berbagai kemajuan teknologi dan pengetahuan umum

maupun budaya merupakan pemicu utama. Guna menjawab kritik dan

sorotan masyarakat terhadap akuntabilitas kinerja instansi publik dalam

penyelenggaraan pemerintahan, upaya peningkatan dan pengembangan

kualitas sumber daya manusia atau aparatur mutlak harus dilaksanakan.

Dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan

pelayanan umum, sumber daya aparatur yang kompeten sangatlah

diperlukan. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara Pasal 21 dan 22 berisikan apa saja yang menjadi

hak ASN. Salah satunya dalah hak untuk mendapatkan pengembangan


kompetensi. Dalam undang-undang yang sama, dijelaskan juga tentang

kompetensi ASN yqang terdapat pada Bab VIII Pasal 69 Ayat (3) yang

meliputi:

a. kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi


pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja
secara teknis;
b. kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan,
pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman
kepemimpinan; dan
c. kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja
berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku,
dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.

Pada umumnya proses pengembangan kompetensi bagi ASN

dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan pada hakikatnya

bertjuan untuk mengubah tingkah laku dan siakp pegawai, sedangkan

Pelatihan pada dasarnya dipandang sebagai penerapan kecakapan dan

keterampilan pekerjaan, oleh karenanya pelatihan terfokus pada

mempelajari bagaimana melaksanakan tugas-tugas khusus dalam waktu

tertentu. Sehubungan dengan pelaksanaan pengembangan kompetensi

tersebut, diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 70 ayat (1) dan (2) yang berbunyi “(1)

Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk

mengembangkan kompetensi; (2) Pengembangan kompetensi

sebagaimana dimaksudpada ayat (1) antara lain melalui pendidikan

danpelatihan, seminar, kursus, dan penataran”.

Tidak hanya itu, tujuan dari pengembangan kompetensi melalui

pendidikan dan pelatihan bagi ASN juga dijelaskan dalam Peraturan


Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan

Jabatan Pegawai Negeri Sipil, yaitu :

a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap


untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional
dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan
kebutuhan instansi;
b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu
dan perekat persatuan dan kesatuan bangsaa;
c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi
pada pelayanan, pengayoman, dan pembedayaan masyarakat;
d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam
melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan
demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.

2.2.2 Sumber Daya Aparatur

Kita ketahui bersama bahwa sumber daya manusia atau pegawai di

instansi atau organisasi pemerintahan lebih dikenal dengan sebutan

sumber daya aparatur atau lebih spesifiknya yaitu aparatur sipil negara

(ASN). Lebih lanjut mengenai ASN di atur dalam Undang-Undang Nomor

5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, lebih tepatnya tercantum

pada Bab I Pasal 1 Angka (1) dikatakan bahwa “Aparatur Sipil Negara

yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil

dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada

instansi pemerintah”. Kemudian pada Pasal 1 Angka (2), ASN

digolongkan menjadi dua yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai

Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang berbunyi :

“Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai


ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian
dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi
tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-
undangan”.

Dalam Bab III Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara dijelaskan bahwa “PNS merupakan Pegawai

ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional”.

Dilanjutkan dengan ayat (2) yang menjelaskan tentang PPPK

dikatakan bahwa “merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai

pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan

ketentuan Undang- Undang ini”.

2.3 Operasionalisasi Fokus Magang

Tabel

Operasionalisasi Fokus Magang

Fokus Magang Dimensi Indikator


Pengembangan 1. Pendidikan a. Tingkah laku
Kompetensi

2. Pelatihan a. Kecakapan dan


keterampilan

Sumber : Teori Pengembangan Kompetensi menurut Priansa,2018.

Anda mungkin juga menyukai