Anda di halaman 1dari 39

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan studi kasus ini meliputi pembahasan yang telah dibahas

pada BAB sebelumnya untuk melihat kesesuaian antara teori dengan

penerapan Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ny.I di Puskesmas Bogor

Tengah Kota Bogor Periode Mei – Juli 2019.

A. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil

1. Kunjungan ANC Pertama

Dilakukan pada hari Kamis 23 Mei 2019 pukul 10.30 WIB di

Puskesmas Bogor Tengah. Langkah awal yang dilakukan adalah

anamnesa yang meliputi biodata Ny.I dan suami kemudian melakukan

informed consent kepada pasien untuk memberikan asuhan

komprehensif dimulai masa kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, masa

nifas dan KB. Hal ini sesuai dengan teori Walyani (2015), Pada langkah

pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua yang

berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dapat dilakukan

dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan

dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan

pemeriksaan penunjang. Langkah ini merupakan langkah awal yang

akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data

sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan proses

interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga

dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif,

objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi

atau masalah klien yang sebenarnya.

217
Dari hasil anamnesa Ny.I berusia 26 tahun tidak terdapat penyulit

selama masa kehamilan – nifas. Hal ini sesuai dengan teori Walyani

(2015), yang menyatakan usia yang baik untuk kehamilan maupun

persalinan yaitu usia 20 – 35 tahun.

Kehamilan ibu merupakan kehamilan yang kedua dan belum

pernah keguguran, HPHT tanggal 28 September 2018 dan TP 05 Juni

2019. Hal ini sesuai dengan rumus dari Naegle menurut Jannah (2012),

HPHT berada pada bulan 4-12 (hari +7), (bulan -3) dan (tahun +1).

Diperoleh usia kehamilan Ny.I 38 minggu. Hal ini sesuai dengan teori

Moegni (2013), usia kehamilan cukup bulan adalah 37-42 minggu.

Dari hasil anamnesa jarak usia anak pertama dengan kehamilan

sekarang adalah 3 tahun, tidak ada kesenjangan dengan teori Monica

(2016), bahwa jarak persalinan yang baik untuk kesehatan ibu dan anak

adalah >2 tahun sampai 5 tahun, semakin pendek (< 2 tahun), ibu

berisiko tinggi untuk mengalami preeklamsia dan komplikasi kehamilan

lain yang sangat berbahaya dan juga bagi bayinya bisa lahir terlalu

cepat, terlalu kecil atau dengan bayi berat lahir rendah (BBLR).

Ibu merasakan pertama kali pergerakan janin di usia kehamilan 16

minggu. Menurut teori Husin (2014), bahwa seorang multigravida

biasanya mulai merasakan gerakan janin pada usia kehamilan 16-18

minggu, sedangkan pada primigravida pergerakan mulai dirasakan pada

minggu ke 18-20.

218
Ibu merasa adanya pergerakan janin 24 jam terakhir yaitu sebanyak

15 kali. Hal ini sesuai dengan teori Sulistyawati (2016), bahwa gerakan

janin dalam 24 jam minimal 10 kali, gerakan ini dirasa dan dihitung oleh

ibu sendiri dengan menghitung “gerakan sepuluh”.

Pada kehamilan saat ini ibu melakukan suntik TT satu kali yaitu TT

4 pada usia kehamilan 22 minggu tanggal 14 Februari 2019. Hal ini

sesuai dengan teori Husin (2014), bahwa vaksin TT diberikan pada

trimester III atau akhir trimester II (setelah usia kehamilan 20 minggu).

Apabila tidak diberikan selama kehamilan dianjurkan agar tetap

diberikan segera setelah persalinan. Teori Sulistyawati (2016), yang

menyatakan bahwa selama kehamilan ibu hendaknya mendapatkan

minimal 2 dosis (TT 1 dan TT 2 dengan interval 4 minggu dan TT 3

sesudah 6 bulan berikutnya). Penulis tidak melakukan TT kedua (TT 5)

pada kehamilan ini dikarenakan minimal interval penyuntikan TT 4

dengan TT 5 adalah 1 tahun.

Ibu memeriksakan kehamilannya pada TM 1 sebanyak 1x, pada TM

II sebanyak 6 kali, dan TM III sebanyak 10x karena saat hamil pertama

dan kedua berbeda, pada hamil ini Ny.I lebih sering merasakan keluhan

dengan sakit perut bagian bawah. Terdapat kesesuaian dengan teori

Moegni (2013), bahwa Kunjungan antenatal komprehensif yang

berkualitas minimal 4 kali. Pada Trimester I sebanyak 1x sebelum

minggu ke-16, pada Trimester II sebanyak 1x antara minggu ke 24-28

dan trimester III 2x antara minggu 30-32 dan minggu 36-38.

219
Selama kehamilan ini ibu mengkonsumsi tablet Fe sebanyak ±135

tablet. Pada usia kehamilan 28 minggu ibu telah melakukan

pemeriksaan HB dengan hasil 8,9 gr% yang menunjukkan bahwa ibu

mengalami anemia ringan. Karena keadaan tersebut, bidan

menganjurkan kepada ibu untuk rutin konsumsi tablet Fe dengan

tambahan dosis (2x1). kemudian dilakukan pemeriksaan HB ulang pada

usia kehamilan 36 minggu dengan hasil 11,6 gr%. Hal ini menunjukan

bahwa pemberian tablet Fe kepada ibu berhasil mempengaruhi

kenaikann HB pada ibu. Hal ini sesuai dengan teori Mustaghfiroh

(2017), bahwa Pemerintah menganjurkan bagi ibu hamil untuk

mengkonsumsi paling sedikit 90 pil zat besi selama kehamilannya.

Menurut penulis ibu mengkonsumsi tablet Fe lebih dari 90 tablet adalah

normal karena pada trimester I Hb ibu rendah dan dianjurkan

mengkonsumsi tablet Fe.

Penimbangan Berat Badan dan pengukuran Tinggi badan pada Ny.I

diperoleh hasil kenaikan BB selama hamil 17 kg BB sebelum hamil 42

kg BB saat ini 59 kg, TB 157 cm dengan hasil IMT 24. Hal ini sesuai

dengan teori Walyani (2015), menyatakan bahwa peningkatan berat

badan yang tepat bagi setiap ibu hamil saat ini didasarkan pada

indeks masa tubuh perkehamilan (body mass index) dengan

kategori rendah apabila <19,8, normal 19,8 – 26, tinggi 26 – 29,

dan obesitas jika >29.

220
Pada pengukuran LILA Ny.I yaitu 24,5 cm. Tidak ada kesenjangan

dengan teori Mustagfiroh (2017), bahwa Pengukuran Lingkar Lengan

Atas (LILA) merupakan salah satu indikator status gizi ibu hamil. Ukuran

LILA norma <23,5 cm merupakan pertanda status gizi buruk.

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh tekanan darah

110/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan 19x/menit, suhu 36,5°C.

selama hamil pemeriksaan tanda-tanda vital Ny.I dalam batas normal.

Tidak ada kesenjangan dengan teori Walyani (2015), yaitu tekanan

darah normal berkisar systole/diastole 110/80 – 120-80 mmHg, nadi

normal 60 – 80x/menit, pernafasan normal 18 – 20x/menit, suhu 36,5 –

37,5°C.

Selanjutnya penulis melakukan palpasi abdomen untuk mendeteksi

letak janin. Hasil pemeriksaan didapatkan Leopold I teraba bulat lunak,

tidak melenting, Leopold II perut sebelah kanan teraba bagian-bagian

terkecil janin, perut sebelah kiri teraba keras memanjang, ada tahanan.

Leopold III teraba bulat, keras, tidak dapat digoyangkan, Leopold IV

Divergen teraba 4/5 bagian. Hal ini sesuai dengan teori Husin (2014),

bahwa pemeriksaan palpasi dapat dilakukan secara sistematis dengan

menggunakan empat manuver untuk menegaskan pertumbuhan janin

sesuai dengan usia kehamilan, menilai perkembangan dan

pertumbuhan janin, aukultasi jantung janin, mengetahui bagian lokasi

janin dan mendeteksi adanya ketidaknormalan.

221
Hasil pemeriksaan TFU yaitu 3 jari dibawah prosessus xiphoideuse

(Mc.Donald 30 cm). terdapat kesenjangan dengan teori Jannah (2012),

bahwa 3 jari dibawah prosessus xiphoideuse yaitu tinggi fundus pada

usia kehamilan 36 minggu. Sedangkan usia kehamilan Ny.I 38 minggu.

Perhitungan secara TFU bisa saja tidak akurat. Hal ini sesuai dengan

teori Hermawati (2018), bahwa apabila tinggi fundus 3-4 cm lebih kecil

dan normal kemungkinan retardasi pertumbuhan intrauterine terhambat,

presentasi sungsang, penurunan bagian kepala sudah masuk ke pelvis,

kematian janin atau oligohidramnion (jumlah cairan amnion sedikit). Hal

ini terjadi pada Ny.I bisa saja karena penurunan bagian kepala sudah

masuk ke pelvis. Namun jika dilihat dari hasil pengukuran TBJ berat bayi

2945 gram. Sesuai dengan teori Kristi (2014), bahwa pada usia

kehamilan 36-40 minggu, jika ibu mendapat gizi yang cukup,

kebanyakan berat bayi antara 2,5-3,5 kg dan panjang 50 cm.

Dilakukan pemeriksaan DJJ dengan hasil 150x/menit, teratur. Tidak

ada kesenjangan dengan teori Husin (2014), bahwa DJJ normal janin

Denyut jantung normal janin berfrekuensi antara 120-160 per menit. Jika

DJJ <120 disebut bradikardi dan takikardi jika DJJ >160 per menit.

Takikardi dan bradikardi disertai adanya penurunan atau menambahan

gerakan janin menandakan bahwa keadaan janin tidak baik.

Penulis melakukan perhitungan taksiran berat janin yaitu (30-11) x

155 = 2945 gram. Hal ini sesuai dengan cara Jhonson dalam teori Husin

(2014) yaitu Taksiran berat janin (TBJ) merupakan suatu estimasi atau

perkiraan berat badan berdasar pada hasil perhitungan kasar

pengukuran luar uterus. Taksiran berat badan janin dapat dihitung

222
dengan menggunakan cara Jhonson TBJ (gram) = (TFU-K) x 155

dimana TFU dalam satuan cm, dihitung dengan menggunakan pita ukur

dan dilakukan 2 kali pengukuran dan K = 12 jika kepala belum

memasuki pintu atas panggul (stasion +), 11 jika sudah memasuki pintu

atas panggul (stasion 0).

Penulis melakukan standar pelayanan minimal yang diberikan pada

Ny.I hanya 7T yaitu timbang berat badan dan tinggi badan, tekanan

darah, pengukuran TFU, pemberian tablet Fe, perawatan payudara,

senam hamil dan temu wicara/konseling. Sementara yang tidak

dilakukan yaitu 7T asuhan antenatal yaitu pemberian imunisasi TT

karena interval waktu penyuntikan, pemeriksaan Hb sudah di trimester

III dengan hasil normal, pemeriksaan protein urine, pengambilan darah

untuk VDRL, pemeriksaan urine reduksi atas indikasi, pemberian obat

malaria dan pemberian kapsul minyak beryodium karena bukan daerah

endemik jadi tidak diberikan. Oleh karena itu terdapat ketidak senjangan

antara teori dengan asuhan yang penulis lakukan, menurut teori Walyani

(2015), menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memberikan

pelayanan yang sesuai dengan standar yang terdiri 14T dan minimal di

lakukan 12T.

Pada pemeriksaan penunjang HB, VDRL tidak dilakukan karena

sudah dilakukan pada saat usia kehamilan Ny.I 36 minggu, sedangkan

usia kehamilan Ny.I sekarang 38 minggu. Penulis juga tidak

menganjurkan Ny.I melakukan pemeriksaan protein urin dan urin

reduksi dikarenakan Ny.I tidak ada indikasi untuk dilakukan

pemeriksaan tersebut. Hal ini sesuai dengan teori Walyani (2015),

223
bahwa Pemeriksaan Hb dilakukan pada kunjungan ibu hamil yang

pertama kali, lalu di periksa lagi menjelang persalinan dan pemeriksaan

VDRL dilakukan jika ada indikasi. Menurut teori Husin (2014), bahwa

beberapa kebijakan menetapkan tes diulang hanya jika ada indikasi

seperti wanita dengan riwayat darah tinggi, obesitas berlebihan, riwayat

penyakit gula/DM atau riwayat penyakit gula pada keluarga ibu atau

suami.

Penulis menganjurkan Ny.I untuk melakukan senam hamil dengan

berolahraga santai seperti jalan santai di sekitaran rumah di pagi hari

jam 06.00 WIB ±10 menit dan melakukan relaksasi dengan menghirup

udara segar dipagi hari. Hal ini sesuai dengan teori Husin (2014), bahwa

pada kehamilan trimester III dilakukan latihan senam hamil untuk

pembentukan sikap tubuh yang bertujuan untuk melatih kelenturan dan

pengencangan otot-otot abdomen dan dasar panggul, latihan dengan

berjongkok perlahan untuk melatih kelenturan otot panggul, dan latihan

kontraksi dan relaksasi untuk melatih kekuatan otot-otot leher, bahu

perut dan otot dasar panggul, serta latihan pernafasan untuk mengejan

Penulis melakukan konseling mengenai pola istirahat, pola makan

ibu, olahraga santai dan melakukan teknik relaksasi dengan menghirup

udara segar pagi, mengingatkan kembali tentang tanda-tanda bahaya

dalam kehamilan, dan memberitahu tanda-tanda persalinan serta

persiapan persalinan. Sesuai dengan teori Dewi (2011), bahwa

konseling pada Trimester III yaitu pengenalan komplikasi akibat

kehamilan dan pengobatannya, mengulang perencanaan persalinan,

memantau rencana persalinan, dan mengenali tanda-tanda persalinan.

224
Penulis menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan ulang 1

minggu kemudian tanggal 30 Mei 2019 dan apabila ibu ada keluhan

boleh kapan saja untuk kunjungan ulang. Sesuai dengan teori Rukiyah

2016), Jadwal kunjugan ulang antara 36 minggu sampai kelahiran

dilakukan setiap minggu.

2. Kunjungan ANC Kedua

Dilakukan pada hari Senin 27 Mei 2019 pukul 16.30 WIB di

Puskesmas Bogor Tengah. Pada kunjungan kedua ini Ny.I datang ke

puskesmas diantar oleh suaminya mengatakan ingin memeriksakan

kehamilannya, mengeluh sakit perut bagian bawah. Hal tersebut

merupakan hal fisiologis. Hal ini sesuai dengan teori Indrayani (2011),

bahwa nyeri perut bagian bawah adalah ketidaknyamanan yang

fisiolongis karena nyeri seperti kram ringan, terasa akibat gerakan tiba-

tiba, semakin membesarnya uterus sehingga keluar dari rongga panggul

menuju abdomen dan tertariknya ligamen-ligamen uterus seiring dengan

pembesaran yang terjadi dapat menimbulkan rasa tidak nyaman di

bagian perut bawah.

Berat badan sekarang 59 kg dan berat badan sebelum hamil 42 kg.

Tekanan darah 110/80 mmHg, 78x/menit, Pernafasan 20x/menit, Suhu

36,6°C. Palpasi abdomen Leopold I didapatkan TFU 3 jari dibawah

Processus Xiphoideuse (Mcdonald 30 cm), teraba bulat, lunak tidak

melenting, Leopold II perut bagian kanan teraba bagian-bagian terkecil

janin, perut sebelah kiri teraba keras, memanjang ada tahanan, Leopold

III teraba keras, tidak dapat digoyangkan, Leopold IV divergen 4/5

225
bagian. Pemeriksaan DJJ dengan hasil 146x/menit teratur, dalam batas

normal.

Standar pelayanan minimal yang diberikan pada Ny.I hanya 6T

yaitu timbang berat badan dan tinggi badan, tekanan darah, pengukuran

TFU, pemberian tablet Fe, senam hamil, dan temu wicara/konseling.

Pelayanan minimal yang tidak diberikan karena sudah diberikan

sebelumnya atau tidak ada indikasi untuk pelayanan minimal 6T sudah

cukup memenuhi standar asuhan.

Selanjutnya penulis melakukan konseling dan evaluasi pola

istirahat, dan pola makan ibu yang dianjurkan pada saat kunjungan

pertama serta mengingatkan kembali tentang tanda bahaya, mengenai

tanda persalinan, dan pendidikan kesehatan tentang berhubungan

seksual (coitus) pada kehamilan trimester III. Sesuai dengan teori

Sulistyawati (2016), yang menyatakan perubahan psikologis trimester III

salah satunya adalah libido menurun. Karena itu Ny.I dianjurkan

melakukan hubungan seksual dan menjelaskan manfaat coitus pada

kehamilan Trimester III.

B. Asuhan Kebidanan pada Ibu bersalin

1. Kala I

Dilakukan pada hari Minggu, 02 Juni 2019 pukul 02.30 WIB di

Puskesmas Bogor Tengah. Ibu datang dengan keluhan mulas-mulas

sejak pukul 21.00 WIB tanggal 01/06/2019, sudah keluar lendir darah

dan belum keluar air-air. Keluhan yang dirasakan ibu merupakan tanda-

tanda persalinan. Sesuai dengan teori Marmi (2016), bahwa Lendir

berasal dari pembukaan yang menyebabkan lepasnya lendir bercampur

226
darah berasal dari kanalis servikalis. Sedangkan pengeluaran darah

disebabkan robeknya pembuluh darah waktu serviks membuka.

Ibu bersalin tidak sesuai dengan hari perkiraan lahir tetapi hal

tersebut masih dikatakan normal dikarenakan jika disesuaikan dengan

usia kehamilan, ibu bersalin pada usia kehamilan 40 minggu. Tidak ada

kesenjangan dengan teori Nurhayati (2019), bahwa Persalinan normal

adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup

bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala

yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun

pada janin.

Hasil pemeriksaan Leopold I TFU pertengahan pusat dan

Processus Xiphoideuse (Mcdonald 29 cm), teraba bulat, lunak, tidak

melenting. Leopold II perut ibu sebelah kanan teraba bagian-bagian

terkecil janin, perut ibu sebelah kiri teraba keras memanjang ada

tahanan. Leopold III teraba bulat, keras, tidak dapat digoyangkan. Hal ini

sesuai dengan teori Jannah (2012), bahwa pertengahan pusat dan

prosessus xiphoideuse yaitu tinggi fundus pada usia kehamilan 40

minggu. Pada Ny.I UK 40 minggu dengan TFU 29 cm ini normal karena

sudah terjadi penurunan kepala janin sehingga TFU lebih kecil dari

sebelumnya.

Dilakukan pemeriksaan DJJ dengan hasil 146x/menit teratur. Tidak

ada kesenjangan dengan teori Husin (2014), bahwa DJJ normal janin

berfrekuensi antara 120-160 per menit.

227
Selanjutnya penulis melakukan perhitungan jumlah kontraksi (his)

dengan hasil 3x dalam 10 menit lamanya 35 detik. Hal ini sesuai dengan

teori Walyani (2015), yang menyatakan kontraksi pada persalinan aktif

berlangsung dari 45 sampai 90 detik dengan durasi rata-rata 60 detik.

Pada persalinan awal, kontraksi hanya mungkin berlangsung 15 sampai

20 detik.

Dilakukan pemeriksaan dalam, vulva dan vagina tidak ada kelainan,

portio tipis lunak, pembukaan 5cm, ketuban utuh, presentasi kepala

posisi UUK kiri depan, penurunan hodge II, tidak ada molage, ibu dalam

kala I fase aktif. Hal ini sesuai dengan teori Moegni (2013), bahwa kala

pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan

lengkap). Pada fase aktif pembukaan serviks 4 hingga 10 cm.

Penulis melakukan observasi, hasil pemeriksan kala I dilakukan

pemantauan pada Ny.I meliputi pemeriksaan TD setiap 4 jam sekali,

Nadi 30 menit sekali, Suhu tubuh setiap 2 jam sekali, DJJ setiap 30

menit sekali, kontraksi uterus 30 menit sekali, dan periksa dalam

dilakukan setiap 4 jam sekali atau jika ada indikasi. Hal ini sesuai

dengan teori Rohani (2011), bahwa pemantauan kala I pada persalinan

yaitu, pemeriksaan TD dilakukan setiap 4 jam sekali, Nadi setiap 30

menit sekali, Suhu tubuh setiap 2 jam sekali, DJJ setiap 30 menit sekali,

Kontraksi uterus setiap 30 menit sekali dan periksa dalam dilakukan 4

jam sekali.

CATATAN PERKEMBANGAN, pukul 06.30 WIB dilakukan

pemeriksaan TD dengan hasil 120/70 mmHg, Nadi 88x/menit, Suhu

36,6°C dalam batas normal. DJJ dengan hasil 141x/menit teratur. HIS

228
dengan hasil 4x dalam 10 menit lamanya 45 detik. Setelah 4 jam pada

pemeriksaan vt pertama dilakukan pemeriksaan vt kedua kali dengan

hasil pemeriksaan dalam yaitu hasil vulva vagina tidak ada kelainan,

portio tipis lunak pembukaan 7cm, ketuban utuh, presentasi kepala,

posisi UUK kiri depan, penurunan Hodge III, tidak ada moulage. Selama

4 jam pembukaan serviks hanya selebar 2 cm, Hal tersebut menunjukan

bahwa ibu mengalami persalinan dengan kala I memanjang pada fase

dilatasi maksimal, penyebab dari itu bisa saja dikarenakan His ibu yang

tidak adekuat hingga menyebabkan kala I memanjang.

Pada penggunaan partograf pemantauan Kala I pembukaan

lengkap berakhir melewati garis waspada karena his tidak adekuat dan

terjadi pembukaan kurang dari 1 cm perjam, perlu dipertimbangkan

tetapi masih dikatakan normal dan bisa dilakukan pemantauan. Sesuai

dengan teori Prawirohardjo (2014), bahwa garis waspada dimulai pada

pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan

lengkap diharapkan terjadi. Jika laju pembukaan 1cm per jam

pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada.

Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada

(pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan

adanya penyulit (misalnya fase aktif yang memanjang, macet, dan lain-

lain).

2. Kala II

Pukul 08.00 WIB, ibu mengeluh mulas semakin sering, merasa ada

dorongan meneran seperti ingin BAB dan terasa keluar air-air. Hasil

pemeriksaan vulva dan vagina tidak ada kelainan, portio tipis lunak,

229
pembukaan 10 cm, ketuban jernih pecah spontan pukul 08.00 WIB,

berbau khas, presentasi kepala UUK depan, penurunan Hodge III+,

tidak ada moulage. Hal ini sesuai dengan teori JNPKKR (2016), bahwa

ini merupakan tanda gejala kala II persalinan, yaitu ibu merasa ada

dorongan kuat untuk meneran, ibu merasa tekanan yang semakin

meningkat pada rectum dan vaginanya, perineum tampak menonjol,

vulva - vagina dan spingter anal membuka.

Pemeriksaan Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 88x/menit,

pernafasan 24x/menit, suhu 36,6°C, terjadi peningkatan pada denyut

nadi Ny.I Tidak ada kesenjangan dengan teori Sulistyawati (2012),

bahwa peningkatan frekuensi denyut nadi bervariasi tiap kali pasien

meneran dan sedikit peningkatan frekuensi pernafasan dianggap normal

karena sangat dipengaruhi oleh rasa senang, nyeri, rasa takut dan

penggunaan teknik pernafasan.

Pada saat pembukaan sudah lengkap penulis memberitahu hasil

pemeriksaan, menyiapkan posisi ibu, menghadirkan pendamping saat

proses persalinan, mengajarkan ibu meneran yang baik dan benar. Hal

ini sesuai dengan teori JNPKKR (2016), bahwa setelah pembukaan

lengkap memberitahu pada ibu janin cukup baik, menganjurkan ibu

menemukan posisi yang nyaman sesuai dengan pilihannya (kecuali

posisi berbaring terlentang dalam waktu lama), menghadirkan

pendamping, melakukan bimbingan meneran saat ibu merasa ingin

meneran atau timbul kontraksi yang kuat, menganjurkan ibu untuk

beristirahat diantara kontraksi, menganjurkan keluarga mendukung dan

memberi semangat pada ibu.

230
Pada saat melakukan pertolongan persalinan penulis hanya

menggunakan APD celemek dan sepatu yang tertutup bagian atasnya,

tidak menggunakan kacamata dan penutup kepala. Terjadi kesenjangan

dengan teori JNPKKR (2016) bahwa pada saat persalinan mengenakan

APD lengkap meliputi celemek plastik atau dari bahan yang tidak

tembus cairan, penutup kepala, kacamata dan sepatu boot. Tidak

tersedianya APD yang lengkap sehingga APD yang digunakan tidak

sesuai teori.

Penulis melakukan pertolongan pada Ny.I sesuai 60 langkah APN.

Hal ini sesuai dengan teori JNPKKR (2016), bahwa persalinan normal

dilakukan dengan 60 langkah. Bayi lahir spontan pukul 08.30 WIB.

Persalinan berlangsung selama kurang lebih 30 menit. Tidak ada

kesenjangan dengan teori Nurhayati (2019), bahwa Proses fisiologis

kala II biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada

multigravida.

Setelah bayi lahir dilakukan penilaian sepintas bayi menangis kuat

tonus otot aktif kulit kemerahan dan segera dilakukan IMD dengan cara

meletakkan bayi didada ibu agar bayi mencari puting ibu selama 1 jam,

tidak ada kesenjangan dengan teori Sondakh (2013), menyatakan

bahwa IMD atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu

sendiri segera setelah bayi lahir. Kontak antara kulit bayi dengan kulit

ibunya dibiarkan setidaknya selama 1 jam segera setelah lahir,

kemudian bayi akan mencari payudara ibu dengan sendirinya. Cara bayi

melakukan inisiasi menyusui dini dinamakan the best crawl atau

merangkak mencari payudara.

231
3. Kala III

Pukul 08.31 setelah bayi lahir penulis melakukan palpasi abdomen

untuk memastikan tidak ada janin kedua sebelum Ny.I disuntikan

oksitosin dengan hasil pemeriksaan tidak ada janin kedua maka

dilakukan manajemen aktif kala III, yaitu memberikan suntik oksitosin 10

IU secara IM segera setelah bayi lahir yaitu di 1/3 paha ibu bagian

antero lateral, melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT), dan

melakukan massase uterus selama kurang lebih 15 detik setelah

plasenta lahir. Sesuai dengan teori (Sulistyawati, 2012), yang

menyatakan Manajemen aktif kala III yaitu setelah bayi lahir palpasi

abdomen memastikan apakah ada janin kedua, suntikan oksitosin 10 IU

disisi lateral 1/3 atas paha pasien secara IM segera setelah bayi lahir,

melakukan PTT, melahirkan plasenta, lakukan massase fundus uterus

selama 15 detik.

Hasil pemeriksaan TFU sepusat uterus globuler. Hal ini sesuai

dengan teori Eniyati (2012), menyatakan bahwa Setelah bayi lahir,

kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus

uteri setinggi pusat dan berisi plasenta, beberapa saat kemudian, timbul

his pelepasan dan pengeluaran uri.

Untuk mengetahui lepasnya plasenta penulis melakukan perasat

dengan cara meletakkan tangan kiri diatas simpisis ibu tangan kanan

meregangkan tali pusat dan tali pusat bertambah panjang. Hal ini sesuai

dengan teori Eniyati (2012), bahwa Perasat kustner adalah dengan

meletakkan tangan disertai tekanan tangan pada atas simpisis, tali

232
pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti belum lepas,

apabila memanjang berarti sudah lepas.

Plasenta lahir spontan pukul 08.37 WIB lama kala III yaitu 7 menit.

Tidak ada kesenjangan dengan teori Eniyati (2012), bahwa proses

pengeluaran uri berlangsung selama 6 sampai 15 menit setelah bayi

lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan.

Mengecek kelengkapan plasenta, selaput korion dan amnion utuh,

insersi tali pusat sentralis ±45 cm, berat ±500 gram, tebal ±2,5 cm,

kotiledon lengkap.

Pemeriksaan genetalia tidak terdapat laserasi, jumlah perdarahan

±110 cc. Hal ini sesuai dengan teori Walyani (2015), bahwa pada

pengeluaran plasenta biasanya disertai dengan pengeluaran darah kira-

kira 100 – 200 cc.

4. Kala IV

Pada kala ini ibu mengeluh perutnya masih terasa mulas, kondisi

normal karena sedang terjadi involusi uteri. Tidak ada kesenjangan

dengan teori Sulistyawati (2015), bahwa involusi merupakan suatu

proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi

uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta

akan menjadi neurotic (layu/mati). Perubahan ini dapat diketahui dengan

melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU-nya (tinggi

fundus uteri).

Melakukan observasi (TTV, kontraksi uterus, kandung kemih, dan

perdarahan) selama 2 jam yaitu 15 menit pada satu jam pertama dan

setiap 30 menit pada satu jam kedua pasca-persalinan dengan hasil

233
pemeriksaan dalam batas normal. Hal ini sesuai dengan teori

Prawirohardjo (2014), bahwa pemantauan kala IV dilakukan setiap 15

menit pada satu jam pertama setelah melahirkan dan setiap 30 menit

pada satu jam berikutnya.

Pemeriksaan tinggi fundus uteri 2 jari diibawah pusat, kontraksi

baik. Hal ini sesuai dengan teori Dewi (2011), bahwa setelah plasenta

lahir TFU 2 jari dibawah pusat dengan berat 750 gram.

Dari hasil pemeriksaan genitalia tidak terdapat laserasi dan

mengkaji jumlah perdarahan pada Ny. I sebanyak ±50 cc. Hal ini sesuai

dengan teori Sulistyawati (2015), bahwa pada persalinan pervagina

kehilangan darah sekitar 200-500 ml.

Penulis membantu membersihkan ibu dan mengganti pakaian ibu

menggunakan washlap yang dibasahi air DTT. Hal ini sesuai dengan

teori 60 langkah APN menurut JNPKKR (2016), yang menyatakan

bahwa bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan

menggunakan air DTT, bersihkan cairan ketuban, lendir dan darah di

ranjang atau disekitar ibu berbaring. Bantu ibu memakai pakaian yang

bersih dan kering. Setelah bersih, kemudian penulis membersihkan alat

dan tempat persalinan.

Penulis memberikan ibu obat antibiotik amoxcilin sebanyak 10

tablet diminum 3x1. Paracetamol sebanyak 10 tablet jika ibu merasa

demam minum 3x1. Vit A sebanyak 2 buah diminum sekarang setelah

ibu makan dan setelah 24 jam. Tablet fe sebanyak 10 tablet untuk

penambah darah/untuk mencegah anemia diminum setiap malam

seperti waktu hamil. Hal ini sesuai dengan teori Nugroho (2014), yang

234
menyatakan ibu nifas dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan akan gizi

salah satunya ialah mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari post

partum, mengkonsumsi vitamin A 200.000 IU untuk mempercepat

penyembuhan ibu setelah melahirkan, mencukupi kebutuhan vitamin A

bagi ibu nifas dan juga bayi serta menjaga daya tahan tubuh, dan jika

terdapat nyeri perineum atau demam anjurkan minum

paracetamol/asetaminofen untuk mengurangi nyeri atau demam.

Menurut asumsi penulis memberikan obat paracetamol pada Ny. I untuk

suatu mengantisipasi demam yang terjadi, penulis juga menganjurkan

Ny.I meminum jika merasa demam dan antibiotik yang diberikan untuk

pencegahan terjadinya infeksi pada masa nifas yang tidak diketahui

akibat trauma jalan lahir atau akibat hal lainnya yang tidak dapat

diketahui.

Penulis melakukan observasi kala IV pada Ny.I yaitu memeriksa

tekanan darah dengan hasil 120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, pernafasan

20x/menit, suhu 36,5°C, TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik,

dilakukan setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada

jam kedua.. Hal ini sesuai dengan teori Eniyati (2012), bahwa

pemantauan dilakukan pada tekanan darah, suhu, dan tanda vital

lainnya, tonus uterus dan kontraksi, tinggi fundus uterus, kandung

kemih, serta perdarahan pervaginam. Pelaksanaan pemantauan

dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama pascapersalinan dan

dilanjutkan dengan setiap 30 menit setelah jam kedua pascapersalinan.

235
Penulis melengkapi dokumentasi dan pengisian partograf. Hal ini

sesuai dengan teori 60 langkah APN menurut JNPKKR (2016) bahwa

lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa asuhan kala

IV persalinan.

C. Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir

Kunjungan yang dilakukan pada bayi Ny.I sebanyak 5 kali, kunjungan

pertama pada saat bayi usia 1 jam, kunjungan kedua pada saat bayi

berusia 6 jam, kunjungan ketiga pada saat bayi berusia 6 hari, kunjungan

keempat pada saat bayi berusia 2 minggu, dan kunjungan kelima pada

saat bayi berusia 6 minggu. Hal ini sesuai dengan teori Moegni (2013)

menyatakan Terdapat minimal 3 kali kunjungan ulang pada bayi baru lahir

yaitu pada usia 6-48 jam (KN1), pada usia 3-7 hari (KN2) dan pada usia 8-

28 hari (KN3).

1. Kunjungan BBL Pertama Usia 1 Jam

Bayi dilahirkan di usia kehamilan 40 minggu lahir spontan menangis

kuat, tonus otot aktif, warna kulit kemerahan. Sesuai dengan teori Dewi

(2013), bahwa ciri-ciri bayi baru lahir normal yaitu lahir aterm antara usia

kehamilan 37-42 minggu kulit kemerah-merahan dan licin karena

jaringan subkutan yang cukup, gerak aktif, dan bayi langsung menangis

kuat.

Penulis melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) segera setelah bayi

lahir dan setelah tali pusat dipotong dan diikat, yaitu dengan cara

meletakkan bayi diatas perut ibu selama 1 jam setelah bayi lahir. Hal ini

sesuai dengan teori Sondakh (2013), IMD atau permulaan menyusu dini

adalah bayi mulai menyusu sndiri segera setelah bayi lahir. Kontak

236
antara kulit bayi dengan kulit ibunya dibiarkan setidaknya selama 1 jam

segera setelah lahir, kemudian bayi akan mencari payudara ibu dengan

sendirinya.

Setelah 1 jam IMD dilakukan pemeriksaan TTV, hasil pemeriksaan

batas normal yaitu laju jantung 143x/menit, pernafasan 46x/menit, suhu

36,7°C, Berat badan 3800 gram, Panjang badan 52 cm, lingkar kepala

33 cm, lingkar dada 34 cm. Tidak ada kesenjangan dengan teori Dewi

(2013), menyatakan ciri-ciri bayi lahir normal yaitu berat badan normal

2500 – 4000 gram, panjang badan 48 – 52 cm, lingkar dada 30 – 38 cm,

lingkar lengan 11 – 12 cm, frekuensi denyut jantung normal 120-

160x/menit, pernafasan 40-60x/menit, suhu normal 36,5-37,5°C.

Pemeriksaan reflek glabelar (+), reflek moro (+), reflek rooting (+),

sucking (+), swallowing (+), tonic neck (+), babinsky (+), walking (+). Hal

ini sesuai dengan teori Dewi (2013), yang menyatakan karakteristik

perilaku bayi baru lahir adalah reflex kedipan (glabelar reflex), reflex

mencari (rooting reflex), reflex menghisap (sucking reflex), tonick neck

reflex, grasping reflex, moro reflex, walking reflex, babinsky reflex.

Pemeriksaan dari kepala sampai anus, hasil yang didapat

pemeriksaan seluruhnya normal dalam keadaan baik, tidak ada kelainan

dan tidak menunjukan keadaan bayi prematur. Hal ini sesuai dengan

teori Rukiyah (2013), bahwa pemeriksaan fisik dilakukan secara

sistematis, mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki tidak boleh ada

yang yang terlewatkan, karena jika ada kelainan atau cacat bawaan,

atau ada luka/ lecet akan segera ditemukan sejak awal.

237
Memberikan salep mata Cloramphenicol 1% untuk mencegah

infeksi pada bayi baru lahir kemudian disuntikan vitamin K di 1/3 paha

kiri bagian luar untuk mencegah perdarahan karena sistem pembekuan

darah pada bayi baru lahir belum sempurna, ibu mengetahuinya. Hal ini

sesuai dengan teori Elmeida (2015), bahwa bayi baru lahir hendaknya

mendapatkan prophilaksis mata untuk mencegah infeksi oleh gonorrhea

atau clhamidia. Perlindungan terbaik untuk mata terhadap gonorrhea

dan chlamidia ialah salf erythromycin 0,5% yang dioleskan mulai dari

bagian tengah ke pinggir canthus dari masing-masing mata. Sedangkan

pemberian vitamin K sesuai dengan teori Laksmi (2012), bahwa semua

bayi baru lahir diberikan suntikan Vitamin k1 (Phytomenadione)

sebanyak 1mg dosis tunggal, intramuskular pada antero lateral paha

kiri. Suntikan Vitamin K1 dilakukan setelah proses IMD dan sebelum

pemberian imunisasi Hepatitis B. Perlu diperhatikan bahwa dalam

penggunaan sediaan vitamin K1 yaitu 1 ampul yang sudah dibuka tidak

boleh disimpan untuk dipergunakan kembali.

Penulis memberikan konseling meliputi menjaga kehangatan bayi

dengan mengenakan pakaian, membedong, dan memakaikan topi untuk

memastikan kepala bayi tertutup dan telah dijaga kehangatannya. Hal

ini sesuai dengan teori Laksmi (2012), menyatakan bahwa Pada waktu

bayi baru lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu badannya, dan

membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat.

Bayi baru lahir normal dibungkus hangat. Suhu tubuh bayi merupakan

tolak ukur kebutuhan akan tempat tidur yang hangat sampai suhu

tubuhnya sudah stabil.

238
2. Kunjungan BBL Kedua Usia 6 Jam

Dilakukan pada tanggal 02 Juni 2019 pukul 14.30 WIB. Hasil

pemeriksaan laju jantung 138x/menit, pernafasan 44x/menit, suhu

36,7°C. Tonus otot aktif, warna kulit kemerahan, dan menyusu dengan

kuat.

Bayi sudah BAK tetapi belum BAB. Tidak ada kesenjangan dengan

teori Rukiyah (2013), bahwa mekonium secara umum keluar pada 24

jam pertama, jika sampai 49 jam belum keluar kemungkinan adanya

mekonium plug syndrom, megakolon atau obstruksi saluran

pencernaan.

Penulis memberitahu Ny.I bahwa bayinya akan diberikan imunisasi

HB0 untuk mencegah penyakit hepatitis. hal ini sesuai dengan teori

Laksmi (2012), menyatakan bahwa imunisasi Hepatitis B pertama (HB0)

diberikan 1-2 jam setelah pemberian vitamin k1 secara intramuskular.

Imunisasi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi.

Imunisasi Hepatitis B (HB0) hanya diberikan pada bayi usia 0-7 hari.

By.Ny. I dimandikan setelah 6 jam lahir. Hal ini sesuai dengan teori

Elmeida (2015), yang menyatakan bahwa memandikan bayi adalah

salah satu cara perawatan untuk memelihara kesehatan dan

kenyamanan bagi bayi, pada bayi baru lahir memandikannya dilakukan

pada enam jam setelah bayi lahir, untuk mencegah terjadinya

hipotermi.

Memberitahu ibu perawatan tali pusat bayi yaitu dibersihkan saat

mandi pagi dan sore lalu dikeringkan jangan diberikan apapun. Hal ini

sesuai dengan teori Dewi (2013), bahwa telah dilaksanakan beberapa

239
uji klinis untuk membandingkan cara perawatan tali pusat agar tidak

terjadi peningkatan infeksi, yaitu dengan membiarkan luka tali pusat

terbuka dan membersihkan luka hanya dengan air bersih.

Penulis melakukan konseling sebelum pasien pulang mengenai,

pemberian Asi ekslusif, selalu dijaga kehangatan, perawatan tali pusat,

menjemur bayi dipagi hari pada jam 07.00-09.00, tanda bahaya bayi

baru lahir. Sesuai dengan teori Dewi (2013), Penyuluhan yang diberikan

kepada ibu dan keluarga sebelum bayi pulang adalah perawatan tali

pusat, pemberian ASI, jaga kehangatan bayi, tanda-tanda bahaya,

perawatan rutin harian dan pencegahan infeksi dan kecelakaan.

3. Kunjungan BBL Ketiga Usia 1 Minggu

Dilakukan pada tanggal 08 Juni 2019 pukul 09.20 WIB. Penulis

melakukan anamnesa pada ibu. Ibu mengatakan bayinya menyusu kuat

terkadang tidak mau berhenti menyusu, ibu mengatakan bayinya hanya

diberi ASI dan tali pusat puput pada hari ke lima, BAK 6-7x/hari, BAB 1-

2x/hari. hal ini sesuai dengan teori Rukiyah (2013), bahwa berkemih 6-

10x dengan warna urin pucat menunjukan masukan cairan yang cukup.

bayi biasanya dalam 3 hari pertama BAB, tinja masih dalam bentuk

mekonium dan normalnya bayi BAB paling tidak 1x sehari. Sedangkan

puput tali pusat pada By. Ny. I terjadi pada hari kelima. Sesuai dengan

teori Muslihatun (2010), bahwa Normalnya berwarna putih kebiruan

pada hari pertama mulai kering dan mengkerut/mengecil dan akhirnya

lepas setelah 7-10 hari.

240
Keadaan umum bayi baik, Berat badan bayi 4000 gram, panjang

badan 53 cm, pertambahan berat badan bayi sebanyak 200 gram

karena berat badan bayi pada saat lahir 3800 gram. Hal ini sesuai

dengan teori Martini (2015), yang menyatakan bahwa pertambahan BB

bayi lahir sampai usia 6 bulan sebesar 140 – 200 gram perminggu.

Ny.I memberikan bayinya ASI dengan teratur minimal 2 jam sekali dan

selalu menyusu dengan kuat.

Hasil pemeriksaan laju jantung 130x/menit, pernafasan 42x/menit,

suhu 36,5°C. Hal ini sesuai dengan teori Dewi (2013), bahwa frekuensi

denyut jantung normal 120-160x/menit, pernafasan 40-60x/menit, suhu

normal 36,5-37,6°C.

Penulis mengingatkan ibu untuk memberikan ASI Ekslusif, selalu

dijaga kehangatannya, bayinya dimandikan pagi dan sore hari, pusarnya

dibersihkan dan mengingatkan ibu tanda bahaya bayi baru lahir, seperti

demam >38°C, bayi merintih, bayi tidak mau menyusu, bayi tidur terus

dan perdarahan pada tali pusat Hal ini sesuai dengan teori Dewi (2013),

bahwa konseling bayi kunjungan 2-6 hari diantaranya perawatan tali

pusat, pemberian ASI, kebersihan kulit, jaga kehangatan dan tanda –

tanda bahaya.

Penulis memberitahu ibu bahwa akan dilakukan kunjungan rumah

pada tanggal 16 Juni 2019 untuk dilakukan pemeriksaan pada ibu dan

bayi. Hal ini sesuai dengan teori Moegni (2013), yang menyatakan

kunjungan neonatal ketiga (KN3) pada usia 8 – 28 hari.

241
4. Kunjungan BBL keempat usia 2 minggu

Dilakukan pada tanggal 16 Juni 2019 pukul 08.30 WIB. Hasil

pemeriksaan keadaan umum bayi baik, Berat badan bayi 4300 gram,

panjang badan 54 cm, kenaikan BB dan PB normal. Pertambahan

panjang badan menurut Rukiyah (2013), yaitu rata-rata waktu lahir

adalah 50 cm, lebih kurang 95% diantaranya menunjukkan panjang

badan sekitar 45 – 55 cm, tinggi badan anak dapat diperkirakan

sebagai berikut, umur 1 tahun pertambahan tinggi badan sebanyak 1,5

x TB lahir, umur 4 tahun 2 x TB lahir, umur 6 tahun 1,5 x TB setahun,

umur 13 tahun 3 x TB lahir. Saat ini berat badan dan panjang badan

bayi Ny.I saat ini masih dalam batas normal.

TTV dan pemeriksaan fisik tidak ada kelainan. Penulis memberitahu

ibu untuk melakukan kunjungan ulang, saat bayinya berusia 1 bulan

untuk dilakukan imunisasi BCG dan polio 1 dan penimbangan BB. Hal

ini sesuai dengan teori Dewi (2013), yang menyatakan bahwa imunisasi

BCG dan Poilo 1 diberikan pada bayi usia 0-2 bulan. Apabila BCG akan

diberikan ketika bayi berusia lebih dari 3 bulan maka sebaiknya

dilakukan uji tuberkulin atau lebih sering disebut tes mantoux terlebih

dahulu.

5. Kunjungan BBL Kelima Usia 6 Minggu

Dilakukan pada tanggal 14 Juli 2019 pukul 10.30 WIB. Dilakukan

pemeriksaan keadaan umum baik, berat badan 4800 gram, panjang

badan 56 cm. Pertambahan BB dan PB normal, TTV normal.

242
Pemeriksaan fisik bayi dibagian lengan kanan bayi, terdapat tanda

kemerahan di tempat penyuntikan, mengingatkan kembali tentang

pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan dan cukup ASI, konseling

imunisasi dasar, menganjurkan ibu untuk kunjungan bayinya sebulan

kemudian ke posyandu atau puskesmas, untuk dilakukan penimbangan

dan imunisasi selanjutnya yaitu DPT dan polio 2. Hal ini sesuai dengan

teori Rukiyah (2013), jadwal pemberian imunisasi dasar wajib yaitu

Hepatitis B-0 diberikan sedini mungkin setelah bayi lahir, BCG dilakukan

1 kali pada usia 1-11 bulan, sebaiknya dilakukan sebelum bayi berusia 2

– 3 bulan, DPT dasar diberikan 3 kali sejak anak dua bulan dengan

interval 4 – 6 minggu. DPT 1 usia 2 – 4 bulan, DPT 2 usia 3 – 5 bulan,

DPT 3 usia 4 – 6 bulan. Polio dilakukan 3 kali pemberian dengan

interval 4 minggu, Campak satu kali saat usia bayi 9 bulan. Imunisasi

dasar lengkap itu penting dan sesuai usia yang dianjurkan dalam

keadaan bayi sehat, dilakukan penimbangan rutin ke posyandu.

D. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas

Kunjungan nifas yang dilakukan oleh penulis adalah sebanyak 4 kali (6

jam setelah persalinan, 6 hari setelah persalinan, 2 minggu setelah

persalinan dan 6 minggu setelah persalinan). Hal ini sesuai dengan teori

Nugroho (2014), bahwa kunjungan masa nifas dilakukan sebanyak 4 kali

yaitu pada 6-8 jam setelah persalinan, 6 hari setelah persalinan, 2 minggu

setelah persalinan dan 6 minggu setelah persalinan.

243
1. Kunjungan Nifas Pertama (6 Jam)

Dilakukan pada tanggal 02 Juni 2019 pukul 14.30 WIB di

Puskesmas Bogor Tengah. Ibu mengatakan masih merasa sedikit

mulas, sudah dapat BAK sendiri ke kamar mandi. keluhan yang

dirasakan ibu adalah keadaan normal. Sesuai dengan teori Sulistyawati

(2015), bahwa involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus

pada kondisi sebelum hamil. dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari

desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic

(layu/mati). sedangkan proses mobilisasi Ny.I sesuai dengan teori

Nugroho (2014), bahwa mobilisasi segera setelah ibu melahirkan

dengan membimbing ibu untuk bangun dari tempat tidurnya. Ibu post

partum diperbolehkan bangun dari tempat tidurnya 2jam setelah

melahirkan. Anjurkan ibu untuk memulai mobilisasi dengan miring kana

atau kiri, duduk kemudian berjalan.

Hasil pemeriksaan TTV normal yaitu keadaan umum baik, tekanan

darah 120/80 mmHg, Nadi 81x/menit, pernafasan 22x/menit, suhu

36,5°C. Menurut teori Sulistyawati (2015), dalam 1 hari (24 jam

postpartum, suhu badan akan naik sedikit (37,5°C-38°C) akibat kerja

keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Denyut

nadi normal, denyut nadi sehabis melahirkan biasanya lebih cepat dan

keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut nadi.

Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernafasan juga akan

mengikutinya, kecuali bila ada gangguan saluran pencernaan.

244
Pada pemeriksaan payudara didapatkan putting susu menonjol

dan terdapat pengeluaran kolostrum. Hal ini sesuai dengan teori

Sulistyawati (2015), yang menyatakan setelah persalinan, terjadi

penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga aktivitas prolaktin

yang juga meningkat dapat memengaruhi kelenjar mamae dalam

menghasilkan ASI.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan TFU 2 jari dibawah pusat,

kontraksi baik, kandung kemih kosong. Hal ini sesuai dengan teori

menurut Dewi (2011), bahwa setelah plasenta lahir TFU 2 jari dibawah

pusat dengan berat uterus 750 gram.

Pada pemeriksaan genitalia terdapat pengeluaran darah ±10cc,

lokhea rubra. Hal ini sesuai dengan teori Sulistyawati (2015), yaitu

menyatakan bahwa lokhea rubra keluar pada hari ke-1 sampai hari ke-4

masa post partum. karena arti dari lochea itu kan pengeluaran dari sisa

sisa darah.

Penulis memberikan konseling mengenai pemberian ASI ekslusif

selama 6 bulan, cara menyusui, tanda bahaya pada masa nifas

mencegah perdarahan karena atonia uteri, dan pendidikan personal

hygine. Sesuai dengan teori Nugroho (2014), bahwa asuhan 6-8 jam

setelah persalinan yaitu mencegah perdarahan masa nifas karena

atonia uteri, memberikan konseling pada ibu atau salah satu keluarga

bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri,

pemberian ASI awal, dan memberikan supervisi pada ibu bagaimana

teknik melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.

245
2. Kunjungan Nifas Kedua (1 Minggu)

Dilakukan pada tanggal 08 Juni 2019 pukul 09.20 WIB. Ibu

mengatakan tidak ada keluhan, BAK dan BAB lancar, ASI lancar keluar

banyak, masih keluar darah yang berwarna merah kecoklatan.

Pengeluaran darah yang Ny.I alami normal. Hal ini sesuai dengan teori

Sulistyawati (2015), yang menyatakan bahwa lochea sanguinolenta

berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung pada hari

ke-4 sampai hari ke-7.

Penulis melakukan pemeriksaan keadaan umum baik, berat badan

53 kg, tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 77x/menit, pernafasan

20x/menit, suhu 36,5°C. Berat badan ibu setelah melahirkan turun 6 kg.

Hal ini sesuai dengan teori Mustary (2013), bahwa normalnya turun

berat badan setelah melahirkan ibu akan kehilangan berat badan 5-

11kg.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan TFU pertengahan pusat

dan simpisis, kontraksi baik, kandung kemih kosong. Sesuai dengan

teori Dewi (2011), bahwa pada 1 minggu post partum, TFU teraba

pertengahan pusat dan simpisis dengan berat 500 gram.

Penulis memastikan dan memberitahu ibu untuk beristirahat yang

cukup 1-2 jam disiang hari dan 7-8 jam pada malam hari, ibu harus bisa

mengambil kesempatan tidur siang saat bayi tertidur ibu pun ikut tidur.

Sesuai dengan teori Nugroho (2014), yang menyatakan ibu nifas

memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang dibutuhkan ibu

nifas sekitar 8 jam pasca malam hari dan 1 jam pada siang hari.

hal-hal yang dapat dilakukan ibu dalam memenuhi kebutuhan

246
istirahatnya salah satunya ialah tidur siang atau istirahat saat bayi

tidur.

Penulis memberitahu tahu ibu untuk mempertahankan nutrisi yang

seimbang bergizi dan kaya protein karna ibu sedang menyusui. Sesuai

dengan teori Nugroho (2014), yang menyatakan ibu nifas memerlukan

nutrisi dan cairan untuk pemulihan kondisi kesehatan setelah

melahirkan, cadangan tenaga serta untuk memenuhi produksi air susu.

ibu nifas dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan akan gizi seperti

mengkonsumsi makanan tambahan, makan dengan diet gizi seimbang

untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan

mineral.

Penulis mengingatkan Ny.I tentang ASI Eksklusif yaitu memberikan

ASI saja selama 6 bulan tanpa tambahan makanan dan minuman

apapun. Hal ini sesuai dengan teori Elmeida (2015), yang menyatakan

bahwa bayi hanya memerlukan ASI selama 6 bulan pertama, karena

ASI merupakan makanan yang ideal untuk bayi.

3. Kunjungan Nifas Ketiga (2 Minggu)

Dilakukan pada tanggal 16 Juni 2019 pukul 08.30 dirumah Ny.I.

Keadaan umum ibu baik, tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 78x/menit,

pernafasan 20x/menit, suhu 36,5°C. Hasil pemeriksaan abdomen

didapatkan TFU sudah tidak teraba, kandung kemih kosong. Tidak ada

kesenjangan dengan teori Dewi (2011), yang menyatakan bahwa 2

minggu post partum, TFU tidak teraba diatas simpisis dengan berat 350.

247
Pada pemeriksaan genitalia terlihat pengeluaran lochea serosa.

Hal ini sesuai dengan teori Sulistyawati (2015), yaitu lochea serosa

berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan

robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-

14.

Hasil pemeriksaan ekstremitas bawah kuku tidak pucat, tidak

ada oedema, dan tidak ada tanda homan. Hal ini sesuai dengan teori

menurut Rukiyah (2010), bahwa penyebab terjadinya tromboflebitis

sering dipicu oleh hal-hal seperti, perluasan infeksi endometrium,

mempunyai varises pada vena, obesitas (kegemukan), pernah

mengalami tromboflebitis, berusia 30 tahun lebih pada saat bersalin

berada pada posisi sit up pada waktu yang lama, memiliki insiden tinggi

tunggu mengalami tromboflebitis dalam keluarga. atau pun faktor

predisposisinya yaitu, kurang gizi, kelelahan, proses persalinan

bermasalah seperti partus lama, korioamnionitis, traumatik, persalinan

traumatik, kurang baiknya pencegahan infeksi, manipulasi yang

berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi masa nifas. Dan tidak ditemukan

adanya ciri-ciri tromboflebitis yang ada pada Ny.I.

Penulis memberikan konseling informasi tentang KB dini kepada ibu

meliputi jenis-jenis, menjelaskan keuntungan dan kerugiannya, serta

efek sampingnya. Hal ini sesuai dengan teori Sari (2014), yang

menyatakan periode late post partum (1 minggu – 5 minggu), pada

periode ini bidan tetap melakukan pe rawatan dan pemeriksaan

sehari-hari serta konseling KB. Penulis menganjurkan Ny.I melakukan

pemasangan KB pada tanggal 14 Juli 2019.

248
4. Kunjungan Nifas Keempat (6 minggu)

Dilakukan pada tanggal 14 Juli 2019 pukul 10.30 WIB. Hasil

pemeriksaan keadaan umum ibu baik, berat badan 52 kg, tekanan

darah 110/80 mmHg, Nadi 78x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu

36,5°C.

Terjadi penurunan berat badan Ny.I dari saat nifas 1 minggu

sebanyak 1 kg. Hal ini sesuai dengan teori Puspitaningrum (2013),

bahwa penurunan berat badan ibu postpartum yang memberikan ASI

adalah 3,20 kg, pada ibu postpartum yang memberikan ASI dan susu

formula penurunan berat badan yang normal terjadi sebesar 3,70 kg,

dan pada ibu postpartum yang memberi susu formula penurunan berat

badan 3,46 kg. Sejak Ny.I melahirkan bayinya hanya memberikan ASI

pada bayinya, penurunan yang terjadi pada Ny.I adalah normal.

Pemeriksaan fisik wajah tidak oedema, mata konjungtiva merah

muda sklera putih, leher tidak ada benjolan, payudara tidak ada

benjolan, Abdomen TFU tidak teraba, kandung kemih kosong. Sesuai

dengan teori Dewi (2011), bahwa pada 6 minggu postpartum fundus

uteri kembali normal (tidak teraba) dengan berat 50-60 gram.

Pemeriksaan genitalia lokhea alba, tidak ada kesenjangan teori

sulistyawati (2015), bahwa Lokhea alba mengandung leukosit, sel

desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang

mati. lokhea ini berlangsung 2-6 minggu postpartum.

Penulis menanyakan kembali kepada ibu tentang KB yang akan

digunakan setelah berdiskusi dengan suami ibu tetap memilih KB jangka

panjang yaitu spiral tetapi ibu masih merencanakan waktu pemasangan.

249
Hal ini sesuai dengan teori Nugroho (2014), bahwa program KB

sebaiknya dilakukan ibu setelah nifas selesai 40 hari (6minggu), dengan

tujuan menjaga kesehatan ibu. Pada saat melakukan hubungan seksual

sebaiknya perhatikan waktu, penggunaan kontrasepsi, dispareuni,

kenikmatan dan kepuasan pasangan suami istri.

Penulis memberitahu ibu jika belum mau berkB dianjurkan untuk

tidak melakukan hubungan seksual terlebih dahulu, jika ibu ingin

melakukan dianjurkan untuk melakukan KB alami seperti kondom.

E. Asuhan Kebidanan pada KB

Dilakukan pada tanggal 24 Juli 2019 pukul 11.00 WIB di Puskesmas

Bogor Tengah. Hasil anamnesa Ny.I ingin menggunakan KB jangka

panjang spiral. Mengingat penjelasan bidan sebelumnya bahwa KB jangka

panjang sangat efektif tidak perlu pulang pergi ke Puskesmas dan tidak

mengganggu ASI. Hal ini sesuai dengan teori Marmi (2016), yang

menyatakan bahwa Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) adalah satu alat

kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk,

ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya) yang dimasukkan ke

dalam rahim yang sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat

dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif sebagai suatu usaha

pencegahan kehamilan.

Riwayat menstruasi sebelumnya teratur siklus 28 hari, tidak pernah

merasakan nyeri haid/disminore, mengganti 2-3 kali pembalut perhari. Hal

ini sesuai dengan teori Marmi (2016), bahwa AKDR tidak boleh dipasang

jika pasien mengalama disminore yang berat, darah haid yang banyak, dan

haid yang ireguler atau perdarahan bercak (spotting).

250
Penulis melakukan informconsent, dan menjelaskan mengenai

kelebihan dan kekurangan, efek samping, bagaimana cara menggunakan

KB tersebut, waktu diperbolehkan untuk menggunakan KB tersebut.

Selanjutnya penulis melakukan pemeriksaan dengan hasil keadaan umum

ibu baik, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan

19x/menit, suhu 36,5°C. BB 51 kg. Mata konjungtiva merah muda. sklera

putih, payudara simetris tidak ada benjolan, terdapat pengeluaran ASI,

abdomen tidak ada benjolan dan nyeri tekan, tidak teraba ballotement,

ekstremitas atas tidak ada oedema, bawah tidak ada oedema dan varises.

Hal ini sesuai dengan teori Marmi (2016), bahwa yang dapat menggunakan

AKDR adalah usia reproduksi sehat, menginginkan menggunakan

kontrasepsi jangka panjang, perempuan menyusui yang menginginkan

kontrasepsi, tidak menghendaki metode hormonal, dan yang sudah pernah

melahirkan. keadaan normal Ny.I memenuhi syarat pemasangan IUD.

Pemeriksaan genetalia vulva dan vagina tidak ada kelainan, tidak ada

ulkus, panjang rahim 7 cm. Hal ini sesuai dengan teori Handayani (2015),

bahwa yang tidak diperbolehkan menggunakan AKDR/IUD adalah ukuran

rongga rahim kurang dari 5cm. Sedangkan pada Ny.I ukuran rahim 7 cm.

Dilakukan pemasangan IUD sesuai prosedur.

Sesuai dengan pilihan Ny.I memilih kontrasepsi jangka panjang yaitu

IUD alasan ibu memakai KB IUD karena tidak perlu pulang pergi ke

puskesmas. Sesuai dengan teori Marmi (2016), bahwa KB IUD Cu T 380A

efektivitas daya kerja 8 tahun.

251
Menjelaskan kembali efek samping IUD yaitu sakit perut mulas setelah

pemasangan karena disebabkan oleh reaksi terhadap benda asing yang

masuk kedalam rahim ibu. Hal ini sesuai dengan teori Sofian (2015),

bahwa efek samping pemasangan IUD yaitu nyeri dan mulas setelah

insersi, terjadi perdarahan atau bercak diluar haid (spotting), keputihan,

disminorea (nyeri selama haid). Ny.I dianjurkan kembali segera jika terjadi

nyeri yang tidak tertahankan, perdarahan tidak berhenti atau banyak,

benang IUD masuk kedalam kanalis servisis atau kedalam rongga rahim,

terjadi ekspulsi tanpa disadari akseptor, telah terjadi translokasi IUD.

Menganjurkan ibu kunjungan ulang 1 minggu kemudian atau jika

terjadi keluhan. Hal ini sesuai dengan teori Sofian (2015), menyatakan

bahwa pemeriksaan ulang secara rutin dilakukan 1 minggu setelah insersi

untuk mengetahui keluhan dini pasca pemasangan, dan selanjutnya

setelah 1, 3, 6, dan 12 bulan.

252
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penulis melakukan pengkajian kepada Ny.I sesuai dengan kebutuhan

pasien melalui upaya pendekatan manajemen kebidanan sejak usia

kehamilan 38 minggu sampai dengan ibu melakukan KB. Dilakukan di

Puskesmas Bogor Tengah periode Mei – Juli tahun 2019, diperoleh hasil

sebagai berikut :

1. Penulis melakukan pengumpulan data secara lengkap pada Ny.I

pengkajian data subjektif maupun objektif pada masa kehamilan,

persalinan, bayi baru lahir, nifas dan KB.

2. Penulis sudah melakukan pengumpulan data dan merencanakan

asuhan kebidanan pada Ny.I selama kehamilan, bersalin, bayi baru

lahir, nifas dan KB. Dari pengkajian penulis tidak menemukan masalah.

3. Penulis menginterpretasi data dengan menetapkan diagnosa dari hasil

data dan pengkajian data subjektif dan data objektif pada Ny.I Masalah

dan kebutuhan berdasarkan hasil data dan pengkajian selama asuhan

pada kehamilan, bersalin, bayi baru lahir, nifas dan KB dengan benar.

Masalah yang ditentukan masih dalam batas normal sehingga untuk

memenuhi kebutuhan Ny.I diberikan pendidikan kesehatan sesuai

dengan masalah fisiologis yang dihadapi oleh ibu selama kehamilan,

persalinan, bayi baru lahir, masa nifas dan KB.

253
4. Penulis melakukan analisa untuk menemukan masalah potensial yang

mungkin terjadi pada Ny.I masa kehamilan, persalinan, bayi baru lahir,

nifas dan KB. Dari hasil analisa penulis tidak menemukan masalah

potensial pada setiap asuhan.

5. Penulis tidak melakukan tindakan segera secara mandiri, kolaborasi dan

rujukan pada Ny.I saat hamil, bersalin, bayi baru lahir dan nifas karena

tidak ditemukan adanya masalah potensial.

6. Penulis merencanakan asuhan kebidanan pada Ny.I setiap kunjungan

dari mulai kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas dan KB. Hal ini

merupakan rencana dalam melakukan asuhan kebidanan sesuai

masalah dan kebutuhan yang ditemukan pada Ny.I akan tetapi ada saat

melakukan pertolongan persalinan penulis mendapatkan keterbatasan

yaitu tidak memakai alat pelindung diri secara lengkap seperti penutup

kepala.

7. Dari seluruh asuhan kebidanan yang telah diberikan pada Ny.I saat

hamil, bersalin, bayi baru lahir, nifas dan KB. Kemudian penulis

mengevaluasi asuhan yang telah diberikan telah tercapai dengan baik

dan asuhan kebidanan yang diberikan dapat dipahami dan dimengerti

oleh klien.

8. Penulis mendokumentasikan hasil dari setiap tindakan yang dilakukan

pada Ny.I saat hamil, bersalin, bayi baru lahir, masa nifas dan KB

dengan menggunakan manajemen Varney dan SOAP.

254
B. SARAN

1. Bagi Mahasiswa

Diharapkan mahasiswa dapat selalu mempertahankan dan

meningkatkan kompetensinya, sehingga dalam penerapan asuhan

kebidanan yang komprehensif kepada klien dapat sesuai dengan standar

pelayanan kebidanan.

2. Bagi Pasien

Diharapkan klien rutin untuk memeriksakan kehamilannya pada

tenaga kesehatan agar bila terdapat komplikasi pada kehamilan dapat

segera diatasi dan melakukan konsultasi kehamilan, persalinan, bayi baru

lahir, nifas dan KB.

3. Bagi Institusi Pendidikan.

Diharapkan pihak institusi menyediakan lebih banyak referensi buku

asuhan kebidanan terbaru yang mendukung proses penyusunan study

kasus ini, dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk memberikan

wawasan yang luas mengenai asuhan kebidanan komprehensif yang

sesuai dengan prioritas ibu hamil, bersalin, bayi baru lahir, nifas dan KB.

4. Bagi Lahan Praktik

Diharapkan bagi lahan praktik untuk dapat meningkatkan pelayanan

(lebih kooperatif pada pasien yang kurang peduli terhadap kondisinya),

khususnya dalam memberikan asuhan pada ibu hamil, bersalin, bayi baru

lahir, nifas dan KB yang komprehensif.

255

Anda mungkin juga menyukai