MATA KULIAH
Oleh:
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2016
ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI
2
• Keaslian Piutang
Deskripsi piutang pada laporan keuangan atau catatan atas laporan keuangan
biasanya tidak cukup untuk memberikan tingkat keandalan mengenai apakah
piutang asli, jatuh tempo, dan dapat ditagih. Pemahaman mengenai praktik
industri dan sumber informasi tambahan digunakan untuk menambah keyakinan.
Salah satu faktor yang memengaruhi keandalan piutang adalah kebijakan kredit
perusahaan. Kebijakan kredit yang ketat berdampak pada kualitas yang lebih
tinggi, atau risiko piutang yang lebih rendah. Perusahaan biasanya melaporkan
kebijakan kreditnya dalam catatan atas laporan keuangan.
• Sekuritisasi Piutang
Salah satu masalah analisis penting adalah saat perusahaan menjual semua atau
sebagian piutangnya pada pihak ketiga. Praktik ini disebut anjak piutang
(factoring) atau sekuritisasi (securitization). Piutang dapat dijual dengan recourse
atau tanpa recourse pada pembeli (recourse terkait atas jaminan kolektibilitas).
Penjualan piutang dengan recourse tidak memindahkan dengan efektif risiko
kepemilikan piutang dari penjual. Sekuritisasi piutang sering kali dilakukan
dengan menciptakan entitas bertujuan khusus (EBK) atau disebut juga Special
Purpose Entity (SPE).
3. Beban Dibayar Dimuka
Beban dibayar di muka (prepaid expenses) merupakan pembayaran di muka atas
jasa atau barang yang belum diterima. Sebagai contoh adalah pembayaran di muka untuk
asuransi, utilitas, dan pajak bangunan. Beban dibayar dimuka biasanya dikelompokkan
dalam asset lancar karena mencerminkan jasa yang diberikan yang jika tidak ada akan
membutuhkan penggunaan asset lancar lain.
4. Persediaan
a. Akuntansi dan Penilaian Persediaan
Persediaan (inventory) merupakan barang yang dijual dalam aktivitas operasi normal
perusahaan. Persediaan harus diperhatikan karena merupakan komponen utama dari asset
operasi dan langsung memengaruhi penghitungan laba. Biaya persediaan awalnya dicatat
3
pada neraca. Saat persediaan terjual, biaya ini dipindahkan dari neraca dan mengalir pada
laporan laba rugi sebagai harga pokok penjualan (HPP). Biaya tidak dapat berada pada
dua tempat yang sama pada waktu bersamaan, mereka dapat dicatat pada neraca (sebagai
beban masa depan), atau diakui saat ini pada laporan laba rugi dan mengurangi
profitabilitas untuk dikaitkan dengan pendapatan penjualan.
b. Arus Biaya Persediaan
Metode FIFO (First-In, First-Out), metode ini mengasumsikan bahwa barang
yang pertama dibeli merupakan barang yang pertama dijual.
Metode LIFO (Last-In, First-Out), metode ini mengasumsikan bahwa unit
yang dibeli terakhir merupakan unit pertama dijual.
Metode Biaya Rata-Rata (Average Cost), metode ini mengasumsikan bahwa
unit dijual tanpa memperhatikan urutan pembeliannya dan menghitung HPP
serta persediaan akhir sebagai rata-rata tertimbang sederhana.
c. Analisis Persediaan
a) Dampak Biaya Persediaan terhadap Profitabilitas
Laba kotor dapat dipengaruhi oleh pilihan metode penghitungan biaya
perusahaan. Pada periode di mana harga meningkat, FIFO memberikan laba kotor
yang lebih tinggi dibandingkan LIFO karera biaya persediaan yang lebih rendah
dikaitkan dengan pendapatan penjualan dengan harga pasar terkini. Hal ini sering kali
dinyatakan sebagai keuntungan fiktif FIFO karena laba kotor sebenarnya merupakan
penjumlahan dari dua komponen: laba ekonomi (economic profit) dan laba
kepemilikan (holding gain). Laba ekonomi sesuai dengan jumlah yang terjual
dikalikan dengan selisih antara harga jual dan biaya penggantian persediaan (kira-kira
sebesar biaya pembelian persediaan yang paling kini). Laba kepemilikan merupakan
kenaikan pada biaya penggantian karena persediaan telah diperoleh dan sama dengan
jumlah unit terjual dikali dengan selisih biaya penggantian terkini dengan biaya
perolehan awal.
b) Dampak Biaya Persediaan terhadap Neraca
Pada periode harga meningkat, dan dengan asumsi persediaan belum melikuidasi
lapisan persediaan lamanya, LIFO melaporkan persediaan akhir pada harga yang jauh
lebih rendah dibandingkan dengan biaya penggantian. Hasilnya neraca perusahaan
4
yang menggunakan LIFO tidak secara akurat mencerminkan investasi lancar yang
dimiliki perusahaan dalam persediaannya.
5
Pertambahan kewajiban pajak tangguhan sebesar: (Cadangan LIFO x Tarif
pajak)
Saldo laba = Saldo laba yang dilaporkan + Cadangan LIFO x (1 – Tarif
pajak)
Penyajian Kembali (Restatement) Analitis dari FIFO ke LIFO, FIFO
mencakup laba kepemilikan dan persediaan awal. Ada manfaatnya untuk
menghitung persediaan awal (PAFIFO) dikali dengan tingkat inflasi untuk lini
persediaan tertentu yang dimiliki oleh perusahaan. Misalnya, tingkat inflasi kita
sebut r. Untuk menghitung harga pokok penjualan LIFO (HPP LIFO), secara
sederhana tambahkan PAFIFO x r pada HPPFIFO seperti berikut:
HPPLIFO = HPPFIFO + (PAFIFO x r)
Untuk mengestimasi r, terdapat beberapa kemungkinan. Pertama, analis dapat
menggunakan angka yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan untuk
industri khusus perusahaan. Kedua, jika perusahaan menjalankan usaha
berdasarkan komoditas, angka indeks komoditas dapat digunakan dengan asumsi
bahwa komponen biaya persediaan lain berubah secara proporsional terhadap
bahan bakunya. Ketiga, analis dapat menggunakan tingkat inflasi perusahaan
pesaing.
Perubahan cadangan LIFO
r = Persediaan FIFO dari akhir periode lalu
6
perakitan. Overhead sering kali merupakan komponen biaya produk terbesar dan
paling sulit diukur untuk tingkat produk.
f) Biaya Perolehan atau Nilai Pasar, Mana yang Lebih Rendah
Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum atas valuasi persediaan adalah
menilai pada biaya perolehan atau nilai pasar, dinilai dari mana yang lebih
rendah (lower of cost or market- LOCOM). Aturan LOCOM menyatakan bahwa
jika harga pasar persediaan turun melebihi biaya perolehan persediaan untuk
alasan apa pun termasuk keusangan, rusak, perubahan harga, maka nilai
persediaan diturunkan untuk mencerminkan kerugian ini. Nilai/harga pasar
dijabarkan sebagai biaya penggantian terkini melalui pembelian atau reproduksi.
Tapi, nilai pasar tidak boleh melebihi nilai realisasi bersih atau kurang dari nilai
realisasi bersih setelah dikurangi margin keuntungan normal.
B. Pengenalan Aset Jangka Panjang
1. Akuntansi Aset jangka Panjang
Aset jangka panjang merupakan sumber daya yang digunakan untuk
menghasilkan penghasilan operasi (atau mengurangi biaya operasi) untuk lebih dari
satu periode. Bentuk aset jangka panjang yang paling umum adalah aset tetap
berwujud seperti bangunan, pabrik, dan peralatan. Aset jangka panjang juga
mencakup aset tak berwujud seperti paten, merek dagang, copyright, dan goodwill.
a) Kapitalisasi, Alokasi, dan Penurunan Nilai
Kapitalisasi. Kapitalisasi (capitalization) merupakan proses penangguhan
biaya yang terjadi pada periode berjalan, tetapi manfaatnya diharapkan dapat
berlangsung selama beberapa periode di masa depan. Aset jangka panjang
diciptakan melalui proses kapitalisasi. Kapitalisasi berarti menempatkan aset
di neraca, bukannya segera membebankan biayanya di laporan laba rugi.
Untuk aset berwujud seperti Plant Property and Equipment (PPE), proses ini
cukup sederhana dicatat pada nilai perolehan. Sedangkan untuk aset tidak
berwujud seperti litbang, iklan, biaya upah, kapitalisasi lebih bermasalah.
Meskipun aset tersebut lolos untuk dapat ditempatkan sebagai aset, tapi tidak
satu pun baik jumlah keuntungan masa depannya maupun usia ekonomisnya
7
dapat diukur secara andal, konsekuensinya biaya aset tak berwujud internal
segera dibiayakan dan tidak dicatat pada neraca.
Salah satu bagian yang bermasalah untuk profesi akuntansi adalah
kapitalisasi biaya pengembangan perangkat lunak. GAAP membedakan antara
dua jenis biaya: biaya pengembangan perangkat lunak untuk pemakaian
internal dan untuk dijual atau disewakan. Biaya perangkat lunak yang
dikembangkan untuk pemakaian internal harus dikapitalisasi dan diamortisasi
sepanjang masa manfaat yang diharapkan, dengan menentukan masa manfaat
perangkat lunak yaitu perkiraan keusangan. Perangkat lunak yang
dikembangkan untuk dijual atau disewakan pada pihak lain dikapitalisasi dan
diamortisasi hanya jika perangkat lunak tersebut telah mencapai “fisibilitas
teknologi. Sebelum tahap pengembangan tersebut, perangkat lunak dianggap
litbang dan karenanya dibebankan langsung.
Alokasi. Alokasi (allocation) merupakan proses pembebanan biaya tangguhan
(aset) secara periodik sepanjang salah satu atau lebih periode manfaat yang
diharapkan. Proses alokasi ini dinamakan penyusutan (depreciation) untuk
aset berwujud, amortisasi (amortization) untuk aset tak berwujud, dan deplesi
(depletion) untuk sumber daya alam. Alokasi biaya merupakan proses untuk
mengaitkan biaya aset dengan manfaatnya dan bukan merupakan proses
valuasi. Nilai tercatat aset tidak perlu mencerminkan nilai wajar. Terdapat 3
faktor yang menentukan nilai alokasi biaya: periode manfaat (kadang disebut
masa manfaat), nilai sisa, dan metode alokasi.
Penurunan Nilai. Penurunan nilai (impairment) merupakan proses penurunan
nilai buku aset saat arus kas yang diharapkan tidak lagi cukup untuk menutupi
biaya tersisa yang masih tercatat pada neraca. Jika arus kas yang diharapkan
(tidak didiskontokan) nilai tercatat aset (biaya dikurangi akumulasi
penyusutan), aset perlu diturunkan nilainya dan dinyatakan sebesar nilai pasar
wajar (jumlah diskonto taksiran arus kas). Dari perspektif analisis, terdapat 2
distorsi terkait dengan penurunan nilai aset:
Bias konservatif mendistorsi valuasi aset jangka panjang karena nilai aset
dapat diturunkan namun tidak dapat dinaikkan
8
Pengakuan penurunan nilai aset memiliki dampak temporer besar yang
mendistorsi laba bersih sementara berpotensi untuk meningkatkan
kegunaan nilai aset pada neraca.
b) Kapitalisasi versus Pembebanan: Dampak terhadap Laporan Keuangan dan
Rasio
Dampak kapitalisasi terhadap Laba. Kapitalisasi memiliki dua dampak
terhadap laba. Pertama, kapitalisasi menangguhkan pengakuan biaya. Hal
ini berarti kapitalisasi menghasilkan laba yang lebih tinggi selama periode
akuisisi namun laba yang rendah pada periode berikutnya jika
dibandingkan dengan pembebanan biaya. Kedua, kapitalisasi
menghasilkan serial perataan laba. Mengapa pembebanan langsung
menghasilkan serial laba yang lebih berfluktuasi? Jawabannya adalah
fluktuasi disebabkan karena pengeluaran modal yang sering kali “tak
lancar” berupa semburan dana bukan arus yang berlanjut, sementara
penghasilan dari pengeluaran ini jumlahnya stabil sepanjang waktu.
Sebaliknya, alokasi biaya aset sepanjang periode manfaat menghasilkan
laba akrual yang lebih stabil dan merupakan pengukuran kinerja
perusahaan yang lebih berarti.
Dampak Kapitalisasi terhadap Tingkat Pengembalian Investasi.
Kapitalisasi meningkatkan fluktuasi pengukuran laba dan karenanya rasio
tingkat pengembalian investasi. Kapitalisasi mempengaruhi baik
pembilang (laba) maupun penyebut (basis investasi) dari rasio tingkat
pengembalian investasi (return on investment- ROI). Sebaliknya,
membebankan biaya aset menghasilkan basis investasi yang lebih rendah
dan meningkatkan fluktuasi laba.
Dampak Kapitalisasi terhadap Rasio Solvabilitas. Pada pembebanan
biaya aset secara langsung, rasio solvabilitas, seperti rasio utang terhadap
ekuitas (debt to equity) mencerminkan kondisi perusahaan yang lebih
buruk dari kondisi sebenarnya. Hal ini terjadi karena pembebanan biaya
langsung menyebabkan ekuitas dinyatakan terlalu rendah untuk
perusahaan yang memiliki aset produktif.
9
Dampak Kapitalisasi terhadap Arus Kas Operasi. Saat biaya aset
dibebankan langsung, biaya ini dilaporkan sebagai arus kas keluar
aktivitas operasi. Sebaliknya, jika aset dikapitalisasi, biaya ini dilaporkan
sebagai arus kas keluar aktivitas investasi. Hal ini berarti pembebanan
langsung biaya aset akan menyatakan arus kas keluar operasi yang terlalu
tinggi dan arus kas keluar investasi terlalu rendah pada tahun akuisisi
dibandingkan dengan kapitalisasi biaya.
10
Penyusutan merupakan alokasi biaya bangunan dan peralatan (tanah tidak disustkan)
sepanjang masa manfaatnya. Meskipun penambahan kembali dalam laporan arus kas
atas beban non kas, penyusutan tidak menghasilkan dana bagi penggantian aset.
Pendanaan dari biaya modal dicapai melalui kegiatan arus kas operasi maupun
pendanaan.
1. Tingkat Penyusutan
Umur (Masa) Manfaat. Masa manfaat (useful life) aset sangat beragam.
Asumsi yang terkait masa manfaat aset dibuat berdasarkan kondisi
ekonomi, pemahaman teknik, pengalaman, dan informasi mengenai fisik
dan sifat produktif suatu aset. Faktor pembatas masa manfaat atas suat aset
antara lain kerusakan dan keusangan. Pemeliharaan dapat memperpanjang
masa manfaat atas suatu aset namun tidak dapat membuat masa manfaat
menjadi tak terbatas.
Metode Alokasi. Keragaman penyusutan secara signifikan disebabkan oleh
metode yang dipilih. Ada dua jenis metode yang biasa digunakan:
Garis Lurus. Metode penyusutan garis lurus mengalokasikan biaya
aset pada masa manfaat berdasarkan beban periodik yang sama. Alasan
penyusutan garis lurus adalah asumsi bahwa kerusakan fisik terjadi
sepanjang waktu. Penyusutan garis lurus secara implisit
mengasumsikan bahwa penyusutan pada tahun-tahun awal sama dengan
tahun berikutnya saat aset mungkin telah kurang efisien dan
membutuhkan pemeliharaan yang makin tinggi.
Dipercepat. Metode penyusutan yang dipercepat mengalokasi biaya
aset sepanjang masa manfaat dengan pola yang semakin menurun.
Konsep yang mendukung metode dipercepat adalah pandangan bahwa
beban penyusutan yang semakin kecil sepanjang waktu merupakan
kompensasi atas (1) peningkatan biaya perbaikan dan perawatan (2)
penurunan pendapatan dan efisiensi operasi, serta (3) peningkatan
ketidakpastian pendapatan atas aset berumur di masa depan (karena
keusangannya). Dua metode penyusutan dipercepat yang paling umum
adalah saldo menurun dan angka tahun. Metode saldo menurun
11
(declining-balance method) mengenakan tariff tetap terhadap saldo
akun yang semakin turun (nilai tercatat). Sedangkan metode jumlah
angka tahun (sum-of the years-digits-method) menerapkan bagian biaya
aset dikurang nilai sisa yang semakin kecil.
Khusus. Metode Penyusutan khusus (special) ditentukan pada industri
tertentu seperti baja dan semen berat. Persamaan metode ini adalah
dikaitkannya beban penyusutan pada aktivitas atau intensitas
penggunaan aset. Misalnya, jika suatu mesin memiliki masa manfaat
10.000 jam penggunaan, beban penyusutan berubah sesuai dengan jam
penggunaan bukan periode waktu.
2. Deplesi
Deplesi (depletion) merupakan alokasi biaya sumber daya alam berdasarkan
tingkat pemungutan atau produksi. Perbedaan penyusutan dan deplesi adalah
bahwa penyusutan biasanya merupakan alokasi biaya aset produktif sepanjang
waktu, sementara deplesi merupakan alokasi biaya berdasarkan unit yang
dieksploitasi dari sumber daya alam, seperti batu bara, minyak, mineral, atau
kayu. Deplesi tergantung dari produksi, menghasilkan lebih banyak produksi
berarti mengeluarkan biaya deplesi yang lebih pula.
3. Penurunan Nilai
Akuntansi pada masa sekarang berusaha untuk merefleksikan nilai kini dari
aset dalam neraca, meski dengan dasar konservatif. Yaitu, ketika aset yang
telah disusutkan diestimasi lebih tinggi daripada nilai estimasi sekarang
(biasanya nilai pasarnya), maka nilainya pada neraca diturunkan (write down)
untuk merefleksikan nilai saat ini. Write down (atau write off) ini disebut juga
dengan penurunan nilai (impairment).
c) Menganalisis Aset Tetap dan Sumber Daya Alam
Penilaian aktiva tetap dan sumber daya alam menekankan objektivitas biaya
historis, prinsip konservatisme, dan akuntansi atas uang yang diinvestasikan pada
aktiva tersebut. Aturan akuntansi untuk penurunan nilai aktiva jangka panjang
mewajibkan perusahaan untuk secara berkala menelaah kejadian atau perubahan
12
kondisi yang memungkinkan penurunan nilai. Berdasarkan aturan terkini, perusahaan
menggunakaan “uji perolehan kembali” (recoverability test) untuk menentukan
apakah terdapat penurunan nilai, yaitu perusahaan harus mengestimasi taksiran arus
kas bersih masa depan aktiva tersebut dan nilai disposisi akhirnya.
Menganalisis Penyusutan dan Deplesi. Sebagian besar perusahaan
menggunakan aset produktif jangka panjang pada aktivitas operasi mereka.
Manajer mengambil keputusan mengenai basis penyusutan, masa manfaat, dan
metode alokasi. Salah satu fokus analisis adalah adanya revisi manfaat aset.
Analisis kita harus mewaspadai adanya revisi, karena revisi sering kali digunakan
untuk memindahkan atau meratakan laba selama beberapa periode. Tantangan
lain bagi analisis kita berasal dari perbedaan metode alokasi yang digunakan
untuk pelaporan keuangan dan tujuan pajak. Tiga kemungkinan yang umum
adalah:
Penggunaan garis lurus baik dalam pelaporan keuangan maupun tujuan
pajak.
Penggunaan garis lurus untuk pelaporan keuangan dan metode dipercepat
untuk pajak.
Penggunaan metode dipercepat baik untuk pelaporan keuangan dan pajak.
Meskipun terdapat kelemahan, analisis kita sebaiknya tidak mengabaikan
informasi penyusutan, dan juga tidak terfokus pada laba sebelum penyusutan.
Kesalahan konsep lain dari penyederhanaan arus kas adalah bahwa penyusutan
hanya merupakan “beban tata buku” (bookkeeping expenses) dan berbeda dari
beban lain seperti tenaga kerja dan bahan baku, dan karenanya dapat dikeluarkan
atau dianggap tidak sepenting beban lainnya. Menganalisis penyusutan
membutuhkan evaluasi kelayakan. Untuk tujuan ini kita menggunakan pengukuran
seperti rasio penyusutan terhadap aset total atau rasio penyusutan terhadap faktor
yang terkait dengan ukuran lainnya. Terdapat beberapa pengukuran yang terkait
dengan umur aset tetap yang berguna untuk membandingkan kebijakan
antarperiode dan antarperusahaan, sebagai berikut:
Nilai kotor aset bangunan dan perlengkapan
Rata-rata jangkauan waktu total =
Beban penyusutan periode berjalan
13
Akumulasi penyusutan
Umur rata-rata =
Beban penyusutan periode berjalan
Nilai bersihaset bangunan dan perlengkapan
Umur sisa rata-rata =
Beban penyusutan periode berjalan
Pengukuran ini memberikan estimasi yang layak untuk perusahaan yang
menggunakan penyusutan garis lurus tetapi tidak terlalu bermanfaat bagi
perusahaan yang menggunakan metode dipercepat. Pengukuran lain yang sering
kali berguna untuk analisis adalah:
Rata-rata jangkauan waktu total = Umur rata-rata + Umur sisa rata-rata
Umur rata-rata bangunan dan perlengkapan berguna untuk mengevaluasi
beberapa faktor seperti margin laba dan persyaratan pendanaan masa depan.
Analisis Penurunan Nilai. Tiga masalah analisis yang timbul dari penurunan
adalah: (1) Evaluasi kelayakan jumlah penurunan nilai, merupakan tugas
analisis yang tersulit. Beberapa pertimbangan bagi seorang analis yaitu:
Pertama, identifikasi aset yang diklasifikasikan akan diturunkan (write down)
atau dihapuskan (write off). Kemudian, ukur persentase aset yang dihapuskan
dan evaluasi apakah nilai penghapusan layak atau tidak untuk kelas aset yang
bersangkutan. (2) Evaluasi kelayakan waktu (timing) penurunan nilai juga
cukup penting berkaitan dengan apakah perusahaan lama dalam melakukan
penurunan nilai atau menunda dalam melakukannya. (3) Analisis efek
penurunan nilai terhadap laba Seseorang juga perlu mencatat apakah sebuah
perusahaan yang melakukan penghapusan aset sekaligus dalam kelompok besar
dalam satu periode merupakan bagian dari strategi manajemen laba “big
bath”.
14