Anda di halaman 1dari 2

Berdasarkan kasus di atas, pasien yang memiliki luka pada kaki sebelah kanan yang tak kunjung

sembuh dan memiliki kadar gula darah yang tinggi yaitu 524 mg/dl. Kadar gula darah yang tidak
terkontrol pada pasien ulkus didapatkan lebih dari 200 mg/dl. Hiperglikemia berpengaruh
terhadap perkembangan komplikasi diabetes melalui beberapa jalur metabolisme yang
berlangsung didalam tubuh. Pada pasien dengan pengendalian glukosa darah yang buruk
berkemungkinan 5,8 kali untuk terjadinya ulkus diabetikum dibandingkan dengan orang yang
mengendalikan glukosa darahnya dengan baik. Pengendalian kadar gula darah penting dilakukan
dengan pemeriksaan HbA1c minimal 2 x setahun disamping tetap mengikuti tatalaksana DM
dengan baik. Pengendalian kadar gula darah berpengaruh terhadap terjadinya infeksi. Disamping
itu infeksi juga dapat memperburuk kendali glukosa darah. Kadar glukosa darah yang tinggi akan
meperburuk kondisi infeksi (Fitria et al., 2017)

Pasien DM dengan kriteria infeksi ringan ditandai dengan demam, kemerahan, dan edema pada
kaki. Kepekaan atau nyeri sebagian besar tidak lagi terasa atau kadang-kadang dan tanpa
maserasi atau kurang dari 25%. Bukti terjadinya infeksi adalah timbulnya gejala klasik inflamasi
(kemerahan, panas di lokasi luka, bengkak, nyeri) atau sekresi purulen atau gejala tambahan
(sekresi non purulen, perubahan jaringan granulasi, kerusakan tepi luka atau maserasi dan bau
yang menyengat). Yang penting harus dipahami dalam penyembuhan luka kaki diabetik antar
lain, perfusi yang adekuat, debridement, pengendalian infeksi, dan mengurangi risiko tekanan
pada kaki (Fitria et al., 2017)

Menurut Hutagalung, et al (2019) Neuropati perifer baik sensorik, motorik, maupun otonom
merupakan faktor utama terjadinya ulkus diabetik, luka terbuka ini selanjutnya menjadi daerah
kolonisasi bakteri (umumnya flora normal) dan selanjutnya berkembang menjadi invasi dan
infeksi bakteri. Luka pada kaki penderita diabetik sering menjadi luka kronik, berkaitan dengan
advanced glycation end-products (AGEs), inflamasi persisten, dan apoptosis yang diinduksi oleh
keadaan hiperglikemia (Bayu et al., 2019)

Mayoritas infeksi kaki diabetik membutuhkan debridement untuk mengangkat jaringan terinfeksi
dan nekrotik untuk mempercepat proses penyembuhan luka. . Secara umum, infeksi kaki diabetik
dengan eksudat ekstensif membutuhkan balutan yang mampu menyerap kelembapan, sedangkan
luka kering membutuhkan terapi topikal untuk meningkatkan kelembapan luka. Balutan luka
yang optimal sebaiknya diganti minimal 1 kali sehari untuk membersihkan luka serta evaluasi
keadaan infeksi luka (Bayu et al., 2019)

Jaffe & Wu (2017) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa penyembuhan luka yang kompleks
berkembang dari hemostasis, peradangan, proliferasi, dan remodeling jaringan secara tepat
waktu. di antara faktor-faktor lain, proses ini bergantung pada tingkat nutrisi makro dan mikro
yang memadai untuk memastikan perkembangan yang tepat melalui tahap-tahap ini. Pasien yang
kekurangan gizi mungkin tidak memiliki gizi yang cukup untuk meningkatkan regenerasi
jaringan yang menyebabkan luka menjadi kronik.
Bayu, M., Hutagalung, Z., Sya, D., & Sarie, V. P. (2019). Diabetic Foot Infection ( Infeksi Kaki
Diabetik ): Diagnosis dan Tatalaksana. 46(6), 414–418.
Jaffe, B. L., Wu, S. (2017). The Role of Nutrition in Chronic Wound Care. December.
Fitria, E., Nur, A., Marissa, N., & Ramadhan, N. (2017). Karakteristik Ulkus Diabetikum pada
Penderita Diabetes Mellitus di RSUD dr . Zainal Abidin dan RSUD Meuraxa Banda Aceh.
153–160.

Anda mungkin juga menyukai