Anda di halaman 1dari 11

A.

Definisi Diabetes Melitus Gestasional


Secara umum, menurut W. Sudoyo (2009) dalam buku Ilmu Penyakit
Dalam edisi V, DM pada kehamilan dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. DM yang memang sudah diketahui sebelumnya dan kemudian menjadi
hamil (Diabetes Mellitus Hamil/DMH/DM pragestasional).
2. DM yang baru ditemukan saat hamil (Diabetes Melitus
Gestasional/DMG).

Diabetes mellitus gestasional didefinisiskan sebagai suatu intoleransi glukosa


yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat hamil. Definisi ini berlaku
dengan tidak memandang apakah pasien diabetes mellitus hamil yang
mendapat terapi insulin atau diet saja, juga apabila pada pasca persalinan
keadaan intoleransi glukosa masih menetap. Demikian pula ada kemungkinan
pasien tersebut sebelum hamil sudah terjadi intoleransi glukosa. Meskipun
memiliki perbedaan pada awal perjalanan penyakitnya, baik penyandang DM
tipe 1 dan 2 yang hamil maupun DMG memiliki penatalaksanaan yang
kurang lenih sama.

Prevalensi diabetes mellitus gestasional sangat bervariasi dari 1-14%,


tergantung dari subyek yang diteliti dan terutama dari kreteria diagnosis yang
digunakan. Dengan menggunakan kriteria yang sama yaitu yang digunakan
oleh American Diabetes Association prevalensi sebesar 2,0%. Ksanti
melakukan studi retrospektif pada 37 wanita hamil yang dikelola sebagai
DMG di RSUPN Dr. Cipto mangunkusumo dalam retang tahun 2000-2003.
DMG lebih banyak didapatkan pada usia diatas 32 tahun dan lebih dari 50%
memiliki riawayat keluarga DM. pada kelempok DMG dengan hasil
pemeriksaan TTGO menunjukkan TGT (3 dari 37 subyek), semuanya dapat
terkendali dengan pengaturan diet saja. Sedangkan pada kelompok yang
memenuhi kriteria DM pada pemeriksaan awal (18 dari 37 subyek), sebanyak
70% mendapat terapi insulin. Sedangkan pada kelompok DMG yang
meraguka (tidak memenuhi kriteria diagernosis ada 1997 maupun Perkeni

4
2002 untuk DMG), sebanyak 80% dikelola dengan pengaturan diet saja. Tidak
ada pemakaian insulin analog pada priode tersebut.

B. Patofisiologi Diabetes Melitus Gestasional


Menurut Sudoyo (2009) pada kehamilan terjadi resistansi insulin
fisiologi akibat peningkatan hormone-hormon kehamilan (human placental
lactogen/HPL, progesterone, kortisol, prolaktin) yang mencapai puncaknya
pada trimester ketiga kehamilan. Tidak berbeda pada patifisiologi DM tipe ,
pada DMG juga terjadi ganggunya sekresi sel beta pancreas. Kegagalan sel
beta ini dipikirkan karena beberapa hal diantaranya :
1. Aotoimun
2. Kelainan genetic
3. Resistensi insulin kronik

Studi oleh Xiang (2000) melaporkan bahwa pada wanita dengan DMG
mengalami gangguan kompensasi produksi insulin oleh sel beta sebesar 67%
dibandingkan kehamilan normal. Ada sebagian kecil populasi wanita ini yang
antibody isclet cell (1.6-3,8%). Sedangkan sekitar 5% dari populasi DMG
diketahui memiliki gangguan sel beta akibat defek pada sel beta seperti
mutasi pada glukokinase.

Resistensi insuli selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh


untuk menjaga asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi
sebelum kehamilan pada ibu-ibu dengan obesitas. Kebanyakan wanita dengan
DMG memiliki kedua jenis resistensi insulin ini yaitu kronik dan fisiologi
sehingga resistensi insulinnya biasanya lebih berat dibandingkan kehamilan
normal. Kondisi ini akan membaik segera setelah selesai masa nifas, dimana
konsentrasi HPL sudah kembali seperti awal.

5
a. Penjaringan dan Diagnosis
Berbeda dengan diabetes melitus yang sudah mempunyai kseragaman
kriteria diagnosis, diabetes melitus gestasional sampai saat ini belum ada
kesepakatan mengenai kriteria diagnosis mana yang harus digunakan. Pada
saat ini terdapat dua kriteria diagnosis yaitu yang banyak dipakai
diperkenalkan oleh American Diabetes Association dan umumnya digunakan
dinegara Amerika Utara, dan kriteria diagnosis dari WHO yang banyak
digunakan diluar Amerika Utara.
b. Kriteria American Diabetes Association
American Diabetes Association menggunakan skrining diabetes melitus
gestasional melalui pemeriksaan glukosa darah dua tahap. Tahap pertama
dikenal dengan nama tes tantangan glukosa yang merupakan tes skrining.
Pada semua wanita hamil yang datang ke klinik diberikan minum glukosa
sebanyak 50 gram kemudian diambil contoh darah satua jam kemudian. Hasil
glukosa darah (umumnya contoh darah adalah plasma vena) > 140 mg/dl
disebut tes tantngan positif dan harus dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu
tes toleransi glukosa oral harus harus dipersiapkan sama dengan pada
pemeriksaan bukan pada wanita hamil. Perlu diingat apabila pada
pemeriksaan awal ditemukan konsentrasi glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl
atau glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl, maka mereka hanya dilakukan
pengulangan tes darah, apabila hasilnya sama maka diagnosis diabetes
melitus sudah dapat ditegakkan dan tidak diperlukan lagi pemeriksaan tes
toleransi glukosa oral.

Untuk tes toleransi glukosa oral American Diabetes Association


mengusulkan dua jenis tes yaitu yang disebut tes toleransi glukosa oral tiga
jam, dan tes toleransi glukosa oral dua jam. Perbedaan utama ialah jumlah
beban glukosa yaitu pada yang tiga jam menggunakan beban glukosa 100
gram sedang yang pada dua jam hanya 75 gram.(gambar 1)

6
Wanita Hamil

Glukosa 50 gr

< 140 mg % ≥ 140 mg %

normal TTGO – 2 jam 100 (75) gr


glukosa

Normal DMG

Pernilaian hasil tes toleransi glukosa oral untuk menyatakan diabetes


melitus gestasional, baik untuk tes toleransi glukosa tiga jam maupun yang
hanya dua jam berlaku sama yaitu ditemukannya dua atau lebih angka yang
abnormal (table1).

Tabel 1. Penilaian hasil tes toleransi glukosa oral 3 Jam dengan beban
Glukosa 100g dan 2 jam dengan beban glukosa 75 gr
Hasil tes toleransi glukosa oral 3 jam Hasil tes toleransi glukosa oral 2 jam
dengan beban glukosa 100gr (mg/dl) dengan beban glukosa 100gr (mg/dl)
Puasa 95 Puasa 95
1-jam 180 1-jam 180
2-jam 155 2-jam 155
3-jam 140
Diagnosa diabetes melitus gestasional ditegakkan apalia ditemukan dua atau
lebih angka yang abnormal

7
c. Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus Gestasional
Menurut WHO dalam buku Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus tahun 1999 menganjurkan untuk diagnosis Diabetes Mellitus
gestasional harus dilakukan tes toleransi glukosa oral dengan beban glukosa
75 gram. Kriteria diagnosis sama dengan yang bukan wanita hamil yaitu
puasa ≥126 mg/dl dan dua jam pasca beban ≥ 200 mg/dl, dengan tambahan
mereka yang tergolong toleransi glukosa terganggu didiagnosis juga sebagai
diabetes melitus gestasional. (Tabel 2)
Tabel 2. Nilai glukosa plasma puasa dan tes toleransi glukosa
oral dengan beban glukosa 75 gram
Glukosa plasma puasa
Normal < 110 mg/dl
≥ 110 mg/dl - < 126
Glukosa puasa terganggu
mg/dl
Diabetes melitus ≥ 126 mg/dl
Glukosa plasma 2 jam setelah pemberian 75 gram glukosa oral
Normal < 140 mg/dl
≥ 140 mg/dl - < 200
Toleransi glukosa terganggu mg/dl, sedang puasa
< 126 mg/dl
Diabetes Melitus ≥ 200 mg/dl

Dinyatakan diabetes melitus gestasional bila glukosa plasma puasa ≥


126 mg/dl dan/atau 2 jam setelah beban glukosa ≥ 200 mg atau toleransi
glukosa terganggu. Definition, Diagnosis and classification of diabetes
melitus its complication. Report of a WHO consultation. World health
organization, Geneva 1999 (Tech Rep Ser, 894).
2.5.1 Siapa yang Harus Diskrining dan Kapan harus Diskrining ?
Wanita dengan diabetes melitus gestasional hampir tidak pernah
memberikan keluhan, sehingga perlu dilakukan skrining. Oleh karena
hanya sekitar 3-4% dari wanita hamil yang menjadi diabetes melitus
gestasional , menjadi pertanyaan apakah semua wanita hamil harus
dilakukan skrining untuk diabetes melitus gestasional atau hanya pada
mereka yang dikelompokkan sebagai resiko tinggi. Penelitian di

8
Makassar oleh Adam dari 2074 wanita hamil yang diskrining
ditemukan prevalensi 3,0% pada mereka yang beresiko tinggi dan
hanya 1,2% pada mereka yang tanpa resiko.
Sebaiknya semua wanita hamil harus dilakukan skrining untuk
diabetes melitus gestasional. Beberapa klinik menganjurkan skrining
diabetes melitus gestasional hanya dilakukan pada mereka dengan
resiko tinggi, skrining sebaiknya sudah dimulai pada saat pertama kali
datang ke klinik tanpa memandang umur kehamilan. Apabila hasil tes
normal, maka perlu dilakukan tes ulangan pada minggu kehamilan
antara 24-28 minggu. Sedang pada mereka yang tidak beresiko tinggi
tidak perlu dilakukan skrining.
Faktor resiko DMG (Diabetes Mellitus Gestational) yang
dikenal adalah :
a. Faktor resiko obstresi :
Riwayat keguguran beberapa kali
Riwayat melahirkan bayi meninggal tanpa sebab
Riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan
Riwayat melahirkan bayi ≥ 4000 gram
Riwayat pre eklamsia
Polihidramnion
b. Riwayat umum
Usia saat hamil > 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya
Infeksi saluran kemih berulang saat hamil
Di Indonesia, untuk dapat meningkatkan diagnosis lebih baik,
lakukan pemapisan pada semua ibu hamil pada pertemuan pertama
dan mengulanginya pada usia kehamilan 26-28 minggu apabila
hasilnya negatif.
C. Komplikasi

9
Secara umum, menurut W. Sudoyo (2009) dalam buku Ilmu
Penyakit Dalam edisi V, komplikasi Diabetes Mellitus terdiri atas :
 Ibu : peningkatan resiko hipertensi (preeklampsia, HT dalam
kehamilan), resiko SC meningkat.
 Janin : anumali kongenital (jika hiperglekimia berat & GDP >120
mg/dl); stillbirth (lahir ,mati); makrosimia; lain-lain (ikterus, RDS,
polisitemia,hipokalsemia).
D. Penatalaksanaan
Menurut Desy Kurniawati dan Hanifah Mirzanie (2009) dalam buku
Obgynacea Penatalaksanaan tersebut :
1. Konseling nutrisi & diet DM + exercise :
I. Batasi intake karbohidrat 40% drtotal kalori (40% lemak,
20%protein)
II. Konsumsi karbohidrat dengan indeks glikemik rendah
III. Kurangin intake kalori total untuk overweight/obese dari 30-32
kkal/kgBB/hari menjadi 25kkal/kgBB/hari
IV. Exercise dapat menghindarkan dari kebutuhan terapi insulin
2. Pengukuran serial glukosa darah ibu
1. Monitor glukosa puasa & post prandial
2. Periksa glukosa puasa & 1 jam setiap kali sehabis makan,
dengan/tanpa insulin.
3. Priksa glukosa puasa & pre/post prandial dengan insulin
Target glukosa garah
4. Puasa <90 kapiler,<105 plasma
5. Pre prandial < 95
6. 1 jam post prandial <140
7. 2 jam post prandial <120
8. Glukosa post prandial <140 lebih baik dari pada glukosa pra
prandial <95
Jika dengan USG tampak resiko makrosomia-target terapinya glukosa
pra prandial=80

10
1. Identifikasi bayi beresiko tinggi&lakukan terapi
2. Fruktesamine serum (untuk identifikasi resiko rendah ); jika negatif
periksa insulin dicairan amnion (untuk identifikasi hiperinsulinemia
janin)
3. Glukosa puasa 1-2 kali/mgg & jika <105 (resiko rendah) periksa
lingkar perut janin pada awal trimester III (untuk indetifuikasi
makrosomia)
3. Terapi insulin (menurunkan makrosomia & morbiditas perinatal) Indikasi :
1. Glukosa kapiler >120 lebih dari 2 kali dalam 2 minggu (plasma >
140)
2. Glukosa puasa kapiler > 90 atauplasma > 105 dosis terapi.

E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (Doengoes, 2001)
a. Aktivitas / istrahat.
Tanda :
a. Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot,

11
b. tonus otot menurun.
c. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
d. Letargi / disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Tanda :
a. Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan
b. pada ekstremitas dan tachicardia.
c. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun /
tidak ada.
d. Disritmia, krekel : DVJ
c. Neurosensori
Gejala :
a. Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi :
b. mengantuk, lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala,
c. kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
d. penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau
e. mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas
f. kejang.
d. Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
a. Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajahmeringis
dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
e. Keamanan
Gejala :
a. Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
b. Menurunnya kekuatan immune / rentang gerak, parastesia/
paralysis otot termasuk otot – otot pernapasan (jika kadarkalium
mmenurun dengan cukup tajam).
c. Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi
oliguria / anuria jika terjadi hipololemia barat).
d. Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun :

12
e. hiperaktif (diare).
f. Pemeriksaan Diagnostik
Gejala :
a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
b. Aseton plasma : positif secara menyolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m
osm/l.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (penurunan
perfusi jaringan perifer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose
3. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan
4. Diagnosa keperawatan : risiko tinggi cidera berhubungan dengan
hiperglikemia dan hipogliikemia.

Daftar Pustaka
Doengoes, Marilynn E 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman
untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, edk 2, EGC, Jakarta
Adi, Soebagijo Soelistijo. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni

13
Nanda-1. 2018-2020. Diagnosa Diagnosis Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi,
Edisi 11,. EGC : Jakarta

Wilkinson, J. M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Kriteria Hasil


(NOC ) dan Intervensi (NIC). EGC: Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai