Kadar Serum F2-Isoprostan Yang Tinggi Meningkatkan Risiko Terjadinya Preeklamsi
Kadar Serum F2-Isoprostan Yang Tinggi Meningkatkan Risiko Terjadinya Preeklamsi
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
TESIS
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
KADAR SERUM F2-ISOPROSTAN YANG TINGGI
MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA PREEKLAMSI
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
Lembar Pengesahan
Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, Sp.OG(K) dr. AAN Jaya Kusuma, Sp.OG(K)
NIP. 19530715 198003 1 009 NIP. 19611203 198709 1 001
Mengetahui
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 194612131971071001 NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 17 Juni 2013
Anggota :
1. dr. AAN Jaya Kusuma, Sp.OG(K)
2. Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And, FAACS
3. Prof. dr. Nyoman Agus Bagiada, Sp.BIOK
4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH.Ph.D
69
Penulis
70
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
2.4 F2 Isoprostan........................................................................................ 23
PENELITIAN .................................................................................................. 33
LAMPIRAN .................................................................................................... 69
76
DAFTAR TABEL
Halaman
5.1 Distribusi Umur Ibu, Umur Kehamilan, Paritas dan Kadar Serum
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR SINGKATAN
BB : Berat Badan
F2-IsoPs : F2-Isoprostan
H/R : Hypoxia-Reoxygenation
IK : Interval Kepercayaan
MDA : Malondialdehyde
NO : Nitric oxide
OR : Odds Ratio
USG : Ultrasonography
XO : Xanthine Oxidase
80
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
dalam perjalanannya dapat menjadi patologis. Salah satu keadaan patologis dalam
kehamilan adalah preeklamsi. Preeklamsi ini memiliki pengaruh atau akibat yang serius,
Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuri ini
kehamilan (WHO, 2002; Habli dan Sibai, 2008; Gupta dkk, 2009) dan dilaporkan
terdapat sekitar 50.000 sampai 76.000 kematian setiap tahun akibat preeklamsi (WHO,
2002). Juga merupakan penyumbang sekitar 16% dari seluruh kematian ibu di negara
maju (Habli dan Sibai, 2008). Di Indonesia, angka kejadian preeklamsi berkisar antara
2,1-8,5% dan kelainan ini masih merupakan penyebab kematian ibu nomor dua tertinggi
(24%), setelah pendarahan (Depkes RI, 2001). Untuk angka kejadian di RSUP Sanglah
Denpasar, periode 2002-2003 dilaporkan kejadian preeklamsi sebesar 5,83% (Oka dan
Surya, 2004), pada periode 2004-2005 sebesar 6,06% (Sudarmayasa dan Surya, 2006),
sementara pada periode 2009-2010, dilaporkan sebesar 7,31% (Lidapraja dan Surya,
2011).
Diperkirakan 1/3 bayi yang lahir dari penderita preeklamsi mengalami PJT (Auer dkk,
82
Telah banyak penelitian mengenai faktor risiko, etiologi maupun intervensi pada
preeklamsi yang dilakukan, tetapi konsensus yang ada masih dianggap kurang (Gupta
dkk, 2009). Hingga saat ini teori etiologi dan patogenesis preeklamsi masih belum ada
sebuah “disease of theories” (Reynolds, 2003; Habli dan Sibai, 2008). Teori-teori
tersebut di antaranya adalah: (1) teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi
endotel; (2) teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin; (3) teori kelainan pada
vaskularisasi plasenta; (4) teori adaptasi kardiovaskular; (5) teori inflamasi; (6) teori
Salah satu teori etiologi preeklamsi yang dianut saat ini mengatakan adanya
yang menyebabkan timbulnya stress oksidatif (Toescu dkk, 2002; Roberts dan Hubel,
2004). Telah diketahui bahwa pada saat kehamilan normal terdapat peningkatan
produksi radikal bebas dibandingkan dengan saat tidak hamil, dan pada preeklamsi
diduga produksinya lebih banyak lagi. Stress oksidatif yang terjadi pada preeklamsi
akan meningkatkan produk hasil lipid peroksidasi. Lipid peroksidasi tersebut diduga
kuat berperan penting menyebabkan gangguan fungsi endotel dan timbulnya gejala
klinis preeklamsi (Hung dan Bruton, 2006; Borekci dkk, 2009; Gupta dkk, 2009).
pengukuran lipid peroksidasi dalam darah, salah satunya menggunakan marker F2-
Isoprostan (F2- IsoPs) (Patrignani dan Tacconelli, 2005; Dalle-Donne dkk, 2006).
83
Saat ini F2-IsoPs merupakan marker stress oksidatif atau lipid peroksidasi in
vivo yang tergolong baru, paling baik, sangat stabil, dan secara signifikan lebih akurat
daripada marker lainnya (Patrignani dan Tacconelli, 2005; Dalle-Donne dkk, 2006). F2-
IsoPs telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis, namun darah (plasma ataupun
serum) dan urin merupakan sampel penelitian yang paling umum digunakan karena
paling mudah didapatkan, paling tidak invasif, dan memberikan hasil yang sama akurat
dan presisi dari indeks stress oksidatif. Isomer 8-isoprostan dari F2-IsoPs merupakan
isomer F2-IsoPs yang paling banyak dihasilkan dan paling sering diteliti (Dalle-Donne,
2006; Janicka dkk, 2010). Dan penelitian menunjukkan bahwa kadar total F2-IsoPs
(bebas dan yang terikat dengan fosfolipid) dapat menggambarkan keadaan stress
oksidatif yang sebenarnya (Barden dkk, 2001; Hung dan Bruton, 2006).
marker F2-IsoPs sebagai marker lipid peroksidasi terpilih saat ini pada preeklamsi
masih kurang (Henriksen, 2000; Gupta dkk, 2005; Kaur dkk, 2008). Sebagian besar
penelitian lipid peroksidasi pada preeklamsi, seperti yang juga dilakukan oleh Barden
dkk (2001), Harsem dkk (2007), dan Tanto (2008), mendapatkan kadar plasma maupun
serum F2-IsoPs lebih tinggi secara signifikan pada penderita preeklamsi dibandingkan
dengan kehamilan normal. Tetapi hasil penelitian tersebut tidak sepenuhnya didukung
secara universal (Henriksen, 2000; Gupta dkk, 2009). Misalnya pada penelitian Ishihara
dkk (2004), mereka menyimpulkan tidak terbukti adanya stress oksidatif dengan tidak
didapatkannya perbedaan kadar plasma dan urin F2-IsoPs pada penderita preeklamsi
vaskular ini masih merupakan penelitian yang menarik karena berhubungan dengan
prediksi, risiko, etiologi, dan intervensi dari preeklamsi. Walaupun F2-IsoPs saat ini
telah diakui sebagai marker lipid peroksidasi yang paling baik (Janicka dkk, 2010),
namun peran F2-IsoPs dalam kehamilan belum banyak diketahui. Penelitian pada
preeklamsi yang mengunakan kadar total serum F2-IsoPs sebagai marker lipid
peroksidasi pun masih terbilang baru dan sedikit dibandingkan marker lainnya. Padahal
pada beberapa bidang kedokteran lain, F2-IsoPs telah mulai digunakan sebagai marker
klinis dan alat ukur keberhasilan intervensi. Penelitian ini perlu dilakukan dengan
harapan dapat menjawab hasil penelitian yang selama ini masih kontradiktif.
Dari uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut : Apakah risiko terjadinya preeklamsi pada kadar serum F2-IsoPs yang
Mengetahui peranan lipid peroksidasi melalui deteksi kadar serum F2-IsoPs pada
preeklamsi.
Mengetahui risiko terjadinya preeklamsi pada kadar serum F2-IsoPs yang tinggi.
oksidatif terutama lipid peroksidasi pada preeklamsi, dan dapat digunakan sebagai data
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Preeklamsi
penurunan perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. (Cunningham et al,
2001). Penyakit ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan protein urin.
maternal maupun neonatal di seluruh dunia (Roberts, 2003; Gupta dkk, 2009).
Sementara di Indonesia kelainan ini masih merupakan penyebab kematian ibu nomor
Pengaruh preeklamsi pada ibu hamil bervariasi dari hipertensi ringan, hipertensi
berat, krisis hipertensi, eklamsi hingga sindrom HELLP, sedangkan dampak kelainan ini
pada janin juga bervariasi dari kelahiran prematur, PJT (pertumbuhan janin terhambat)
hingga kematian janin (Jaya Kusuma, 2006). Diseluruh dunia sekitar 15% kelahiran
penderita preeklamsi. Dan di negara-negara barat diperkirakan 1/3 bayi yang lahir dari
penderita preeklamsi mengalami PJT (Auer dkk, 2010). Preeklamsi juga meningkatkan
Preeklamsi merupakan salah satu komplikasi medis yang paling sering dalam
(WHO, 2002; Habli dan Sibai, 2008) dan dilaporkan terdapat sekitar 50.000 sampai
76.000 kematian setiap tahun akibat preeklamsi (WHO, 2002). Kelainan ini merupakan
penyebab dari sekitar 16% kematian ibu di negara maju (Habli dan Sibai, 2008). Di
preeklamsi sebesar 5,83% (Oka dan Surya, 2004), pada periode 2004-2005 sebesar
6,06% (Sudarmayasa dan Surya, 2006), sementara pada periode 2009-2010, dilaporkan
hidrops fetalis, bayi besar, (3) Umur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, (4)
Riwayat keluarga pernah preeklamsi/eklamsi, (5) Penyakit ginjal dan hipertensi yang
(Cunningham, 2010). Pada penelitian yang lain disebutkan bahwa wanita nullipada
berisiko lima hingga sepuluh kali lipat lebih tinggi untuk menderita preeklamsi
Pada kehamilan multi fetus juga didapatkan peningkatan risiko preeklamsi sebesar
empat hingga lima kali lipat lebih tinggi dari pada kehamilan normal. Pada kehamilan
13% berbanding 6%, dan insidensi preeklamsi adalah 13% berbanding 5%. Juga
dikatakan bahwa risiko preeklamsi meningkat lebih tinggi pada wanita dengan
2010).
Faktor lainnya yang juga mungkin berpengaruh yaitu usia ibu yang ekstrim, yaitu
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, obesitas, riwayat keluarga dengan
preeklamsi, dan ras kulit hitam. Ibu yang mengalami preeklamsi pada kehamilan
pertama memiliki risiko sebesar 12 kali lebih tinggi daripada ibu dengan kehamilan
penyakit atau keadaan apapun yang melibatkan peranan stress oksidatif atau
c. Kreatinin serum >1,2 mg/dl, kecuali sebelumnya diketahui telah terjadi peningkatan
e. Hemolisis mikroangiopati
Pelbagai penelitian pada preeklamsi telah dilakukan untuk mencari faktor risiko,
etiologi, maupun intervensi yang terbaik untuk preeklamsi, tetapi konsensus yang ada
untuk preeklamsi masih kurang (Gupta, 2005). Sejumlah teori mengenai mekanisme
patogenesis tersebut masih belum dapat dibuktikan secara pasti (Habli dan Sibai, 2008;
Borekci dkk, 2009). Karena itulah preeklamsi masih digambarkan sebagai sebuah
“disease of theories” (Reynolds, 2003). Dari banyak teori yang telah dikemukakan,
tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori tersebut di
antaranya adalah (1) teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel, (2)
teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, (3) teori kelainan pada vaskularisasi
plasenta, (4) teori adaptasi kardiovaskular, (5) teori inflamasi, (6) teori defisiensi gizi,
Salah satu teori etiologi preeklamsi yang saat ini cukup banyak dianut adalah
yaitu teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel. Teori ini mengatakan
antioksidan akibat iskemik plasenta, sehingga terjadi stress oksidatif dan peningkatan
Pada kehamilan normal, setelah terjadi implantasi maka diikuti oleh proses
invasi tropoblas pada awal perkembangan plasenta. Invasi tropoblas terjadi melalui dua
tropoblas yang infiltrasi dinding pembuluh darah akan menggantikan sel-sel endotel dan
otot polos dinding arteri, sehingga arteri spiralis akan kehilangan tonusnya, dilatasi dan
lumennya menjadi lebih lebar sehingga aliran darah ke plasenta dan janin meningkat.
Proses invasi gelombang pertama berlangsung hingga umur kehamilan 10-12 minggu,
kemudian disusul dengan invasi tropoblas gelombang kedua pada umur kehamilan 14-
16 minggu hingga maksimal umur kehamilan 20 minggu. Proses invasi yang baik akan
menjamin aliran darah yang baik menuju plasenta (Toescu dkk, 2002; Roberts dan
arteri spiralis, sehingga aliran darah ke plasenta terganggu dan menyebabkan terjadinya
stress oksidatif (Toescu dkk, 2002; Roberts dan Hubel, 2004; Gupta dkk, 2005). Stress
berujung pada gangguan fungsi endotel dan pada akhirnya menimbulkan sindroma
Davies, 2009).
Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel di atas telah
didukung oleh banyak peneliti yang menganggap preeklamsi sebagai salah satu penyakit
menerus selama lebih dari 20 tahun terakhir. Banyak peneliti yang menemukan bahwa
preeklamsi di atas dimiliki juga oleh sejumlah kelainan medis (atherosclerosis, diabetes,
tidak dengan mudah dibuktikan dan dilakukan intervensi. Beberapa penelitian klinis
telah dilakukan dengan memberikan vitamin C dan E sebagai antioksidan pada wanita
pemberian vitamin C dan E dikatakan dapat memiliki efek kurang baik pada kehamilan.
karena pemberiannya terlambat pada usia kehamilan yang sudah lanjut, dosis yang tidak
tepat, dan pemberian antioksidan ini tidak dapat membalikkan perjalanan patogenesis
Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang dapat bertahan secara
independen dan memiliki elektron tidak berpasangan, sifatnya sangat reaktif dan dapat
elektronnya. Radikal bebas merupakan produk yang senantiasa selalu diproduksi dalam
tubuh manusia. Dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, pada saat kehamilan
92
produksinya lebih banyak lagi. Ketika produksi radikal bebas meningkat dan melebihi
kemampuan sistim pertahanan antioksidan dalam tubuh, maka terjadilah suatu keadaan
yang disebut stress oksidatif (Hung dan Bruton, 2006; Cindrova-Davies, 2009). Sumber
radikal bebas dan stress oksidatif yang terbesar pada kehamilan dipercaya berasal dari
stress oksidatif yang terjadi di plasenta, terutama mitokondria plasenta (Hung dan
Secara umum radikal bebas dapat berasal dari dua sumber, yaitu sumber
endogen dan eksogen. Radikal bebas yang bersifat eksogen antara lain radikal bebas
yang berasal dari asap rokok, polusi, radiasi, obat, pestisida, limbah industri, dan ozon.
Sebagai sumber endogen yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri antara lain radikal
bebas yang berasal dari mitokondria (proses fosforilasi oksidatif rantai pernapasan),
oksidase. Radikal bebas endogen terpenting adalah radikal derivat oksigen atau oksi-
radikal, dan sering disebut dengan istilah reactive oxygen species (ROS). Radikal-
radikal tersebut terdapat dalam bentuk triplet (3O2) atau singlet (1O2), superoksida (O2.-
), radikal hidroksil (OH.), nitrik oksida (NO.), peroksinitrit (ONOO-), asam hidrokloro
(HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoksil (LO.) dan radikal peroksil (LOO.).
Sebenarnya hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen singlet (1O2) bukan termasuk
radikal bebas, namun karena sifatnya yang sangat reaktif maka keduanya tetap
ini berhubungan dengan produksi Radikal bebas. Radikal bebas dibentuk dari proses
93
sitosolik dan secara prinsip merupakan derivat dari mitokondria, dimana anion
superoksida terbentuk oleh kebocoran elektron dari komplek I dan III dari rantai
(3O2). Proses ini kemungkinan diregulasi oleh enzim nicotinamide adenine dinucleotide
phosphate (NAD(P)H) oksidase dan xantin oksidase atau secara non-enzimatik melalui
ROS dalam jumlah yang tepat adalah peran sebagai tranduser signal fisiologis
dan dikenal juga sebagai secondary messengers dalam proses signaling intraselular.
bahkan memicu kematian sel terprogram (apoptosis) dari sel yang memang dianggap
bermasalah, seperti misalnya sel yang mengandung mikroorganisme asing. Tetapi pada
kadar ROS yang terlalu tinggi dapat menyebabkan proteksi antioksidan berkurang
hilangnya homeostasis ion, perubahan pada reaksi oksidasi selular, oksidasi DNA,
denaturasi protein, lisis sel-sel saraf, dan menginisiasi reaksi inflamasi, hingga
menyebabkan kematian sel yang seharusnya tidak terjadi (Hung dan Bruton, 2006;
ROS yang dihasilkan dapat segera menginisiasi timbulnya respon inflamasi pada
sel endothelial dengan menyebabkan produksi dari leukotrien dan platelet activating
factor (PAF). ROS juga mempertahankan perlekatan antara neutrofil dengan sel
endothelial yang terjadi beberapa jam kemudian setelah ROS dibentuk dengan
molecule-1 (ICAM-1; untuk mempertahankan adhesi yang lebih kuat dan emigrasi
leukosit). Setelah itu, infiltrasi neutrofil yang terjadi dalam mikrovaskuler dapat
mengarah cedera jaringan lokal yang lebih lanjut (Hung dan Bruton, 2006).
ROS telah diusulkan oleh banyak peneliti sebagai promotor terbentuknya lipid
peroksida dan disfungsi sel endotel yang secara umum berhubungan dengan preeklamsi.
Aktivasi leukosit sendiri merupakan sebuah gambaran yang didapat dari penderita
dengan kehamilan normal, yang menunjukkan bahwa tanda-tanda stress oksidatif juga
dkk, 2005).
dikonversi menjadi air oleh enzim katalase atau glutation peroksidase. H202 dapat juga
dikonversi menjadi bentuk radikal hidroksil yang sangat reaktif dan bersifat lebih toksik
melalui reaksi Fenton dan Haber-Weiss yang melibatkan ion Fe2+ (Cindrova-Davies,
2009).
95
Pada preeklamsi, remodeling arteri spiralis sangat minimal dan perubahan hanya
terjadi pada bagian desidual arteri spiralis dan sebagian besar pembuluh lainnya tetap
uterus dan arteri spiralis menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi sangat
ibu yang memasuki ruang intervilus memiliki tekanan dan kecepatan yang tinggi,
bersifat sangat pulsatil, menyebabkan vili plasenta terpapar pada konsentrasi oksigen
yang berfluktuasi. Keadaan ini diperkirakan dapat menyebabkan cedera tipe Hypoxia-
Reoxigenation (H/R), sehingga dihasilkan lebih banyak radikal bebas dan timbulah
96
suatu keadaan stress oksidatif (Hung dan Bruton, 2006; Cindrova-Davies, 2009). Teori
mengenai cedera H/R ini dibahas lebih lanjut pada subbab “mekanisme terjadinya stress
oksidatif”.
Pada keadaan stress oksidatif, terdapat radikal bebas berlebihan, terutama ROS,
dan penurunan kapasitas anti oksidan. Radikal bebas berlebihan ini kemudian bereaksi
dengan polyunsaturated fatty acids (PUFA) pada membran sel dan lipoprotein pada
plasma yang membentuk lipid peroksida, melalui proses lipid peroksidasi. Lipid
peroksida merupakan komponen yang sangat reaktif dan dapat menyebabkan aktivasi
leukosit, adhesi platelet, vasokonstriksi, kerusakan pada membran sel endotel, dan dapat
merusak seluruh struktur sel endotel. Kerusakan atau gangguan karena lipid peroksidasi
pada keadaan stress oksidatif ini berperan penting menyebabkan gangguan fungsi
Disfungsi endotel yang terjadi pada preeklamsi akibat terpaparnya membran sel
endotel pada lipid peroksida dalam keadaan stress oksidatif akan mengakibatkan banyak
tromboksan A2; (2) penurunan dan inaktivasi NO; (3) peningkatan endothelin; (4)
agregasi trombosit pada daerah endotel yang rusak yang juga menghasilkan tromboksan
A2; (5) perubahan khas pada kapilar glomerulus berupa glomerular endotheliosis; (6)
mitogenisitas dan apoptosis dari sel vaskular; (9) meningkatkan mitogenisitas dan
apoptosis dari sel vaskular; (10) modifikasi oksidatif pada DNA dan protein; dan (11)
meningkatkan ekspresi dan aktivasi gen yang sensitive terhadap reaksi oksidasi, seperti
reseptor untuk LDL teroksidasi, molekul adhesi, faktor kemotaksis, sitokin peradangan,
97
regulator siklus sel dan matrix metalloproteinase (Griendling dan FitzGerald 2003,
Touyz dan Schiffrin 2004, Angsar, 2008). Keseluruhan dari gangguan disfungsi endotel
gejala klinis preeklamsi (Hung dan Bruton, 2006; Borekci dkk, 2009).
(Redman dkk, 2000). Stress oksidatif juga diperkirakan dapat mengaktivasi leukosit
pada saat leukosit tersebut berada di plasenta. Lipid peroksida mengaktivasi leukosit
aktif ini akan menginduksi stress oksidatif pada sirkulasi maternal pada tempat yang
jauh dari plasenta dengan menempel pada sel endotel dan menyebabkan disfungsi
Beberapa faktor yang dianggap masuk akal memiliki kontribusi lebih lanjut pada
stress oksidatif adalah adanya debris atau sel apoptotik yang dapat menyebabkan stimuli
98
proinflamasi terutama pada keadaan plasenta yang berukuran besar seperti pada
kehamilan kembar, atau plasenta yang kecil sebagai akibat dari degradasi yang
meningkat. Leukosit dan makrofag yang diaktivasi oleh infeksi atau oleh respons imun
ibu yang berlebihan juga mungkin menambahkan stimuli proinflamasi yang pada
Penyebab pasti stress oksidatif pada preeklamsi belum diketahui, tetapi diduga
kuat berasal dari tidak sempurnanya perubahan arteri spiralis uterus. Kegagalan
cedera sesuai teori cedera Hypoxia-Reoxigenation (H/R), yang dikenal juga sebagai
proses H/R adalah dihasilkannya radikal bebas, terutama ROS, dalam jumlah besar. ROS
dapat dihasilkan melalui beberapa tempat, tetapi dua prinsip yang sejauh ini menjadi
perhatian H/R adalah kebocoran elektron dari rantai respirasi pada mitokondria dan
Cindrova-Davies, 2009).
respirasi pada membran dalam mitokondria sampai elektron tersebut diteruskan pada
molekul oksigen, sehingga membuat gradient proton pada ruang intermembran, yang
baik, maka dapat terjadi kebocoran sejumlah kecil elektron kepada oksigen sehingga
bahkan tidak ada molekuler oksigen yang tersedia sebagai reseptor akhir, sehingga
99
elektron ditimbun pada rantai respirasi. Akumulasi elektron ini berpotensi menyebabkan
dari membran mitokondria. Jika kemudian kadar oksigen kembali pada keadaan normal
sebelum fungsi sel menurun terlalu jauh, maka akan terbentuk superoksida secara tiba-
tiba dalam jumlah besar. Dengan kata lain, superoksida terbentuk karena terdapat
oksigen yang banyak untuk menerima elektron yang bocor dari hasil akumulasi pada
Sumber lain, mungkin lebih utama, dari radikal superoksida menurut teori H/R
adalah melalui perubahan XDH menjadi XO. Biasanya enzim ini dibentuk sebagai
holoenzim XDH/XO. XDH merubah purin menjadi asam urat melalui reduksi
hipoxantin menjadi asam urat, menggunakan oksigen sebagai reseptor elektron, yang
terhadap beberapa sitokin, produksi enzim XDH/XO meningkat dan konversi enzim
hipoxantin dibentuk sebagai hasil dari pemecahan ATP. Dengan demikian, akibat dari
hipoksia, semakin banyak hipoxantin yang terbentuk dan diubah menjadi asam urat
yang menggunakan oksigen sebagai reseptor elektron. Sehingga ketika oksigen sebagai
reseptor elektron hadir kembali dalam jumlah yang cukup, maka terjadilah produksi
berinteraksi dengan PUFA pada membran sel dan lipoprotein pada plasma. Peningkatan
produksi ROS menyebabkan peningkatan lipid peroksidasi. Proses ini dapat berlangsung
100
merupakan faktor utama perantara terjadinya disfungsi endotel pada preeklamsi (Hung
peroksida. Produk lipid peroksidsi ini dibentuk terutama di plasenta lalu terikat pada
lipoprotein untuk kemudian disebarkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh, sehingga
dapat menyebabkan kerusakan pada tempat yang jauh (Gupta dkk, 2005).
Peningkatan produksi lipid peroksida yang tipikal di inisiasi oleh spesies radikal
bebas yang sangat reaktif, dapat dinilai dengan banyak metoda termasuk pengukuran
baik produk primer maupun sekunder dari hasil peroksidasi tersebut. Produk primer dari
gaseous alkanes dan kelompok prostaglandin F2-like product yang disebut F2-
biomarker yang pada umumnya telah banyak digunakan untuk menilai kadar radikal
bebas dan tingkat stress oksidatif, seperti MDA dan TBARS, terbukti tidak dapat
dipercaya dan memiliki banyak kekurangan. MDA memiliki sensitivitas yang rendah
sebagai marker stress oksidatif dan kadarnya dapat dipengaruhi oleh jumlah lemak
dalam diet. MDA bukan merupakan produk khusus lipid peroksidasi, tetapi juga
preeklamsi, sehingga akan menghasilkan MDA lebih banyak juga. Dengan kata lain,
101
peningkatan MDA pada preeklamsi dapat saja disebabkan oleh peningkatan produksi
tromboksan dan bukan karena lipid peroksidasi. Selain itu, analisis komparatif yang
dilakukan pada pemeriksaan mass spectrometry untuk mengukur kadar MDA ternyata
terbukti tidak akurat (Block, 2002; Montuschi dkk, 2004). Sementara marker lain yang
juga sering digunakan, yaitu TBARS, juga memiliki sensitivitas dan spesifitas yang
rendah untuk memonitor stress oksidatif. TBARS memiliki kualitas yang jauh dibawah
F2-IsoPs untuk pengukuran indeks lipid peroksidasi (Milne dkk, 2005; Patrignani dan
Tacconelli, 2005).
2.4 F2 Isoprostan
Produk isoprostan dalam tubuh manusia pertama kali ditemukan dalam bentuk
F2-IsoPs merupakan suatu metabolit hasil peroksidasi asam arakhidonat oleh radikal
bebas, melalui mekanisme yang di katalisir langsung oleh radikal bebas (free radical-
memiliki struktur kimia yang stabil, dibentuk in situ pada tempat serangan dari radikal
bebas, kemudian segera meninggalkan membran plasma, bersirkulasi dalam darah dan
diekskresikan melalui urin (Montuschi dkk, 2004; Cracowski, 2004; Janicka dkk, 2010).
102
isoprostan, yaitu bentuk D2, E2, dan F2-isoprostan. Bentuk F2-isoprostan merupakan
yang paling banyak terdapat dalam plasma daripada bentuk lainnya (Ginger dkk, 2005;
Farooqui dan Horrocks, 2007). Kemudian untuk F2-IsoPs sendiri terdapat empat
isomer, yaitu seri 5, 8, 12, dan 15. Seri 8 atau yang sering disebut 8-isoprostan ini
lainnya, dan merupakan F2-IsoPs yang paling banyak diteliti. Karena belum terdapatnya
103
juga dengan nama 8-iso-Prostaglandin F2α (8-iso-PGF2α), atau iPF2α-III, dan juga 15F2α-
Sehingga masih diperlukan suatu sistim penamaan yang lebih baik untuk isoprostan dan
berbeda dengan yang pada umumnya digunakan saat ini, misalnya dengan
dkk, 2010).
Hingga saat ini, IsoPs telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis,
termasuk pada plasma atau serum, urin, cairan persendian, cairan bronkoalveolar, cairan
empedu, cairan getah bening, cairan mikrodialisis dari pelbagai organ, cairan amnion,
(exhaled breath condensate). Dari sekian banyak pilihan material sampel, plasma dan
urin merupakan sampel yang paling umum digunakan dalam penelitian karena paling
mudah didapatkan dan tidak invasif. Data yang tersedia hingga saat ini juga
menunjukkan pengukuran kadar F2-IsoPs baik dari plasma, serum, maupun urin
memberikan hasil yang akurat dan presisi untuk indeks stress oksidatif (Montuschi dkk,
Di dalam darah, F2-IsoPs terdapat dalam 2 bentuk, yaitu bebas dan terikat pada
fosfolipid atau lipoprotein. F2-IsoPs yang terikat pada fosfolipid ini dapat dilepaskan
oleh aktivitas enzim fosfolipase menjadi bentuk bebas dalam plasma. Dan bentuk F2-
IsoPs bebas ini akan diekskresikan melalui urin. Perubahan kadar F2-IsoPs bebas dalam
fosfolipase, atau penurunan renal clearance (Dalle-Donne dkk, 2006). Ada peneliti
yang mengatakan bahwa pengukuran kadar total F2-IsoPs (bebas dan yang terikat
sebenarnya, daripada hanya menggunakan F2-IsoPs bebas (Barden dkk, 2001; Hung dan
Bruton, 2006).
Sejumlah penelitian dalam waktu sepuluh tahun terakhir ini telah menunjukkan
bahwa F2-IsoPs merupakan marker untuk pengukuran lipid peroksidasi yang bersifat
stabil, sangat akurat, dan telah membantu menjelaskan peranan stress oksidatif pada
oksidatif pada tubuh manusia seperti pada keadaan penyakit kardiovaskular, faktor-
ginjal, penyakit hati, dan banyak lagi kelainan lainnya (Montuschi dkk, 2004; Milne
dkk, 2005; Farooqui dan Horrocks, 2007; Janicka 2010). Bahkan pada bidang
kardiovaskular dan bagian paru, kadar F2-IsoPs telah mulai digunakan sebagai alat ukur
intervensi medis, terutama dalam hal penentuan dosis dan keberhasilan pemberian terapi
antioksidan atau lipid peroksidasi inhibitor (Patrignani dan Tacconelli, 2005). Hingga
saat ini F2-IsoPs merupakan marker yang paling banyak diteliti dalam kelasnya,
dianggap sebagai marker lipid peroksidasi in vivo yang paling baik, baik pada manusia
maupun pada binatang, yang secara signifikan lebih akurat dan stabil daripada senyawa
lainnya (Fam dan Morrow 2003; Montuschi dkk, 2004; Dalle-Donne dkk, 2006). F2-
IsoPs juga telah digunakan secara luas sebagai marker klinis lipid peroksidasi
yang tinggi, dan dipertimbangkan sebagai “gold standard” untuk pengukuran F2-IsoPs.
Metode yang juga dikembangkan adalah liquid chromatographic, tetapi sensitivitas dan
immunoassay pada plasma ternyata memiliki korelasi keakuratan yang sangat baik
pelbagai penelitian karena keakuratan hasil korelasinya yang sangat baik, relative
mudah digunakan dan biayanya yang lebih rendah (Milne dkk, 2005; Dalle-Donne dkk,
2006).
beberapa alasan, yaitu : (1) Pembentukan isoproston meningkat sesuai dengan stress
oksidatif, (2) kadarnya dapat diukur secara akurat dengan pelbagai metode yang telah
tersedia, (3) bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh yang diisolasi, (4) pengukurannya
tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi oleh kandungan lemak
dalam diet, (5) merupakan produk spesifik dari lipid peroksidasi, (6) terdapat dalam
jumlah yang dapat dideteksi pada semua jaringan tubuh dan cairan biologis, sehingga
biokimia yang sensitive dan dianggap bermanfaat untuk menentukan dosis antioksidan
Pada penelitian multivarian yang dilakukan oleh Block dkk, mereka melakukan
terhadap kadar marker stress oksidatif, yang salah satunya adalah F2-IsoPs. Variabel-
variabel yang diperiksa dalam penelitian tersebut meliputi jenis kelamin, usia, ras, berat
badan, status merokok, kadar nikotin plasma; kadar antioksidan plasma seperti
carotenoids, α- dan γ-tocopherol, dan asam askorbat; kadar lemak plasma, meliputi
kolestrol serum dan trigliserida; intake nutrisi makanan dan berbagai jenis makanan; C-
107
reaktif protein dan kadar saturasi transferring. Dari berbagai variable di atas, didapatkan
hanya kadar plasma asam askorbat yang memiliki hubungan secara konsisten dengan
kadar F2-IsoPs, dalam hal ini hubungan terbalik yang signifikan (Block dkk, 2002).
hubungan antara lipid peroksidasi dan usia seseorang. Hasil temuan ini menyangkal
kadar MDA secara signifikan, menjadi diragukan setelah mulai digunakannya F2-IsoPs
yang menggunakan MDA tersebut tidak mengontrol pengaruh kadar kolesterol, indeks
massa tubuh, dan faktor-faktor lainnya seperti inflamasi. Seperti diketahui bahwa MDA
tidak spesifik dihasilkan dari lipid peroksidasi saja, namun banyak faktor yang
hipotesis bahwa kerusakan oksidatif pada DNA terakumulasi seiring pertambahan usia,
kerusakan oksidatif terhadap lemak tidak berhubungan dengan usia, tetapi terhadap
tingkah laku kebiasaan dan keadaan fisik yang sejalan dengan bertambahnya usia –
seperti meningkatnya kadar lemak tubuh dan kolestrol, merokok dan alkohol (bila ada),
dan inflamasi (terlihat dengan peningkatan C-reactive protein) yang meningkat karena
adanya arthritis dan kondisi penuaan lainnya, dan semua faktor yang telah disebutkan di
interfensi suatu penyakit, namun sayangnya marker yang digunakan sering tidak sesuai
untuk penyakitnya ataupun dosis antioksidan tidak sesuai dan tidak terukur. Dengan
108
pengertian yang telah cukup mendalam mengenai farmakologi antioksidan, maka untuk
marker stress oksidatif yang paling baik saat ini. Penemuan F2-IsoPs sangat
suatu penyakit, dan tentu akan berdampak pada kedokteran klinis (Montuschi dkk,
marker paling baik untuk mengetahui stress oksidatif in vivo¸ F2-IsoPs juga diketahui
memiliki efek biologis yang cukup kuat dan mungkin berperan sebagai mediator dalam
patofisiologi suatu penyakit. F2-IsoPs diketahui memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap fungsi pembuluh darah. F2-IsoPs diduga merupakan agen vasokonstriktor yang
dapat memberikan stimulant kuat terhadap sel otot polos pembuluh darah, dan
merupakan antagonis terhadap peranan nitrit oksida, baik in vivo maupun in vitro. F2-
IsoPs juga memiliki efek lain terhadap fungsi sel endotel, yaitu menstimulasi proliferasi
sel dan meningkatkan ekspresi dan pelepasan endothelin-1. F2-IsoPs telah diyakini
berperan dalam aktivasi trombosit, yang tingkatannya dipengaruhi oleh dosis. Saat ini,
dilakukan (Sampson dkk, 2002; Montuschi dkk, 2004; Milne dkk, 2005; Janicka dkk,
2010).
109
Walaupun F2-IsoPs ini telah diakui sebagai marker klinis lipid peroksidasi yang
paling baik, namun peranan komponen isoprostan sendiri dalam kehamilan masih
sangat sedikit yang diketahui. Saat ini penelitian F2-IsoPs pada preeklamsi juga masih
kurang. Pelbagai penelitian masih perlu dikembangkan untuk mengetahui lebih dalam
mengenai peran F2-IsoPs dalam kehamilan, termasuk untuk mengetahui apakah ia juga
merupakan suatu faktor yang terlibat dalam patogenesis terjadinya suatu penyakit dalam
kehamilan, misalnya preeklamsi (Hermenegildo dkk, 2002; Sampson dkk, 2002; Gupta
universal. Dari penelitian lipid peroksidasi pada preeklamsi yang menggunakan F2-
IsoPs, mayoritas didapatkan kadar F2-IsoPs lebih tinggi secara signifikan pada
bebas plasma F2-IsoPs lebih tinggi pada penderita preeklamsi. Harsem dkk (2007) juga
dibandingkan dengan kehamilan normal (354 + 232 vs. 218 + 149 pg/mL, p=0.02).
Kemudian Tanto (2008) memperkuat temuan peneliti lain dengan mendapatkan kadar
serum F2-IsoPs bebas lebih tinggi pada penderita preeklamsi (0,803 + 0,521 ng/mL)
stress oksidatif pada pasien preeklamsi (Henriksen, 2000; Gupta, 2009). Ishihara dkk
110
(2004) melaporkan tidak mendapatkan perbedaan signifikan untuk kadar plasma dan
urin F2-IsoPs dan mereka menyimpulkan tidak terbukti adanya stress oksidatif pada
yang kuat, dan diduga secara umum berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit
dengan preeklamsi masih belum banyak diketahui (Sampson dkk, 2002; Montuschi dkk,
BAB III
Pada preeklamsi, remodeling arteri spiralis sangat minimal pada saat tahapan
invasi tropoblas. Kegagalan invasi tropoblas ini menyebabkan perubahan hanya terjadi
pada bagian desidual arteri spiralis dan sebagian besar pembuluh lainnya tetap dalam
plasenta. Keadaan iskemik ini menyebabkan enzim mitokondria tidak berfungsi dengan
baik. Selama periode hipoksia juga hanya terdapat sedikit bahkan tidak ada molekuler
oksigen yang tersedia sebagai reseptor akhir, sehingga elektron ditimbun pada rantai
dengan tekanan dan kecepatan yang tinggi, bersifat pulsatil, menyebabkan vili plasenta
yang telah iskemik sebelumnya terpapar pada konsentrasi oksigen yang berfluktuasi.
Sehingga terbentuklah radikal bebas, terutama ROS, secara tiba-tiba dalam jumlah
besar.
yang ada, sehingga menimbulkan suatu keadaan stress oksidatif. Pada keadaan stress
oksidatif ini terjadi proses lipid peroksidasi, dimana terjadi peroksidasi asam
arakhidonat langsung oleh radikal bebas yang menghasilkan produk berupa F2-IsoPs,
yang kemudian dapat diukur kadarnya. Lipid peroksidasi tadi berperan dalam proses
112
Selain merupakan marker spesifik untuk lipid peroksidasi, ternyata senyawa F2-
IsoPs juga diketahui memiliki efek vasokonstriktor yang kuat, dapat menstimulasi
proliferasi sel endotel, meningkatkan ekspresi endothelin-1, dan berperan dalam aktivasi
trombosit. Efek-efek dari F2-IsoPs tersebut secara umum dapat berperan langsung
dalam patogenesis terjadinya disfungsi endotel. Sehingga F2-IsoPs diduga bukan hanya
produk dari hasil lipid peroksidasi, tetapi dapat pula berperan memperberat keadaan
Iskemik Plasenta
Faktor yang berpengaruh :
Usia ibu
Usia kehamilan
Paritas Stress Oksidatif
Kehamilan Kembar
Diabetes Melitus
Preeklamsi
Risiko terjadinya preeklamsi pada kadar serum F2-IsoPs tinggi lebih besar
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Bersalin IRD Kebidanan dan Poli Klinik
108 bagian Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. Untuk pemeriksaan
kadar serum F2 IsoPs dilakukan di Laboratorium Klinik Prodia Pusat Jakarta melalui
Penelitian ini dilaksanakan mulai 1 Juli 2011 sampai dengan 31 Maret 2012.
Ibu hamil penderita preeklamsi dan ibu hamil tanpa preeklamsi dengan usia
Ibu hamil penderita preeklamsi dan ibu hamil tanpa preeklamsi dengan usia
kehamilan lebih dari 20 minggu, yang memeriksakan diri di Poli Klinik 108 bagian
Kebidanan dan Kandungan atau melahirkan di kamar bersalin IRD Kebidanan dan
Kandungan RSUP Sanglah Denpasar pada periode Januari 2011 sampai dengan jumlah
sampel tercapai.
Diambil dari populasi terjangkau di atas yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
a. Ibu hamil preeklamsi dan ibu hamil tanpa preeklamsi yang memeriksakan diri di
Poli Klinik 108 bagian Kebidanan dan Kandungan atau melahirkan di kamar
bersalin IRD Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar, dengan usia
Untuk menentukan besar sampel minimal pada studi kasus kontrol tidak berpasangan
1. Zα : 1,64
2. Zβ : 0,84
4. Q1 : 1-0,0917 = 0,91
6. Q2 : 1-0,39 = 0,61
8. Q : 1-P = 0,76
Didapatkan : n = 24,25 ~ 25
Berdasarkan pertimbangan untuk antisipasi gangguan teknis sampel dan data, kami
masing sampel tiap kelompok adalah 27 sampel, sehingga total sampel adalah 54
sampel.
diabetes mellitus.
1. Kehamilan normal adalah kehamilan dengan tekanan darah kurang dari 140/90
mmHg, tidak ada albuminuria, dan tidak ada penyakit sistemik lainnya yang
menyertai.
3. Umur Ibu adalah umur ibu hamil yang dihitung dari tanggal lahir yang
dapat juga dari HPHT (Hari Pertama Hadi Terakhir), dinyatakan dalam satuan
minggu.
5. Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan pada usia kehamilan di atas 20
6. Kehamilan Kembar adalah kehamilan dengan jumlah janin lebih dari satu yang
7. Diabetes melitus adalah ibu hamil dengan meningkatnya kadar gula darah acak
8. F2-IsoPs adalah metabolit hasil peroksidasi asam arakhidonat oleh radikal bebas,
melalui mekanisme yang di katalisir secara langsung oleh radikal bebas (free
metode EIA (Dalle-Donne dkk, 2006). Karena tidak didapatkan nilai referensi
cut of point dari literatur, untuk nilai cut of point dengan menggunakan kurva
ROC.
b. Larutan Indometacin
b. Stetoskop
c. Spuit 10 cc
e. Kuisioner penelitian
h. Cup fiser
i. Lemari es (Freezer)
Research
dengan Pedoman Terapi Lab / SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD / RSUP
Sanglah Denpasar. Pasien hamil yang kemudian memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi,
serta bersedia mengikuti penelitian ini setelah mendapatkan inform consent, diminta
disediakan. Ibu hamil dengan preeklamsi dijadikan kasus, dan ibu hamil tanpa
adalah:
1. Anamnesis meliputi nama, umur, paritas, HPHT, berat badan sebelum hamil,
2. Pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan, tekanan
darah dan pemeriksaan darah lengkap, AST, ALT, serum kreatinin, gula darah
acak, LDH dan urine rutin. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan cara :
penderita dalam keadaan santai minimal 5 menit sebelum pengukuran dimulai dan
dalam posisi duduk santai atau berbaring miring kearah kiri. Tekanan darah diukur
pada bagian tengah lengan kiri setinggi jantung dengan menggunakan tensimeter
air raksa. Tekanan darah sistolik ditentukan dengan terdengarnya suara pertama
(Korotkoff I) dan tekanan diastolik pada saat hilangnya denyut nadi arteri
Pedoman Terapi yang berlaku di Lab / SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD /
cc. Plain tube diberi label identitas pasien dan nomor urut, dan darah dibiarkan
sampel cup fiser yang telah diisi campuran BHT dan indometacin. Dilakukan
penyimpanan sementara pada suhu -20 oC, kemudian dilanjutkan dengan -70 oC
hingga serum di analisis. Serum yang terkumpul selanjutnya ditentukan kadar total
8-isoprostan (baik yang terikat maupun bebas dalam serum) dengan menggunakan
5. Hasil pemeriksaan kadar total serum F2-IsoPs yang didapat kemudian dilakukan
analisis statistik.
121
• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik umum
• Pemeriksaan obstetri
• Pemeriksaan laboratorium
Kriteria Kriteria
inklusi eksklusi
A N A L I S I S D A T A
• Dilakukan penghitungan rasio odd menggunakan tabel 2x2, dengan cut of point
PREEKLAMSI
F2-IsoPs
Rendah C D C+D
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini terdapat dua kelompok sampel, yaitu kelompok kasus
kehamilan dengan preklamsi dan kelompok kontrol kehamilan tanpa preeklamsi yang
masing-masing terdiri dari 27 sampel. Karakteristik sampel penelitian dapat dilihat pada
Tabel 5.1
Distribusi Umur Ibu, Umur Kehamilan, Paritas dan Kadar Serum F2-IsoPs pada
Kelompok Kasus dan Kontrol
Kelompok
Kasus Kontrol
Parameter p
(n=27) (n=27)
Rerata + SD Rerata + SD
Umur Ibu (tahun) 27,22 + 7,54 28,51 + 5,54 0,30
Umur Kehamilan (minggu) 37,22 + 3,49 38,37 + 1,64 0,37
Paritas 0,81 + 1,30 0,59 + 0,88 0,77
kadar F2-IsoPs (pg/mL) 71,0 + 36,20 42,6 + 17,07 0,01
Table 5.1 di atas menunjukkan bahwa rerata umur ibu pada kelompok kasus
adalah 27,2 + 7,54 tahun, dan pada kelompok kontrol adalah 28,5 + 5,54 tahun. Pada
distribusi umur kehamilan, diperoleh rerata kelompok kasus adalah 37,22 + 3,49
minggu, dan pada kelompok kontrol adalah 38,37 + 1,64 minggu. Pada distribusi
paritas, diperoleh rerata kelompok kasus adalah 0.81 + 1,30 dan kelompok kontrol
124
adalah 0.59 + 0,88. Untuk rerata kadar serum F2-IsoPs, diperoleh pada kelompok kasus
adalah 71,0 + 36,2 pg/mL dan pada kelompok kontrol adalah 42,6 + 17,07 pg/mL.
wilk untuk masing-masing variabel umur ibu, umur kehamilan dan paritas, dimana
terdapat nilai p kurang dari 0,05 untuk setiap variabel, kecuali pada variabel umur ibu
kelompok kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa data pada variabel karakteristik
subyek adalah tidak normal sehingga dilakukan analisis statistik dengan uji non-
parametrik.
Analisis kemaknaan dengan Mann Whitney Test untuk variabel umur ibu
diperoleh nilai p = 0,30, umur kehamilan diperoleh nilai p = 0,37, dan paritas diperoleh
nilai p = 0,77. Sedangkan pada kadar serum F2-IsoPs menunjukkan nilai p = 0,01
IsoPs, ditentukan cut-off point terlebih dahulu dari hasil sampel penelitian. Berdasarkan
hasil pada kurva Receiving Operator Curve (ROC) diperoleh nilai cut-off point pada
46,15 dengan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 80,5% dan 77,8%.
Chi-Square, sedangkan nilai rasio odds digunakan nilai perbandingan ad/bc, yang dapat
dilihat pada Tabel 5.2. Hasil penelitian dikelompokkan dengan acuan untuk nilai kadar
serum F2-IsoPs >46,15 pg/mL dikategorikan tinggi, sedangkan untuk kadar serum F2-IsoPs
<46,15 pg/mL dikategorikan rendah. Berdasarkan nilai cut-off point sebesar 46,15 pg/mL
diperoleh rasio odds sebesar 10,0 (IK 95% = 2,86 - 34,92 ; p = 0,01).
125
Tabel 5.2
Risiko Preeklamsi pada Kadar Serum F2-IsoPs Tinggi
Tanpa RO IK 95% p
Parameter Preeklamsi
Preeklamsi
Tinggi 21 7
F2-IsoPs 10,0 2,86-34,92 0,01
Rendah 6 20
126
BAB VI
PEMBAHASAN
Penyebab awal preeklamsi masih belum diketahui dengan pasti. Stress oksidatif
telah lama dipercaya sebagai mekanisme yang mendasari dan berperan terhadap
terjadinya kerusakan endotel dalam patogenesis preeklamsi, tetapi hingga saat ini belum
ada konsensus secara universal mengenai hal tersebut. Padahal tingkat stress oksidatif
membuktikan teori stress oksidatif yang dianut saat ini, maka perlu diketahui kadar
rerata kadar total serum F2-IsoPs dari penderita preeklamsi dan hamil normal, dan
perbedaannya. Kemudian perlu diketahui juga risiko terjadinya preeklamsi pada kadar
serum F2-IsoPs yang tinggi. F2-IsoPs dipilih karena merupakan marker stress oksidatif
terbaik saat ini. Penelitian ini belum pernah dilakukan di Bagian Obstetri dan
sampel kelompok kontrol kehamilan tanpa preeklamsi. Variabel yang dinilai dari
karakteristik sampel penelitian ini adalah umur ibu, umur kehamilan, dan paritas.
127
Pada penelitian ini tidak disertakan wanita yang menderita diabetes mellitus dan
preeklamsi sebesar empat hingga lima kali lipat lebih tinggi dari pada kehamilan
normal, dan meningkat lebih tinggi lagi pada wanita dengan kehamilan triplet
yaitu usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Wanita di atas usia 35 tahun
memiliki risiko tiga hingga empat kali lipat lebih tinggi untuk menderita preeklamsi.
Hal ini mungkin saja disebabkan oleh adanya faktor penyakit degenerasi seperti
hipertensi kronis akibat dari proses penuaan pada pembuluh darah. Sementara sebab
terjadinya preeklamsi pada wanita hamil berusia muda masih kontoversial, apakah
preeklamsi ini memang murni terjadi pada wanita berusia muda atau akibat faktor sosial
seperti asuhan antenatal yang kurang baik, nutrisi yang kurang baik, atau akibat adanya
Pada penelitian ini, distribusi umur ibu dari kelompok kasus kehamilan dengan
preklamsi diperoleh rerata umur ibu adalah 27,22 tahun. Sedangkan pada kelompok
kontrol kehamilan tanpa preklamsi didapatkan rerata umur ibu adalah 28,51 tahun.
Analisis kemaknaan pada variabel umur ibu, diperoleh nilai p = 0,30. Dengan nilai p >
0,05 berarti bahwa variabel tersebut tidak berbeda bermakna antara kelompok kasus dan
128
kelompok kontrol. Tidak adanya perbedaan distribusi umur ibu antara kedua kelompok
Pada saat ini setelah ditemukannya F2-IsoPs, pengaruh faktor usia ibu terhadap
telah menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lipid peroksidasi dan usia
mengenai hubungan usia dengan stress oksidatif, yang masih menggunakan MDA
kolesterol, indeks massa tubuh, dan faktor-faktor lainnya seperti inflamasi. Seperti
diketahui bahwa MDA tidak spesifik dihasilkan dari lipid peroksidasi saja, namun
banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut biasanya lebih sering muncul
seiring pertambahan usia, seperti kerusakan oksidatif pada DNA yang terakumulasi
seiring pertambahan usia, kerusakan oksidatif terhadap lemak sesuai tingkah laku
kebiasaan dan keadaan fisik yang sejalan dengan bertambahnya usia – seperti
meningkatnya kadar lemak tubuh dan kolestrol, merokok dan alkohol, dan inflamasi
karena adanya arthritis dan kondisi penuaan lainnya (Block dkk, 2002).
umur kehamilan 20 minggu. Penentuan umur kehamilan di atas 20 minggu ini sesuai
dengan proses plasentasi atau patogenesis invasi tropoblas yang terdiri dari dua
minggu, kemudian disusul dengan invasi tropoblas gelombang kedua pada umur
kehamilan 14-16 minggu sampai maksimal pada umur kehamilan 20 minggu (Roberts
129
dan Hubel, 2004; Gupta dkk, 2005). Sehingga pada usia kehamilan di atas 20 minggu,
pembentukan plasenta dianggap telah selesai dan apabila terdapat kegagalan dalam
proses tersebut akan menyebabkan keadaan hipoksia dan stress oksidatif pada
dengan semakin tuanya umur kehamilan. Dalam keadaan normal pun, semakin tua suatu
kehamilan, maka semakin besar pula anatomis plasenta dan kebutuhan aliran darah
menuju dan dari plasenta, semakin tinggi kemungkinan terjadi gangguan suplai darah
dan iskemik plasenta yang menghasilkan radikal bebas. Produk radikal bebas berlebihan
ini terus meningkat, maka terjadi keadaan stress oksidatif yang sejalan dengan
Pada penelitian ini didapatkan distribusi umur kehamilan dari kelompok kasus
kehamilan dengan preklamsi diperoleh rerata umur kehamilan adalah 37,22 minggu.
Sedangkan pada kelompok kontrol kehamilan tanpa preklamsi didapatkan rerata umur
adalah 38,37 minggu. Analisis kemaknaan pada variabel umur kehamilan diperoleh nilai
p = 0,37 yang berarti variabel tersebut tidak berbeda bermakna antara kelompok kasus
dan kelompok kontrol. Sehingga tidak adanya perbedaan distribusi umur kehamilan
antara kedua kelompok pada penelitian ini, dapat mengurangi bias pada hasil penelitian.
peningkatan stress oksidatif sesuai umur kehamilan tersebut. Seperti penelitian Ishihara
dkk (2004), walaupun mereka mendapatkan kadar F2-IsoPs meningkat pada kehamilan
130
dibandingkan dengan wanita tidak hamil, tetapi tidak didapatkan perbedaan kadar
plasma F2-IsoPs pada kehamilan antara usia kehamilan 20 dan 40 minggu. Tidak
adanya perbedaan kadar F2-IsoPs ini diduga karena plasenta pada kehamilan normal
memiliki regulasi aliran darah yang baik dan mekanisme untuk menghasilkan
antioksidan endogen sehingga dapat menjaga tingkat stress oksidatif dalam tingkat yang
dapat ditolerir untuk kelangsungan kehamilan yang normal (Ishihara, 2004; Hung dan
Bruton, 2006).
(Cunningham, 2010). Pada penelitian yang lain disebutkan bahwa wanita nullipara
berisiko lima hingga sepuluh kali lipat lebih tinggi untuk menderita preeklamsi
dibandingkan dengan wanita multipara. Wanita yang pernah hamil dan berakhir
sebelum usia kehamilan 20 minggu pun memiliki risiko lebih rendah untuk terjadinya
preeklamsi pada kehamilan berikutnya. Hal ini diduga berhubungan dengan sistim
pengenalan imun, dimana diduga semakin sering paparan maka semakin kecil risiko
Pada penelitian ini didapatkan rerata jumlah paritas kelompok kasus kehamilan
dengan preklamsi adalah 0.81 dan rerata kelompok kontrol kehamilan tanpa preklamsi
adalah 0.59. Analisis kemaknaan pada variabel paritas diperoleh nilai p = 0,77 yang
berarti variabel tersebut tidak berbeda bermakna antara kelompok kasus dan kelompok
kontrol. Tidak terdapatnya adanya perbedaan distribusi jumlah paritas antara kedua
Untuk kelompok kasus didapatkan kadar rerata serum F2-IsoPs adalah 71,0
pg/mL, dengan kadar paling tinggi adalah 178,2 pg/mL dan kadar paling rendah adalah
29,7 pg/mL. Melihat pada hasil penelitian pada Bab V di atas, dengan cut-off point
46,15 pg/mL didapatkan 6 sampel penderita preeklamsi yang memiliki kadar serum F2-
Sedangkan untuk kelompok kontrol, kadar rerata serum F2-IsoPs adalah 42,6
pg/mL, dengan kadar paling tinggi adalah 93,9 pg/mL dan paling rendah adalah 21,9
pg/mL, yang dengan cut-off point 46,15 pg/mL didapatkan 7 sampel kontrol hamil
normal memiliki kadar serum F2-IsoPs di atas nilai cut-off point. Perbedaan kadar F2-
IsoPs untuk masing-masing sampel penelitian ini cukup lebar, yang menunjukkan
Kadar F2-IsoPs pada sampel penelitian yang kami dapatkan cukup berfluktuasi.
Beberapa faktor penyebab berfluktuasinya kadar F2-IsoPs dapat diduga dengan melihat
hasil penelitian-penelitian lain sebelumnya. Seperti pada penelitian dari Block dkk
kelamin, usia, ras, berat badan, status merokok, kadar nikotin plasma; kadar antioksidan
plasma seperti carotenoids, α- dan γ-tocopherol, dan asam askorbat; kadar lemak
plasma, meliputi kolestrol serum dan trigliserida; intake nutrisi makanan dan berbagai
jenis makanan; C-reaktif protein dan kadar saturasi transferrin. Dan ternyata dari hasil
penelitian didapatkan kadar plasma asam askorbat yang memiliki hubungan terbalik
secara konsisten dengan kadar F2-IsoPs (Block dkk, 2002). Semakin tinggi kadar asam
askorbat, maka akan semakin rendah kadar F2-IsoPs. Kadar plasma asam askorbat dapat
132
mempengaruhi status stress oksidatif yang tentu saja mempengaruhi kadar F2-IsoPs
Pada penelitian yang serupa dari Ishihara dkk (2004), walaupun mereka tidak
kehamilan normal, namun mereka mendapatkan kadar γ-tocopherol lebih rendah secara
pada preeklamsi.
diketahui bahwa F2-IsoPs akan diekskresikan melalui urin, maka apabila ada perubahan
renal clearance, akan mempengaruhi kadar F2-IsoPs. Fungsi ginjal dapat dipengaruhi
oleh berbagai keadaan, salah satunya preeklamsi itu sendiri. Turunnya renal clearance
Jadi kadar plasma γ-tocopherol dan asam askorbat sebagai antioksidan, serta
mempengaruhi kadar F2-IsoPs dalam darah. Pada penelitian kami ini tidak dilakukan
kontrol terhadap kadar plasma asam askorbat, γ-tocopherol, dan renal clerance pada
yang perlu dilakukan adalah melakukan penelitian dengan melakukan pengukuran kadar
plasma γ-tocopherol, asam askorbat, dan renal clearance pada saat pengambilan sampel
F2-IsoPs.
133
tersebut digunakan Mann Whitney Test, didapatkan nilai p = 0,01. Hal ini berarti bahwa
rerata kadar F2-IsoPs pada kedua kelompok kasus dan kontrol berbeda secara bermakna
(p < 0,05).
dimana didapatkan kadar F2-IsoPs lebih tinggi secara signifikan pada penderita
preeklamsi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Barden dkk (2001) terhadap 21
kadar plasma F2-IsoPs lebih tinggi pada penderita preeklamsi. Harsem dkk (2007) juga
dibandingkan dengan kehamilan normal (354 + 232 vs 218 + 149 pg/mL, p = 0.02).
Kemudian Tanto (2008) juga memperkuat temuan peneliti lain dengan mendapatkan
peningkatan kadar serum bebas F2-IsoPs pada penderita preeklamsi (0,803 + 0,521
Lebih tingginya kadar serum F2-IsoPs secara bermakna pada kelompok kasus
preeklamsi dibandingkan kelompok kontrol pada penelitian kami sesuai dengan teori
iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel. Sesuai dengan teori tersebut,
plasenta, sehingga terjadi stress oksidatif dan peningkatan lipid peroksidasi (Roberts
Pada preeklamsi, remodeling arteri spiralis sangat minimal pada saat tahapan
invasi tropoblas dan perubahan hanya terjadi pada bagian desidual arteri spiralis dan
134
sebagian besar pembuluh lainnya tetap dalam keadaan vasoreaktif. Bersamaan dengan
berkurangnya invasi tropoblas kedalam uterus dan arteri spiralis menyebabkan suplai
terjadinya hipoksia plasenta. Darah ibu memasuki ruang intervilus dengan tekanan dan
kecepatan yang tinggi, bersifat sangat pulsatil, menyebabkan vili plasenta yang telah
enzim mitokondria tidak berfungsi dengan baik, maka terjadi kebocoran sejumlah kecil
hipoksia, hanya terdapat sedikit bahkan tidak ada molekuler oksigen yang tersedia
sebagai reseptor akhir, sehingga elektron ditimbun pada rantai respirasi. Akumulasi
membran mitokondria. Jika kemudian kadar oksigen kembali pada keadaan normal,
maka terbentuklah ROS secara tiba-tiba dalam jumlah besar. Keadaan ini menyebabkan
Cindrova-Davies, 2009).
Sumber lain, dari radikal superoksida menurut teori H/R adalah melalui
(XDH/XO). XDH merubah purin menjadi asam urat melalui reduksi nicotinamide
menjadi asam urat, menggunakan oksigen sebagai reseptor elektron, yang kemudian
menghasilkan ROS. Dalam keadaan hipoksia dan respon terhadap beberapa sitokin,
produksi enzim XDH/XO meningkat dan konversi enzim menjadi XO juga meningkat.
Sementara itu, selama periode hipoksia, substrat hipoxantin dibentuk sebagai hasil dari
pemecahan ATP. Dengan demikian, akibat dari hipoksia, semakin banyak hipoxantin
135
terbentuk dan diubah menjadi asam urat yang menggunakan oksigen sebagai reseptor
elektron. maka produksi ROS pun akan semakin secara cepat dan banyak (Hung dan
Bruton, 2006).
Tingginya kadar ROS akibat proses yang terjadi di atas, menyebabkan suatu
keadaan stress oksidatif. Lipid peroksidasi merupakan proses yang terjadi ketika radikal
bebas berlebihan berinteraksi dengan PUFA pada membran sel dan lipoprotein pada
plasma. Hasil dari peroksidasi asam arakhidonat langsung oleh radikal bebas (free
tersebut dibentuk in situ pada tempat serangan dari radikal bebas, kemudian segera
bersirkulasi dalam aliran darah secara bebas atau terikat dengan fosfolipid (Montuschi
dkk, 2004; Cracowski, 2004). Kadarnya dalam darah tersebut yang kami periksakan
Hasil penelitian yang kami dapatkan tidak selalu sesuai dengan hasil peneliti
signifikan kadar bebas plasma dan urin F2-IsoPs pada penderita preeklamsi
bentuk, yaitu bebas dan terikat pada fosfolipid atau lipoprotein. Hanya bentuk bebas F2-
IsoPs yang diekskresikan melalui urin. Perubahan kadar F2-IsoPs bebas dalam darah
atau penurunan renal clearance (Dalle-Donne dkk, 2006). Dalam hal ini, penurunan
renal clearance yang dapat terjadi pada preeklamsi tentu dapat mengurangi ekskresi F2-
IsoPs dalam urin, sehingga kadar F2-IsoPs dalam urin menjadi lebih rendah daripada
Sedangkan untuk kadar bebas plasma F2-IsoPs sangat dipengaruhi kadarnya oleh
136
jumlah lipoprotein dan kadar antioksidan dalam darah seperti yang telah dibahas
sebelumnya di atas, di mana Ishihara dkk mendapatkan kadar γ-tocopherol lebih rendah
secara signifikan pada penderita preeklamsi. Pada penelitian yang kami lakukan
digunakan kadar total serum F2-IsoPs, karena pengukuran kadar total F2-IsoPs (bebas
dan yang terikat dengan fosfolipid) dianggap lebih menggambarkan keadaan stress
oksidatif yang sebenarnya, daripada hanya menggunakan F2-IsoPs bebas saja (Barden
Berdasarkan cut off dari kurva ROC didapatkan nilai batas kadar serum F2-IsoPs
antara kasus (preeklamsi) dan kontrol (hamil normal) adalah 46,15 pg/mL, dengan nilai
sentivitas 80,5% dan nilai spesifitas 77,8%. Dari hasil analisis menggunakan cut of
point tersebut, didapatkan rasio odds kadar F2-IsoPs yang tinggi (> 46,15 pg/mL)
adalah 10,0 (RO = 10,0 ; IK 95% = 2,86-34,92 ; p = 0,01). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa adanya kadar serum F2-IsoPs tinggi pada kehamilan memiliki risiko
kehamilan tidak selalu mengakibatkan preeklamsi. Mungkin saja kadar F2-IsoPs yang
tinggi sebagai produk lipid peroksidasi turut berperan mencetuskan terjadinya disfungsi
memiliki pengaruh yang besar terhadap fungsi pembuluh darah. F2-IsoPs diduga
merupakan vasokonstriktor kuat, memiliki efek stimulasi proliferasi sel endotel dan
dalam aktivasi trombosit, yang tingkatannya dipengaruhi oleh dosis (Hermenegildo dkk,
2002; Sampson dkk, 2002; Montuschi dkk, 2004; Milne dkk, 2005). Dengan demikian
dapat diduga bahwa tingginya kadar F2-IsoPs pada preeklamsi dapat merupakan faktor
penyebab dan bukan hanya efek dari perjalanan penyakitnya. Permasalahan ini
sepertinya masih merupakan hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut.
secara umum.
Pada penelitian ini kami tidak melakukan kontrol terhadap kadar antioksidan
eksogen, terutama kadar plasma γ-tocopherol dan asam askorbat, dan juga pengukuran
fungsi ginjal pada saat dilakukan pengambilan sampel F2-IsoPs. Padahal ketiga faktor
BAB 7
7.1 Simpulan
kelompok preeklamsi adalah 71,0 + 36,2 pg/mL dan pada kelompok hamil normal
adalah 42,6 + 17,07 pg/mL. Perbedaan rerata kadar serum F2-IsoPs kedua kelompok
Dari hasil peneltian didapatkan risiko terjadinya preeklamsi pada kadar serum
F2-IsoPs tinggi adalah 10 kali (IK 95% = 2,86-34,92 ; p = 0,01) lebih besar
7.2 Saran
antioksidan, terutama γ-tocopherol dan asam askorbat, dalam darah serta fungsi
pengukuran proses lipid peroksidasi dapat dilakukan dengan lebih baik lagi.
sampel lebih besar untuk mendapatkan gambaran pada populasi secara lebih
baik, ataupun dengan metode penelitian yang lain, misalnya kohort prospektif.
DAFTAR PUSTAKA
Auer, J., Camoin, L., Guillonneau, F., Rigourd, V., Chelbi, S.T., Leduc, M., et al. 2010.
Serum Profile in Preeclampsia and Intra-uterine Growth Restriction Revealed by
iTRAQ Technology. Journal of Proteomics, 73:1004-1017.
Barden, A., Ritchie, J., Walters, B., Michael, C., Rivera, J., Mori, T., et al. 2001. Study
of Plasma Factors Associated With Neutrophil Activation and Lipid Peroxidation in
Preeclampsia. Journal of Hypertension, 38:803-808.
Block, G., Dietrich, M., Norkus, E.P., Morrow, J.D., Hudes, M., Bette, C., et al. 2002.
Factors Associated with Oxidative Stress in Human Population. American Journal of
Epidemiology, 156: 274-85.
Borekci, B., Aksoy, H., Ozturk, N., Kadanali, S. 2009. Correlation between Calprotectin
and Oxidized LDL in Preeclampsia. Turkey Journal of Medical Sciences, 39(2):191-195
Campbell, M.J., Machine, D., Fayers, P.M., Pinol, A.P.Y. 1997. Sample Size Tabels for
Clinical Studies. Ed 2. Blackwell Science.
Cracowski, J.L., Baguet, J.P., Ormezzano, O.,Bessard, J., Stanke-Labesque, F., Bessard,
G., dkk. 2003. Lipid Peroxidation is Not Increased in Patients with Untreated Mildto-
moderate Hypertension. Journal of Hypertension, 41:286 –288.
Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse D.J., Spong, C.Y.
2010. Pregnancy hypertention. In : Williams Obstetrics 23rd Edition. New York : Mc
Graw Hill. p. 709-710.
Dalle-Donne, I., Rossi, R., Colombo, R., Giustarini, D., Milzani, A. 2006. Biomarkers
of Oxidative Damage in Human Disease. Clinical Chemistry, 52(4):601-623.
Depkes RI. 2001. Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2001. Jakarta: Departement
Kesehatan RI.
140
Fam, S.S., Morrow, J.D. 2003. The Isoprostanes: Unique Products of Arachidonic Acid
Oxidation : A Review. Current Medicinal Chemistry, 10:1723-1740.
Griendling, K.K., FitzGerald, G.A. 2003. Oxidative Stress and Cardiovascular Injury:
Part II: Animal and Human Studies. Circulation, 108:2034-2040.
Gupta, S., Agarwal, A., Sharma, R.K. 2005. The Role of Placenta Oxidative Stress and
Lipid Peroxidation in Preecampsia. Obstetrical and Gynecological Survey, 60(12):807-
816.
Gupta, S., Aziz, N., Sekhon, L., Agarwal, R., Mansour, G., Li, J., Agarwal, A. 2009.
Lipid Peroxidation and Antioxidant Status in Preeclampsia, A Systematic Review.
Obstetrical and Gynecological Survey, 64(11):750-759.
Habli, M., Sibai, B.M. 2008. Hypertensive Disorders of Pregnancy. In: Danforth’s
obstetrics and gynecology. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2008:
258-266.
Harsem, N.K., Roald, B., Braekke, K., Staff, A.C. 2007. Acute Atherosis in Decidual
Tissue: Not Associated with Systemic Oxidative Stress in Preeclampsia. Placenta, 28 :
958-964.
Hauth, J.C., Ewell, M.G., Levine, R.J., et al. 2000. Pregnancy Outcomes in Healthy
Nulliparas Who Developed Hypertension. Calcium for Preeclampsia Prevention Study
Group. Obstetrics and Gynecology, 95:24–28.
Henriksen, T. 2000. The Role of Lipid Oxidation and Oxidative Lipid Derivatives in the
Development of Preeclampsia. Seminars in Perinatology, 24(1):29-32.
Hermenegildo, C., Garcia-Martinez, M.C., Tarin, J.J., Cano, A. 2002. Estradiol Reduces
F2α-Isoprostane Production in Cultured Human Endothelial Cells. American Journal
Physiological - Heart and Circulation Physiology, 283:H2644-H2649.
Hung, T.H., Bruton, G.J. 2006. Hypoxia and Reoxygenation : A Possible Mechanism
for Placental Oxidative Stress in Preeclampsia. Taiwanese Journal of Obstetrics and
Gynecology, 43(3):189-200.
Ishihara, O., Hayashi, M., Osawa, H., Kobayashi, K., Takeda, S., Vessby, B., et al.
2004. Isoprostanes, Prostaglandins and Tocopherols in Pre-eclampsia, Normal
Pregnancy and Non-pregnancy. Free Radical Research, 38(9):913–918.
141
Kaur, G., Mishra, S., Sehgai, A., Prasad, R. 2008. Alterations in Lipid Peroxidation and
Antioxidant Status in Pregnancy With Preeclampsia. Molecular and Cellular
Biochemistry, 313:37-44.
Lockwood, C.J., Paidas, M.J. 2000. Preeclampsia and Hypertensive Disorders. In:
Complication of Pregnancy fifth ed. Baltimore : Lippincott Wiliams and Wilkins. P.
214-215
Llurba, E., Gratacos, E., Martin-Gallan, P., et al. 2004. A Comprehensive Study of
Oxidative Stress and Antioxidant Status in Preeclampsia and Normal Pregnancy. Free
Radic Biol Med, 37:557–570.
Milne, G.L., Musiek, E.S., Morrow, J.D. 2005. F2-Isoprostanes as markers of oxidative
stress in vivo: An overview. Biomarkers, 10 (Suppl. 1):S10-S23.
Montuschi, P., Barnes, P.J., Roberts, L.J. 2004. Isoprostanes: markers and mediators of
oxidative stress. The FASEB Journal, 18:1792-1800.
National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP). 2000. Symposium for
preeclampsia and gestational hypertention. Australian and New Zealand Journal of
Obstetrics and Gynaecology, 40:133–8.
Oka, A.J., Surya, I.G.P. 2004. Profil Penderita Hipertensi dalam Kehamilan di RSUP
Sanglah Denpasar Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2003. (Penelitian Deskriptif)
Program Pendidikan Dokter Spesialis I lab/SMF Obstetri dan Ginekologi FK
UNUD/RSUP Denpasar. Denpasar : Universitas Udayana.
Redman, C.W., Sacks, G.P., Sargent, I.L. 2000. Preeclampsia: an Excessive Maternal
Inflammatory Response to Pregnancy. American Journal of Obstetrics and Gynecology,
180:499–506.
142
Regan, C.L., Levine, R.J., Baird, D.D., Ewell, M.G., Martz, K.L., Sibai, B.M., et al.
2001. No Evidence for Lipid Peroxidation in Severe Preeclampsia. American Journal of
Obstetrics and Gynecology, 185(3):572-578.
Reynolds, C., Mabie, W.C., Sibai, B.M. 2003. Hipertensive States of Pregnancy. In :
Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, 9th Ed. New Delhi : Mc
Graw Hill. p. 338-9.
Roberts, J.M., Hubel, C.A. 2004. Oxidative Stress in Preeclampsia. American Journal of
Obstetrics and Gynecology, 190:1177– 8.
Roberts, J.M., Pearson, G., Cutler, J., Lindheimer, M. 2003. Summary of NHLBI
Working Group on Research on Hypertension During Pregnancy. Journal of
Hypertension, 41:437-445.
Sampson, M.J., Gopaul, N., Davies, I.R., Hughes, D.A., Carrier, M.J. 2002. Plasma F2
Isoprostanes : Direct Evidence of Increased Free Radical Damage During Acute
Hyperglycemia in Type 2 Diabetes. Diabetes care, 25(3):537-541.
Scholl, T.O., Leskiw, M., Chen, X., Sims, M., Stein, T.P. 2005. Oxidative Stress, Diet,
and The Etiology of Preeclampsia. American Journal of Clinical Nutrition, 81:1390-
1396.
Sudarmayasa, I.M., Surya, I.G.P. 2006. Profil Penderita Hipertensi dalam Kehamilan di
RSUP Snaglah Denpasar Periode 1 Januari 2004-31 Desember 2005. (tesis) Program
Pendidikan Dokter Spesialis I lab/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP
Denpasar. Denpasar : Universitas Udayana.
Tanto, S.S. 2008. Pengaruh Konsumsi Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia
Fructus) pada Penanganan Preeklamsi Ringan secara Konvensional Melalui Penilaian
Status Nitrik Oksida, F2-Isoprostan, Tekanan Darah, dan Daya Pencegahan Kejadian
Preeklamsi Berat dan Eklamsi. (disertasi). Bandung : Universitas Padjadjaran.
Toescu, V., Nuttall, S.L., Martin, U., Kendall, M.J., Dunne, F. 2002. Oxidative Stress
and Normal Pregnancy. Clinical Endocrinology, 57:609 –13.
Touyz, R.M., Schiffrin, E.L. 2004. Reactive Oxygen Species in Vascular Biology:
Implications in Hypertension. Histochemistry and Cell Biology, 122:339-352.
Lampiran 1
KEHAMILAN NORMAL”
Demikian penjelasan kami dan terima kasih atas partisipasi ibu dalam penelitian ini.
Seandainya ada yang ingin ibu tanyakan, silakan hubungi kami langsung atau melalui nomor
telpon 0816615576.
Hormat kami,
Peneliti
145
Lampiran 2
1. Nama Responden :
Umur :
Alamat :
2. Nama Suami/Wali :
Umur :
Alamat :
Setelah mendapatkan penjelasan tentang maksud, tujuan, dan manfaat dari penelitian dengan
judul :
Menyatakan bersedia ikut serta sebagai sampel/koresponden dalam penelitian dan mengikuti
prosedur penelitian seperti yang telah disampaikan diatas.
Denpasar,
Peneliti,
Lampiran 3
FORMULIR PENELITIAN
IDENTITAS PASIEN :
2. Nama : .................................................................................................................
3. Umur : .................................................................................................................
ANAMNESIS/PEMERIKSAAN FISIK :
5. Paritas : .........................................
7. Diagnosis : .................................................................................................................
HASIL LABORATORIUM :
Data Penelitian
Umur Umur
No Nama Ibu Paritas Kehamilan Kadar F2-IsoPs
(tahun) (minggu)
2 Wir 39 2 40 97.1
3 Sur 22 0 38 153.1
4 Mar 36 2 40 88.9
5 Fit 27 1 37-38 52
6 Sup 20 0 34-35 81
14 Ema 26 0 38 60.8
15 Dwi 24 1 38 37.9
147
148
22 Aid 26 0 40 54.1
Lampiran 5
Data Penelitian
Umur Umur
No Nama Ibu Paritas Kehamilan Kadar F2-IsoPs
(tahun) (minggu)
7 Sua 28 0 34-35 28
11 Din 31 0 38 32.5
12 Oka 31 0 41-42 32
13 Nur 31 0 38 93.9
24 Sup 35 3 39-40 46
Lampiran 6
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompo
k Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Kontrol .120 27 .200 .953 27 .251
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Group Statistics
Group Statistics
Ranks
Total 54
Total 54
Group Statistics
Total 54
Ranks
Total 54
a
Test Statistics
a
Test Statistics
154
UK
Mann-Whitney U 315.000
Wilcoxon W 693.000
Z -.885
a b
Area Std. Error Asymptotic Sig. Lower Bound Upper Bound
The test result variable(s): Isoprostan has at least one tie between the positive actual
state group and the negative actual state group. Statistics may be biased.
Positive if Less
a
Than or Equal To Sensitivity 1 - Specificity
Crosstab
Count
Kelompok
< 46,15 6 20 26
Total 27 27 54
Chi-Square Tests
a
Pearson Chi-Square 14.538 1 .000
Linear-by-Linear
14.269 1 .000
Association
b
N of Valid Cases 54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.00.
Risk Estimate
N of Valid Cases 54