Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit (RS) adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Undang-undang RS No. 44 tahun
2009). Berdasarkan kepemilikan dan penyelenggaraan RS dibagi atas :

1. RS pemerintah yaitu RS yang dibiayai, dipelihara dan diawasi oleh


Departemen Kesehatan, Pemerintah daerah, ABRI dan departemen lain
termasuk BUMN. Usaha ini dijalankan berdasarkan usaha sosial.
2. RS swasta yaitu RS yang dijalankan oleh suatu yayasan atau swasta lain yang
umumnya juga berdasarkan sosial serta tujuan ekonomi (mencari
keuntungan).

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan RS swasta umum dibedakan atas RS


umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D. Penetapan klasifikasi dan perizinan
RS diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes
RI) Nomor 56 tahun 2014 yang merupakan pengganti Permenkes RI Nomor 147
tahun 2010 tentang Perizinan RS dan Permenkes RI Nomor 340 tahun 2010
tentang Klasifikasi RS. Penggantian ini dimaksudkan dalam upaya untuk
meningkatkan mutu pelayanan RS dan menyempurnakan sistem perizinan dan
klasifikasi RS. Adapun yang membedakan Permenkes ini dibandingkan dengan
Permenkes yang lama terkait klasifikasi RS sebagai berikut :

1. RS yang didirikan oleh swasta harus berbadan hukum yang usahanya bergerak
di bidang khusus perumahsakitan, dikecualikan bagi RS Publik berbadan
hukum nirlaba yang harus dibuktikan dengan laporan keuamgan yang telah
diaudit oleh akuntan publik.

1
2

2. Berdasarkan jenis pelayanan RS dikategorikan RS Umum dengan Klasifikasi


Kelas A, B, C, D dan D Pratama serta RS Khusus dengan Klasifikasi Kelas A,
B dan C.
3. Penetapan Klasifikasi RS didasarkan pada pemenuhan standar pelayanan,
sumber daya manusia, peralatan, bangunan dan sarana-prasarana.
4. Untuk jumlah sumber daya manusia yang membedakan pada tenaga
kefarmasian yaitu RSU Kelas A sejumlah 15 apoteker dan minimal 26 tenaga
teknis kefarmasian, Kelas B sejumlah 13 apoteker dan 22 tenaga teknis
kefarmasian, Kelas C sejumlah 8 apoteker dan 13 tenaga teknis kefarmasian
serta Kelas D sejumlah 3 apoteker dan 3 tenaga teknis kefarmasian.
5. Jumlah tenaga keperawatan RS umum 1:1 dengan jumlah tempat tidur pada
instalasi rawat inap, dengan tenaga tetap sejumlah 2 tenaga banding 3 tempat
tidur.
6. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III RS swasta paling sedikit 20% dari
seluruh jumlah tempat tidur.
7. Jumlah tempat tidur perawatan intensif RS swasta sejumlah 5% dari seluruh
jumlah tempat tidur.

Sejak Januari 2014 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai dilaksanakan di


Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 (237,9 juta jiwa) menempati
urutan empat terbesar di dunia setelah China (1,367,4 juta jiwa), India (1,252,7
juta jiwa) dan Amerika (321,4 juta jiwa). Merujuk pada komitmen Cakupan
Universal 2019, peserta JKN diperkirakan mencapai 257,5 juta jiwa. Jumlah
peserta sebesar ini akan menjadikan JKN sebagai program asuransi terbesar di
dunia. Sebanyak ± 165 juta jiwa penduduk telah menjadi peserta JKN pada April
2016. Jumlah peserta diupayakan terus naik agar konsensus Cakupan Universal
dapat terwujud pada tahun 2019.

Jaringan provider penyelenggara JKN (Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial/BPJS) harus mencakup fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta. Ini
penting mengingat peran fasilitas kesehatan swasta semakin signikan. Analisis

Universitas Indonesia
3

data (Susenas & IFLS) 2014, membuktikan fasilitas swasta semakin diminati oleh
penduduk baik untuk pelayanan rawat jalan maupun rawat inap. Jumlah RS sudah
bertambah hampir dua kali lipat sejak tahun 2004, tahun 2013 melebihi 2000 RS,
dengan lebih dari separuhnya merupakan RS swasta.

Model pembayaran fasilitas kesehatan pada era JKN menggunakan metode


pembayaran prospektif yaitu metode pembayaran yang dilakukan atas layanan
kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan
diberikan. Contohnya global budget, per diem, kapitasi dan case based payment.
Di Indonesia metode pembayaran prospektif dikenal dengan casemix (case based
payment) dan sudah diterapkan sejak tahun 2008 sebagai metode pembayaran
pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Pada fasilitas
kesehatan lanjutan tarif pelayanan dilakukan dengan pola pembayaran Indonesian
Case Base Groups (INACBG). Besaran tarif berbeda-beda untuk tiap RS
berdasarkan kelas RS dan regionalisasi. Perbedaaan tarif berdasarkan kelas RS
dilihat dari kelengkapan alat, RS yang menggunakan alat kesehatan yang canggih,
tentu menggunakan biaya operasional yang mahal, yang akan berdampak pada
tarif RS tersebut, sehingga tarif RS kelas A lebih besar dari B, lebih besar dari C
dan lebih besar dari D. Kemudian perbedaan tarif berdasarkan regionalisasi
meskipun memiliki kelas yang sama dimaksudkan untuk mengakomodir
perbedaan biaya distribusi obat dan alat kesehatan.

Banyak tantangan yang dihadapi pada pelaksanaan JKN karena adanya perbedaan
motif para pelaku JKN (Peserta, BPJS, Fasilitas kesehatan dan Pemerintah) yang
saling bertolak belakang. Peserta menginginkan kualitas layanan. Fasilitas
kesehatan mengharapkan nilai pembayaran memadai. BPJS menghendaki peserta
puas dan akumulasi iuran JKN cukup. Sementara pemerintah, sebagai regulator,
mendambakan perbaikan akses dengan tetap menjaga biaya kesehatan tetap
terkontrol. Perbedaan motif diatas akan menimbulkan masalah yang bisa berujung
pahit pada nasib JKN.

Universitas Indonesia
4

Bagi RS swasta upaya mengontrol biaya operasional menjadi penting untuk


mampu bertahan. Pengelolaan RS di jaman sekarang tidak sesederhana di masa
lalu karena harus memperhitungkan aspek ekonomi dan non-ekonomi. RS harus
memikirkan cara meningkatkan kesejahteraan internal, pemeliharaan, penggantian
dan peningkatan sarananya secara terencana. Proyeksi kebutuhan serta rencana
anggaran dan pendapatan harus disusun secara matang demi keberadaan dan
keberlanjutan RS. Untuk RS milik pemerintah sebagian dana operasionalnya
masih ditanggung oleh pemerintah, sebagian yang lain diperoleh dari penghasilan
pelayanan kesehatan yang diberikan. Artinya, beban keuangan tidak begitu
berpengaruh bagi keberlangsungan RS milik pemerintah. Bertolak belakang
dengan RS swasta yang harus mandiri mengelola dan mencari dana sendiri serta
membiayai operasionalnya.

RS Awal Bros Panam adalah RS swasta kelas C berbadan hukum Perseroan


Terbatas dan telah menjadi provider/fasilitas kesehatan bagi peserta JKN sejak
Juni 2014. Merupakan RS ke delapan dari 9 (sembilan) RS yang tergabung dalam
grup RS Awal Bros. Rumah sakit diresmikan pada Januari 2014 lalu, memasuki
tahun ketiga usianya RS bersiap untuk meningkatkan kelasnya menjadi kelas B.
Ada beberapa latar belakang yang mendasari pentingnya menaikkan kelas RS,
sebagaimana dijelaskan berikut :

1. Amanah Renstra RS Awal Bros Panam


Dalam ketetapan Renstra (Rencana Strategis RS Awal Bros Panam 2014-
2018) salah satu rencana yang ditetapkan oleh Corporate grup RS Awal Bros
adalah merubah RS Awal Bros Panam menjadi kelas B pada tahun 2018.
Menjadi penting untuk melakukan perubahan ini untuk mengimbangi
investasi dan meningkatkan utilisasi dari pelayanan, sarana dan prasarana RS
yang saat ini sudah memadai.

Universitas Indonesia
5

2. Menangkap peluang pasar dan mempersiapkan diri menghadapi kompetisi


bisnis RS.
RS berlokasi di Kecamatan Tampan Pekanbaru, Riau dengan luas wilayah
59,81 km2, merupakan kecamatan ke-empat terluas dari 12 (dua belas)
kecamatan yang ada di kota Pekanbaru dan jumlah penduduk terpadat yaitu
206.267 jiwa dari total 1.011.467 jiwa, 20% dari total penduduk kota
Pekanbaru (BPS Pekanbaru 2014). Banyak RS baru tumbuh diwilayah ini,
tercatat per April 2016 ada tiga RS milik pemerintah dan 3 RS milik swasta
namun belum ada RS kelas B. Oleh karena itu manajemen RS melihat ada
peluang untuk menaikkan kelas RS dengan melakukan penambahan fasilitas
layanan dan sarana-prasarana yang diharapkan dapat meningkatkan volume
kunjungan. Adapun kunci untuk memenangkan kompetisi dengan RS yang
berada dalam wilayah yang sama adalah dengan memberikan kenyamanan
lebih kepada pasien melalui peningkatan kualitas layanan dan fasilitas RS.

3. Potensial naik menjadi kelas B karena RS sudah memiliki layanan, jumlah


SDM dan fasilitas serta sarana-prasarana yang memadai.
RS Awal Bros Panam saat ini memiliki kapasitas 186 tempat tidur (TT).
Layanan dokter spesialis lengkap seluruh bidang spesialisasi (jumlah dokter
untuk masing-masing bidang spesialisasi lebih dari satu orang) beserta
peralatan lengkap dan canggih, termasuk sudah memiliki CT Scan, layanan
cateterisasi jantung (cathlab), layanan endoskopi dan layanan hemodialisa.
Total ketenagaan saat ini mencapai 381 orang dengan tenaga keperawatan 181
orang, apoteker 10 orang dan tenaga teknis kefarmasian 16 orang. Namun
belum seluruhnya layanan lengkap dimiliki oleh RS seperti layanan
subspesialis dan patologi anatomi yang tentunya menjadi PR bagi RS untuk
segera dilengkapi bila naik menjadi kelas B.

Universitas Indonesia
6

4. Merespon era JKN agar RS tetap bisa bertahan dan mendapatkan profit di era
JKN.
Pelaksanaan JKN sejak Januari 2014 telah banyak membawa perubahan di
Pekanbaru termasuk di RS Swasta khususnya RS Awal Bros Panam. Rumah
sakit yang tidak bekerjasama dengan BPJS ada yang akhirnya tutup dan
adapula yang diakuisisi oleh pihak lain karena menurunnya jumlah pasien
sehingga RS tidak mampu lagi membiayai operasionalnya.

Dalam konteks INACBG tarif pelayanan RS dibedakan atas kelas RS dan


regionalisasi. Saat ini tarif yang ditetapkan tidak realistis dimana untuk kasus
yang sama dan tingkat kesulitan yang sama tarif CBG di kelas B lebih besar
daripada C. Besaran tarif yang berbeda untuk tingkat kesulitan yang sama
antara RS besar dan RS kecil mendorong terjadinya penyerapan jumlah kasus
di RS besar dan tidak merangsang pertumbuhan RS kecil.

Sejak menjadi provider untuk pelayanan pasien JKN Juni 2014 lalu, jumlah
kunjungan di RS Awal Bros Panam semakin meningkat dari waktu ke waktu,
data per Januari 2016, 80% dari pasien rawat inap dan 70% dari pasien rawat
jalan adalah pasien JKN. Sebagai gambaran perbandingan pelayanan pasien
JKN di RS kelas B dan C, berikut data awal yang didapatkan oleh peneliti dari
tiga RS grup RS Awal Bros yang berada dalam regional yang sama.

Tabel 1. Perbandingan jumlah kasus dan klaim INA CBG dari tiga grup
Rumah sakit Awal Bros periode Januari-Maret 2016

RS Awal Bros RS Awal Bros RS Awal Bros


Panam Pekanbaru Batam
Kelas RS C B B

Jumlah pasien Rawat Jalan


Jan 6266 4648 6856
Feb 6819 4611 6830

Universitas Indonesia
7

RS Awal Bros RS Awal Bros RS Awal Bros


Panam Pekanbaru Batam
Mar 6927 4670 7486
Total 20012 13929 21172

Jumlah pasien Rawat Inap


Jan 598 441 473
Feb 604 394 424
Mar 562 386 359
Total 1764 1221 1256
Total Klaim INA CBG’s (Rp)
Jan 4.736.604.600 5.103.656.500 7.824.253.125
Feb 5.071.300.100 4.908.055.600 8.280.916.549
Mar 4.774.186.600 5.242.820.600 7.684.262.085
Total 14.582.091.300 15.254.532.700
23.789.431.759

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah kasus rawat jalan di RS Awal
Bros Panam jauh lebih banyak (143,7%) dari kasus RS Awal Bros Pekanbaru
dan mendekati (94,5%) kasus RS Awal Bros Batam. Untuk kasus rawat inap
RS Awal Bros Panam juga jauh lebih banyak (144,5%) dari kasus RS Awal
Bros Pekanbaru dan (140,4%) dari kasus RS Awal Bros Batam. Namum bila
dilihat hasil klaim INACBGnya, RS Awal Bros Panam hanya 95,6% dari RS
Awal Bros Pekanbaru dan 61,3% dari RS Awal Bros Batam. Dengan jumlah
kasus yang jauh lebih banyak, bisa jadi kasus yang sama dan tingkat kesulitan
juga sama, ternyata pendapatan yang diperoleh RS dari klaim INA CBG jauh
lebih rendah dari RS kelas B di regional yang sama. Rumah sakit perlu
memikirkan strategi kedepan apakah tetap akan bertahan di kelas C atau naik
menjadi kelas B.

Dalam konteks rujukan berjenjang, saat ini rujukan antar rumah sakit masih
berbasis kelas rumah sakit yang harus diakui tidak sejalan dengan kompetensi
RS. Rujukan berjenjang yang baik harus disusun berkeadilan dan “tidak saling
melemahkan” antar RS. Secara regulasi proses rujukan berjenjang diatur

Universitas Indonesia
8

dalam Permenkes Nomor 1 tahun 2012 dan Permenkes nomor 71 tahun 2013
yang membagi atas primer-spesialis-subspesalis seperti bagan dibawah.

Bagan 1. Alur Rujukan Berjenjang BPJS

Menurut Permenkes tersebut rujukan berjenjang dilaksanakan sesuai


kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat ketiga hanya dapat diberikan
atas rujukan dari tingkat kedua atau tingkat pertama. Pelayanan kesehatan
tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi di puskesmas, puskesmas perawatan, tempat praktik
perorangan, klinik pratama, klinik umum di balai/lembaga pelayanan
kesehatan, dan rumah sakit pratama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua
merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter
spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan
teknologi kesehatan spesialistik. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga

Universitas Indonesia
9

merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter


sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan
dan teknologi kesehatan sub spesialistik. Dengan demikian rujukan berjenjang
tingkat dua diisi oleh RS kelas D, C dan B yang tentunya dapat menerima
rujukan dari tingkat pertama.

Pada Februari 2016 lalu BPJS cabang Pekanbaru juga telah mengeluarkan
surat kesepakatan sistem rujukan di Pekanbaru dimana dicantumkan bahwa
fasilitas kesehatan tingkat pertama merujuk pasien secara objektif berdasarkan
kebutuhan medis pasien dengan memperhatikan kondisi kompetensi dokter
penerima rujukan, sarana medis penerima rujukan, geografis (mudah dan
dekat untuk diakses pasien), prioritas pilihan rujukan dengan pelayanan yang
lebih efisien (cegah potensi fraud), dan sistem rujukan berjenjang berdasarkan
permenkes no 1 tahun 2012 dengan pemilihan 3 fasilitas kesehatan tingkat
lanjut tujuan rujukan (2 kelas D dan/atau C dan/atau klinik utama dan 1 kelas
B). Oleh sebab itu rujukan berjenjang pasien berdasarkan kelas yang selama
ini berjalan bisa jadi akan berubah berdasarkan kebutuhan medis pasien dan
kompetensi RS penerima, artinya kelas B memiliki prospek untuk tidak
kehilangan pasien JKN.

5. Komitmen mutu RS.


Untuk menjadi grup RS terkemuka di Indonesia, Corporate grup RS awal
Bros menerapkan komitmen mutu bagi seluruh RS yang tergabung
didalamnya. Dari 9 (sembilan) RS, tujuh telah terakreditasi KARS dan empat
terakreditasi JCI (Joint Commission International). Rumah sakit Awal Bros
Panam telah membuktikan komitmennya terhadap mutu layanan kesehatan
yang lebih baik dengan meraih akreditasi tingkat Paripurna dari Komisi
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) pada Desember 2015 lalu. Berikutnya,
sesuai Renstra RS Awal Bros Panam 2014-2018, tahun 2017 nanti
direncanakan untuk mengikuti akreditasi internasional dari JCI (Joint

Universitas Indonesia
10

Commision International) seperti grup RS Awal Bros lain yang sudah lebih
dahulu meraih sertifikasi JCI. Sebagai RS yang baru berusia dua tahun upaya
peningkatan mutu ini tentunya memerlukan kerja keras seluruh komponen RS.
Upaya peningkatan kualitas layanan dan kualitas SDM RS memerlukan
banyak modalitas untuk bisa mewujudkannya dan tentunya memerlukan biaya
yang tidak sedikit.

Dari ulasan tersebut di atas , untuk menilai kelayakan dan kesiapan perubahan RS
Awal Bros Panam menjadi kelas B dengan mempertimbangkan era implementasi
JKN diperlukan analisa lebih lanjut melalui kajian pada tesis ini. Adanya
persyaratan yang ditetapkan dalam Permenkes Nomor 56 tahun 2014 dan kondisi
pelayanan, SDM, peralatan dan sarana prasarana RS saat ini memerlukan analisa
lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana kesiapan RS untuk berubah menjadi
kelas B dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Permenkes tersebut.
Dalam konteks JKN, perlu dianalisa lebih lanjut apakah dengan menjadi kelas B
akan memberikan manfaat yaitu profit yang lebih baik bagi RS dan juga
optimalisasi layanan serta sarana prasarana yang telah dimiliki RS. Dan
harapannya keputusan yang diambil dapat membawa manfaat jangka panjang bagi
RS tidak hanya untuk pengembangan layanan tetapi juga untuk peningkatan
kesejahteraan seluruh karyawannya.

1.2. Perumusan Masalah

Rumah sakit Awal Bros Panam berdasarkan Renstra RS 2014-2018 telah ditetapkan
akan berkembang menjadi RS kelas B pada tahun 2018 mendatang. Untuk dapat
menjadi RS kelas B harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan klasifikasi RS yang
telah diatur dalam Permenkes nomor 56 tahun 2014. Kondisi Rumah sakit saat ini
sudah melebihi standar RS kelas C baik dari standar pelayanan, SDM, peralatan

Universitas Indonesia
11

maupun sarana prasarana. Tetapi belum tentu RS sudah memenuhi standar RS Kelas
B sesuai Permenkes nomor 56 tahun 2014, sebagai contoh saat ini RS belum
memiliki layanan subspesialis dan layanan pemeriksaan patologi anatomi. Rumah
sakit harus memastikan terlebih dahulu apakah standar yang dimiliki sekarang sudah
memenuhi standar RS kelas B.

Disisi lain, pelaksanaan JKN saat ini regulasinya belum optimal, belum
menunjukkan keberpihakan terhadap RS swasta. Sampai saat ini rumah sakit
masih merugi atas pelayanan pasien JKN. Menurut data laporan keuangan dan tim
casemix RS tercatat kerugian kisaran 250-500jt untuk pelayanan pasien JKN di
RS setiap bulannya. Besaran tarif INACBG’s masih sangat rendah dan RS
cenderung masih merugi atas pelayanan pasien JKN. Tidak ada perbedaan tarif
antara RS swasta dengan pemerintah. Tarif RS dibedakan atas kelas RS dan
regionalisasi walaupun pada kenyataannya RS kelas C dapat menangani kasus
yang sama dan tingkat kesulitan yanga sama dengan kelas B akan tetapi dengan
pembayaran yang lebih rendah. Jumlah kunjungan di RS kelas C banyak akan
tetapi RS hanya dibayar ‘cukup’ untuk hal tersebut. Tentunya RS harus cerdas
membaca situasi dan melihat peluang kedepan untuk kemajuan RS. Peluang pasar
dan kompetisi bisnis RS di wilayah sekitar perlu dicermati termasuk juga
komitmen akan mutu pelayanan yang lebih baik yang juga mendasari
pengambilan keputusan untuk merubah kelas.

Oleh sebab itu diperlukan analisis lebih lanjut untuk memastikan kelayakan dan
kesiapan perubahan RS Awal Bros Panam menjadi kelas B di era Jaminan
Kesehatan Nasional. Melalui analisis yang lebih detail dan mendalam diharapkan
keputusan yang diambil adalah keputusan yang tepat untuk kemajuan RS,
keberlangsungan RS jangka panjang dan kesejahteraan karyawannya.

1.3. Pertanyaan Penelitan

Universitas Indonesia
12

1.3.1. Apakah jenis pelayanan yang ada, ketersediaan sumber daya manusia,
ketersediaan peralatan serta bangunan dan sarana-prasarana di RS
Awal Bros Panam sudah memenuhi syarat untuk menjadi RS Kelas B
berdasarkan standar Permenkes No.56 tahun 2014?
1.3.2. Bagaimana gambaran perbedaan selisih antara besaran klaim
INACBG’s dengan pendapatan Rumah sakit dengan perhitungan tarif
umum periode Januari-Desember 2015 di RS Kelas C dan Kelas B?
1.3.3. Bagaimana gambaran perbedaan jumlah kasus dan severity level periode
Januari-Desember 2015 di RS Kelas C dan Kelas B?
1.3.4. Bagaimana gambaran perbandingan jumlah kasus dan klaim INACBG’s
antara RS Kelas C dengan Kelas B periode Januari-Desember 2015?

1.4. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus Peneliti an


1.4.1. Tujuan Umum Penelitian
Menganalisis kelayakan dan kesiapan perubahan RS Awal Bros Panam menjadi kelas
B berdasarkan Permenkes nomor 56 tahun 2014 dengan mempertimbangkan era
implementasi Jaminan Kesehatan Nasional.

1.4.2. Tujuan Khusus Penelitian


a) Diketahuinya sejauh mana kesiapan jenis pelayanan, sumber daya
manusia, kesiapan peralatan medik, pendukung medik dan non medik,
kesiapan bentuk bangunan, pembagian ruangan serta kelengkapan sarana
dan prasarana di RS Awal Bros Panam untuk menjadi RS kelas B
berdasarkan Permenkes No. 56 tahun 2014.
b) Diketahuinya perbedaan selisih antara besaran klaim INACBG’s dengan
pendapatan Rumah sakit dengan perhitungan tarif umum periode Januari-
Desember 2015 di RS Kelas C dan Kelas B.
c) Diketahuinya perbedaan jumlah kasus dan severity level periode Januari-
Desember 2015 di RS Kelas C dan Kelas B.

Universitas Indonesia
13

d) Diketahuinya perbandingan jumlah kasus dan klaim INACBG’s antara RS


Kelas C dengan Kelas B periode Januari-Desember 2015.

1.5. Manfaat Penelitian


1.5.1. Bagi Rumah Sakit
a) Memperoleh masukan dan data kelayakan dan kesiapan perubahan kelas
RS Awal Bros Panam menjadi kelas B di era Jaminan Kesehatan
Nasional.
b) Memperoleh masukan untuk membuat rancangan strategis pengembangan
rumah sakit kedepan.

1.5.2. Bagi Peneliti


a) Mampu menerapkan ilmu yang telah didapat selama pendidikan S2 di
Kajian Administrasi Rumah sakit yang dapat digunakan sebagai
pengalaman dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari.
b) Mendapatkan pengalaman penelitian yang memberikan manfaat bagi
banyak pihak.
c) Mampu menyusun manuscript tesis untuk kemudian disubmit ke jurnal
kesehatan.
d) Memanfaatkan hasil penelitian dilanjutkan dengan diseminasi ke RS
tempat bekerja.

1.5.3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat UI


Sumbangan bagi pengembangan ilmu administrasi rumah sakit tentang
manfaat perubahan kelas rumah sakit dari kelas C ke B di era Jaminan
Kesehatan Nasional.

1.6. Ruang Lingkup

Universitas Indonesia
14

Penelitian mengenai analisis kelayakan dan kesiapan perubahan RS Awal Bros


Panam menjadi kelas B di era Jaminan Kesehatan Nasional ini dilaksanakan di RS
Awal Bros Panam pada periode waktu Januari 2015 sampai dengan Desember 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian operasional (operational research). Data primer
diperoleh melalui pengumpulan data secara retrospektif dan data sekunder diperoleh
melalui data internal RS Awal Bros Panam, RS Awal Bros Pekanbaru, Utilization
review BPJS cabang Pekanbaru dan berbagai studi literatur.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai