Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAJEMEN

PELAYANAN KESEHATAN

Oleh :

1. Anasthasia Ferenina (13200918N)

2. Elizabeth Susanti (13200929N)

3. Zuliana (13200930N)

4. Lia Soraya (13200937N)

5. Maranatha Ita Christianti (13200939N)

6. Rizal Suwidi (13200953N)

7. Rahayu Budi (13200973N)

8. Elizabeth Galuh Puntorini (13200975N)

JURUSAN D4 ANALIS KESEHATAN

UNIVERSITAS SETIA BUDI

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar  Belakang Masalah

Undang- Undang (UU) nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

menekankan  pentingnya upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Mutu

adalah sejauh mana layanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan standard

operating procedure atau prosedur tetap medis (Mukti, 2007: 9). Pelayanan yang

bermutu bercirikan melakukan hal yang benar secara benar (doing the right things

right).

Azrul Azwar (1997) menyebutkan bahwa mutu pelayanan kesehatan

adalah derajat dipenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap

asuhan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi yang baik dengan

pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien, efektif dalam keterbatasan secara

aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik.

Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan adalah kepuasan

pasien (Depkes RI, 2008), mengemukakan bahwa konsep mutu layanan yang

berkaitan dengan kepuasan pasien ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal

dengan istilah mutu layanan “SERVQUAL” (responsiveness, assurance, tangible,

empathy dan reliability). Mutu pelayanan kesehatan menunjukkan pada tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap

pasien. Makin sempurna kepuasaan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan

kesehatan (Depkes RI 2008). Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan

pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperoleh
setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Pohan, 2006:

156). Sebagai pusat pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya, puskesmas dan

rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang wajib

menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil dan

merata.

1.2  Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka yang menjadi pokok permasalahan

pada makalah ini adalah :

1.      Bagaimana Peningkatan mutu yang berkelanjutan?

2.      Bagaimana Manajemen Mutu Terpadu?

3.      Bagaimana mutu pelayanan puskesmas,rumah sakit serta laboratorium?

1.3  Tujuan Penulisan

Berdasarkan uraian Rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan

makalah ini adalah untuk mendeskripsikan:

1.      Peningkatan mutu yang berkelanjutan

2.      Manajemen Mutu Terpadu

3.      Mutu pelayanan puskesmas rumah sakit serta laboratorium


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Peningkatan Mutu Berkelanjutan

2.1.1        Konsep Peningkatan Mutu Berkelanjutan

Untuk memperkuat budaya organisasi, semua kegiatan harus menuju

peningkatan mutu yang terus menerus. Untuk mewujudkan peningkatan mutu

pelayanan terus menerus, pilar utamanya terdiri atas hal-hal berikut:

1.      Visi manajemen dan komitmen

Nilai organisasi dan komitmen dari semua level sangat diperlukan.

2.      Tanggung jawab

Agar setiap orang beranggung jawab, maka perlu standar yang kuat.

3.      Pengukuran umpan balik

Perlu dibuat sistem evaluasi sehingga dapat mengukur apakah kita mempunyai

informasi yang cukup.

4.      Pemecahan masalah dan proses perbaikan

Ketepatan waktu, pengorganisasian sistem yang efektif untuk menyelesaikan

keluhan, dan masalah sistem memerlukan proses perbaikan dalam upaya

meningkatkan kepuasan pelanggan.

5.      Komunikasi

Perlu ada mekanisme komunikasi yang jelas. Jika tidak ada informasi, maka

petugas atau staf merasa diabaikan dan tidak dihargai.

6.      Pengembangan staf dan pelatihan


Pengembangan staf dan pelatihan berhubengan dengan pengembangan sumber

daya yang dapt mempengaruhi kemampuan organisasi dalam memberikan

pelayanan.

7.      Keterlibatan tim kesehatan

Perlu ketrlibatan tim kesehatan agar mereka terlibat dan berperan serta dalam

strategi organisasi.

8.      Penghargaan dan pengakuan

Sebagai bagian dari strategi, perlu memberikan penghargaan dan pengakuan

kepada visi pelayanan dan nilai sehingga individu maupun tim mendapat insentif

untuk melakukan pekerjaan dengan baik.

9.      Keterlibatan dan pemberdayaan staf

10.  Staf yang terlibat adalah yang mempunyai keterikatan dan tanggung jawab.

11.  Mengingatkan kembali dan pemberdayaan

Petugas harus diingatkan tentang prioritas pelayanan yang harus diberikan

2.1.2        Mekanisme Peningkatan Mutu Pelayanan

Mekanisame Peningkatan mutu pelayanan menurut Trilogi Juran adalah sebagai

berikut:

1.      Quality Planning, meliputi:

         Menentukan pelanggan.

         Menentukan kebutuhan pelanggan.

         Mengembangkan gambaran produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

         Mengembangkan proses yang mampu menghasilkan produk sesuai dengan

gambaran produk.
         Mentrasfer rencana menjadi kebutuhan pelaksanaan.

2.      Quality Control, meliputi:

  Mengevaluasi kinerja produk saat ini.

  Membandingkan kinerja sesungguhnya dengan tujuan produk

  Melaksanakan atau memperbaiki perbedaan.

3.      Quality Improvement, meliputi:

  Mengembangkan infrastruktur.

  Mengidentifikasi proyek peningkatan mutu.

  Membentuk tim mutu.

  Menyiapkan tim dengan sumber daya dan pelatihan serta motivasi untuk

mendiagnosis penyebab, menstimulasi perbaikan, dan mengembangkan

pengawasan untuk mempertahankan peningkatan.

2.2    Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)

2.2.1        Konsep Manajemen Mutu Terpadu

Istilah utama yang terkait dengan kajian Total Quality

Management (TQM) ialah continous improvement (perbaikan terus-menerus)

dan Quality improvement ( Perbaikan Mutu ). Manajemen mutu terpadu

merupakan salah satu strategi manajemen untuk menjawab tantangan external

suatu organisasi guna memenuhi kepuasan pelanggan.

Menurut Edward Sallis (1993:13) bahwa “Total Quality Management is a

philosophy and a methodology which assist institutions to manage change and set

their own agendas for dealing with the plethora of new external pressures.”

Pendapat di atas menekankan pengertian bahwa manajemen mutu terpadu


merupakan suatu filsafat dan metodologi yang membantu berbagai institusi dalam

mengelola perubahan dan menyusun agenda masing-masing untuk menanggapi

tekanan-tekanan faktor eksternal.

Patricia Kovel-Jarboe (1993) mengutip Caffee dan Sherr menyatakan

bahwa manajemen mutu terpadu adalah suaru filosofi komprehensif tentang

kehidupan dan kehidupan dan kegiatan organisasi yang menekankan perbaikan

berkelanjutan sebagai tujuan fundamental untuk meningkatkan mutu,

produktivitas, dan mengurangi pembiayaan. Adapun istilah yang bersamaan

maknanya dengan TQM adalah continous quality improvement (CQI) atau

perbaikan mutu berkelanjutan. Tetapi TQM memfokuskan proses atau sistem

pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Dr. W. Edward Demings (dalam Syafaruddin, 2002:31) Yang mendasari

falsafah manajemen mutu terpadu terfokus pada pernyataan” Do the right things,

first time,every time” (kerjakan sesuatu yang benar sejak pertama kali setiap

waktu) dengan meletakkan kerangka pemikiran dalam perbaikan mutu secara

berkelanjutan yang terdiri dari hal -hal sebagai berikut.

1.      Reaksi berantai untuk perbaikan kualitas

Rekasi berantai tersebut menyatakan bahwa perbaikan kualitas akan

meningkatkan kepuasan pelanggan (dalam hal pengguna lulusan).

2.      Transformasi organisasi

Di sini kemampuan untuk mencapai perbaikan yang penting danberkelanjutan

menuntut perubahan dalam nilai-nilai yang dianut. Selain itu, proses kerja dan

struktur kewenangan dalam organisasi perlu dibenahi.


3.      Peran esensial pimpinan

Kepemimpinan mempunyai peran strategis dalam upaya perbaikan kualitas. Setiap

anggota organisasi harus memberikan kontribusi penting dalam upaya tersebut,

namun demikian setiap upaya perbaikan yang tidak didukung secara aktif oleh

pimpinan, komitmen, kreatifitas, maka lama kelamaan akan hilang.

4.      Hindari praktik-praktik manajemen yang merugikan

Setiap keputusan yang didasarkan pada pandangan jangka pendek, sempit dan

terkotak-kotak, akhirnya akan merugikan organisasi. Beberapa contoh pandangan

tersebut adalah:

a.       Tidak terdapat tujuan yang tetap ( constancy of purpose), yaitu tujuan menuju

perbaikan kualitas demi kelangsungan hidup dan perkembangan organisasi.

b.      Hanya memikirkan keuntungan jangka pendek, dan

c.      sering berganti-ganti kegiatan.

5.      Penerapan system of profound knowledge

Penerapan sistem tersebut meliputi penerapan empat disiplin berikut:

a.       Organisasi pada sistem ( system oriented)

Pada setiap upaya menuju perbaikan kualitas itu, hendaknya kita mengembangkan

kecakapan untuk menghindari dan mengelola interaksi antara berbagai komponen

organisasi. Orientasi ini meliputi fokus pada kinerja (performance) total

organisasi bukan hannya memusatkan perhatian pada usaha memaksimalkan hasil

komponen organisasi tertentu secara parsial, akan tetapi harus keseluruhan

organisasi.
b.      Teori Variasi

Perlu dikembangkan kecakapan untuk menggunakan data dalam proses

pengambilan keputusan.pengertian atas variasi data akan dapat membantu

pengambilan keputusan untuk mengetahui kapan harus melakukan perubahan-

perubahan dalam suatu sistem guna memperbaiki kinerja,dan mengetahui kapan

perubahan -perabahan yang dibuat dapat memperburuk kinerja.

c.       Teori pengetahuan

Peguasaan teori pengetahuan akan membuat kita untuk mengembangkan dan

menguji hipotesis (praduga) guna memperbaiki kinerja organisasi jadi,teori

pengetahuan akan membantu kita untuk mengetahui:

         apa yang dikehendaki oleh pelanggan (customer),

         seberapa jauh organisasi dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.

         faktor-faktor penting apa yang mempengaruhi kualitas

         apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas

         Apakah pelanggan mengetahui perubahan yang terjadi mengenai kinerja

organisasi, dan

         apa kebutuhan dan harapan baru pelanggan

d.      Psikologi

Perlu dikembangkan kecakapan untuk mengerti dan menerapan konsep - konsep

yang berkaitan dengan perbedaan individu dalam organisasi, inamika kelompok,

proses belajar dan proses perubahan guna mencapai perbaikan kualitas.

2.2.2        Elemen Pendukung Dalam TQM Elemen-Elemen Pendukung

Elemen pendukung dalam total quality management diantaranya sebagai berikut :


1.      Kepemimpinan

Terdapat 13 hal yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan dalam manajemen

mutu terpadu yaitu :

a)      Pimpinan mendasarkan keputusan pada data, bukan hanya pendapat saja.

b)      Pimpinan merupakan pelatih, dan fasilitator bagi setiap individu/bawahan.

c)      Pimpinan harus secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah yang dihadapi

oleh bawahan.

d)     Pimpinan harus bisa membangun komitmen, yang menjamin bahwa setiap orang

memahami misi, visi, nilai dan target perusahaan yang jelas.

e)      Pimpinan dapat membangun dan memelihara kepercayaan

f)       Pimpinan harus paham betul untuk mengucapkan terima kasih kepada bawahan

yang berhasil/berjasa

g)      Aktif mengadakan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram

h)       Berorientasi selalu pada pelanggan internal/eksternal

i)        Pandai menilai situasi dan kemampuan orang lain secara tepat

j)        Dapat menciptakan suasana kerja yang sangat menyenangkan

k)      Mau mendengar dan menyadari kesalahan

l)        Selalu berusaha memperbaiki system dan banyak berimprovisasi

m)    Bersedia belajar kapan saja dan di mana saja

2.      Pendidikan dan Pelatihan

 Mendidik dan melatih semua karyawan, memberikan baik informasi yang

mereka butuhkan untuk menjamin perbaikan mutu dan memecahkan persoalan.

Pelatihan inti ini memastikan bahwa suatu bahasa dan suatu set alat yang sama

akan diperbaiki di seluruh organisasi.


3.      Struktur Pendukung

Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan

perubahan yang dianggap perlu melaksanakan strategi pencapaian mutu.

Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar, tetapi akan lebih baik kalau

diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri.

4.      Komunikasi

Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu ditempuh

dengan cara berbeda-beda agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan

mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan

dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi

dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan,

dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan.

5.      Ganjaran dan Pengakuan Tim

individu yang berhasil menerapkan proses mutu harus diakui dan mungkin

diberi ganjaran, sehingga karyawan lainnya sebagai anggota organisasi akan

mengetahui apa yang diharapkan. Jadi pada dasarnya karyawan yang berhasil

mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi

panutan/contoh bagi karyawan lainnya.

6.      Pengukuran Penggunaan data

hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses

manajemen mutu. Jelaskan, pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang

harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang

diketahuinya berdasarkan data. Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu


tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam

memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya.

2.3  Mutu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

2.3.1       Konsep Mutu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Pelayanan kesehatan yang bermutu masih jauh dari harapan masyarakat,

serta berkembangnya kesadaran akan pentingnya mutu, maka UU Kesehatan

Nomor 23 tahun 1992 menenkankan pentingnya upaya peningkatan mutu

pelayanan kesehatan khususnya di tingkat puskesmas.

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang

menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,

dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif

masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat. Upaya kesehatan tesebut diselenggarakan dengan menitikberatkan

kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang

optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan

puskesmas biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota.

            Pusat Kesehatan Masyarakat, disingkat Puskesmas, adalah Organisasi

fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,

terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran

serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat.  Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan


kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajad kesehatan yang

optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.

Pelayanan adalah usaha, upaya atau kegiatan-kegiatan yang direncanakan

dan dilaksanakan sesuai profesi keahlian masing-masing. Pengabdian adalah

pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan sebagi wujud aktualisasi

(pengembangan kemampuan diri) dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi

masyarakat. Promotif adalah upaya untuk memperkenalkan (sosialisasi) dan

mengarahkan opini, persepsi, sikap dan tindakan masyarakat dalam menunjang

pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Preventif adalah usaha untuk

melakukan pencegahan terhadap risiko penularan penyakit dan penyebaran

penyakit yang berpotensi menular atau menimbulkan wabah penyakit. Kuratif

adalah upaya dalam pengobatan dan penanganan penyakit yang telah diduga dan

didiagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang. Administrasi

adalah suatu kegiatan pelayanan ketatausahaan, seperti: pencatatan, pelaporan dan

pengarsipan hasil kegiatan, yang berkenaan dengan penyelenggaraan kebijakan

program untuk mencapai tujuan organisasi. Evaluasi adalah sebuah kegiatan

penilaian, pengawasan dan pengamatan yang dilakukan secara berkelanjutan

melalui rapat pertemuan untuk menentukan hasil program pelayanan kesehatan

dan penetapan kebijakan program selanjutnya. Koordinasi adalah kegaiatan

mengatur pelayanan kesehatan, dan menggalang kerjasama tim, secara horizontal,

lintas program (dalam unsur pelayanan) maupun vertikal, lintas sektoral, (dengan

institusi lainnya) sehingga program, peraturan dan penentuan tindakan yang akan

dilaksanakan bisa saling mendukung pencapaian target pelayanan.


Pelayanan Kesehatan di taraf Puskesmas saat ini masih sering dikeluhkan

oleh masyarakat. hal-hal yang sering dikeluhkan adalah:

a.       Petugas tidak ramah

Petugas yang selalu marah marah begitu ada pasien, yang datang. administrasi

yang lama, petugas yang sering terlambat dan pulang cepat, selalu menjadi

keluhan masyarakat yang menyebabkan masyarakat sering berobat ke pengobatan

alternatif, dengan biaya yang tidak terlalu mahal, namun hati pasien bisa jauh

lebih nyaman.

b.      Obat yang ala kadarnya

Tak asing lagi jika masyarat mengeluh masalah ini. obat demam dikasi pil dan

tablet yang sama dengan obat gatal. sisanya jika ingin obat yang lebih bagus lagi,

masyarakat harus membeli di apotek.

c.       Dokter tidak ada

Untuk puskesmas yang ada di ibukota provinsi justru dokter ada banyak bahkan

ada yang sampai spesialis. namun di pedalaman, kabupaten, dan daerah daerah

yang jauh dari kota, dokter sangat langka. hanya ada pada jam jam tertentu atau

pada hari hari tertentu. padahal sakit gak bisa dijadwalkan kan? apalagi kalau

dokternya tidak tentu.

Padahal Tolak ukur bagi puskesmas agar bisa dikatakan ideal, , yaitu jika

memiliki dua dokter umum, satu dokter gigi, dua perawat, dan tiga orang bidan.

2.3.2        Apa yang Perlu Diperbaiki Dari Puskesmas?

1.      Paradigma Masyarakat
Puskesmas pada dasarnya memiliki lebih banyak tugas untuk

melakukan preventif (pencegahan)  daripada kuratif (pengobatan). ini lah yang

harus segera dibenahi. lakukan upaya upaya promotif oleh tenaga puskesmas, jika

masyarakat tidak mau menggunakan puskesmas sebagai sarana peningkatan

derajat kesehatan.  ’petugas puskesmaslah yang harusnya menjemput bola’

2.      SDM Tenaga Puskesmas Di Tingkatkan

Yang harus diperbaiki adalah bagaimana melayani masyarakat dan

memberikan yang terbaik bagi masyarakat karena para tenaga kesehatan yang

berada di puskesmas adalah abdi negara yang tugasnya mengabdikan diri kepada

masyarakat juga.  paling tidak petugas harus  belajar ramah, on time, dan belajar

senyum

3.      Penyediaan Obat Dan Dokter

Meskipun sebagian besar tugas puskesmas adalah pencegahan, namun

sebagian besar masyarakat masih menggunakan puskesmas sebagai tempat

berobat. bukan hanya karena biayanya yang murah, namun juga karena puskesmas

merupakan pelayanan kesehatan pratama yang langsung menjangkau masyarakat.

Oleh karena itu, keberadaan dokter dan obat yang bermutu sangat penting di

puskesmas.

4.      Petugas Puskesmas Harus Terjun Ke Masyarakat

Petugas puskesmas harus terjun, mengawasi, melihat dan memperbaiki

kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. jadi petugas tidak hanya berada dalam

kantor puskesmasnya saja. ada baiknya jika petugas yang menjemput bola.

2.4  Mutu Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit

2.4.1        Konsep Rumah Sakit


Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis

profesional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen

menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan perawatan yang

berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan yang diderita oleh pasien

(American Hospital Association, 1974; dalam Azwar, 1996). Sementara itu, dalam

Sistem Kesehatan Nasional (1992) dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai

fungsi utama menyelenggarakan kesehatan bersifat penyembuhan dan pemulihan

penderita serta memberikan pelayanan yang tidak terbatas pada perawatan di

dalam rumah sakit saja, tetapi memberikan pelayanan rawat jalan, serta perawatan

di luar rumah sakit.

Batasan pengertian rumah sakit di atas, menunjukkan bahwa fungsi

kegiatan rumah sakit sangat bervariasi, sesuai dengan perkembangan zaman.

Artinya rumah sakit tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit,

tempat pengasuhan, tempat pelayanan, pendidikan dan penelitian sederhana, dan

bersifat sosial. Dewasa ini, rumah sakit fungsinya berkembang sesuai dengan

tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, antara lain; sebagai

pengembangan pendidikan dan penelitian, spesialistik/subspesialistik, dan

mencari keuntungan.

Implikasinya adalah setiap rumah sakit dituntut untuk senantiasa

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pasiennya dalam semua aspek

pelayanan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik agar efektivitas pelayanan

kesehatan dapat terwujud.

2.4.2   Bagaimana Pelayanan di Rumah Sakit


             Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang

diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah sakit

berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu

yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu dan terjangkau

dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (Suparto, 1994)

  Rumah sakit sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan harus

memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah sakit harus

berupaya memuaskan pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan berbagai

tingkat kebutuhannya.

  Sebuah rumah sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk

memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk perawatan, pemeriksaan,

pengobatan, tindakan medis atau non medis, dan tindakan diagnosis lainnya yang

dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas kemampuan teknologi

dan sarana yang disediakan di rumah sakit (Wijono, 1999).

  Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan

yang cepat, akurat, dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran sehingga

dapat berfungsi sebagai rujukan rumah sakit sesuai dengan tingkat rumah

sakitnya.

  Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa

pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan

gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik.

  Sedangkan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik

dari jenis pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan
masyarakat harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud

adalah:

1.      Tersedia dan berkesinambungan

         Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan

kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan.

2.      Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima

oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak

bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

3.      Mudah dicapai

Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah

dicapai oleh masyarakat (dari sudut lokasi).

4.      Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah

dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini

termasuk dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini

harus dapat diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan

ekonomi masyarakat.

5.      Bermutu

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian

yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan

para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya

sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.


Dalam upaya pelayanan di rumah sakit, maka pasien yang memperoleh jasa

pelayanan memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya

dapat memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke

waktu tumbuh pemikiran dalam diri pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan

rumah sakit yang efektif dan memiliki mutu.

2.4.3        Penilaian Mutu Dan Efektivitas Pelayanan Rumah Sakit

Untuk melihat tingkat keberhasilan pelayanan rumah sakit dapat dilihat

dari berbagai aspek, Dep.Kes. RI (1999) antara lain:

a.       pemanfaatan sarana pelayanan

b.      Mutu pelayanan

c.       Tingkat efesiensi pelayanan

Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu pelayanan dan efesiensi

pelayanan rumah sakit diperlukan berbagai indikator agar informasi yang ada

dapat dijadikan sebagai acuan yang bermakna ada parameter yang dipakai sebagai

pembanding antara fakta dan standar.

Penilaian terhadap mutu pelayanan dilahirkan oleh perbandingan antara apa

yang seharusnya diterima (expectation), sebagaimana yang pernah dirasakan

dengan kinerja mutu pelayanan yang diterima (performance) dalam Kadir, 2000.

Dari perbandingan tersebut maka mutu pelayanan pada prinsipnya adalah derajat

atau tingkatan yang membedakan antara pengalaman menerima atau pelayanan

dibandingkan dengan mutu pelayanan yang diterima.

Rumah sakit di Indonesia yang semula adalah bersifat sosial, dalam proses

selanjutnya mengalami perubahan menjadi badan usaha yang bersifat sosial


ekonomi, sebagai satu badan usaha rumah sakit harus menciptakan dan

memperhatikan para pelanggannya. Dengan memahami pelanggannya maka

organisasi akan bertahan hidup dan meningkatkan keuntungannya.  Hampir semua

aktivitas dalam rumah sakit di Indonesia sekarang ini banyak diarahkan kepada

program-program untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

Dari yang telah diuraikan suatu penilaian yang dapat dilihat bahwa

persepsi tentang mutu pelayanan dilahirkan suatu penilaian yang menyeluruh

(global judgment) berdasarkan pengalaman yang diperoleh pasien, antara lain

pengalaman dalam kontak jasa melalui services encounters (moment of truth) the

evidence of service, image and price. Kemudian dibandingkan dengan pelayanan

yang diterimanya. Pengalaman tersebut menjadi pembanding yang pada akhirnya

menentukan tingkat efektivitas dari pelayanan.

Secara umum untuk menilai mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit,

maka indikator yang digunakan untuk mencakup kepuasan pelayanan kesehatan

yang dirasakan pasien. Menurut Jacobalis (1982) pada umumnya nilai mutu

pelayanan kesehatan mencakup 4 (empat) hal pokok, yakni:

a.       Kesejahteraan pasien

Kesejahteraan pasien biasanya dihubungkan dengan perasaan senang dan

aman, cara dan sikap serta tindakan tenaga kesehatan dalam memberikan

pelayanan. Dengan kata lain, kesejahteraan pasien dihubungkan dengan kualitas

pelayanan kedokteran atau kualitas pelayanan keperawatan. Selain itu,

dihubungkan dengan fasilitas yang memadai, terpelihara dengan baik, sehingga

segala macam peralatan yang digunakan selalu dapat berfungsi dengan baik.

b.      Kenyamanan dan kondisi kamar


Kenyamanan pasien merupakan salah satu variabel yang digunakan untuk

dapat terselenggaranya pelayanan yang bermutu. Suasana tersebut harus dapat

dipertahankan, sehingga pasien merasa puas (nyaman) atas pelayanan yang

diberikan. Tetapi yang terpenting adalah sikap dan tindakan para pelaksana

terutama dokter dan perawat ketika memberikan pelayanan kesehatan. Demikian

pula kondisi kamar pasien merupakan aspek yang dapat memberikan kenyamanan

dan ketenangan serta kepuasan pasien selama dirawat di rumah sakit.

c.       Keadaan ruang perawatan

Keadaan ruang perawatan akan mempengaruhi tanggapan pasien dari

keluarganya tentang mutu pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah sakit.

Oleh karena itu, pada setiap unit perawatan seyogyanya terdapat sarana atau

fasilitas yang menunjang penyelenggaraan pelayanan kesehatan, disertai

pemeliharaannya agar selalu dapat berfungsi dengan baik.

d.      Catatan atau rekam medik.

Pengertian catatan rekam medik di Indonesia mengacu pada peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 749 Tahun 1989, yang menyatakan bahwa rekam medik adalah

berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,

pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan

kesehatan (Siswati, 2000).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, tercermin segala informasi yang

menyangkut seorang pasien yang akan dijadikan dasar dalam menentukan

tindakan lebih lanjut dalam pelayanan kesehatan maupun tindakan medik lain

yang diberikan kepada pasien yang akan datang ke instansi penyedia layanan

kesehatan (rumah sakit).


2.4.4        Bagaimana Potret Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) di Indonesia

Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

Semua orang ingin merasa dihargai, ingin dilayani, ingin mendapatkan kedudukan

yang sama  di mata masyarakat.Akan tetapi sering terdapat dikotomi dalam upaya

pelayanan kesehatan di Indonesia. Sudah begitu banyak kasus yang

menggambarkan betapa suramnya wajah pelayanan kesehatan di negeri ini.

Seolah-olah pelayanan kesehatan yang baik hanya diperuntukkan bagi mereka

yang memiliki dompet tebal. Sementara orang-orang kurang mampu tidak

mendapatkan perlakuan yang adil dan proporsional. Orang-orang miskin

sepertinya tidak boleh sakit.

Tidak dapat dimengerti apa yang membuat adanya jurang pemisah antara

si kaya dan si miskin dalam domain pelayanan kesehatan. Dokter yang ada di

berbagai rumah sakit sering menunjukkan jati dirinya kepada pasien secara

implisit. Bahwa menempuh pendidikan kedokteran itu tidaklah murah. Oleh sebab

itu sebagai buah dari mahalnya pendidikan yang harus ditempuh, masyarakat

harus membayar arti hidup sehat itu dengan nominal yang luar biasa. Mungkin

paradigma awal ketika seseorang memilih jalan hidupnya sebagai seorang dokter

mengalami disorientasi. Pengabdian kepada masyarakat dan bangsa bukanlah

menjadi faktor yang mendominasi keinginan seseorang menjadi dokter. Ada

faktor-faktor komersialisasi yang terkadang melandasi seseorang dalam

menempuh jalur kedokteran sebagai pilihannya. Tulisan ini bukan dibuat untuk

mendiskreditkan seorang dokter, sama sekali tidak. Dokter adalah pekerjaan yang

sangat mulia. Dokter merupakan posisi yang menjadikan seseorang dapat lebih

menghargai kehidupan. Substansinya adalah dewasa ini gambaran seorang dokter


yang terjadi di Indonesia merupakan sebuah komersialisasi pekerjaan bukan

pelayan kesehatan. Seandainya paradigma-paradigma yang mengalami

disorientasi tersebut dapat diluruskan maka posisi seorang dokter akan kembali

pada tingkatan yang mulia.

Pelayanan kesehatan sepertinya sering tidak sebanding dengan mahalnya

biaya yang dikeluarkan. Rumah sakit terkadang tidak melayani pasien dengan

baik dan ramah. Dokter terkadang melakukan diagnosis yang cenderung asal-

asalan. Belum lagi perawat di rumah sakit sering malas-malasan jika bekerja.

Salah seorang pernah berkata bahwa rumah sakit di Jepang tidak menyediakan

fasilitas hiburan seperti televisi bagi para pegawai rumah sakit. Dengan demikian

kondisi kerja akan jauh lebih kondusif karena konsentrasi tidak akan terpecah

antara urusan pekerjaan dan hiburan. Sementara di Indonesia keberadaan televisi

bagi pegawai rumah sakit adalah sebuah keniscayaan. Sebenarnya kondisi ini

dapat merusak produktivitas kerja. Meskipun selalu ada pembenaran bahwa

profesionalisme selalu dijunjung tinggi dalam menjalani profesi. Tidak jelas

kevalidan wacana tersebut, namun tampaknya melihat kondisi rumah sakit yang

ada di Indonesia dengan pelayanannya, wacana tersebut ada benarnya terlepas

dengan kondisi yang ada pada rumah sakit di Jepang.

2.5 Mutu Pelayanan di Laboratorium

Pemantapan mutu laboratorium merupakan suatu peralatan mutu yang

digunakan untuk melakukan pengawasan mutu dengan menggunakan konsep

pengawasan proses statistik (statistical process control). Pengawasan proses

dengan statistic adalah sebuah cara yang memungkinkan operator menentukan

apakah suatu proses sedang berproduksi, dan mungkin terus berproduksi keluaran
yang sesuai. Sedangkan jaminan mutu adalah suatu sistem manajemen yang

dirancang untuk mengawasi kegiatan-kegiatan pada seluruh tahap (desain produk:

produksi, penyerahan produk serta layanan), guna mencegah adanya masalah-

masalah kualitas dan memastikan bahwa produk yang memenuhi syarat yang

sampai ke tangan pelanggan.

Kemenkes RI memberikan pengertian tentang mutu pelayanan kesehatan,

yang meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai

dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga sesuai dengan standart dan kode

etik profesi yang telah ditetapkan.

Tujuan laboratorium klinik adalah tercapainya pemeriksaan yang bermutu,

diperlukan strategi dan perencanaan manajemen mutu. Salah satu pendekatan

mutu yang digunakan adalah Qality Management Scient (QMS) yang

memperkenalkan suatu model yang dikenal dengan Five-Q, meliputi :

a. Quality Planning

Quality planning adalah untuk menentukan jenis pemeriksaan yang akan

dilakukan laboratorium, perlu merencanakan dan memilih jenis metode,reagen,

bahan alat, SDM dan kemampuan yang dimiliki laboratorium.

b. Quality Laboratory Practice (QLP)

Quality laboratorium practice adalah membuat pedoman, petunjuk dan

prosedur tetap yang merupakan acuan setiap pemeriksaan laboratorium.

Standar acuan ini digunakan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya

variasi yang akan mempengaruhi mutu pemeriksaan.

c. Quality Control (QC)


Quality control untuk pengawasan sistematis periodik terhadap : alat, metode

dan reagen. QC lebih berfungsi untuk mengawasi, mendeteksi persoalan dan

membuat koreksi sebelum hasil dikeluarkan. Quality control adalah bagian dari

quality assurance, dimana quality assurance merupakan bagian dari total

quality manajement.

d. Quality Assurance (QA)

Quality assurance adalah mengukur kinerja pada tiap tahap siklus tes

laboratorium: pra analitik, analitik dan pasca analitik. Jadi, QA merupakan

pengamatan keseluruhan input-proses-output/outcome, dan menjamin

pelayanan dalam kualitas tinggi dan memenuhi kepuasan pelanggan. Tujuan

QA adalah untuk mengembangkan produksi hasil yang dapat diterima secara

konsisten, jadi lebih berfungsi untuk mencegah kesalahan terjadi (antisipasi

error).

e. Quality Improvement (QI)

Quality improvement adalah penyimpangan yang mungkin terjadi akan dapat

dicegah dan diperbaiki selama proses pemeriksaan berlangsung yang diketahui

dari quality control dan quality assessment. Masalah yang telah dipecahkan,

hasil akan digunakan sebagai dasar proses quality planning dan quality process

laboratory berikutnya.

Pemantapan Mutu (Quality Asurance atau QA) adalah semua rencana dan

tindakan sistematis yang diperlukan untuk menyediakan keyakinan yang cukup

sehingga pelayanan laboratorium memuaskan dan memenuhi keberterimaan

standard mutu dengan tingkat kepercayaan yang diinginkan. Sedangkan definisi

kontrol kualitas (Quality Control atau QC) adalah operasional teknis dan aktivitas
pengujian yang dilakukan untuk mencapai persyaratan mutu atau memperoleh

keberterimaan data yang valid. Penilaian Mutu (Quality Assesmen) adalah semua

aktivitas yang ditujukan untuk menjamin bahwa semua pekerjaan quality kontrol

telah dilakukan secara efektif. Pemantapan mutu (quality asurance) laboratorium

kesehatan adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan

ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium. Kegiatan jaminan mutu atau

pemantapan mutu (quality assurance) mengandung komponen komponen meliputi

pemantapan mutu internal, pemantapan mutu eksternal, verifikasi, validasi hasil,

audit, pelatihan dan pendidikan.

1. Pemantapan Mutu Internal

Pemantapan mutu internal sebagai penanggungjawab laboratorium, perlu

menjamin bahwa hasil pemeriksaan valid dan dapat dipergunakan oleh klinisi

untuk mengambil keputusan klinis. Untuk dapat memberikan jaminan itu, perlu

melakukan suatu upaya sistemik yang dinamakan kontrol kualitas (quality

control/QC). Kontrol kualitas merupakan suatu rangkaian pemeriksaan analitik

yang ditujukan untuk menilai kualitas data analitik. Dengan melakukan kontrol

kualitas akan mampu mendeteksi kesalahan analitik, terutama kesalahan-

kesalahan yang dapat mempengaruhi kemanfaatan klinis hasil pemeriksaan

laboratorium. Kontrol kualitas ini merupakan bagian dari proses yang lebih besar

yaitu penjaminan mutu (quality assurance/QA).

a. Definisi

Pemantapan mutu internal (internal quality control) adalah kegiatan

pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh masingmasing


laboratorium secara terus menerus agar tidak terjadi atau mengurangi kejadian

penyimpangan sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat.

Pemantapan mutu internal akan memberikan jaminan kualitas kepada

hasil analisa secara kontinyu dengan cara mengamati sebanyak mungkin

langkah-langkah dalam prosedur analisa dimulai dari pengambilan spesimen

sampai kepada penentuan hasil akhir.

Pemantapan mutu internal mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang

dimulai sebelum proses pemeriksaan itu sendiri dilaksanakan yaitu dimulai dari

tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik

b. Tujuan

Tujuan Pemantapan Mutu Internal adalah :

1) Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan

mempertimbangkan aspek analitik dan klinis.

2) Mempertinggi kesiagaan tenaga sehingga pengeluaran hasil yang salah tidak

terjadi dan kesalahan dapat dilakukan segera.

3) Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien, pengambilan,

pengiriman, penyimpanan dan pengolahan spesimen sampai dengan

pencatatan dan pelaporan dilakukan dengan benar.

4) Mendeteksi kesalahan dan mengetahui sumbernya.

5) Membantu perbaikan pelayanan penderita melalui peningkatan mutu

pemeriksaan laboratorium

c. Tahapan

Tahapan pemantapan mutu internal meliputi :

1) Tahap pra analitik


Pemantapan mutu internal pada tahap pra analitik dilakukan agar tidak

terjadi kesalahan sebelum melakukan analisis spesimen pasien diperiksa,

meliputi :

a) Ketatausahaan

Penulisan formulir pemeriksaan meliputi identitas pasien, identitas

pengirim, nomor laboratorium, tanggal pemeriksaan, permintaan

pemeriksaan harus lengkap dan jelas, konfirmasi jenis sampel yang harus

diambil dengan jelas dan benar

b) Persiapan pasien Persiapan pasien untuk pengambilan spesimen pada

keadaan basal, seperti: Pemeriksaan tertentu pasien harus puasa selama

8-12 jam sebelum diambil darah, menghindari obat-obatan sebelum

spesimeen diambil, menghindari aktifitas/ olah raga sebelum spesimen

diambil, memperhatikan posisi tubuh, dan memperhatikan variasi diurnal

(perubahan kadar analit sepanjang hari).

c) Pengumpulan spesimen

Spesimen harus diambil secara benar dengan memperhatikan waktu,

lokasi, volume, cara, peralatan, wadah spesimen, antikoagulan, harus

sesuai dengan persyaratan pengambilan spesimen.

d) Penanganan specimen

Penanganan spesimen harus benar untuk pemeriksaanpemeriksaan

khusus, pengolahan spesimen harus dilakukan sesuai persyaratan, kondisi

pengiriman spesimen juga harus tepat.

2) Tahap analitik

a) Pereaksi (Reagen)
Reagen atau media harus dipastikan memenuhi syarat, masa kadaluarsa

tidak terlampaui, cara pelarutan atau pencampuran sudah benar, cara

pengenceran sudah benar, dan pelarutnya harus memenuhi syarat.

b) Peralatan

Peralatan/alat yang akan digunakan dipastikan bahwa semua bersih dan

sudah memenuhi standart, sudah terkalibrasi, pipetasi dilakukan dengan

benar dan urutan prosedur harus diikuti dengan benar.

c) Kontrol kualitas (Qaulity Control =QC)

Kontrol kualitas (quality control) adalah salah satu kegiatan

pemantapan mutu internal. Kontrol kualitas merupakan suatu rangkaian

pemeriksaan analitik yang ditujukan untuk menilai data analitik. Tujuan

dari dilakukannya kontrol kualitas adalah untuk mendeteksi kesalahan

analitik di laboratorium. Kesalahan analitik di laboratorium terdiri atas

dua jenis yaitu kesalahan acak (random error) dan kesalahan sistematik

(systematic error). Kesalahan acak menandakan tingkat presisi,

sementara kesalahan sistematik menandakan tingkat akurasi suatu

metode atau alat .

d) Metode pemeriksaan

Metode pemeriksaan di laboratorium harus memiliki rencana

pengambilan sampel dan metode ketika melakukan pengambilan

sampel, bahan atau produk untuk pengujian berikutnya atau kalibrasi.


Metode pengambilan sampel harus mengatasi faktor yang harus

dikendalikan untuk memastikan keabsahan pengujian atau kalibrasi

hasil berikutnya. Rencana pengambilan sampel dan metode harus

tersedia di lokasi tempat pengambilan sampel dilakukan. Metode

pengambilan sampel harus:

1) Mengacu pada metode sampling yang digunakan;

2) Tanggal dan waktu pengambilan sampel;

3) Data untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan sampel (misalnya

jumlah, jumlah, nama);

4) Identifikasi personil melakukan sampling;

5) Identifikasi peralatan yang digunakan;

6) Kondisi lingkungan atau transportasi;

7) Diagram atau setara lainnya berarti untuk mengidentifikasi lokasi

pengambilan sampel, saat yang tepat;

8)Penyimpangan, penambahan atau pengecualian dari metode sampling

dan rencana sampling (Persyaratan umum untuk kompetensi

laboratorium pengujian dan kalibrasi ISO/IEC 17025 2017).

e) Kompetensi Pelaksana

Rekaman yang relevan pendidikan dan profesional kualifikasi, pelatihan

dan pengalaman, dan penilaian kompetensi semua personil harus

terpelihara.

Catatan-catatan ini harus tersedia untuk personil yang relevan dan harus

mencakup:

1) Berpendidikan dan profesional kualifikasi.


2) Mempunyai salinan sertifikasi atau lisensi.

3) Memiliki pengalaman kerja sebelumnya;

4) Deskripsi pekerjaan.

5) Pengenalan staf baru untuk lingkungan laboratorium.

6) Adanya pelatihan dalam tugas-tugas pekerjaan saat ini.

7) Penilaian kompetensi.

8) Catatan melanjutkan pendidikan dan prestasi.

9) Laporan kecelakaan dan paparan bahaya kerja.

10) Status imunisasi, ketika relevan dengan tugas yang diberikan

(Persyaratan untuk kualitas dan kompetensi ISO 15189 2012).

3) Tahap Pasca Analitik

a) Pembacaan hasil

Pembacaan hasil yaitu dengan perhitungan, pengukuran, identifikasi

dan penilaian harus benar.

b) Pelaporan hasil

Pelaporan hasil yaitu form hasil dipastikan bersih, tidak ada salah

transkrip, tulisan sudah jelas, tidak terdapat kecenderungan hasil.

2. Pemantapan Mutu Eksternal

External Quality Assessment (EQA) atau Pemantapan Mutu Eksternal

(PME) merupakan kegiatan yang diselenggarakan secara periodik oleh pihak lain

di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan

suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan tertentu. PME hendaknya

dilakukan secara teratur dengan mengikuti program yang dilaksanakan oleh

organisasi independen atau yang telah ditetapkan. Beberapa program PME


diwajibkan, baik yang diwajibkan oleh badan akreditasi atau menurut hukum.

Program PME dapat diselenggarakan pada tingkat yang berbeda regional, nasional

dan internasional.Dalam skala internasional, akreditasi laboratorium klinis

menggunakan standard ISO 15189:2003 mewajibkan laboratonium mengikuti Uji

Profisiensi. Hasil laboratorium dijaga kerahasiaannya, dan umumnya hanya

diketahui oleh laboratorium yang berpartisipasi dan penyedia PME. Tujuan PME

ialah untuk mengawasi kualitas hasil tes dalam sebuah laboratorium kesehatan,

mengidentifikasi masalah, dan membuat langkah koreksi terhadap masalah yang

teridentifikasi.

PME dapat membantu meyakinkan pelanggan, seperti dokter, pasien, dan

pihak berwenang, agar laboratorium bisa menghasilkan hasil pemeriksaan yang

handal. Laboratorium Kesehatan dapat menggunakan PME untuk

mengidentifikasi masalah dalam praktik laboratorium, dan memungkinkan

tindakan perbaikan. Berpartisipas dalam PME akan membantu mengevaluasi

keandalan metode, bahan, dan peralatan. Program PME bisa gratis atau berbayar.

PME gratis termasuk program yang ditawarkan oleh produsen untuk memastikan

peralatannya bekerja dengan benar dan yang diselenggarakan oleh program

regional atau nasional untuk perbaikan mutu.

PME merupakan sebuah tipe prosedur QC (Quality Control) dimana

laboratorium mendapatkan spesimen secara periodik untuk analisis yang juga

dikirimkan ke laboratorium yang ikut berpartisipasi dalam program PME. Proses

dan penanganan spesimen PME dapat dirangkum ke dalam apa yang disebut

sabagai “aturan emas”: lakukan sampel PME seperti melakukan sampel pada

pasien. Regulasi CLIA (Clinical laboratory Improvement Act) tahun 1988


mensyaratkan tidak ada treatment khusus untuk sampel PME (seperti memeriksa

sampel PME ‘duplo’ sedangkan sampel pasien diperiksa secara rutin hanya satu

kali) dan tidak ada perbandingan hasil survei awal antara laboratorium sebelum

melaporkan hasil ke penyelengara PME.

Berikut adalah persyaratan ini diperlukan dalam proses dan penanganan

sampel PME sesuai standar CLIA, yaitu:

1. Sampel PME harus diuji dengan alat yang sama seperti pemeriksaan pasien

rutin.

2. Sampel PME harus di uji dengan frekuensi pemeriksaan yang sama dengan

sampel pasien rutin.

3. Laboratorium yang ikut berpartisipasi dalam program PME tidak melakukan

perbandingan hasil sampel PME antar laboratorium sebelum hasil diserahkan

kepada penyelenggara program PME sesuai tanggal persyaratan pelaporan.

4. Laboratorium tidak mengirimkan sampel PME ke laboratorium lain.

5. Laboratorium mencatat semua langkah (seperti penanganan, pengolahan, tes,

pelaporan) untuk semua kegiatan PME.

6. PME diperlukan hanya untuk metode primer yang digunakan untuk menguji

analit dalam sampel pasien selama periode yang dicakup PME.

A. Uji Profisiensi

Uji Profisiensi menurut ISO/IEC 43-1: 1997 adalah perbandingan antar

laboratorium yang disusun secara teratur untuk menilai kinerja laboratorium

analitik dan kompetensi personil laboartorium. Sedangkan menurut CLSI uji

profiseinsi merupakan sebuah program dimana beberapa sampel dikirim secara

berkala ke anggota dari sekelompok laboratorium untuk analisis dan / atau


identifikasi; dimana masing-masing hasil laboratorium dibandingkan dengan

laboratorium lain dalam kelompok dan/ atau dengan nilai yang ditetapkan, dan

dilaporkan ke laboratorium yang berpartisipasi. Dalam proses uji profisiensi,

laboratorium menerima sampel dari penyedia pengujian. Penyedia ini mungkin

merupakan organisasi (profit atau non-profit) dibentuk khusus untuk

memberikan uji profisiensi. Penyedia uji profisiensi diantaranya adalah

laboratorium rujukan pusat, badan kesehatan pemerintah, dan produsen kit atau

instrumen. Uji ini dapat dilakukan 3-4 kali dalam setahun. Laboratorium yang

berpartisipasi dalam program uji profisiensi menganalisis sampel dan

mengumpulkan hasil pemeriksaan ke laboratorium rujukan atau organisasi

peneyelengara uji profisiensi. Hasil dievaluasi dan dianalisis, setelah itu

laboratorium diberi informasi tentang kinerjanya dan dibandingkan

laboratorium pesertalainnya. Laboratorium yang berpartisipasi menggunakan

informasi tersebut untuk melakukan perubahan dan perbaikan yang sesuai..

Berikut kelemahan uji profisiensi, yaitu:

1. Hasil profisiensi dipengaruhi oleh beberapa variabel yang tidak

berhubungan dengan spesimen pasien, diantaranya persiapan pasien, efek

matriks, metode statistik, dan peer grup.

2. Uji profiseinsi tidak dapat mendeteksi semua masalah yang ada di

laboratorium, terutama yang mengenai prosedur pre analitik dan pasca

analitik.

3. Hasil tunggal tidak dapat diterima dan tidak menunjukkan adanya masalah

laboratorium.

B. Pemeriksaan Ulang atau Uji Ulang (Rechecking/Retesting)


Metode ini dilakukan dimana hasil pemeriksaan suatu laboratorium

kesehatan diperiksa ulang oleh laboratorium rujukan, dan sampel yang ada

telah diuji ulang antar laboratorium. Metode ini digunakan untuk rapid tes

HIV. Pemeriksaan HIV dengan metode rapid tes memiliki tantangan khusus,

karena sering dilakukan bukan oleh laboratorium kesehatan , dan orang

yang tidak terlatih dalam bidang laboratorium kesehatan . Selain itu, kitnya

sekali pakai dan tidak dapat melakukan metode pengendalian mutu seperti

yang digunakan laboratorium kesehatan . Oleh karena itu, uji ulang

beberapa sampel menggunakan metode yang berbeda seperti enzyme

immunoassay (EIA) atau ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay)

dapat membantu menilai kualitas pengujian HIV metode rapid tes. Uji ulang

memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Dilakukan oleh laboratorium kesehatan rujukan, untuk memastikan

kualitas hasil pemeriksaan laboratorium kesehatan .

b. Dilakukan pada pemeriksaan yang menggunakan spesimen darah atau

serum dengan metode rapid tes.

c. Jumlah sampel yang diuji ulang harus memberikan data statistik yang

signifikan untuk mendeteksi kesalahan. Metode ini paling sering

digunakan untuk pemeriksaan BTA; slide dibaca di laboratorium dan

dicek ulang di laboratorium pusat atau rujukan. Hal ini memungkinkan

evaluasi keakuratan hasil pemeriksaan, dan juga memungkinkan untuk

penilaian kualitas persiapan slide dan pewarnaan.

C. On-site Evaluation (Evaluasi di tempat)


Metode ini biasanya dilakukan, ketika sulit melakukan uji profisiensi

atau untuk menggunakan metode pengecekan ulang / pengujian ulang.

Kunjungan berkala oleh evaluator untuk pemeriksaan laboratorium

kesehatan merupakan jenis PME dapat digunakan ketika saat metode

PME lain tidak layak atau efektif.

PME mengacu pada proses pengendalian keakuratan metode analisis

dengan perbandingan hasil pemeriksaan antar laboratorium. Langkah-langkah dan

gambaran umum melakukan PME adalah sebagai berikut:

1) Koordinator PME mempersiapkan dan mengirimkan satu atau dua sampel pada

peserta PME.

2) Sampel diuji oleh laboratorium dengan menggunakan peralatan dan pereaksi

yang sama dengan yang digunakan pada pemeriksaan sampel pasien.

3) Koordinator PME mengumpulkan semua hasil dan mengelompokkannya sesuai

dengan metode, reagen dan instrument analisis laboratorium atau kriteria

lainnya.

4) Koordinator PME menghitung nilai target (mean konsensus) dan total variasi

(dinyatakan sebagai standar deviasi) hasil laboratorium.

5) Jika salah satu laboratorium memiliki nilai di luar batas kontrol (nilai target ±

variasi yang diijinkan) maka laboratorium ini dianggap "out of control".

6) Laboratorium "out of control" harus memperbaiki prosedur analitis.


BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1  Kesimpulan

Berdasarkan isi makalah di atas maka kesimpulan dari makalah ini adalah:

1.      Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan

setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan

rata-rata serata penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik profesi

(Azrul Azwar, 1996).

2.      kajian Total Quality Management (TQM) ialah continous improvement

(perbaikan terus-menerus) dan Quality improvement ( Perbaikan Mutu ).

3.      Untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan terus menerus, pilar utamanya

terdiri atas hal-hal berikut :

a.       Visi manajemen dan komitmen

b.      Tanggung jawab

c.       Pengukuran umpan balik

d.      Pemecahan masalah dan proses perbaikan

e.       Komunikasi

f.       Pengembangan staf dan pelatihan

g.      Keterlibatan tim kesehatan

h.      Penghargaan dan pengakuan

i.        Keterlibatan dan pemberdayaan staf

j.        Staf yang terlibat adalah yang mempunyai keterikatan dan tanggung jawab.

k.      Mengingatkan kembali dan pemberdayaan


4.      Nilai mutu pelayanan kesehatan mencakup segala informasi yang menyangkut

seorang pasien yang akan dijadikan dasar dalam menentukan tindakan lebih

lanjut dalam pelayanan kesehatan maupun tindakan medik lain yang diberikan

kepada pasien yang akan datang ke instansi penyedia layanan kesehatan.

5. Pemantapan mutu pada pelayanan kesehatan akan memberikan jaminan kualitas

hasil yang dikeluarkan ( output ) dengan cara mengamati sebanyak mungkin

langkah-langkah dalam prosedur analisa secara terus-menerus serta menjamin

hasil yang layak dan memenuhi syarat untuk diterima pelanggan.

3.2  Saran

Berdasarkan Isi dan Kesimpulan makalah di Atas maka Saran Penulis yaitu:

1. Kepada penyedia pelayanan Kesehatan diharapkan dapat menjaga serta

meningkatkan mutu pelayanan sehingga dapat mencapai kepuasan pasien.

2.      Kepada  petugas kesehatan diharapkan dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan

SOP yang telah ditetapkan.

3.      Kepada Masyarakat diharapkan dapat mengetahui apa konsep dari mutu

pelayanan agar nantinya tidak ada perbedaan persepsi terkait dengan mutu

pelayanan.

4.      Kepada mahasiswa diharapkan makalah ini bisa menjadi salah satu referensi

terkait materi mutu pelayanan kesehatan

5.      Kepada pembaca diharapakan dapat menambah wawasan terkait mutu pelayanan

kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

https://widiawan.wordpress.com/2010/01/20/kasus-pelayanan-ugd-sebuah-rumah-sakit-

umum-daerah-di-ibukota-sebuah-kabupaten/ (Diakses Tanggal 15 September

2016)

https://www.scribd.com/doc/227842944/Manajemen-mutu-puskesmas (Diakses

Tanggal 15 September 2016)

http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2011/04/mutu-pelayanan-kesehatan.html (Diakses

Tanggal 15 September 2016)

https://www.mysciencework.com/publication/download/cc09255b28ea14bff8e2f1164b

b00cc4/c72f98277742fede23406c963cc6cb90 (Diakses Tanggal 15 September

2016)

http://lib.unnes.ac.id/20257/1/6411411220-S.pdf (Diakses Tanggal 15 September 2016)

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/496/3d.pdf?

sequence=1(Diakses Tanggal 15 September 2016)

http://www.gudangmateri.com/2010/10/aturan-standar-mutu-pelayanan-kesehatan.html 

(Diakses Tanggal 15 September 2016)

http://www.kompasiana.com/ikpj/implementasi-manajemen-mutu-terpadu-total-quality-

management-di-sekolah_54ff3f60a33311764c50f837 (Diakses Tanggal 15

September 2016)

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/845/4/Chapter%202.pdf (Diakses Tanggal 5

September 2019 )

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Kendali-

Mutu_SC.pdf

Anda mungkin juga menyukai