Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN HASIL

PELATIHAN PENANGGULANGAN KLB DAN WABAH


UNTUK TIM GERAK CEPAT (TGC) DI PUSKESMAS ANGKATAN IV TAHUN 2021

A. TUJUAN
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu melakukan upaya penanggulangan KLB
dan Wabah di wilayah kerja puskesmas seseuai dengan ketentuan yang berlaku.
B. WAKTU
Pelatihan penanggulangan KLB dan Wabah untuk Tim Gerak Cepat (TGC) di Puskesmas
diselenggarakan sebanyak 47 Jpl, dengan Angkatan ke empat dilaksanakan tanggal 2 –
9 Juni 2021
C. TEMPAT
Pelatihan penanggulangan KLB dan Wabah untuk Tim Gerak Cepat (TGC) di Puskesmas
diselenggarakan secara Blended yaitu secara daring di Instansi masing – masing panitia
, fasilitator dan peserta dan juga diselenggarakan secara luring/klasikal di Bapelkes
Propinsi Jawa Tengah, kampus Gombong, Jl. Wilis No. 1 Gombong, kabupaten Kebumen,
Jawa Tengah.
D. PETUGAS
1. Achmad Sholeh, S.ST ( Petugas Surveilans )
2. Maranatha Ita Ch, Amd.AK ( Petugas Laboratorium )
3. Eny Wahyuni, SKM ( Petugas Sanitarian )
E. HASIL
1. Hari 1 ( Rabu, 2 Juni 2021 )
a. Pretest
b. Pembukaan : - Menyanyikan Lagu Indonesia Raya
- Menyanyikan lagu Mars Hidup Sehat
c. Penyampaian tata tertib pelatihan, struktur program pelatihan : dasar, inti dan
penunjang, jumlah peserta, waktu dan tempat, metode pembelajaran
d. BLC (Building Learning Commitment) oleh Ibu Erna Dwi Rahayu, SKM. M.Kes
Perkenalan peserta pelatihan dan panitia
e. Penyampaian materi pelatihan

MATERI I (Kebijakan Penanggulangan KLB dan Wabah)


Disampaikan oleh drh. Endang Burni P, M.Kes selaku Kepala Direktorat surveilans dan
Karantina Kemenkes)
Penyakit Potensial KLB (PMK 1501/2010)
1. Kholera
2. Pes
1
3. DBD
4. Campak
5. Polio
6. Difteri
7. Pertusis
8. Rabies
9. Malaria
10. Avian Influenza H5N1
11. Antraks
12. Leptospirosis
13. Hepatitis
14. Influenza A (H1N1)
15. Meningitis
16. Yellow Fever
17. Chikungunya
Kebijakan dan strategi di atur dalam PMK Di dalam PMK 82 tahun 2004 tentang
penanggulangan penyakit menular disebutkan bahwa Penanggulangan Penyakit
Menular dilakukan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan.
Upaya pencegahan dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan
spesifik, pengendalian faktor risiko, perbaikan gizi masyarakat dan upaya lain sesuai
dengan ancaman Penyakit Menular.
Sedangkan Upaya pengendalian dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan
faktor risiko penyakit dan/atau gangguan kesehatan, dan upaya pemberantasan
dilakukan untuk meniadakan sumber atau agen penularan, baik secara fisik, kimiawi
dan biologi
Untuk pengendalian dan pemberantasan kegiatannya terdiri dari:
a. Promosi kesehatan;
b. Surveilans kesehatan;
c. Pengendalian faktor risiko;
d. Penemuan kasus;
e. Penanganan kasus;
f. Pemberian kekebalan (imunisasi)
g. Pemberian obat pencegahan secara massal
Terdapat kegiatan dalam strategi pengendalian KLB/Wabah, yaitu:
a. Penatalaksanaan kasus pada manusia
b. Perlindungan pada kelompok risiko tinggi
c. Surveilans Epidemiologi
d. Komunikasi resiko, edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat
e. Penguatan dukungan peraturan
2
f. Peningkatan kapasitas
g. Penelitian kaji tindak
h. Monitoring dan evaluasi
Untuk penatalaksanaan kasus pada manusia, dilakukan hal-hal berikut:
a. Penetapan RS Rujukan
b. Penetapan RS yang memiliki R Isolasi MDR dan terlatih pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI)
c. Penetapan RS Rujukan Regional dan Nasional
d. Penyusunan PedomanTatalaksana kasus dan sistim rujukan
Untuk perlindungan kelompok risiko tinggi terdiri dari: pemberian vaksinasi,
profilaksis, penyediaan APD, dll
Dalam penguatan kegiatan surveilans, maka perlu melakukan hal-hal berikut:
a. Melakukan Surveilans Integrasi
b. Memperkuat surveilans di POE
c. Memperkuat surveilans di wilayah (IBS, EBS)
d. Meningkatkan SKDR berbasis web
e. Meningkatkan surveilans berbasis laboratorium
f. Meningkatkan jejaring (nasional dan internasional )
Kegiatan komunikasi risiko, edukasi dan peningkatan masyarakat dapat dilakaukan
melalui kegiatan:
a. Developing modul
b. Melakukan komunikasi lewat media cetak dan elektronik
c. Pembuatan film
d. Membuat banner, dll
Peningkatan kapasitas dilakukan melalui kegiatan:
a. Penguatan Surveilans, melalui Pelatihan Petugas Kab/Kota,
Pembentukan/Refreshing TGC, Joint outbreak Investigation, Pendidikan tenaga
epidemiilogi, Simulasi KK-MMD di POE dll
b. Penguatan Laboratorium, melalui Maping kesiapan laboratorium, Pelatihan Petugas
Laboratorium dalam melakukan biosafety dll
c. Peningkatan RS, melalui Maping kesiapan RS, pelatihan, dll

MATERI II. MANAJEMEN RESIKO


Disampaikan oleh Ibu Eka Muhiriyah, MKM
Manajemen risiko pandemi merupakan pendekatan untuk mengatasi permasalahan
dengan mengembangankan rencana (fleksibel) berdasarkan penilaian risiko yang ada
pada suatu wilayah serta dengan mempertimbangkan penilaian risiko global.
Berikut alur manajemen risiko pandemi : Untuk peristiwa yg berpotensi Pandemi

3
a. Manajemen risiko pandemi dilaksanakan berdasarkan penilaian risiko pada tingkat
nasional, provinsi dan kabupaten. Pada saat terjadi pandemi, dampak yang terjadi di
negara/wilayah akan berbeda‐beda pada saat yang berbeda, oleh karena itu, perlu
disusun penilaian risiko berdasarkan situasi negara atau wilayah.
b. Dalam Manajemen risiko pandemi, penetapan respon yang dilakukan oleh tiap negara
anggota berbeda mengingat situasi kondisi negara berbedabeda. Setiap negara
melakukan respon berdasarkan risiko setiap fasenya.
c. Pemantauan dan evaluasi berkelanjutan Penilaian risiko harus diulangi saat
informasi baru tersedia. Setiap penilaian risiko harus dilakukan didokumentasikan.
Dokumentasi semacam itu merupakan bagian penting dari pemantauan dan evaluasi
proses penilaian.
d. Komunikasi risiko berkelanjutan yang efektif untuk memastikan bahwa, pemangku
kepentingan dan masyarakat yang terkena dampak memahami dan mendukung
respon penanggulangan yang diterapkan
Menurut WHO, bahawa terdapat 4 Fase pandemic, yaitu:
a. Fase inter-pandemic yaitu : Fase ini belum ada virus sub tipe baru yang
terdeteksi.Pada saat ini, dilakukan peningkatan kapasitas untuk kewaspadaan dan
respons pandemic
b. Fase Kewaspadaan yaitu, dimana pada fase ini, virus baru (Covid-19) pada manusia
sudah teridentifikasi. Kewaspadaan dan penilaian risiko dilakukan di semua
tingkatan (global, regional, nasional dan sub nasional). Apabila penilaian risiko
mengindikasikan bahwa virus sub type baru tersebut tidak akan mengakibatkan
pandemic, maka de-eskalasi respon akan dilaksanakan.
c. Fase Pandemi, dimana pada fase ini, terjadi penyebaran virus yang terjadi antar
manusia .
d. Fase transisi, yaitu pada saat risiko secara global berkurang, maka de-eskalasi /
penurunan respons secara global dilakukan melalui tahapan rehabilitasi yang
berbeda di setiap Negara, berdasarkan kondisi negaranya masing-masing.
Komponen manajemen risiko pandemi
Dalam manajemen risiko pandemi terdapat komponen yang dipertimbangkan dalam
menetapkan langkah penanggulangan termasuk pada penilaian risiko.
Berikut komponen manajemen risiko pandemi:
1. Mekanisme koordinasi, perencanaan dan monitoring respon kedaruratan, yang
memfokuskan kepada keterlibatan dan koordinasi lintas sektor dalam
penanggulangan bencana
2. Komunikasi risiko, promosi dan keterlibatan masyarakat, dengan tujuan
meningkatkan kewaspadaan dan keterlibatan dalam pencegahan dan
penanggulangan

4
3. Surveilans, tim gerak cepat, analisa risiko, penyelidikan epidemiologi untuk
menemukan kasus sedini mungkin dan pelacakan kontak guna membatasi penularan
4. Pintu masuk negara/ wilayah, perjalanan Internasional dan transportasi. Deteksi dini
dan pengawasan di pintu masuk thd lalu lintas orang, barang dan alat angkut.
5. Pemeriksaan laboratorium, dengan tujuan melakukan pemeriksaan laboratorium
terhadap kasus suspek sesuai dengan definisi kasus yang ada
6. Manajemen kasus, melalui pemberian terapi dan penyiapan fasilitas perawatan untuk
pasien terduga atau konfirmasi sesuai dengan pedoman yang ada
7. Pencegahan dan pengendalian infeksi, dengan tujuan mempersiapkan tenaga
kesehatan dan pendukungnya untuk dapat melakukkan kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi
8. Dukungan operasional dan logistic
9. Keberlangsungan pelayanan dan sistem esensial
Saat terjadi pandemi, dampak yang terjadi di regional, negara-negara dan di setiap
provinsi ini akan berbeda-beda.
Perlu dilaksanakan penilaian risiko nasional dan sub nasional terhadap pandemik
berdasarkan situasi lokal dengan mempertimbangkan informasi penilaian risiko global
yang ditetapkan oleh WHO.
Penilaian risiko pada tingkat sub nasional akan mempertimbangkan penilaian risiko
nasional

MATERI III ( Surveilans Penyakit Menular Potensial KLB dan Wabah)


Disampaikan oleh Ibu Nur Idayanti, SKM
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari kejadian dan penyebaran penyakit atau
masalah kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, pada sekelompok
manusia tertentu.
Faktor penyebab penyakit : HOST – AGENT – ENVIRONMENT
Model gangguan keseimbangan dari 3 Komponen Epidemiologi
a. Perubahan pada faktor agent : terdapat agent baru, jumlah agent bertambah, terjadi
mutasi agent dsb, sehingga kemampuan agent menginfeksi host bertambah
b. Perubahan pada faktor host : bertambahnya jumlah orang – orang yang rentan
terhadap suatu agent mikro organisme tertentu. Pada keadaan ini proporsi
kerentanan host dalam populasi bertambah
c. Perubahan pada faktor lingkungan : menyebabkan mudahnya penyebaran agent
misalnya pada musim hujan agent penyakit DBD bertambah, sehingga berpotensi
menularkan
Menyebabkan perubahan pada kerentaan host, misalnya meningkatnya populasi
udara, penyakit infeksi saluran pernapasan bertambah kerena terjadi kerentaan host
pada populasi.
5
Ukuran dasar epidemiologi
a. Tipe kuantitas matematis
- Tanpa denominator (enumerasi hitung, angka mutlak)
- Dengan denominator (Rasio, Proporsi, Rate)
b. Time kuantitas epidemiologis
- Ukuran frekuensi penyakit (Insiden, Prevalens, Mortalitas)
- Ukuran asosiasi
- Ukuran efek / dampak
Perbandingan Insiden dan Prevalen
INSIDENS PREVALENS
- Hanya menghitung kasus baru - Menghitung kasus yang ada (kasus
- Tingkat tidak bergantung durasi rata- lama dan baru)
rata penyakit - Bergantung pada rata-rata (durasi)
- Dapat diukur sebagai rate atau sakit
populasi - Selalu diukur sebagai proporsi
- Merefleksikan kemungkinan menjadi - Merefleksikan kemungkinan terjadi
penyakit satu waktu tertentu penyaklit pada sepanjang waktu
- Lebih disukai bila melakukan studi - Lebih disukai bila studi utilisasi
etiologi penyakit pelayanan kesehatan

SURVEILANS adalah Kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap
data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan
untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Tujuan Surveilans :
1. Tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan faktor
risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan;
2. Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB/Wabah
dan dampaknya;
3. Terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/Wabah; dan
4. Dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang berkepentingan
sesuai dengan pertimbangan kesehatan.
Manfaat Surveilans :
1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi
program pengendalian penyakit serta program peningkatan derajat kesehatan

6
masyarakat, baik pada upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak
menular, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya.
2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini KLB penyakit dan keracunan serta pada
bencana
3. Merencanakan studi/penelitian epidemiologi dan pengembangan program
Alur Kegiatan Surveilans :
1. Pengumpulan data
2. Pengolahan dan penyajian data
3. Analisis dan interpretasi data
4. Pembuatan laporan, rekomendasi dan TL
5. Diseminasi informasi (pengambilan kebijakan – program/sektor terkait)
6. Tindakan pencegahan dan penanggulangan
Mekanisme penularan penyakit potensial KLB/Wabah melalui jalur transmisi
a. Direct (droplet, sexual, darah, kulit ke kulit, dll)
b. Vektor (serangga, hewan,dll)
c. Lingkungan (udara, air, debu, partikel, makanan, minuman,dll)
RESPON CEPAT adalah suatu tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara cepat
setelah mengetahui adanya sinyal bahaya agar suatu keadaan tidak menjadi lebih buruk.
Tindakan yang dimaksud dapat berupa pencegahan maupun pengendalian.
Metode penanggulangan :
- Tim penanggulangan KLB adalah tim fungsional lintas program maupun lintas sektor
yang selajutnya disebut sebagai tim gerak cepat (TGC)
- Sarana : tenaga, alat, biaya dll
- Waktu : menyusun jadwal kegiatan penanggulangan sesegera mungkin agar KLB
tidak cepat meluas
Melaksanakan penanggulangan dan pencegahan :
- Penanggulangan seharusnya dilaksanakan secepat mungkin
- Pada umumnya upaya pengendalian diarahkan pada mata rantai yang terlemah
dalam penularan penyakit
- Upaya penanggulangan biasanya hanya dapat diterapkan setelah sumber wabah
diketahui
- Upaya pengendalian diarahkan pada agen penyakit, sumbernya atau reservoirnya.
Prinsip SKD-KLB : - kecepatan mendeteksi secara dini
- Kecepatan melakukan respon
- Kecepatan berbagi informasi/data

FOTO PELATIHAN HARI I

7
2. Hari ke 2 ( Kamis, 3 Juni 2021 )
8
a. Refleksi materi hari I oleh Dinkes Kab. Banyumas
b. Lanjutan MATERI III (Surveilans penyakit Menular Potensial KLB dan
Wabah) materi disampaikan oleh Bapak Agus Priyana SKM, M.Kes
Ukuran Dasar Epidemiologi (Pengukuran Penyakit Dan Gambaran Penyakit) Ukuran
– ukuran yang digunakan dalam epidemiologis yaitu:
(1) Tipe kuantitas matematis dan (2) Tipe kuantitas epidemiologis.
a. Tipe Kuantitas Matematis
1) Tanpa denominator
Hitungan (enumerasi) atau angka mutlak Contoh :
Jumlah kasus campak usia < 1 tahun sebanyak : 10 kasus
Jumlah kasus keracunan pangan :25 orang
Jumlah balita: 500 balita
2) Dengan denominator
a) Proporsi
Proporsi adalah suatu perbandingan dimana pembilang (numerator)
selalu merupakan bagian dari penyebut (denominator). Proporsi
digunakan untuk melihat komposisi suatu variabel dalam populasinya.
Apabila angka dasar (konstanta) yang dipakainya adalah 100, maka
disebut prosentase. Rumus :

b) Rate
Rate adalah ukuran proporsi yang memasukkan unsur periode waktu
pengamatan dalam denominatornya; sehingga ditulis a / [a+b) x (waktu)].
Rate disebut juga laju. Rate adalah perbandingan antara jumlah suatu
kejadian terhadap jumlah penduduk yang mempunyai risiko terhadap
kejadian tersebut menyangkut interval waktu.
Rate digunakan untuk menyatakan dinamika atau kecepatan kejadian
tertentu dalam suatu masyarakat tertentu pula.

9
Contoh: Pada tahun 2004, ada 100 kasus demam berdarah di suatu kota
yang berpenduduk 1.250.000 orang. Berapa rate kasus demam berdarah
di kota itu ?

c) Ratio
Ratio merupakan perbandingan antara dua kejadian dimana antara
numerator dan denominator tak ada sangkut pautnya
Contoh:
1) Sex ratio penduduk pria terhadap wanita, misalnya :
Jumlah Penduduk Laki-laki = 120.000 orang
Jumlah Penduduk wanita = 125.000 orang
Berarti rasionya adalah: 120.000 / 125.000 = 0,96 (artinya rasio
penduduk laki – laki dengan penduduk perempuan hampir seimbang
(mendekati angka 1).
2) Ratio tenaga kesehatan epidemiolog terhadap jumlah penduduk
b. Tipe kuantitas epidemiologis
Tipe kuantitas epidemiologis dibagi menjadi 3 ukuran, yaitu: (1) Ukuran
Frekuensi penyakit, (2) Ukuran asosiasi dan (3) ukuran dampak.
Ukuran frekuensi penyakit dibagi menjadi: (1) Insidens, (2) Prevalens dan (3)
mortalitas.
1) Insidens
Insidens merefleksikan jumlah kasus baru (insiden) yang berkembang
dalam suatu periode waktu di antara populasi yang berisiko. Yang
dimaksud kasus baru adalah perubahan status dari sehat menjadi sakit
(kejadian / kasus penyakit yang baru saja memasuki fase klinik dalam
riwayat alamiah penyakit). Sedangkan periode waktu adalah jumlah
waktu yang diamati selama sehat hingga menjadi sakit. Ukuran frekuensi
insidensi penyakit dapat dibedakan menjadi dua macam: (1) Insidens
Kumulatif; dan (2) Laju Insidensi (Insidance Density)
2) Prevalens
Prevalens merefleksikan jumlah kasus yang ada (kasus lama maupun
kasus baru) dalam populasi dalam suatu waktu atau periode waktu
tertentu Prevalens juga merupakan probabilitas bahwa seorang individu
menjadi kasus (atau menjadi sakit) dalam waktu atau periode waktu
tertentu. Prevalensi adalah proporsi individu – individu yang berpenyakit
10
dari suatu populasi, pada satu titik waktu atau periode waktu. Ada dua
jenis prevalensi: (1) prevalensi titik, dan (2) prevalensi periode
3) Mortalitas
Merefleksikan jumlah kematian dalam suatu populasi
a) Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate = CDR)
Rumus CDR :

b) Case Fatality Rate (CFR)

LANJUTAN.....
MATERI PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR POTENSIAL KLB DAN
WABAH Oleh Bapak Sutarman, SKM, M.Kes
Kriteria dan penetapan KLB dan Wabah :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun
sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
perbulan pada tahun berikutnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian
kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Propotional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandinkan satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.

11
8. Terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala-gejala yang sama atau
hampir sama setelah mengkonsumsi sesuatu dan berdasarkan analisis epidemiologi,
makanan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan.
Langkah – langkah Penyelidikan Epidemiologi :
1. Penerimaan informasi indikasi KLB
2. Penetapan KLB
3. Persiapan turun lapangan
4. Verifikasi diagnosis
5. Penetapan kasus
6. Penemuan kasus
7. Analisis epidemiologi deskriptif
8. Menentukan sumber dan cara penularan
9. Rekomendasi penaggulangan
10. Pembuatan laporan
11. Diseminasi laporan
Upaya penanggulangan KLB terdiri dari 4 kegiatan utama :
1. Melaksanakan penyelidikan KLB
2. Melaksanakan surveilans ketat selama KLB
3. Melaksanakan pelayanan pengobatan atau tindakan pertolongan korban lainnya
4. Melaksanakan kegiatan-kegiatan penanggulangan lain, seperti pengendalian faktor
resiko, dsb

c. MATERI IV ( PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TERKAIT PENYAKIT


POTENSIALKLB DAN WABAH )
Materi ini disampaikan oleh Ibu Nurul Sulistyorini, S.Kep.Ners
Konsep dasar penularan penyakit infeksi meliputi : Host (penjamu), Agen, dan lingkungan
Mata rantai penyakit infeksi, ada 6 yaitu :
1. Agen (penyebab infeksi)
2. Reservoir (tempat kuman hidup dan berkembang)
3. Portal of exit (pintu keluar)
4. Transmisi (cara penularan)
5. Portal of entry (pintu masuk)
6. Susceptible host (penjamu rentan)
Protokol kesehatan di tempat kerja dan masyarakat
1. Protokol Kesehatan di tempat kerja :
a. Pengukuran susu
Pengukuran suhu dilakukan dipintu masuk gerbang RS
Khusus petugas di ruangan perawatan sebelum dan sesudah melaksanakan tugas
dilakukan Pengukuran suhu
12
b. Skrining tanda gejala
Bila hasil skrining ditemukan suhu tubuh > 37,5 derajat C atau salah satu gejala maka
petugas diarahkan berobat ke poli pada hari kerja dan IGD diluar hari kerja
c. Lakukan kebersihan tangan
d. Gunakan siku untuk menutup
e. Gunakan masker kecuali makan dan minum
f. Tidak berkerumunan dan menjaga jarak di mesin absensi
g. Bersihkan meja / area kerja sebelum dan setelah digunakan
h. Menjaga jarak dengan rekan kerja minimal 1 meter
i. Usahakan aliran darah dan sinar matahari masuk ke ruang kerja
j. Hindari kontak fisik seperti bersalaman dan berpelukan
k. Saat makan :
1) Mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir sebelum dan sesudah
makan
2) Menggunakan peralatan makan sendiri
3) Menjaga jarak minimal 1 meter
4) Tidak diperkenankan bercakap-cakap saat makan
5) Masker yang dilepas diletakkan dalam lipatan kertas dan gunakan kembali
setelah makan
6) Peralatan makan segera dibersihkan
7) Menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan pakai sabun dengan air
mengalir atau menggunakan handsanitizer
l. Saat Ibadah :
1) Memakai peralatan ibadah sendiri meliputi mukena, sajadah, Kitab suci dsb
2) Menggunakan masker saat ibadah
3) Menjaga jarak minimal 1 meter antar sesama jamaah
4) Hindari kontak fisik, seperti bersalaman atau berpelukan
5) Menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan pakai sabun dengan air
mengalir atau menggunakan handsanitizer
m. Penggunaan Toilet bersama :
1) Tetap gunakan masker saat di toilet.
2) Mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau menggunakan
handsanitizer sebelum dan sesudah memegang handle pintu.
3) Jika ada batuk dan bersin saat di toilet, maka tutup mulut dan hidung dengan
lengan bagian dalam kemudian cuci lengan dengan sabun dan air.
2. Protokol Kesehatan Di Masyarakat :
a. Perlindungan Individu
1) Gunakan Alat pelindung Diri
2) Lakukan Kebersihan tangan
13
3) Menjaga jarak 1 meter
4) Meningkatkan daya tahan tubuh
b. Perlindungan Masyarakat
1) Pencegahan dengan kegiatan promosi kesehatan, edukasi, sosialisasi,
informasi
2) Perlindungan melalui penyediaan sarana cuci tangan, handsanitizer, sabun
cuci tangan
3) Pengaturan jaga jarak
4) Disinfeksi permukaan, ruangan dan peralatan secara berkala
5) Gunakan masker
PEMULASARAN JENAZAH
Jenazah pasien dengan infeksi sudah teridentifikasi berdasarkan label yang tergantung
di kakinya. Jenazah dibedakan berdasarkan perbedaan mode/ route transmisi dan
risiko infeksi dari penyakit yaitu:
1. Kategori 1 (label biru) seperti penyakit bukan penyakit kategori 2 dan 3
2. Kategori 2 (label Kuning) seperti penyakit HIV, Hepatitis, SARS, avian influenza
3. Kategori 3 (Label Merah) seperti penyakit Anthrax, Plaque, rabies, viral hemorrhagic
fever.
Petugas yang melaksanakan pemulasaran jenazah kasus infeksi harus divaksinasi
hepatitis B, dan terlatih dalam PPI dasar, paham menggunakan APD sesuai pola
transmisi penyakit. Kantong Jenazah memakai kantong plastik dengan ukuran 195 cm x
95 cm dan harus berresleting/ tertutup dengan ketat, bagian luar kantong harus bisa
didesinfeksi. Hal lainnya Linen habis dipakai direndam dengan larutan desinfektan
selama 30 menit. Sebagai contoh kasus PIE, berdasarkan publikasi dalam jurnal WHO
jenazah pasien dengan PIE yang positif dapat menularkan ke orang yang kontak.
Mengingat hal ini maka pemulasaran jenazah menggunakan tata cara sebagai berikut:
1. Jenazah diperlakukan sesuai dengan agama dan keyakinan yang berduka
2. Pemulasaran jenazah dilakukan oleh petugas yang terlatih
3. Jenazah tidak boleh disentuh secara langsung
4. Petugas/keluarga yang menangani pemulasaran jenazah menggunakan APD
5.Pemindahan jenazah dari ruangan ke kamar jenazah sesegera mungkin
menggunakan kantong jenazah yang kedap air
6. Melakukan kebersihan tangan (hand hygiene) sesuai ketentuan menggunakan air
mengalir dan sabun anti septik.
7. Perlakuan terhadap jenazah :
a) Luruskan tubuh, tutup mata, telinga dan mulut dengan kapas/plester
kedap air,
b) Lepaskan alat kesehatan yang terpasang, setiap luka harus diplester dengan
rapat.
14
c) Memandikan jenazah tetap memperhatikan kewaspadaan isolasi disaksikan
oleh keluarga. Air untuk memandikan jenazah dicampur bahan disinfektan
(Natrium Hipoklorit) dengan konsentrasi 0,5%.
d) Jenazah dikeringkan dengan handuk sekali pakai
e) Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet
f) Sebelum dimasukkan ke kantong jenazah dilakukan prosesi sesuai dengan
agama dan keyakinan
g) Kemudian jenazah dimasukkan dalam kantong jenazah dan resleting ditutup
dan di lem silikon, tidak boleh dibuka lagi (kantong jenazah terbuat dari
plastik yang kedap air dengan ketebalan khusus)
h) Kantong jenazah dimasukkan dalam peti jenazah yang diberi lem kayu
sekelilingnya dan segera dikubur
i) Autopsi dapat dilakukan jika sudah ada izin dari pihak keluarga dan direktur rumah
sakit. Autopsi dilakukan oleh petugas khusus dan dilakukan sebelum pemulasaran
jenazah.
j) Jenazah harus diantar/diangkut dengan mobil jenazah.
k) Jenazah disemayamkan di dalam ruang pemulasaraan jenazah tidak lebih dari 4
jam.
l) Setelah semua prosedur jenazah dilaksanakan dengan baik, maka pihak keluarga
dapat turut dalam penguburan jenazah tersebut.
m)Penguburan dapat dilaksanakan di tempat pemakaman umum.
n) Petugas pemulasaran jenazah menempatkan semua limbah yang terkait dengan
pemulasaran jenazah dalam kantong infeksius yang tertutup.
KEWASPADAAN ISOLASI
Pencegahan dan pengendalian infeksi dilakukan di rumah sakit, Puskesmas dan masyarakat
merupakan suatu upaya untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya infeksi pada petugas,
pasien pengunjung dan masyarakat. Kegiatan PPI adalah Kewaspadaan isolasi yaitu
kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi berdasarkan transmisi.
Kewaspadaan standart meliputi :
1. Kebersihan tangan (hand hygiene)  sebelum kontak pasien, sebelum tindakan aseptik,
setelah kontak darah dan cairan tubuh, setelah kontak pasien, setelah kontak dengan
lingkungan sekitar pasien. Penerapan 6 langkah cuci tangan menurut WHO.
2. Alat pelindung diri (APD)
3. Pengelolaan limbah
4. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
5. Pengendalian lingkungan
6. Penatalaksanaan linen
7. Perlindungan kesehatan petugas
8. Penempatan pasien
15
9. Kebersihan pernapasan / etika batuk dan bersin
10. Praktek menyuntik yang aman
11. Praktek lumbal pungsi yang aman
Kewaspadaan transmisi meliputi :
1. Transmisi kontak
2. Transmisi droplet
3. Transmisi air borne
4. Transmisi vehicle  penularan melalui benda mati yang telah terkontaminasi, misal :
darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan, dsb.
5. Transmisi vektor (lalat, nyamuk, tikus)

FOTO PELATIHAN HARI KE II

16
3. Hari ke 3 ( Jumat, 4 Juni 2021)
Refleksi materi hari ke 2 oleh peserta dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta
MATERI V. MANAJEMEN KASUS PENYAKIT MENULAR POTENSIAL KLB DAN WABAH
Materi ini disampaikan oleh Bapak Agus Priyana, SKM, M.Kes
Managemen Kasus Penyakit Menular Potensial KLB dan Wabah Di Masyarakat Mengacu pada
Permenkes No.1501/MENKES/PER/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang
dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya, manajemen atau penatalaksanaan
kasus penyakit menular potensial KLB/wabah merupakan salah satu upaya penanggulangan
KLB/wabah.
Kegiatan penatalaksanaan kasus tersebut mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan,
perawatan dan isolasi penderita, dan tindakan kekarantinaan.
Perbedaan ISOLASI dan KARANTINA
a. ISOLASI  proses mengurangi resiko penularan melalui upaya memisahkan individu yang
sakit, baik yang sudah dikonfirmasi laboratorium atau memiliki gejala (suspek/probable)
dengan masyarakat luas.
Tujuannya : untuk dilakukan pengobatan intensif dan pemantauan perkembangan
kesakitannya
b. KARANTINA  proses mengurangi resiko penularan dan identifikasi diri penyakit menular
melalui upaya memisahkan individu yang sehat atau belum memiliki gejala tetapi memiliki
riwayat kontak dengan pasien konfirmasi atau memiliki riwayat bepergian ke wilayah yang
sudah terjadi transmisi lokal
Tujuannya : untuk mencegah kemungkinan adanya penyebaran penyakit ke orang lain di
sekitarnya.
Pelaksanaan karantina Kontak Erat (KE)
- Dilakukan pada orang yang memiliki KE dengan kasus konfirmasi / probable dan belum
menunjukkan gejala
- Kriteria KE pada umumnya ditetapkan berdasarkan cara penularan penyakit
- Terhitung sejak orang melakukan KE terakhir dengan kasus konfirmasi/probable
- Lamanya waktu kerantina sesuai dengan masa inkubasi penyakit
- Tempat karantina dapat dilakukan secara mandiri di rumah masing-masing atau di fasilitas
khusus yang disiapkan pemerintah
Pelaksanaan Isolasi
- Berdasarkan hasil lab
- Kasus sedang – berat  isolasi di RS rujukan
- Kasus tanpa gejala – ringan  isolasi mandiri
- Diberi obat-obatan simptomatis dan menjalankan aturan terkait PPI
- Petugas mamantau harian perkembangan kondisi pasien

17
SISTEM RUJUKAN KASUS
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 001 Tahun 2012, maka yang dimaksud dengan
sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik
vertikal maupun horizontal. Rujukan dilakukan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis
dimulai dari pelayanan tingkat pertama, kedua sampai ketiga kecuali pada keadaan darurat ,
bencana kekhususan permasalahan kesehatan pasien dan pertimbangan geografis. Apabila
Fasyankes tempat penderita pertama kali berobat tidak memiliki kemampuan untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium/penunjang maupun perawatan terhadap penderita,
baik dari segi sarana, prasarana maupun SDM maka wajib dirujuk oleh FKTP ke FKTL (RS
Rujukan dan RS non Rujukan). Rujukan yang dimaksud dapat berasal dari FKTP ke FKRTL (RS
Rujukan dan RS non Rujukan), maupun dari RS non rujukan ke RS rujukan. Beberapa kasus
penyakit menular yang berpotensi wabah/KLB sudah memiliki RS rujukan khusus, antara lain
o penyakit Flu Burung (Avian Influenza)  RS Rujukan untuk AI adalah 100 RS yang telah
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No 414 Tahun 2007.
o penyakit virus ebola  RS rujukannya adalah 19 RS seperti yang tercantum dalam “Pedoman
Kesiapsiagaan Menghadapi Ebola”.
o Penyakit COVID-19  RS rujukan berjumlah 132 RS seperti yang diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan No. 169 Tahun 2020.
Sementara untuk RS rujukan bagi penyakit lainnya adalah mengikuti sistem rujukan
berjenjang, yakni RS Rujukan Regional (110 RS), RS Rujukan Provinsi (20 RS) dan RS Rujukan
Nasional (14 RS) seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No 390 dan 391
Tahun 2014 serta Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan No 363 Tahun 2015.
Ketentuan jumlah RS rujukan ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai perkembangan
kapasitas rumah sakit di setiap daerah. Sistem rujukan berjenjang ini dikecualikan pada kondisi
penderita gawat darurat.
Koordinasi, Transportasi/Evakuasi dan Sistem Informasi serta pembiayaan dalam sistem
rujukan kasus penyakit menular yang berpotensi menimbulkan KLB/wabah dilakukan sesuai
dengan kondisi penderita dan ketersediaan sarana transportasi dan peraturan pemerintah
yang berlaku

Koordinasi Dengan RS Rujukan


Dalam merujuk penderita dibutuhkan koordinasi yang baik antara pihak yang merujuk dan
pihak penerima rujukan. Oleh karena itu dalam merujuk penderita ada beberapa prosedur yang
diterapkan yaitu :
1) Pasien yang akan dirujuk harus dilengkapi dengan data pasien yang lengkap yang
meliputi identitas, gejala penyakit dan riwayat perjalanan penyakit.
2) Fasyankes yang akan merujuk terlebih dahulu meminta persetujuan (informed
18
consent), mengemukakan alasan dirujuk kepada penderita dan/ atau keluarga.
Surat persetujuan (informed consent) disertakan bersama surat rujukan.
3) Dokter yang merujuk berkomunikasi dengan dokter di RS rujukan yang dituju
dalam hal : kondisi klinis penderita, alasan merujuk, kelayakan kirim /transportable
(sudah terpasang infus, oksigen) dan kondisi alat transportasi yang digunakan.
Disini bisa menggunakan Call Centre atau SPGDT bila daerah tersebut
sudah mempunyai sistem tersebut atau koordinasi dengan RS yang dituju.
4) Dalam merujuk perlu dilampirkan fotokopi dokumen medik penderita, termasuk
hasil-hasil pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.
5) Petugas pengantar penderita termasuk pengemudi harus menggunakan APD
yang sesuai dengan jenis penyakit penderita. APD dilepaskan di RS rujukan,
ditempatkan di kantong khusus untuk alat-alat infeksius dan segera di
masukkan ke dalam insenerator.

Evakuasi dan Transportasi Penderita


Dalam melakukan evakuasi atau pemindahan kasus/pasien yang akan dirujuk ke rumah sakit
rujukan perlu memperhatikan alat transportasi yang akan digunakanserta jalur mobilisasi dari
tempat merujuk ke alat transportasi dan dari alat transportasi ke ruang isolasi di rumah sakit
rujukan. Hal ini sangat penting mengingat kasus yang akan dievakuasi dapat berpotensi
menyebarkan agen penyakit di sepanjang perjalanan evakuasi bila kondisi diatas tidak
diperhatikan, dan tentu akan sangat merugikan lingkungan yang akan dilalui.
- Alat Transportasi Penderita :
o Disarankan menggunakan ambulans gawat darurat/mobil puskesmas keliling yang
dilengkapi dengan minimal tabung oksigen yang dilengkapi peralatan lainnya yang
mendukung, seperti pulse oksimetri, emergensi kit, radio komunikasi.
o Selama proses merujuk, penderita didampingi oleh dokter dan/atau perawat yang
kompeten.
o Prosedur desinfeksi kendaraan setelah merujuk penderita (terutama pada penderita yang
transmisi penyakitnya melalui airborne, droplet dan kontak) antara lain : kendaraan
dibersihkan dengan alat pembersih kuman, tutup selama 10 menit, cuci dengan air/lap
basah, jemur/lap kering.
-Jalur Mobilisasi Penderita
Untuk penderita yang transmisi penyakitnya melalui vehicle, vektor maupun kontak tidak
memerlukan jalur khusus saat menurunkan penderita dari ambulans di IGD sampai ke ruang
perawatan/ruang isolasi. Sementara untuk penderita yang transmisi penyakitnya melalui
airborne atau droplet (seperti COVID-19, Ebola dan AI), untuk pintu masuknya di IGD adalah
melalui pintu masuk yang berbeda dari jalur penderita umum lainnya, untuk kemudian
langsung dibawa ke ruang isolasi, dengan seminimal mungkin kontak dengan penderita
lainnya.
19
Sistem Pembiayaan
Peraturan pemerintah mengenai pendanaan yang timbul dalam upaya penanggulangan
KLB/Wabah dibebankan pada anggaran Pemerintahan Daerah .
Bila pemerintah daerah tidak mampu maka dimungkinkan mengajukan permintaan bantuan
kepada Pemerintah atau pemerintah daerah lainnya sesuai Permenkes 1501 tahun 2010.

MATERI VI. PENGELOLAAN SPESIMEN PENYAKIT MENULAR POTENSIAL KLB DAN


WABAH materi disampaikan oleh ibu Rully Indahingtyas Ascaryani, Str.AK
1. Persiapan Pengambilan spesimen : memahami Prinsip biosafety dan biosecurity
2. Penentuan Bahan Pengambilan dan jenis spesimen
Alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengambilan spesimen harus sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan spesimen
antara lain seperti : swab dacron, syringe dan jarum suntik, penekan lidah (spatel), tabung
koleksi spesimen. Medium untuk pemeriksaan virus dapat menggunakan viral transport
media (VTM) seperti HBSS dengan antibiotik, sedangkan medium untuk pemeriksaan
bakteri dapat menggunakan medium amies atau medium carry blair.
3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung diri yang digunakan dalam setiap tindakan pengambilan,
penanganan, pemeriksaan dan pengemasan spesimen harus memperhatikan
prinsip Kewaspadaan Standar untuk mencegah terjadinya penularan, antara lain:
- Jas laboratorium/gaun
- Sarung tangan disposable
- Masker disposable /N95
- Goggle
- Tutup kepala
- Sepatu tertutup
- Apron (Jika perlu)
- Jas Overall (jika perlu)
- Face Shield (jika perlu)
Khusus dalam penanganan spesimen COVID-19, tenaga kesehatan sangat rentan tertular,
maka APD yang digunakan adalah APD standar yang berbasis asesmen risiko. Petugas yang
melakukan pengambilan swab untuk specimen Covid 19 adalah Jas laboratorium/gaun,
Sarung tangan disposable, Masker disposable /N95, Goggle, Tutup kepala, Sepatu tertutup,
Face Shield (jika perlu), Apron.
4. Penatalaksanaan Spesimen
Langkah-langkah penanganan pengamanan sampel/spesimen sebagai
berikut :

20
- Identifikasi jenis sampel pangan yang terkait dengan keracunan pangan yaitu berupa
bahan mentah, bahan setengah jadi, atau pangan siap santap.
- Kelompokkan sampel berdasarkan wujudnya berupa sampel padat atau sampel cair.
- Pisahkan dan kemas sampel pangan menurut jenisnya, agar diketahui asal racun. Misal
menu pecel/gado-gado pisahkan sayuran dengan bumbu kacang nya.
- Amankan sampel dari tempat kejadian KLB.
- Amankan sampel dalam refrigerator jika belum segera dirujuk ke laboratorium
- Tentukan lokasi pengambilan sampel makanan bisa ditentukan berdasarkan lokasi
tempat terjadinya keracunan makanan. Bisa terjadi di perusahaan, usaha jasa boga
(katering), rumah, atau dapur umum.
- Penentuan jenis sampel yang akan diambil berdasarkan jenis makanan yang dicurigai
sebagai penyebab keracunan makanan dan makanan yang dikonsumsi korban sebelum
terjadinya gejala keracunan.
- Lakukan pengambilan sampel sesuai prosedur
- Pemberian identitas pada wadah sampel, seperti jenis sampel, titik pengambilan
sampel, dan waktu pengamanan sampel, pastikan dalam kondisi tidak mudah terhapus
serta mudah terbaca.
- Pengemasan, penyimpanan dan pengiriman sampel ke laboratorium
- Pencatatan dan Pelaporan sampel
Pengambilan Spesimen dapat berupa :
a. Spesimen darah
b. Spesimen air liur
c. Spesimen biopsi leher
d. Spesimen tinja
e. Spesimen swab rektal
f. Spesimen swab hidung
g. Pengambilan swab nasopharing
h. Spesimen swab tenggorok
i. Spesimen dahak (sputum)
j. Spesimen urine
k. Spesimen cerebro spinal fluid (CSF)
Pengambilan sampel/spesimen KLB keracunan pangan
- Jika jenis sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan
yang dikemas (dalam kertas nasi, plastik, kardus, styrofoam, dll):
 Ambil sampel dengan kemasannya.
 Sampel jangan dibuka.
- Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang
tidak dikemas :

21
 Gunakan peralatan steril.
 Ambil sampel sebanyak ± 200 gram, masukkan sampel ke dalam wadah
sampel/kantung plastik.
 Tutup rapat/ikat kemasan berisi sampel.
- Jika sampel yang diambil merupakan sampel beku :
 Pengambilan sampel dilakukan tanpa proses pelelehan (thawing)
 Sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik, lalu ikat.
- Jika sampel berupa minuman/cairan dalam kemasan terbuka :
 Ambil sampel lalu tuang ke dalam wadah sampel.
 Tutup rapat wadah sampel.
- Jika sampel berupa muntahan :
 Dapat diambil lalu ditampung di kantung plastik bersih.
 Kantung plastik diikat.
A. Managemen Penanganan dan Pengepakan Spesimen
Penyimpanan Sementara
Spesimen harus dikirim ke laboratorium rujukan pemeriksa penyakit menular secepatnya,
paling lambat 1x24 jam. Apabila spesimen harus disimpan sementara sebelum dikirim, maka
spesimen harus disimpan dalam media yang sesuai dan disesuaikan dengan jenis pemeriksaan
yang akan dilakukan
- Pemeriksaan virus, spesimen disimpan dalam media transport virus atau virus transport
media (VTM) disimpan pada suhu dingin 4-8°C.
- Pemeriksaan bakteri, spesimen harus disimpan pada suhu yang sesuai dengan media
transportnya. Medium transport yang biasa digunakan adalah medium Amies atau Medium
Carry-blair. Selain spesimen urin dan sputum, sebagian besar spesimen untuk pemeriksaan
bakteri dapat disimpan pada suhu ruang apabila proses pemeriksaan akan dilakukan
dalam waktu 24 jam.
- Pemeriksaan antigen dan antibody, spesimen harus disimpan pada suhu dingin 4-8°C
selama maksimal 2x24 jam. Untuk penyimpanan dengan jangka waktu lebih lama,
spesimen dapat disimpan pada suhu -20°C.
Pengepakan dan pengiriman
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pengepakan terdiri dari bahan yangtidak habis pakai dan
bahan habis pakai.
Bahan Tidak Habis Pakai :
1. Kotak Pendingin ( Cold Box ), mempertahankan suhu dan tidak pecah
2. Ice Pack atau gel pack
3. Wadah primer atau bio bottle
4. Insulator
Bahan Habis Pakai :

22
1. Lakban Plastik
2. Ziplock atau Plastik Klip
3. Tissue
Pengemasan Tabung spesimen  wadah primer, sekunder dan tersier

SAMPEL KERACUNAN PANGAN


Pengemasan dan Pengiriman sampel ke tempat penyimpanan
1. Pengemasan
Masukkan sampel ke dalam boks pendingin (cool box) dengan ketentuan :
 Sampel dalam kantung plastik : diatur dalam boks lalu tambahkan ice pack gel secara
merata.
 Sampel pangan siap saji yang dikemas (kertas nasi, kardus, styrofoam, dll): sampel
dikemas lagi dengan kantung plastik, dimasukkan ke dalam boks lalu tambahkan ice
pack gel .
 Sampel beku: simpan dalam boks lalu diberi es kering yang telah dibungkus kertas
sehingga sampel tetap beku.
2. Pengiriman
Bawa sampel dengan sepeda motor/alat transportasi cepat lainnya ke laboratorium
pemeriksa. atau jika tidak memungkinkan diperiksa langsung, bisa dikirim ke tempat
penyimpanan sampel terdekat (puskesmas / rumah sakit yang mempunyai fasilitas
pendingin).
3. Penyimpanan Sampel
Masukkan semua sampel non beku ke dalam lemari pendingin pada suhu 0-4ºC, sedangkan
sampel beku masukkan ke dalam freezer -18ºC.
4. Pencatatan dan Pelaporan
Sampel makanan yang telah diamankan dilakukan pencatatan, seperti: lokasi pengambilan
sampel, jenis sampel, jumlah/volume sampel, jenis pemeriksaan, tanggal pengambilan, dan
jam pengambilan.

23
FOTO PELATIHAN HARI KE III

24
4. Pelatihan Hari ke 4 (Sabtu, 5 Juni 2021)
Refleksi materi hari ke III oleh Dinkes Kab. Wonogiri
MATERI VII. KOMUNIKASI RISIKO PENYAKIT MENULAR POTENSIAL KLB DAN WABAH
Materi disampaikan oleh Bapak Sapto Yunanto, SKM
Ciri Komunikasi Risiko : berbasis faktor resiko, bahaya kecemasan, berkompetisi dengan hoax
Variabel komunikasi : pesan, sumber, media, penerima, efek, umpan balik, penataan
Hambatan Komunikasi : attention, perception, retention

Keyakinan – agama dan Tradisi – Budaya :


 Memperhatikan berbagai sisi permasalahan yang ada;
 Menjaga kesatuan dari berbagai unsur yang berbeda;
 Memperhatikan keyakinan dan tradisi yang terdapat dalam tatanan masyarakat.

25
MATERI VIII. KERJASAMA TIM DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT POTENSIAL KLB
DAN WABAH
Materi disampaikan oleh Ibu Nur Idayanti, SKM dan Bapak Sapto Yunanto, SKM
TIM EFEKTIF
Tim adalah suatu unit yang terdiri atas dua orang atau lebih yang berinteraksi dan
mengkoordinasi kerja mereka untuk tujuan tertentu.
Tim pada dasarnya adalah sekelompok orang dengan keahlian yang saling melengkapi yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yang anggotanya secara pribadi bertanggung
gugat untuk memberikan yang terbaik.
Ciri – ciri tim efektif/sukses :
 Tujuan jelas dan bernilai tinggi
 Berorientasi pada hasil
 Anggota yang kompeten
 Kolaborasi yang dilandasi saling percaya dan komunikasi
 Standar keunggulan
Teknik pemecahan masalah dengan Win win solution
Kepemimpinan yang efektif berarti seorang pemimpin yang tidak hanya bekerja sendiri tanpa
melibatkan siapapun, melainkan mampu memanfaatkan berbagai potensi yang
mengelilinginya. Kepemimpinan efektif bukan sekedar pusat kedudukan atau kekuatan akan
tetapi merupakan interaksi aktif antar komponen yang efektif.
Karakteristik atau syarat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (Sunindhia dan
Widiyanti diacu dalam Hakiem 2003) :
1) PEKA terhadap lingkungannya, harus mendengarkan saran dan nasehat dari orang-orang
di sekitarnya.
2) TELADAN dalam lingkungannya.
3) SETIA kepada janjinya dan kepada organisasinya.
4) MAMPU mengambil KEPUTUSAN, harus PANDAI, CAKAP dan BERANI setelah semua faktor
yang relevan diperhitungkan.
KOLABORASI INTERPROFESIONAL
Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam penanggulangan KLB dan
wabah dengan proses pembuatan keputusan yang didasarkan pada latar belakang masing-
masing pendidikan dan kemampuan praktisi SHARING PENGETAHUAN KESETARAAN (Dapat
terwujud jika saling terlibat secara fisik dan intelektual serta merasa dihargai)

MATERI IX. ANTI KORUPSI


Materi disampaikan oleh Bapak Prasojo, SKM, M.Kes
KORUPSI  Perilaku atau perbuatan yang tidak jujur yang didalamnya termasuk bentuk
kebusukan, keburukan, kejahatan penggelapan, serta bentuk tindakan amoralis.

26
Masalah korupsi  Korupsi sudah sangat meluas secara sistemik merasuk ke semua sektor
diberbagai tingkatan pusat dan daerah, disemua lembaga negara eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif. Oleh karenanya korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
crimes). Korupsi bukan lagi masalah lokal, melainkan suatu fenomena transnasional yang
mempengaruhi semua masyarakat dan ekonomi sehingga mendorong perlunya kerjasama
internasional dalam hal pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Salah satu hal mengapa di indonesia korupsi semakin sulit diberantas Karena korupsi sudah
“mendarah daging”, sehingga perilaku korupsi sudah menjadi hal yang biasa dan bukan lagi
dianggap sebagai “penyakit” yang harus segera disembuhkan.
Dengan demikian, semakin sulitnya membedakan mana perilaku korupsi dan mana yang bukan
korupsi Ibarat maling teriak maling
7 BENTIK KORUPSI MENURUT UU 31/1999 Jo UU 20/2001
1) Merugikan keuangan negara
2) Suap menyuap
3) Penyalahgunaan jabatan
4) Pemerasan
5) Kecurangan
6) Benturan kepentingan dalam pengadaan barang jasa
7) Gratifikasi
ASPEK HUKUM
DASAR HUKUM:
1) UU 30/2002 (KPK)
2) UU 20/2001 (PTPK)
SUBYEK HUKUM:
1) Penyelenggara Negara
2) Pegawai Negeri

OBYEK HUKUM:
1) Uang
2) Barang
3) Fasilitas
UPAYA YANG DILAKUKAN :
1) Strategi komunikasi anti korupsi : regulasi dan perbaikan sistem (Memperbaiki
peraturan perundangan yang berlaku, Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi,
Memisahkan secara tegas kepemlikan negara dan pribadi, Menegakan tata tertib
lembaga, Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi)
2) Perbaikan manusia
NILAI – NILAI ANTIKORUPSI
1) Kejujuran
27
2) Kepedulian
3) Kemandirian
4) Kedisiplinan
5) Tanggungjawab
6) Kerja keras
7) Kesederhanaan
8) Keberanian
9) Keadilan
CARA MEMBERANTAS KORUPSI
1) Edukasi : integritas diri, teladan keluarga, budaya organisasi
2) Perbaikan sistem : Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel
dan efisien. Reformasi birokrasi, Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan
kepemilikan pribadi, Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan
pemberian sanksi secara tegas, Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.,
Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya human erro
3) Penindakan : sanksi pidana

28
FOTO PELATIHAN HARI KE IV

29
KELAS KLASIKAL DI BAPELKES GOMBONG KABUPATEN KEBUMEN

1. Senin, 7 Juni 2021


- Refleksi materi sebelumnya oleh Puskesmas Kab. Banyumas
- BLC oleh pengendali pelatihan
- Penyelidikan Epidemiologi Penyakit Menular Potensial KLB dan Wabah
Praktek studi kasus dan pembahasan terkait Penyelidikan Epidemiologi Penyakit
Menular Potensial KLB dan Wabah ( Kasus Covid – 19 dan Kasus DBD)
- Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Terkait Penyakit menular potensial KLB dan
wabah ( Praktek Hand higiene, pemakaian dan pelepasan APD, serta penempatan
pasien, desinfeksi ambulance )
- Pengelolaan spesimen penyakit menular potensial KLB dan wabah ( Praktek
pengambilan, pengelolaan, pengemasan dan pengiriman sampel kasus DBD, Covid
19 dan keracunan makanan )
- Komunikasi risiko penyakit menular potensial KLB dan wabah

FOTO KELAS KLASIKAL HARI V

30
31
2. Selasa, 8 Juni 2021
- Senam pagi
- Refleksi materi sebelumnya oleh Puskesmas Kota Surakarta
- Kerjasama tim dalam penanggulangan penyakit potensial KLB dan wabah ( Role play
studi kasus Covid 19 dan DBD )

FOTO KELAS KLASIKAL HARI VI

32
3. Rabu, 9 Juni 2021
- Refleksi materi sebelumnya oleh Puskesmas Kab. Wonogiri
- POST TEST
- Evaluasi penyelenggaraan
- RTL
- Penutupan

FOTO KELAS KLASIKAL HARI VII

33
RENCANA TINDAK LANJUT
PELATIHAN PENANGGULANGAN KLB DAN WABAH UNTUK TIM GERAK CEPAT (TGC) DI PUSKESMAS ANGKATAN IV

Instansi : UPT PUSKESMAS SETABELAN, KOTA SURAKARTA


PENANGG
TEMPAT INDIKATOR
NO. KEGIATAN TUJUAN SASARAN WAKTU METODE UNG BIAYA
JAWAB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Advokasi kepada Didapatkan komitmen Kepala Puskesmas 10 Juni 2021 Pusk. Lisan Peserta Laporan
pimpinan pimpinan Setabelan pelatihan diterima
2. Revitalisasi Tim TGC Optimalisasi TGC Adanya SK TGC 14 Juni 2021 Puskesmas Naskah Peserta Terbitnya SK
Setabelan pelatihan Tim TGC

3. Sosialisasi hasil Sosialisasi TGC Karyawan Juni 2021 Aula Pusk. Tatap Peserta BLUD Sosialisasi
Pelatihan Puskesmas Setabelan muka dng pelatihan TGC semua
prokes karyawan
terlibat
4. Membuat SOP TGC KLB Terbentuknya TGC Karyawan Pusk Juli 2021 Puskesmas Penulisan Peserta - Adanya SOP
dan Tim Puskesmas Puskesmas Setabelan naskah pelatihan Penanganan
KLB

5. Melengkapi Tersedianya kelengkapan PPI Dan Juli 2021 Puskesmas Pembelian Peserta BLUD Lengkap
Kelengkapan dan BHP sarana prasarana TGC Laboratorium Setabelan langsung pelatihan Peralatan PPI
Untuk PPI dan dan
Penanganan sampel Penanganan
sampel KLB
6. On the job training Peningkatan kapasitas TGC Semua karyawan Situasional Puskesmas Tatap Peserta Penanganan
anggota TGC (saat ada setabelan muka pelatihan kasus lebih
kasus) dengan terstruktur
Prokes
34
7. Melaporkan hasil Pertangjawaban surat Tim Juli 2021 Puskesmas Upload Peserta - Adanya
pelatihan di link penugasan pelatihan Setabelan surat pelatihan sertifikat dan
https.//sid/lapordiklat tugas dan surt tugas
sertifikat

Surakarta, 10 Juni 2021


Mengetahui,
Kepala Pembuat laporan
UPT Puskesmas Setabelan
1. Achmad Sholeh, S.ST
NIP. 19841021 200902 1 003 .........................................................
dr. Suci Wuryanti 2. Maranatha Ita, A.MAK
NIP. 19611201 198803 2 004 NIP. 19850514 200902 2 001 .........................................................
3. Eny Wahyuni, SKM
NIP. 19710625 199403 2 009 .........................................................

35
36
37

Anda mungkin juga menyukai