A. TUJUAN
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu melakukan upaya penanggulangan KLB
dan Wabah di wilayah kerja puskesmas seseuai dengan ketentuan yang berlaku.
B. WAKTU
Pelatihan penanggulangan KLB dan Wabah untuk Tim Gerak Cepat (TGC) di Puskesmas
diselenggarakan sebanyak 47 Jpl, dengan Angkatan ke empat dilaksanakan tanggal 2 –
9 Juni 2021
C. TEMPAT
Pelatihan penanggulangan KLB dan Wabah untuk Tim Gerak Cepat (TGC) di Puskesmas
diselenggarakan secara Blended yaitu secara daring di Instansi masing – masing panitia
, fasilitator dan peserta dan juga diselenggarakan secara luring/klasikal di Bapelkes
Propinsi Jawa Tengah, kampus Gombong, Jl. Wilis No. 1 Gombong, kabupaten Kebumen,
Jawa Tengah.
D. PETUGAS
1. Achmad Sholeh, S.ST ( Petugas Surveilans )
2. Maranatha Ita Ch, Amd.AK ( Petugas Laboratorium )
3. Eny Wahyuni, SKM ( Petugas Sanitarian )
E. HASIL
1. Hari 1 ( Rabu, 2 Juni 2021 )
a. Pretest
b. Pembukaan : - Menyanyikan Lagu Indonesia Raya
- Menyanyikan lagu Mars Hidup Sehat
c. Penyampaian tata tertib pelatihan, struktur program pelatihan : dasar, inti dan
penunjang, jumlah peserta, waktu dan tempat, metode pembelajaran
d. BLC (Building Learning Commitment) oleh Ibu Erna Dwi Rahayu, SKM. M.Kes
Perkenalan peserta pelatihan dan panitia
e. Penyampaian materi pelatihan
3
a. Manajemen risiko pandemi dilaksanakan berdasarkan penilaian risiko pada tingkat
nasional, provinsi dan kabupaten. Pada saat terjadi pandemi, dampak yang terjadi di
negara/wilayah akan berbeda‐beda pada saat yang berbeda, oleh karena itu, perlu
disusun penilaian risiko berdasarkan situasi negara atau wilayah.
b. Dalam Manajemen risiko pandemi, penetapan respon yang dilakukan oleh tiap negara
anggota berbeda mengingat situasi kondisi negara berbedabeda. Setiap negara
melakukan respon berdasarkan risiko setiap fasenya.
c. Pemantauan dan evaluasi berkelanjutan Penilaian risiko harus diulangi saat
informasi baru tersedia. Setiap penilaian risiko harus dilakukan didokumentasikan.
Dokumentasi semacam itu merupakan bagian penting dari pemantauan dan evaluasi
proses penilaian.
d. Komunikasi risiko berkelanjutan yang efektif untuk memastikan bahwa, pemangku
kepentingan dan masyarakat yang terkena dampak memahami dan mendukung
respon penanggulangan yang diterapkan
Menurut WHO, bahawa terdapat 4 Fase pandemic, yaitu:
a. Fase inter-pandemic yaitu : Fase ini belum ada virus sub tipe baru yang
terdeteksi.Pada saat ini, dilakukan peningkatan kapasitas untuk kewaspadaan dan
respons pandemic
b. Fase Kewaspadaan yaitu, dimana pada fase ini, virus baru (Covid-19) pada manusia
sudah teridentifikasi. Kewaspadaan dan penilaian risiko dilakukan di semua
tingkatan (global, regional, nasional dan sub nasional). Apabila penilaian risiko
mengindikasikan bahwa virus sub type baru tersebut tidak akan mengakibatkan
pandemic, maka de-eskalasi respon akan dilaksanakan.
c. Fase Pandemi, dimana pada fase ini, terjadi penyebaran virus yang terjadi antar
manusia .
d. Fase transisi, yaitu pada saat risiko secara global berkurang, maka de-eskalasi /
penurunan respons secara global dilakukan melalui tahapan rehabilitasi yang
berbeda di setiap Negara, berdasarkan kondisi negaranya masing-masing.
Komponen manajemen risiko pandemi
Dalam manajemen risiko pandemi terdapat komponen yang dipertimbangkan dalam
menetapkan langkah penanggulangan termasuk pada penilaian risiko.
Berikut komponen manajemen risiko pandemi:
1. Mekanisme koordinasi, perencanaan dan monitoring respon kedaruratan, yang
memfokuskan kepada keterlibatan dan koordinasi lintas sektor dalam
penanggulangan bencana
2. Komunikasi risiko, promosi dan keterlibatan masyarakat, dengan tujuan
meningkatkan kewaspadaan dan keterlibatan dalam pencegahan dan
penanggulangan
4
3. Surveilans, tim gerak cepat, analisa risiko, penyelidikan epidemiologi untuk
menemukan kasus sedini mungkin dan pelacakan kontak guna membatasi penularan
4. Pintu masuk negara/ wilayah, perjalanan Internasional dan transportasi. Deteksi dini
dan pengawasan di pintu masuk thd lalu lintas orang, barang dan alat angkut.
5. Pemeriksaan laboratorium, dengan tujuan melakukan pemeriksaan laboratorium
terhadap kasus suspek sesuai dengan definisi kasus yang ada
6. Manajemen kasus, melalui pemberian terapi dan penyiapan fasilitas perawatan untuk
pasien terduga atau konfirmasi sesuai dengan pedoman yang ada
7. Pencegahan dan pengendalian infeksi, dengan tujuan mempersiapkan tenaga
kesehatan dan pendukungnya untuk dapat melakukkan kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi
8. Dukungan operasional dan logistic
9. Keberlangsungan pelayanan dan sistem esensial
Saat terjadi pandemi, dampak yang terjadi di regional, negara-negara dan di setiap
provinsi ini akan berbeda-beda.
Perlu dilaksanakan penilaian risiko nasional dan sub nasional terhadap pandemik
berdasarkan situasi lokal dengan mempertimbangkan informasi penilaian risiko global
yang ditetapkan oleh WHO.
Penilaian risiko pada tingkat sub nasional akan mempertimbangkan penilaian risiko
nasional
SURVEILANS adalah Kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap
data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan
untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
Tujuan Surveilans :
1. Tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan faktor
risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan;
2. Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB/Wabah
dan dampaknya;
3. Terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/Wabah; dan
4. Dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang berkepentingan
sesuai dengan pertimbangan kesehatan.
Manfaat Surveilans :
1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi
program pengendalian penyakit serta program peningkatan derajat kesehatan
6
masyarakat, baik pada upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak
menular, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya.
2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini KLB penyakit dan keracunan serta pada
bencana
3. Merencanakan studi/penelitian epidemiologi dan pengembangan program
Alur Kegiatan Surveilans :
1. Pengumpulan data
2. Pengolahan dan penyajian data
3. Analisis dan interpretasi data
4. Pembuatan laporan, rekomendasi dan TL
5. Diseminasi informasi (pengambilan kebijakan – program/sektor terkait)
6. Tindakan pencegahan dan penanggulangan
Mekanisme penularan penyakit potensial KLB/Wabah melalui jalur transmisi
a. Direct (droplet, sexual, darah, kulit ke kulit, dll)
b. Vektor (serangga, hewan,dll)
c. Lingkungan (udara, air, debu, partikel, makanan, minuman,dll)
RESPON CEPAT adalah suatu tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara cepat
setelah mengetahui adanya sinyal bahaya agar suatu keadaan tidak menjadi lebih buruk.
Tindakan yang dimaksud dapat berupa pencegahan maupun pengendalian.
Metode penanggulangan :
- Tim penanggulangan KLB adalah tim fungsional lintas program maupun lintas sektor
yang selajutnya disebut sebagai tim gerak cepat (TGC)
- Sarana : tenaga, alat, biaya dll
- Waktu : menyusun jadwal kegiatan penanggulangan sesegera mungkin agar KLB
tidak cepat meluas
Melaksanakan penanggulangan dan pencegahan :
- Penanggulangan seharusnya dilaksanakan secepat mungkin
- Pada umumnya upaya pengendalian diarahkan pada mata rantai yang terlemah
dalam penularan penyakit
- Upaya penanggulangan biasanya hanya dapat diterapkan setelah sumber wabah
diketahui
- Upaya pengendalian diarahkan pada agen penyakit, sumbernya atau reservoirnya.
Prinsip SKD-KLB : - kecepatan mendeteksi secara dini
- Kecepatan melakukan respon
- Kecepatan berbagi informasi/data
7
2. Hari ke 2 ( Kamis, 3 Juni 2021 )
8
a. Refleksi materi hari I oleh Dinkes Kab. Banyumas
b. Lanjutan MATERI III (Surveilans penyakit Menular Potensial KLB dan
Wabah) materi disampaikan oleh Bapak Agus Priyana SKM, M.Kes
Ukuran Dasar Epidemiologi (Pengukuran Penyakit Dan Gambaran Penyakit) Ukuran
– ukuran yang digunakan dalam epidemiologis yaitu:
(1) Tipe kuantitas matematis dan (2) Tipe kuantitas epidemiologis.
a. Tipe Kuantitas Matematis
1) Tanpa denominator
Hitungan (enumerasi) atau angka mutlak Contoh :
Jumlah kasus campak usia < 1 tahun sebanyak : 10 kasus
Jumlah kasus keracunan pangan :25 orang
Jumlah balita: 500 balita
2) Dengan denominator
a) Proporsi
Proporsi adalah suatu perbandingan dimana pembilang (numerator)
selalu merupakan bagian dari penyebut (denominator). Proporsi
digunakan untuk melihat komposisi suatu variabel dalam populasinya.
Apabila angka dasar (konstanta) yang dipakainya adalah 100, maka
disebut prosentase. Rumus :
b) Rate
Rate adalah ukuran proporsi yang memasukkan unsur periode waktu
pengamatan dalam denominatornya; sehingga ditulis a / [a+b) x (waktu)].
Rate disebut juga laju. Rate adalah perbandingan antara jumlah suatu
kejadian terhadap jumlah penduduk yang mempunyai risiko terhadap
kejadian tersebut menyangkut interval waktu.
Rate digunakan untuk menyatakan dinamika atau kecepatan kejadian
tertentu dalam suatu masyarakat tertentu pula.
9
Contoh: Pada tahun 2004, ada 100 kasus demam berdarah di suatu kota
yang berpenduduk 1.250.000 orang. Berapa rate kasus demam berdarah
di kota itu ?
c) Ratio
Ratio merupakan perbandingan antara dua kejadian dimana antara
numerator dan denominator tak ada sangkut pautnya
Contoh:
1) Sex ratio penduduk pria terhadap wanita, misalnya :
Jumlah Penduduk Laki-laki = 120.000 orang
Jumlah Penduduk wanita = 125.000 orang
Berarti rasionya adalah: 120.000 / 125.000 = 0,96 (artinya rasio
penduduk laki – laki dengan penduduk perempuan hampir seimbang
(mendekati angka 1).
2) Ratio tenaga kesehatan epidemiolog terhadap jumlah penduduk
b. Tipe kuantitas epidemiologis
Tipe kuantitas epidemiologis dibagi menjadi 3 ukuran, yaitu: (1) Ukuran
Frekuensi penyakit, (2) Ukuran asosiasi dan (3) ukuran dampak.
Ukuran frekuensi penyakit dibagi menjadi: (1) Insidens, (2) Prevalens dan (3)
mortalitas.
1) Insidens
Insidens merefleksikan jumlah kasus baru (insiden) yang berkembang
dalam suatu periode waktu di antara populasi yang berisiko. Yang
dimaksud kasus baru adalah perubahan status dari sehat menjadi sakit
(kejadian / kasus penyakit yang baru saja memasuki fase klinik dalam
riwayat alamiah penyakit). Sedangkan periode waktu adalah jumlah
waktu yang diamati selama sehat hingga menjadi sakit. Ukuran frekuensi
insidensi penyakit dapat dibedakan menjadi dua macam: (1) Insidens
Kumulatif; dan (2) Laju Insidensi (Insidance Density)
2) Prevalens
Prevalens merefleksikan jumlah kasus yang ada (kasus lama maupun
kasus baru) dalam populasi dalam suatu waktu atau periode waktu
tertentu Prevalens juga merupakan probabilitas bahwa seorang individu
menjadi kasus (atau menjadi sakit) dalam waktu atau periode waktu
tertentu. Prevalensi adalah proporsi individu – individu yang berpenyakit
10
dari suatu populasi, pada satu titik waktu atau periode waktu. Ada dua
jenis prevalensi: (1) prevalensi titik, dan (2) prevalensi periode
3) Mortalitas
Merefleksikan jumlah kematian dalam suatu populasi
a) Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate = CDR)
Rumus CDR :
LANJUTAN.....
MATERI PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR POTENSIAL KLB DAN
WABAH Oleh Bapak Sutarman, SKM, M.Kes
Kriteria dan penetapan KLB dan Wabah :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun
sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
perbulan pada tahun berikutnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian
kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Propotional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandinkan satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.
11
8. Terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala-gejala yang sama atau
hampir sama setelah mengkonsumsi sesuatu dan berdasarkan analisis epidemiologi,
makanan tersebut terbukti sebagai sumber keracunan.
Langkah – langkah Penyelidikan Epidemiologi :
1. Penerimaan informasi indikasi KLB
2. Penetapan KLB
3. Persiapan turun lapangan
4. Verifikasi diagnosis
5. Penetapan kasus
6. Penemuan kasus
7. Analisis epidemiologi deskriptif
8. Menentukan sumber dan cara penularan
9. Rekomendasi penaggulangan
10. Pembuatan laporan
11. Diseminasi laporan
Upaya penanggulangan KLB terdiri dari 4 kegiatan utama :
1. Melaksanakan penyelidikan KLB
2. Melaksanakan surveilans ketat selama KLB
3. Melaksanakan pelayanan pengobatan atau tindakan pertolongan korban lainnya
4. Melaksanakan kegiatan-kegiatan penanggulangan lain, seperti pengendalian faktor
resiko, dsb
16
3. Hari ke 3 ( Jumat, 4 Juni 2021)
Refleksi materi hari ke 2 oleh peserta dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta
MATERI V. MANAJEMEN KASUS PENYAKIT MENULAR POTENSIAL KLB DAN WABAH
Materi ini disampaikan oleh Bapak Agus Priyana, SKM, M.Kes
Managemen Kasus Penyakit Menular Potensial KLB dan Wabah Di Masyarakat Mengacu pada
Permenkes No.1501/MENKES/PER/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang
dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya, manajemen atau penatalaksanaan
kasus penyakit menular potensial KLB/wabah merupakan salah satu upaya penanggulangan
KLB/wabah.
Kegiatan penatalaksanaan kasus tersebut mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan,
perawatan dan isolasi penderita, dan tindakan kekarantinaan.
Perbedaan ISOLASI dan KARANTINA
a. ISOLASI proses mengurangi resiko penularan melalui upaya memisahkan individu yang
sakit, baik yang sudah dikonfirmasi laboratorium atau memiliki gejala (suspek/probable)
dengan masyarakat luas.
Tujuannya : untuk dilakukan pengobatan intensif dan pemantauan perkembangan
kesakitannya
b. KARANTINA proses mengurangi resiko penularan dan identifikasi diri penyakit menular
melalui upaya memisahkan individu yang sehat atau belum memiliki gejala tetapi memiliki
riwayat kontak dengan pasien konfirmasi atau memiliki riwayat bepergian ke wilayah yang
sudah terjadi transmisi lokal
Tujuannya : untuk mencegah kemungkinan adanya penyebaran penyakit ke orang lain di
sekitarnya.
Pelaksanaan karantina Kontak Erat (KE)
- Dilakukan pada orang yang memiliki KE dengan kasus konfirmasi / probable dan belum
menunjukkan gejala
- Kriteria KE pada umumnya ditetapkan berdasarkan cara penularan penyakit
- Terhitung sejak orang melakukan KE terakhir dengan kasus konfirmasi/probable
- Lamanya waktu kerantina sesuai dengan masa inkubasi penyakit
- Tempat karantina dapat dilakukan secara mandiri di rumah masing-masing atau di fasilitas
khusus yang disiapkan pemerintah
Pelaksanaan Isolasi
- Berdasarkan hasil lab
- Kasus sedang – berat isolasi di RS rujukan
- Kasus tanpa gejala – ringan isolasi mandiri
- Diberi obat-obatan simptomatis dan menjalankan aturan terkait PPI
- Petugas mamantau harian perkembangan kondisi pasien
17
SISTEM RUJUKAN KASUS
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 001 Tahun 2012, maka yang dimaksud dengan
sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik
vertikal maupun horizontal. Rujukan dilakukan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis
dimulai dari pelayanan tingkat pertama, kedua sampai ketiga kecuali pada keadaan darurat ,
bencana kekhususan permasalahan kesehatan pasien dan pertimbangan geografis. Apabila
Fasyankes tempat penderita pertama kali berobat tidak memiliki kemampuan untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium/penunjang maupun perawatan terhadap penderita,
baik dari segi sarana, prasarana maupun SDM maka wajib dirujuk oleh FKTP ke FKTL (RS
Rujukan dan RS non Rujukan). Rujukan yang dimaksud dapat berasal dari FKTP ke FKRTL (RS
Rujukan dan RS non Rujukan), maupun dari RS non rujukan ke RS rujukan. Beberapa kasus
penyakit menular yang berpotensi wabah/KLB sudah memiliki RS rujukan khusus, antara lain
o penyakit Flu Burung (Avian Influenza) RS Rujukan untuk AI adalah 100 RS yang telah
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No 414 Tahun 2007.
o penyakit virus ebola RS rujukannya adalah 19 RS seperti yang tercantum dalam “Pedoman
Kesiapsiagaan Menghadapi Ebola”.
o Penyakit COVID-19 RS rujukan berjumlah 132 RS seperti yang diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan No. 169 Tahun 2020.
Sementara untuk RS rujukan bagi penyakit lainnya adalah mengikuti sistem rujukan
berjenjang, yakni RS Rujukan Regional (110 RS), RS Rujukan Provinsi (20 RS) dan RS Rujukan
Nasional (14 RS) seperti yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No 390 dan 391
Tahun 2014 serta Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan No 363 Tahun 2015.
Ketentuan jumlah RS rujukan ini dapat berubah sewaktu-waktu sesuai perkembangan
kapasitas rumah sakit di setiap daerah. Sistem rujukan berjenjang ini dikecualikan pada kondisi
penderita gawat darurat.
Koordinasi, Transportasi/Evakuasi dan Sistem Informasi serta pembiayaan dalam sistem
rujukan kasus penyakit menular yang berpotensi menimbulkan KLB/wabah dilakukan sesuai
dengan kondisi penderita dan ketersediaan sarana transportasi dan peraturan pemerintah
yang berlaku
20
- Identifikasi jenis sampel pangan yang terkait dengan keracunan pangan yaitu berupa
bahan mentah, bahan setengah jadi, atau pangan siap santap.
- Kelompokkan sampel berdasarkan wujudnya berupa sampel padat atau sampel cair.
- Pisahkan dan kemas sampel pangan menurut jenisnya, agar diketahui asal racun. Misal
menu pecel/gado-gado pisahkan sayuran dengan bumbu kacang nya.
- Amankan sampel dari tempat kejadian KLB.
- Amankan sampel dalam refrigerator jika belum segera dirujuk ke laboratorium
- Tentukan lokasi pengambilan sampel makanan bisa ditentukan berdasarkan lokasi
tempat terjadinya keracunan makanan. Bisa terjadi di perusahaan, usaha jasa boga
(katering), rumah, atau dapur umum.
- Penentuan jenis sampel yang akan diambil berdasarkan jenis makanan yang dicurigai
sebagai penyebab keracunan makanan dan makanan yang dikonsumsi korban sebelum
terjadinya gejala keracunan.
- Lakukan pengambilan sampel sesuai prosedur
- Pemberian identitas pada wadah sampel, seperti jenis sampel, titik pengambilan
sampel, dan waktu pengamanan sampel, pastikan dalam kondisi tidak mudah terhapus
serta mudah terbaca.
- Pengemasan, penyimpanan dan pengiriman sampel ke laboratorium
- Pencatatan dan Pelaporan sampel
Pengambilan Spesimen dapat berupa :
a. Spesimen darah
b. Spesimen air liur
c. Spesimen biopsi leher
d. Spesimen tinja
e. Spesimen swab rektal
f. Spesimen swab hidung
g. Pengambilan swab nasopharing
h. Spesimen swab tenggorok
i. Spesimen dahak (sputum)
j. Spesimen urine
k. Spesimen cerebro spinal fluid (CSF)
Pengambilan sampel/spesimen KLB keracunan pangan
- Jika jenis sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan
yang dikemas (dalam kertas nasi, plastik, kardus, styrofoam, dll):
Ambil sampel dengan kemasannya.
Sampel jangan dibuka.
- Jika sampel adalah pangan restoran, jasa boga, pangan rumah tangga, atau jajanan yang
tidak dikemas :
21
Gunakan peralatan steril.
Ambil sampel sebanyak ± 200 gram, masukkan sampel ke dalam wadah
sampel/kantung plastik.
Tutup rapat/ikat kemasan berisi sampel.
- Jika sampel yang diambil merupakan sampel beku :
Pengambilan sampel dilakukan tanpa proses pelelehan (thawing)
Sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik, lalu ikat.
- Jika sampel berupa minuman/cairan dalam kemasan terbuka :
Ambil sampel lalu tuang ke dalam wadah sampel.
Tutup rapat wadah sampel.
- Jika sampel berupa muntahan :
Dapat diambil lalu ditampung di kantung plastik bersih.
Kantung plastik diikat.
A. Managemen Penanganan dan Pengepakan Spesimen
Penyimpanan Sementara
Spesimen harus dikirim ke laboratorium rujukan pemeriksa penyakit menular secepatnya,
paling lambat 1x24 jam. Apabila spesimen harus disimpan sementara sebelum dikirim, maka
spesimen harus disimpan dalam media yang sesuai dan disesuaikan dengan jenis pemeriksaan
yang akan dilakukan
- Pemeriksaan virus, spesimen disimpan dalam media transport virus atau virus transport
media (VTM) disimpan pada suhu dingin 4-8°C.
- Pemeriksaan bakteri, spesimen harus disimpan pada suhu yang sesuai dengan media
transportnya. Medium transport yang biasa digunakan adalah medium Amies atau Medium
Carry-blair. Selain spesimen urin dan sputum, sebagian besar spesimen untuk pemeriksaan
bakteri dapat disimpan pada suhu ruang apabila proses pemeriksaan akan dilakukan
dalam waktu 24 jam.
- Pemeriksaan antigen dan antibody, spesimen harus disimpan pada suhu dingin 4-8°C
selama maksimal 2x24 jam. Untuk penyimpanan dengan jangka waktu lebih lama,
spesimen dapat disimpan pada suhu -20°C.
Pengepakan dan pengiriman
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pengepakan terdiri dari bahan yangtidak habis pakai dan
bahan habis pakai.
Bahan Tidak Habis Pakai :
1. Kotak Pendingin ( Cold Box ), mempertahankan suhu dan tidak pecah
2. Ice Pack atau gel pack
3. Wadah primer atau bio bottle
4. Insulator
Bahan Habis Pakai :
22
1. Lakban Plastik
2. Ziplock atau Plastik Klip
3. Tissue
Pengemasan Tabung spesimen wadah primer, sekunder dan tersier
23
FOTO PELATIHAN HARI KE III
24
4. Pelatihan Hari ke 4 (Sabtu, 5 Juni 2021)
Refleksi materi hari ke III oleh Dinkes Kab. Wonogiri
MATERI VII. KOMUNIKASI RISIKO PENYAKIT MENULAR POTENSIAL KLB DAN WABAH
Materi disampaikan oleh Bapak Sapto Yunanto, SKM
Ciri Komunikasi Risiko : berbasis faktor resiko, bahaya kecemasan, berkompetisi dengan hoax
Variabel komunikasi : pesan, sumber, media, penerima, efek, umpan balik, penataan
Hambatan Komunikasi : attention, perception, retention
25
MATERI VIII. KERJASAMA TIM DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT POTENSIAL KLB
DAN WABAH
Materi disampaikan oleh Ibu Nur Idayanti, SKM dan Bapak Sapto Yunanto, SKM
TIM EFEKTIF
Tim adalah suatu unit yang terdiri atas dua orang atau lebih yang berinteraksi dan
mengkoordinasi kerja mereka untuk tujuan tertentu.
Tim pada dasarnya adalah sekelompok orang dengan keahlian yang saling melengkapi yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yang anggotanya secara pribadi bertanggung
gugat untuk memberikan yang terbaik.
Ciri – ciri tim efektif/sukses :
Tujuan jelas dan bernilai tinggi
Berorientasi pada hasil
Anggota yang kompeten
Kolaborasi yang dilandasi saling percaya dan komunikasi
Standar keunggulan
Teknik pemecahan masalah dengan Win win solution
Kepemimpinan yang efektif berarti seorang pemimpin yang tidak hanya bekerja sendiri tanpa
melibatkan siapapun, melainkan mampu memanfaatkan berbagai potensi yang
mengelilinginya. Kepemimpinan efektif bukan sekedar pusat kedudukan atau kekuatan akan
tetapi merupakan interaksi aktif antar komponen yang efektif.
Karakteristik atau syarat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (Sunindhia dan
Widiyanti diacu dalam Hakiem 2003) :
1) PEKA terhadap lingkungannya, harus mendengarkan saran dan nasehat dari orang-orang
di sekitarnya.
2) TELADAN dalam lingkungannya.
3) SETIA kepada janjinya dan kepada organisasinya.
4) MAMPU mengambil KEPUTUSAN, harus PANDAI, CAKAP dan BERANI setelah semua faktor
yang relevan diperhitungkan.
KOLABORASI INTERPROFESIONAL
Praktik kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam penanggulangan KLB dan
wabah dengan proses pembuatan keputusan yang didasarkan pada latar belakang masing-
masing pendidikan dan kemampuan praktisi SHARING PENGETAHUAN KESETARAAN (Dapat
terwujud jika saling terlibat secara fisik dan intelektual serta merasa dihargai)
26
Masalah korupsi Korupsi sudah sangat meluas secara sistemik merasuk ke semua sektor
diberbagai tingkatan pusat dan daerah, disemua lembaga negara eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif. Oleh karenanya korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
crimes). Korupsi bukan lagi masalah lokal, melainkan suatu fenomena transnasional yang
mempengaruhi semua masyarakat dan ekonomi sehingga mendorong perlunya kerjasama
internasional dalam hal pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Salah satu hal mengapa di indonesia korupsi semakin sulit diberantas Karena korupsi sudah
“mendarah daging”, sehingga perilaku korupsi sudah menjadi hal yang biasa dan bukan lagi
dianggap sebagai “penyakit” yang harus segera disembuhkan.
Dengan demikian, semakin sulitnya membedakan mana perilaku korupsi dan mana yang bukan
korupsi Ibarat maling teriak maling
7 BENTIK KORUPSI MENURUT UU 31/1999 Jo UU 20/2001
1) Merugikan keuangan negara
2) Suap menyuap
3) Penyalahgunaan jabatan
4) Pemerasan
5) Kecurangan
6) Benturan kepentingan dalam pengadaan barang jasa
7) Gratifikasi
ASPEK HUKUM
DASAR HUKUM:
1) UU 30/2002 (KPK)
2) UU 20/2001 (PTPK)
SUBYEK HUKUM:
1) Penyelenggara Negara
2) Pegawai Negeri
OBYEK HUKUM:
1) Uang
2) Barang
3) Fasilitas
UPAYA YANG DILAKUKAN :
1) Strategi komunikasi anti korupsi : regulasi dan perbaikan sistem (Memperbaiki
peraturan perundangan yang berlaku, Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi,
Memisahkan secara tegas kepemlikan negara dan pribadi, Menegakan tata tertib
lembaga, Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi)
2) Perbaikan manusia
NILAI – NILAI ANTIKORUPSI
1) Kejujuran
27
2) Kepedulian
3) Kemandirian
4) Kedisiplinan
5) Tanggungjawab
6) Kerja keras
7) Kesederhanaan
8) Keberanian
9) Keadilan
CARA MEMBERANTAS KORUPSI
1) Edukasi : integritas diri, teladan keluarga, budaya organisasi
2) Perbaikan sistem : Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel
dan efisien. Reformasi birokrasi, Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan
kepemilikan pribadi, Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan
pemberian sanksi secara tegas, Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.,
Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya human erro
3) Penindakan : sanksi pidana
28
FOTO PELATIHAN HARI KE IV
29
KELAS KLASIKAL DI BAPELKES GOMBONG KABUPATEN KEBUMEN
30
31
2. Selasa, 8 Juni 2021
- Senam pagi
- Refleksi materi sebelumnya oleh Puskesmas Kota Surakarta
- Kerjasama tim dalam penanggulangan penyakit potensial KLB dan wabah ( Role play
studi kasus Covid 19 dan DBD )
32
3. Rabu, 9 Juni 2021
- Refleksi materi sebelumnya oleh Puskesmas Kab. Wonogiri
- POST TEST
- Evaluasi penyelenggaraan
- RTL
- Penutupan
33
RENCANA TINDAK LANJUT
PELATIHAN PENANGGULANGAN KLB DAN WABAH UNTUK TIM GERAK CEPAT (TGC) DI PUSKESMAS ANGKATAN IV
3. Sosialisasi hasil Sosialisasi TGC Karyawan Juni 2021 Aula Pusk. Tatap Peserta BLUD Sosialisasi
Pelatihan Puskesmas Setabelan muka dng pelatihan TGC semua
prokes karyawan
terlibat
4. Membuat SOP TGC KLB Terbentuknya TGC Karyawan Pusk Juli 2021 Puskesmas Penulisan Peserta - Adanya SOP
dan Tim Puskesmas Puskesmas Setabelan naskah pelatihan Penanganan
KLB
5. Melengkapi Tersedianya kelengkapan PPI Dan Juli 2021 Puskesmas Pembelian Peserta BLUD Lengkap
Kelengkapan dan BHP sarana prasarana TGC Laboratorium Setabelan langsung pelatihan Peralatan PPI
Untuk PPI dan dan
Penanganan sampel Penanganan
sampel KLB
6. On the job training Peningkatan kapasitas TGC Semua karyawan Situasional Puskesmas Tatap Peserta Penanganan
anggota TGC (saat ada setabelan muka pelatihan kasus lebih
kasus) dengan terstruktur
Prokes
34
7. Melaporkan hasil Pertangjawaban surat Tim Juli 2021 Puskesmas Upload Peserta - Adanya
pelatihan di link penugasan pelatihan Setabelan surat pelatihan sertifikat dan
https.//sid/lapordiklat tugas dan surt tugas
sertifikat
35
36
37