Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskuler
yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru di sebabkan karna
akumulasi cairan di ruang inhsisal dan alveoli yang dapat di sebabkan oleh tekanan
ekstravaskuler yang tinggi ( edema paru kardiak ) atau peningkatan permeabilitas
membran kapiler ( edema paru non kardiak ) yang mengakibatkan terjadinya
ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua
aspek tesebut di atas. Sebab sangat sulit terjadi terjadi gangguan permeabilitas kapiler
tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun
sangat penting untuk menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua mekanisme
tersebut sebagai pedoman pengobatan. ( sjaharudin Harun & sally Aman Nasution
2006 ).
Edema paru merupakan suat trkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler
dalam paru ( Arief Muttaqin2008 ). Edema paru adalah timbunan cairan abnormal
dalam paru,baik rongga interstitial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan
tanda adanya kongesti paru tidak lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui
dinding kapiler,merembes keluar menimbulkan dispneu sangat berat ( Smeltzer, C.
Suzanne. 2008 ).
B. Etiologi
Menurut ( Arif Muttaqin 2008 ) edema paru di sebabkan 2 hal yaitu:
a Peningkatan tekanan hidrostatik
b Peningkatan permebilitas kapiler paru
Secara garis besar edema paru di bagi mnjadi 2 garis besar yaitu:
1. Kardiogenik
a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventikel kiri
( stenosis mitral ).
b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karna gangguan fungsi ventrikel
kiri.
c. Peningkatan kapiler paru sekunder oleh karna peningkatan tekanan arteri
pulmonalis.
d. Post cardioversion :
1. Penyakit Jantung Koroner : AMI (Infark Miokard Akut), OMI (Old
Miokard Infark)
2. Penyakit Jantung Hipertiroid Anterior
e. Eclampsia
2. Non kardiogenik
a. Pneumonia
b. Pneumonitis radiasi akut
c. Bahan vasoaktif endogen
d. Aspirasi asam lambung
e. Peningkatan tekanan onkotik interstitial
f. Bahan toksik ihalan
g. Bahan asin dalam sirkulasi seperti ular,endoktoksin,dan bakteri
h. Emboli paru
i. Post cardiopulmonary bypass
j. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura.

C. Manifestasi klinik
a. Perubahan dini edema paru adalah peningkatan aliran ilimfatik,terjadi karna
saluran limfatik dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi ateriola paru dan
saluan pernapasan yang kecil
b. Obstruksi pada saluran nafas kecil
c. Hipoksemia ringan timbul karna adanya perubahan dalam distribusi ventilasi dan
perfusi
d. Menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkolosis respiratorik,namun eksresi
Co2 tidak terganggu
e. Gangguan difusi menyebabkan terjadinya peningkatan pintas kanan ke kiri
melalui alveoli yang tidak mengalami ventilasi.
f. Sesak napas ekstrim atau kesulitan bernapas ( dyspnea ) yang memburuk ketika
berbaring
g. Perasaan mencekik
h. Wheezing atau gasping
i. Kecemasan,kegelisahan atau rasa ketakutan
j. Batuk yang menghasilkan sputum berbusa yang dapat di warnai dengan darah
k. Keringat berlebihan
l. Kulit pucat
m. Nyeri dada, jika edema paru di sebabkan oleh penyakit jantung
n. Denyut jantung cepat, tidak teratur ( palpitasi ). ( Muttaqin 2012 ).

D. Komplikasi
Jika edema paru terus menerus, dapat meningkatkan tekanan diarteri pulmonalis dan
akhirnya ventrikel kanan mulai gagal. Ventrikel kanan memiliki dinding lebih tipis
dari otot dari pada sisi kiri karena berada dibawah tekanan untuk memompa darah ke
paru- paru. Peningkatan tekanan punggung atas ke atrium kanan dan kemudian ke
berbagai bagian tubuh, sehingga dapat menyebabkan :
 Kaki bengkak
 Pembengkakan abdomen
 Penumpukan cairan dalam membran yang mengelilingi paru – paru (efusi pleura)
 Kemacetan dan pembengkatal akan hati
Bila tidak diobati, edema paru bisa berakibat fatal, dalam beberapa kasus dapat
berakibat fatal bahkan jika menerima pengobatan (Mayo Clinic Staff,2011).

E. Patofisiologi
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih
banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada
fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh
terisi cairan. Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang
kontinyu dari cairan dan protein dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan
kembali ke sistem aliran darah melalui saluran limfe. Pergerakan cairan tersebut
memenuhi hukum starling sebagai berikut. ( Nendrastuti & Soetomo, 2010)
Ruang alveolar dipisahkan dan interstisium paru terutama oleh sel epitel
alveoli tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier reltif
nonpermeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga – rongga (spaces).
Fraksi yang besar ruang interstitial dibemtuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri
atas satu lapis sel endhotelium di atas membran basal, sedangkan sisanya merupakan
jaringan ikat yang terdiri atas jaringan kalogen dan jaringan elastis, fibroblast, sel
fargosit, dan beberapa jaringan lain (Muttaqin,2012)
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstitial tetap kering adalah :
1. Tekanan omkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.
2. Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap protein
plasma.
3. Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari
jaringan interstisial.
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge”pressure) adalah
sekitar 7 dan 12 mmHg, karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mmHg,
maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan
hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan barrier seluler, yang dalam
keadaan normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap terhadap protein plasma.
Paru mempunyai sistem limfatik yang secara ekstensif dapat meningkatkan aliran 5
atau 6 kali bila terjadi kelebihan air didalam jaringan interstisial paru.
Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap
kering terganggu seperti tersebut dibawah ini ( Flick, 2000, Alpert 2002) :
 Permeabilitas membran yang berubah.
 Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat
 Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun
 Tekanan osmotik / ankotik mikrovaskuler yang meningkat
 Gangguan saluran limfe
Apapun penyebabnya, akibatnya terhadap paru tetap sama yaitu edema paru yang
terjadi dalam 3 tahap :
Tahap 1 : Terjadi peningkatan perpindahan cairan koloid dari kapiler ke ruang
interstitial tapi masih diikuti oleh peningkatan aliran limfatik.
Tahap 2 : Terjadi bila kemampuan pompa sistem limfatik telah melampaui sehingga
cairan dan kristaloid mulai terakumulasi dalam ruang interstitial sekitar bronkioli,
arterial dan venula ( Pada foto toraks terlihat sebagai edema paru interstisial).
Tahap 3 : Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema alveolus.
Pada tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas. ( Subagyo,2012)
Secara histologis kerusakan tampak berubah dengan berjalannya waktu dan
bagi menjadi 3 fase yang saling berhubungan dan tumpang tindih sebagai berikut :
Satge 1 : Fase eksudatif, ditandai dengan ekstravasasi cairan kaya protein ke dalam
ruang interstisial.
Stage 2 : Fase proliferative, sesuai dengan perkembangan penyakit, edema disertai
respon seluler yang kuat dan berhubungan dengan perdarahan, nekrosis seluler,
hiperplasi sel pneumosit tipe II, deposisi fibrin dan akulasi vaskuler dan trombosit.
Stage 3 : Fase fibrotic, pada pasien yang masih bertahan, proses perbaikan terjadi
ditandai dengan fibrosis dan penebalan septa alveolar, akibatnya terjadi pembesaran
tak beraturan ruang udara dan obliterasi vaskuler (Surabaya, 2012).
F. Pathway
Edema paru

Obat-obatan neurogenik keadaan inhalasi obstruksi sepsis gangguan


Tenggelam oksigen jalan napas sirkulasi
jantung

Ketidakmampuan
kerusakan membran Resultan edukasi cairan jantung kiri untuk
alveolar kapiler paru ke dalam cairan interstisial memompa

Cairan dalam pembuluh Aliran darah ke alveoli Peningkatan vena


darah keluar ke jaringan paru tetap berlangsung pulmonalis

Difusi lapisan
Surfaktan hipoksemia kekurangan o² tekanan
pada jaringan darah hidrosulfat

Intoleransi alkalosis hiperventilasi


aktivitas
respiratori
pembesaran cairan ke
cepat lelah jaringan interstisial
nutrisi Acute respiratory
distress syndrome tidak
kesadaran terjadi difusi alveoli terisi
cairan

ekspensi paru
Resiko Ketidakefektifan Gangguan
terjadinya bersihan jalan pertukaran sesak
infeksi nafas gas

Gangguan pola nafas

( Arif Muttaqin 2008 )


G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan edema paru menurut (Mayo clinic staff 2011) :
1. Posisi semi fowler
2. Terapi oksigen : Oksigen (40-50%) segera diberikan sampai dengan 8L/menit untuk
mempertahankan PO², Kalau perlu dengan masker, jika kondisi pasien semakin
memburuk, timbul sianosis, makin sesak, kakipneu, ronki bertambah, PO² tidak bisa
dipertahankan ≤ 60 mmHg, atau terjadi kegagalan mengurangi cairan edema secara
adekat maka perlu dilakukan intubasi endotrakeal dan penggunaan ventilator.
3. Morphin iv 2,5 mg
4. Diuretik : untuk mengurangi beban miokard dengan menurunkan preload dan
afterload.
Contohnya: forusemide
5. Inotropik : pada pasien hipotensi atau pasien yang membutuhkan tambahan obat-
obatan inotropic dapat dimulai dengan dopamine dosis 5-10 ug/kg/menit dan
dititrasi sampai mencapai tekanan sistolik 90-100 mmHg, Dopamin dapat diberikan
sendiri atau dikombinasikan dengan dobutamin yang dimulai dengan dosis 2,5
ug/kg BB/menit dan dititrasi sampai terjadi respon klinis yang diinginkan.
6. Balance cairan.

Konsep Dasar Keperawatan


A. Pengkajian
1.    Identitas
2.    Riwayat Penyakit :
a.       Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-
batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan
dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar
dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
b.      Riwayat penyakit dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien.
3.    Pemeriksaan Fisik.
a.       TTV
b.      Pemeriksaan B1-B6
4.    Pola Aktivitas sehari-hari :
a.       Nutrisi dan metabolisme
b.      Cairan dan metabolik
c.       Pola eliminasi
d.      Aktivitas dan latihan
e.       Pola istirahar tidur

B.  Diagnosa Keperawatan
a)      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial
(penurunan).
b)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli).
c)        Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
d)     Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
e)        Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan.

C. Intervensi
Dx 1 :  Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial
(penurunan).
Tujuan  : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal
jantung.
Intervensi:
a. Catatan suara jantung.
R/l : S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa.
b. Monitor TTV
R/ : pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama kelamaan
badan/body jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan
bisa terjadi hipotensi berat.
c. Kolaborasi  dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.
R/: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk menanggulangi
efek hypoxia/iskemia.
d. Kolaborasi pemberian diuretic.
R/ : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out put yang
relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup diuretics
akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.

Dx II : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-


alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli).
Tujuan      : Pertukaran gas efektif.
Kriteria Hasil        : menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat
pada  jaringan di tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernafasan.

Intervensi             :
a. Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels.
R/: Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang
membutuhkan penanganan lebih lanjut.
b. Atur posisi fowler dan bed rest.
R/ :  merangsang pengembangan paru secara maksimal.
c. Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri
R/ : hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
d.  Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
R/: meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia
jaringan.
e.  Kolaborasi  pemberian obat .
 Diuretic
R/ : Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas
  Bronkodilator
R/ : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.

Dx III       :   Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya


ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
Tujuan      : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
Kriteria hasil         :  Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal,
pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Intervensi :
a)      Identifikasi faktor  penyebab.
R/ : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang
tepat.
b)      Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi.
R/ : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c)      Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
R/ : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.
d)     Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
R/ : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi
paru.
e)      Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto
thorax.
R/l : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hipoxia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

Dx IV       : Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan


(ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan                  : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak
terjadi kecemasan.
Kriteria hasil         : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi
dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur
dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Intervensi :
a)       Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowlerdan
jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
R/ : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama
dalam perawatan.
b)       Ajarkan teknik relaksasi
 R/ : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan.
c)        Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
R/ : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien
dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
d)         Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
R/ : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan
baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
e)      Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
R/ : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat
dalam mengatasi stress.

Dx V        :   Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan


keletihan.
Tujuan                  :  Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteri hasil  : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Intervensi             :
a)  Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta
adanya perubahan tanda-tanda vital.
R/ : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b) Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
R/: Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
c) Awasi Px saat melakukan aktivitas.
R/ : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
d) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
R/ : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
e)  Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
R/ : Istirahat perlu untuk menurunkan  kebutuhan metabolisme’.
DAFTAR PUSTAKA

C . Suzanne . Smeltzer 2008 Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan . Jakarta : Salemba Medika

Mayo , Staff 2011 . Pulmonary Edema. Diakses melalui http://www.mayoclinic.com / health /


pulmonary – edema / DS0412 / DSECTION = Symptoms . pada tanggal 3 November
2016 . jam 19:43 WIB

Muttaqin,mArif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan , Jakarta : Salemba Medika.

Nendrastuti & Soetomo , 2010 . Edema Paru Akut Kardiogenik Dan Non Kardiogenik .
Majalah Kedokteran Respirasi vol 1 . No 3 Oktober 2010

Nurarif, Amin Huda, Et.al. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC.Jakarta:Medi Action Publishing

Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution 2006. Keperawatan Medikal Bedah Jakarta :
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai