Disusun Oleh :
Kelompok 2
Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Tim Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya
yangtelah dilimpahkan kepada Tim Penulis sehingga Tim Penulis dapat menyelesaikan tugas
yang berjudul “Trend dan Isu Keperawatan Komunitas” yang merupakan salah satu tugas
Keperawatan Komunitas I pada semester V. Tak lupa shalawat dan salam semoga tetap tercurah
pada Nabi junjungan kita Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya.
Dalam menyelesaikan makalah ini, Tim Penulis telah banyak mendapat bantuan dan
masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Tim Penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada :
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
demikian telah memberikan manfaat bagi Tim Penulis. Akhir kata Tim Penulis berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat menbangun akan Tim
Penulis terima dengan senang hati.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
BAB I PENDAHULUAN
3.1. Kesimpulan 36
3.2. Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Keperawatan merupakan profesi yang dinamis dan berkembang secara terus menerus dan
terlibat dalam masyarakat yang berubah, sehingga pemenuhan dan metode keperawatan
kesehatan berubah, karena gaya hidup masyarakat berubah dan perawat sendiri juga dapat
menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Definisi dan filosofi terkini dari keperawatan
memperlihatkan trend holistic dalam keperawatan yang ditunjukkan secara keseluruhan dalam
berbagai dimensi, baik dimensi sehat maupun sakit serta dalam interaksinya dengan keluarga dan
komunitas. Trend praktik keperawatan meliputi perkembangan di berbagai tempat praktik
dimana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar.
Trend adalah sesuatu yang sedang “menjamur” atau edang disukai dan digandrungi oleh
orang banyak dan sesuai dengan faakta. Trend merupakan suatu alur yang menuju kea rah mana
pasar bergerak dan suatu pola dari peristiwa-peristiwa atau perilaku yang sama-sama dialami
oleh semakin banyak orang. Trend juga merupakan hal yang sangat medasar dalam pendekatan
analisa dan merupakan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi saat ini yang
biasanya sedang popular di kalangan masyarakat. Issue adalah suatu peritiwa atau kejadian yang
dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang dan merupakan sesuatu yang
sedang dibicarakan banyak orang tetapi masih belum jelas fakta atau buktinya.
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan
dengan masalah - masalah lain diluar kesehatan sendiri. Demikian pula pemecahan masalah
kesehatan masalah, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi
- segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah “sehat sakit “ atau kesehatan tersebut.
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas SDM yang dilakukan
secara berkelanjutan. Berdasarkan visi pembangunan nasional melalui pembangunan kesehatan
yang ingin dicapai untuk mewujudkan Indonesia sehat 2025. Gambaran masyarakat Indonesia di
masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat bangsa,
Negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan prilaku hidup
iii
sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang tinggi.
Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan, sehingga dengan bantuan yang
diberikan tersebut diperoleh kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari – hari
secara mandiri. Kegiatan pelayanan diberikan dalam upaya peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), sertya pemeliharaan
kesehatan (rehabilitative).
1.2. Rumusan Masalah
iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
v
melakukan pemetaan ketersediaan data dan indikator SDGs pada setiap target dan
tujuan termasuk indikator proksi,
melakukan penyusunan definisi operasional untuk setiap indikator SDGs,
menyusun peraturan presiden terkait dengan pelaksanaan tujuan pembangunan
berkelanjutan, dan
mempersiapkan rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah terkait dengan
implementasi SDGs di Indonesia.
Dalam implementasinya, ada beberapa prinsip yang telah disepakati juga diadopsi oleh
Indonesia:
1. Universality : Prinsip ini mendorong penerapan SDGs di semua negara baik Negara
maju maupun negara berkembang. Dalam konteks nasional, implementasi SDGs
akan diterapkan di seluruh wilayah Indonesia.
2. Integration : Prinsip ini mengandung makna bahwa SDGs dilaksanakan secara
terintegrasi dan saling terkait pada semua dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan
3. No One Left Behind : yang menjamin bahwa pelaksanaan SDGs harus memberi
manfaat bagi semua, terutama yang rentan dan pelaksanaannya melibatkan semua
pemangku kepentingan. Prinsip ini juga telah diterapkan dalam setiap tahapan/proses
pelaksanaan SDGs di Indonesia.
C. Tujuan SDG’s
vi
kehidupan yang layak serta pemerintah harus dapat menjamin masyarakat yang
sangat miskin dengan suatu program jaminan sosial.
Tujuan 2 : Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik,
serta meningkatkan pertanian berkelanjutan.
o Tujuannya untuk menjamin setiap orang di manapun ia berada, memiliki
ketahanan pangan yang baik untuk menuju kehidupan sehatnya. Pencapaian
tujuan ini membutuhkan akses yang lebih baik terhadap pangan dan ajakan
budidaya pertanian secara luas berkelanjutan. Hal tersebut mencakup
pengembangan produktivitas dan pemasukan petani kecil dengan mendorong
kesamaan luas lahan, teknologi dan penjualan, sistem produksi pangan yang
berkelanjutan, dan budidaya yang terus menerus.
Tujuan 3 : Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh
Penduduk Semua Usia
o Tujuan 3 berupaya untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan bagi semua
penduduk pada setiap tahap kehidupan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kesehatan reproduksi serta kesehatan ibu dan anak; mengakhiri epidemi
HIV/AIDS, malaria, TBC dan penyakit tropis; mengurangi penyakit tidak
menular dan environmental; mencapai cakupan kesehatan universal; dan
menjamin akses universal untuk aman, terjangkau serta obat-obatan dan vaksin
yang efektif. Para pemimpin dunia berkomitmen untuk mendukung penelitian dan
pengembangan, meningkatkan pembiayaan kesehatan, dan memperkuat kapasitas
semua negara untuk mengurangi dan mengelola risiko kesehatan.
Tujuan 4 : Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata Serta
Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat Untuk Semua.
o Tujuan ini berfokus pada perolehan keterampilan dasar dan tinggi di semua
jenjang pendidikan; akses yang lebih besar dan lebih adil terhadap pendidikan
berkualitas di semua jenjang, termasuk pendidikan teknis dan kejuruan; dan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk berfungsi dan
berkontribusi dengan baik dalam kehidupan sosial.
vii
Tujuan 5 : Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi yang
Berkelanjutan untuk Semua
Tujuan 6 : Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal, Berkelanjutan dan Modern
Untuk Semua
Tujuan 7: Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal, Berkelanjutan
dan Modern Untuk Semua
Tujuan 8 : Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan,
Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk
Semua
o Pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan kesempatan kerja baru dan lebih baik
dan memberikan jaminan ekonomi yang lebih besar untuk semua. Selain itu,
pertumbuhan yang cepat dapat membantu mengurangi kesenjangan upah sehingga
dapt mengurangi kesenjangan yang mencolok antara kaya dan miskin.
Tujuan 9 : Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan industry Inklusif dan
Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi.
Tujuan 10 : Mengurangi Kesenjangan Intra-Dan Antarnegara Negara.
o Tujuan 10 yaitu untuk mengurangi kesenjangan pendapatan, berdasarkan jenis
kelamin, usia, cacat, ras, kelas, etnis, agama dan kesempatan-baik di dalam dan
antar
Tujuan 11 : Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh, dan
Berkelanjutan
Tujuan 12 : Menjamin Pola Produksi Dan Konsumsi Yang Berkelanjutan
Tujuan 13 : Mengambil Tindakan Cepat Untuk Mengatasi Perubahan Iklim Dan
Dampaknya
Tujuan 14 : Melestarikan Dan Memanfaatkan Secara Berkelanjutan Sumber Daya
Kelautan Dan Samudera Untuk Pembangunan Yang Berkelanjutan
Tujuan 15 : Melindungi, Merestorasi Dan Meningkatkan Pemanfaatan Berkelanjutan
Ekosistem Daratan, Mengelola Hutan Secara Lestari, Menghentikan Penggurunan,
Memulihkan Degradasi Lahan, Serta Menghentikan Kehilangan Keanekaragaman Hayati
viii
Tujuan 16 : Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk Pembangunan
Berkelanjutan, Menyediakan Akses Keadilan untuk Semua, dan Membangun
Kelembagaan yang Efektif, Akuntabel, dan Inklusif di semua Tingkatan
Tujuan 17 : Menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk
pembangunan berkelanjutan
Untuk mencapai tujuan SDGs yang terkait dengan menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua di segala usia, ada banyak target yang harus dicapai hingga
tahun 2030 mendatang, diantaranya yaitu mengurangi rasio kematian ibu dan bayi, Imunisasi,
mengakhiri epidemic AIDS, malaria, dan TBC, mengurangi kelahiran premature program
perencanaan keluarga, penguatan dan pencegahan penyalah gunaan obat-obatan dan alcohol, dan
sederet panjang target lainnya yang berhubungan dengan pembangunan di bidang kesehatan.
ix
ibu di atas 35 tahun meningkatkan resiko kematian perinatal (Litbangkes, 1994).
Odds Ratio AKB dari ibu usia di bawah 20 tahun sebesar 1,4 kali lebih tinggi dari
AKB pada ibu usia 20-35 tahun.
Definisi kematian ibu adalah kematian seorang wanita saat hamil atau sampai 42
hari pasca persalinan, terlepas dari lama dan lokasi kehamilan, dari setiap penyebab
yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh kehamilan komplikasi, kehamilan
manajemennya, namun bukan oleh karena penyebab kecelakaan atau insidental.
Untuk memudahkan identifikasi kematian ibu dalam keadaan di mana sulit
menentukan penyebab kematian, digunakan kategori lain: yaitu kematian seorang
wanita saat hamil atau dalam 42 hari pasca persalinan, terlepas dari penyebab
kematiannya(WHO, 2014). Penghitungan angka kematian ibu adalah jumlah
kematian selama periode tertentu per 100.000 kelahiran selama periode yang sama.
Angka kematian ibu merupakan indikator kesejahteraan perempuan, indikator
kesejahteraan suatu bangsa sekaligus menggambarkan hasil capaian pembangunan
suatu negara. Informasi mengenai angka kematian ibu akan sangat bermanfaat untuk
pengembangan program- program peningkatan kesehatan ibu, terutama pelayanan
kehamilan dan persalinan yang aman, program peningkatan jumlah persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan, manajemen sistim rujukan dalam penanganan
komplikasi kehamilan, persiapan keluarga hingga suami siaga dalam menyongsong
kelahiran, yang pada gilirannya merupakan upaya menurunkan Angka Kematian Ibu
dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)memperkirakan bahwa pada tahun 2014
lebih dari 500.000 perempuan meninggal karena kehamilan atau persalinannya. Sekitar
99% dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang. Seorang wanita di negara
berkembang mempunyai kemungkinan 97 kali lebih besar untuk meninggal akibat
kehamilannya dibandingkan wanita di negara maju. Secara global setiap menit; 380
perempuan menjadi hamil, 190 orang di antaranya dengan kehamilan yang tidak
diinginkan, 110 ibu mengalami komplikasi kehamilan, 40 orang mengalami aborsi yang
tidak aman dan 1 orang ibu meninggal karena komplikasi kehamilannya.
Angka kematian ibu ( AKI ) di Indonesia masih tertinggi di antara Negara
ASEAN dan tren penurunannya sangat lambat. Survey Demografi dan Kesehatan
x
Indonesia ( SDKI ) 2012 memberikan hasil yang mengejutkan, angka kematian
ibu ( AKI ) meningkat 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh
melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu, bahkan mundur
ke belakang – hampir sama dengan tahun 1991.3 Dalam hal ini, meningkatnya AKI ini
menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia.
Mengapa kematian ibu di Indonesia meningkat? Menurut hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga ( SKRT ) tahun 2012, penyebab langsung kematian ibu hampir 90
persen terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Sementara itu, risiko
kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor keterlambatan, yang menjadi
penyebab tidak langsung kematian ibu. Ada tiga risiko keterlambatan, yaitu terlambat
mengambil keputusan untuk dirujuk ( termasuk terlambat mengenali tanda bahaya ) ,
terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan terlambat
memperoleh pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan.
Penyebab kematian secara global (Say L et al, 2014) sekitar 28% disebabkan
oleh pendarahan hebat, 27 % oleh penyakit yang sudah ada sebelum kehamilan, 11% oleh
infeksi, 14% oleh hipertensi dalam kehamilan, 9% oleh persalinan macet, serta aborsi
yang tidak aman (8 %) . Penyebab kematian ibu di Indonesia 80% disebabkan oleh
penyebab langsung obstetrik seperti perdarahan, sepsis, abortus tidak aman,
preeklampsia-eklampsia, dan persalinan macet. Sisanya 20 % terjadi oleh karena penyakit
yang diperberat oleh kehamilan. Situasi kematian ibu di Indonesia tahun 2010-2013,
penyebab perdarahan juga masih tinggi walaupun cenderung menurun (35,1% menjadi
30,3% ) , sementara penyebab kematian ibu baik di dunia maupun di Indonesia masih
berputar pada 3 masalah utama ( perdarahan, preeklampsia-eklampsia dan infeksi ) ,
sehingga pencegahan dan penanggulangan masalah ini seharusnya difokuskan melalui
intervensi pada ketiga masalah tersebut, melalui peran petugas kesehatan.
2. Imunisasi
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi dengan menyuntikkan vaksin
kepada anak sebelum anak terinfeksi. Anak yang diberi imunisasi akan terlindung
dari infeksi penyakit-penyakit .yang dapat menyebabkan infeksi sebelum
mikroorganisme tersebut memiliki kesempatanuntuk menyerang tubuh kita. Dengan
xi
imunisasi tubuh kita akan terlindungi dari infeksi begitu pula orang lain karena tidak
tertular dari kita & tujuan dari imunisasi adalah untuk menguranggi angka
penderitaan suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa
menyebabkan kematian pada penderitanya.
Macam-macam imunisasi:
1. Imunisasi aktif
Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seorang karena tubuh yang secara aktif
membentuk zat antibodi, contohnya imunisasi polio atau campak . Imunisasi
aktif juga dapat di bagi dua macam yaitu Imunisasi aktif alamiah dan
Imunisasi aktif buatan
2. Imunisasi Pasif
Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seseorang yang zat kekebalantubuhnya
di dapat dari luar. contohnya penyuntikan ATC= (Anti tetanus cerum). Pada
orang yang mengalami luka kecelakaan. Imunisasi pasif ini dibagi yaitu
Imunisasi pasif alamiah dan Imunisasi pasif buatan ( Adisty VEriani,2014)
xii
Tabel Estimasi Jumlah dan Prevalen HIV pada Populasi kunci di Indonesia
Tahun 2016.
Adapun perluasan target yang ditempuh untuk mengurangi jumlah infeksi baru HIV
mencakup beberapa hal berikut:
xiii
3) Menjamin akses universal untuk kualitas dan keterjangkauan layanan kesehatan
reproduksi dan seksual, termasuk layanan HIV untuk wanita.
4) Menjamin akses untuk program harm reduction (pengurangan dampak
merugikan dari penggunaan zat psikoaktif tanpa harus mengurangi konsumsi zat
tersebut).
5) Menjangkau 3 juta orang dengan pre-eksposur profilaksis (PrEP) hingga tahun
2020.
6) Menjangkau 25 juta laki-laki dengan sirkumsisi medis sukarela (SMS) pada
negara dengan insiden tinggi di tahun 2020.
7) Menyediakan 20.000 juta kondom setiap tahunnya hingga tahun 2020 pada
negara dengan pendapatan menengah ke bawah.
8) Menginvestasikan minimal ¼ pengeluaran AIDS untuk pencegahan HIV hingga
tahun 2020.
Untuk mengurangi kematian karena AIDS hingga kurang dari 500.000, perluasan
targetnya adalah sebagai berikut (UNAIDS, 2016).
xiv
tentang aspek terkait perdagangan dari fleksibilitas Hak Kekayaan
Intelektual, dan penguatan regional dan kapasitas lokal untuk
mengembangkan, memproduksi dan memberikan produk kesehatan yang
terjamin kualitasnya .
Adapun target yang ditempuh untuk menghapus stigma dan diskriminasi terkait HIV
adalah sebagai berikut (UNAIDS, 2016).
1) Menghapus stigma dan diskriminasi pada pengaturan perawatan kesehatan
hingga tahun 2020.
2) Menghapus ketidaksetaraan gender dan mengakhiri semua kekerasan dan
diskriminasi terhadap wanita dan remaja wanita, orang dengan HIV dan
populasi kunci.
3) Meninjau dan memperbaiki undang-undang yang memperkuat stigma dan
diskriminasi, termasuk usia terhadap persetujuan, ketidakpatuhan HIV,
paparan dan transmisi, pembatasan perjalanan dan tes wajib.
xv
Pengelompokan obat ARV berdasarkan mekanisme kerjanya meliputi Nucleoside
Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI), Nonnucleoside-Based Reverse Transcriptase
Inhibitor (NNRTI), dan Protease Inhibitor (PI). Sebelum dimulai pengobatan,
diperlukan dukungan kondisi imunodefisiensi HIV yang dalam hal ini parameter
terbaiknya adalah CD4 (Kemenkes RI, 2014). Pemantauan CD4 dapat digunakan
sebagai dasar untuk memulai pemberian ARV atau penggantian obat. Di Indonesia,
Tingkat CD4 yang direkomendasikan untuk memulai terapi ARV adalah ≤350
cells/mm3 (UNAIDS, 2017b).
Keberhasilan terapi ARV dalam penurunan mortalitas dan morbiditas tidak
terlepas dari peran kepatuhan pasien untuk meminum obat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan minum obat
dengan supresi virus HIV. Untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal
setidaknya 95% dari semua dosis ARV harus diminum.
Adapun capaian di Indonesia terkait terapi ARV, diketahui dari 620.000 orang
yang hidup dengan HIV, hanya 35% (220.000) yang menyadari statusnya. Sedangkan
diantara mereka yang menyadari statusnya, hanya 36% (78.000) yang mendapatkan
pengobatan. Hal ini berarti, hanya 13% penderita HIV yang mendapatkan pengobatan
dari keseluruhan penderita HIV di Indonesia. Capaian terapi ARV sebesar 36% tersebut
relatif rendah jika dibandingkan dengan capaian di Asia Pasifik (66%), terlebih jika
dibandingkan dengan target 90%. Sementara itu data tentang persentase odha yang
mendapatkan terapi dengan status virus terkendali belum tersedia (UNAIDS, 2017b).
Kondisi ini memberikan dampak ketercapaian target 90-90-90 di Indonesia belum dapat
dievaluasi secara keseluruhan.
Berdasarkan capaian terapi ARV khususnya capaian di Indonesia, masih
diperlukan strategi tindakan percepatan untuk meningkatkan cakupan terapi ARV
tersebut. Strategi ini perlu didukung dengan intervensi lain untuk mendapatkan
pelayanan berkelanjutan, termasuk pencegahan, diagnosis, dan perawatan. Salah satu
strategi pengembangan untuk perluasan ARV di Indonesia adalah melalui Layanan
Komprehensif Berkesinambungan (LKB) dengan melibatkan peran aktif komunitas
dengan pendekatan strategi pemberian obat ARV/ Strategic Use of Antiretroviral
(SUFA) sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi HIV.
xvi
2.2. Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga (PIS PK)
Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 dalam Program
Indonesia Sehat dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan
dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga.
Pembangunan keluarga, sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 52 Tahun
2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah upaya mewujudkan keluarga
berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga
melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, untuk mendukung keluarga agar dapat
melaksanakan fungsinya secara optimal. Sebagai penjabaran dari amanat Undang-Undang
tersebut, Kementerian Kesehatan menetapkan strategi operasional pembangunan kesehatan
melalui Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.
xvii
anak, membentuk normanorma tingkah laku sesuai dengan ting kat perkembangan
anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
c) Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk memper
tahankan generasi dan menjaga kelang sungan keluarga.
d) Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan
individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e) Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function) adalah
untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas kelu arga di
bidang kesehatan. Sedangkan tugas-tugas keluarga dalam pemeliha raan kesehatan
adalah:
Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga nya,
Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat,
Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,
Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarganya,
Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan.
a) Kunjungan keluarga untuk penda taan/pengumpulan data Profil Kese hatan Keluarga
dan peremajaan (updating) pangkalan datanya.
b) Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan
preventif.
c) Kunjungan keluarga untuk menidak lanjuti pelayanan kesehatan dalam gedung.
d) Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga untuk peng
organisasian/pemberdayaan masyarakat dan manajemen Puskesmas.
xviii
Kunjungan rumah (keluarga) dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan
data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga (family folder). Dengan demikian,
pelaksanaan upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) harus diintengrasikan ke
dalam kegiatan pendekatan keluarga. Dalam menjangkau keluarga, Puskesmas tidak hanya
mengandalkan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang ada sebagaimana selama ini
dilaksanakan, melainkan juga langsung berkunjung ke keluarga. Perlu diperhatikan, bahwa
pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah ini tidak berarti mematikan UKBM UKBM yang
ada, tetapi justru untuk memperkuat UKBM-UKBM yang selama ini dirasakan masih kurang
efektif.
xix
Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan oleh Puskesmas yang
mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM)
secara berkesinambungan, dengan target keluarga, didasarkan pada data dan informasi dari Profil
Kesehatan Keluarga (gambar 4). Tujuan dari pendekatan keluarga adalah sebagai berikut.
xx
Sementara itu, derajat kesehatan keluarga sangat ditentukan oleh PHBS dari kelu
arga tersebut. Dengan demikian, inti dari pengembangan desa dan kelurahan ada lah
memberdayakan keluarga-keluarga agar mampu mempraktikkan PHBS. PHBS adalah
sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran,
yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong
dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat.
Di bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan lingkungan
harus dipraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun, menggunakan air bersih,
menggunakan jam ban sehat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam
ruangan, dan lain-lain.
Di bidang kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana harus dipraktikkan
perilaku meminta pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan, menimbang balita dan
memantau perkembangannya secara berkala, memberikan imunisasi dasar lengkap
kepada bayi, menjadi aseptor keluarga berencana, dan lain-lain.
Di bidang gizi dan farmasi harus dipraktikkan perilaku makan dengan gizi
seimbang, minum Tablet Tambah Darah (TTD) selama hamil, memberi bayi Air Susu Ibu
saja (ASI eksklusif), dan lain-lain.
Sedangkan di bidang pemeliharaan kesehatan harus dipraktikkan perilaku ikut
serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus dan atau memanfaatkan
upaya kesehatan bersum berdaya masyarakat (UKBM), meman faatkan Puskesmas dan
sarana kese hatan lain, dan lain-lain.
PHBS harus dipraktikkan di semua bidang kesehatan masyarakat karena pada
hakikatnya setiap masalah kese hatan merupakan hasil perilaku, yaitu interaksi manusia
(host) dengan bibit penyakit atau pengganggu lainnya (agent) dan lingkungan
(environment).
Pemberdayaan masyarakat adalah bagian dari fungsi upaya kesehatan masyarakat
(UKM) dari Puskesmas. Karena keluarga merupakan lembaga terkecil dari masyarakat,
maka pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari pemberdayaan keluarga.
Pemberdayaan masyarakat yang selama ini dilaksanakan di bidang kesehatan dipandu
dengan Keputusan Menteri Kese hatan Nomor 1529/Menkes/SK/X/ 2010 tentang
xxi
Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Dalam pedoman ini
disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat desa/kelu rahan merupakan kelanjutan dari
pem berdayaan keluarga melalui pengembangan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) tatanan rumah tangga. Tujuan dari pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif itu tidak lain adalah terciptanya Desa Sehat dan Kelurahan Sehat.
Kegiatan Puskesmas dalam melaksana kan upaya kesehatan perorangan (UKP)
tingkat pertama memang dapat meng hasilkan individu sehat, yang diukur dengan
Indikator Individu Sehat (IIS). Tetapi dengan cara ini saja, Kecamatan Sehat akan sulit
dicapai. Melalui pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan di wilayah kerjanya,
Puskesmas akan lebih cepat mencapai Kecamatan Sehat. Dengan mengembangkan dan
membina desa dan kelurahan, Puskesmas melaksanakan pemberdayaan keluarga dan
pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan keluarga akan menghasilkan keluarga-
keluarga sehat yang diukur dengan Indeks Keluarga Sehat (IKS). Sedangkan
pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan akan menghasilkan peran serta masyarakat
berupa UKBM seperti Posyandu, Posbindu, Polindes, Pos UKK, dan lain-lain.
Sementara itu, kegiatan Puskesmas dalam pelaksanaan pembangunan wilayah ber
wawasan kesehatan akan menghasilkan tatanan-tatanan sehat, seperti sekolah sehat, pasar
sehat, kantor sehat, masjid dan mushola sehat, dan lain-lain yang diukur dengan Indikator
Tatanan Sehat (ITS), dan masyarakat sehat yang diukur dengan Indikator Masyarakat
Sehat (IMS). Kesemua upaya Puskesmas ter sebut akhirnya akan bermuara pada
terciptanya Kecamatan Sehat, seperti pada skema gambar 5.
xxii
bagi arah kebijakan Kementerian Kesehatan ada lah penerapan pendekatan pelayanan kesehatan
yang terintegrasi dan berkesinambungan (continuum of care). Hal ini berarti bahwa pelayanan
kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia (life cycle), sejak
masih dalam kandungan, sampai lahir menjadi bayi, tumbuh menjadi anak balita, anak usia
sekolah, remaja, dewasa muda (usia produktif), dan akhirnya men jadi dewasa tua atau usia
lanjut (lihat gambar 6). Untuk dapat melaksanakan pelayanan kesehatan yang berkesinam
bungan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia, maka fokus pelayanan kesehatan harus
pada keluarga. Dalam pemberian pelayanan kesehatan, individu individu harus dilihat dan
diperlakukan sebagai bagian dari keluarganya.
Yang dimaksud satu keluarga adalah satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak)
sebagaimana dinyatakan dalam Kartu Keluarga. Jika dalam satu rumah tangga terdapat kakek dan
atau nenek atau individu lain, maka rumah tangga tersebut dianggap terdiri lebih dari satu
keluarga. Untuk menyatakan bahwa suatu keluarga sehat atau tidak digunakan sejumlah penanda
atau indikator. Dalam rangka pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12
xxiii
indikator utama untuk penanda status kese hatan sebuah keluarga. Kedua belas indikator utama
tersebut adalah sebagai berikut.
Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) dari
setiap keluarga. Sedangkan keadaan masing-masing indikator, mencerminkan kondisi PHBS dari
keluarga yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan pendekatan keluarga ini tiga hal berikut harus
diadakan atau dikembangkan, yaitu:
a) Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family folder, yang
merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga dan data individu anggota
keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah sehat (akses/ ketersediaan air bersih
dan akses/penggunaan jamban sehat). Data individu anggota keluarga mencantumkan
karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pen didikan, dan lain-lain) serta kondisi
individu yang bersangkutan: mengidap pe nyakit (hipertensi, tuberkulosis, dan gang guan
xxiv
jiwa) serta perilakunya (merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan dan perkembangan
balita, pemberian ASI eksklusif, dan lain-lain).
b) Paket Informasi Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa flyer, leaflet, buku saku,
atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga sesuai masa lah kesehatan yang
dihadapinya. Misalnya: Flyer tentang Kehamilan dan Persalinan untuk keluarga yang
ibunya sedang hamil, Flyer tentang Pertumbu han Balita untuk keluarga yang mem
punyai balita, Flyer tentang Hipertensi untuk mereka yang menderita hipertensi, dan
lain-lain.
Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga dapat berupa forum-forum
berikut.
Sedangkan keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra dapat diupa yakan dengan
menggunakan tenaga tenaga berikut.
xxv
4. Pendekatan Keluarga Sebagai Kunci Keberhasilan
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan
untuk melengkapi dan memperkuat pemberdayaan masyarakat. Data Riskesdas menunjukkan
hal itu. Sebagai contoh berikut ini disajikan bukti tentang pentingnya pendekatan keluarga
dalam penanggulangan stunting dan pengendalian penyakit tidak menular.
a) Pendekatan Keluarga dalam penanggulangan stunting, Riskesdas tahun 2013
menemukan bahwa proporsi bayi yang lahir stunting (panjang badan <48 cm) adalah
sebesar 20,2%, sementara pada kelompok balita terdapat 37,2% yang mende rita
stunting. Ini menunjukkan bahwa dalam perjalanan dari saat lahir ke balita, terjadi
pertumbuhan yang melambat, sehingga proporsi stunting justru bertambah. Untuk
menanggu langi stunting, harus dilakukan deteksi dan intervensi sedini mungkin.
Yaitu dengan melakukan pemantauan per tumbuhan secara ketat, melalui penim
bangan bayi/balita di Posyandu setiap bulan. Akan tetapi, ternyata data Riskesdas
menunjukkan bahwa proporsi balita yang tidak pernah ditimbang selama 6 bulan
terakhir cenderung meningkat, yaitu dari 25,5% pada tahun 2007 menjadi 34,3% pada
tahun 2013. Jadi jika kita hanya mengandalkan Posyandu, maka masih ada sepertiga
jumlah bayi/balita yang tidak terpantau. Oleh karena itu, mereka yang tidak datang ke
Posyandu harus dikunjungi ke rumahnya. Jelas bahwa pendekatan keluarga mutlak harus
dilakukan, bila kita ingin deteksi dini stunting terlaksana dengan baik.
b) Salah satu penyakit tidak menular yang cukup penting dalam Pendekatan Keluarga
adalah hipertensi (teka nan darah tinggi). Prevalensi hipertensi pada orang dewasa
menurut Riskesdas tahun 2013 adalah 25,8% atau sama dengan 42,1 juta jiwa. Dari
xxvi
sejumlah itu baru 36,8% yang telah kontak dengan petugas keseha tan, sementara
sisanya sekitar 2/3 tidak tahu kalau dirinya menderita hipertensi. Hal ini menunjukkan
bahwa bila tidak menggunakan pen dekatan keluarga, 2/3 bagian atau sekitar 28 juta
penderita hipertensi tidak akan tertangani. Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa
pende katan keluarga mutlak harus dilaku kan bila kita ingin pengendalian penyakit
hipertensi berhasil.
Menurut Sackeett, et al (2009) EBP adalah sebagai suatu sintesis dan penggunaan
temuan ilmiah dari berbagai jenis penelitian termasuk randomized control trial, penelitian
deskriptif, informasi dari laporan kasus dan pendapat pakar.
Pendapat lain dari Dharma (2011) mendefinisikan EBP sebagai suatu integrasi
(lebih dari 1 penelitian) dari bukti hasil penelitian terbaik yang telah melalui tahapan
telaah dan sintesis yang digunakan sebagai dasar dalam praktik keperawatan dan
memberikan manfaat bagi penerima layanan keperawatan.
Menurut Greenberg & Pyle (2006) dalam Keele (2011), “Evidence-Based Practice
adalah penggunaan bukti untuk mendukung pengambilan keputusan di pelayanan
kesehatan”.
2. Tujuan EBP
Tujuan EBP memberikan data pada perawat praktisi berdasarkan bukti ilmiah
agar dapat memberikan perawatan secara efektif dengan menggunakan hasil penelitian
yang terbaik, menyelesaikan masalah yang ada di tempat pemberian pelayanan terhadap
pasien, mencapai kesempurnaan dalam pemberian asuhan keperawatan dan jaminan
xxvii
standar kualitas dan untuk memicu adanya inovasi (Grinspun, Virani & Bajnok,
2OOll/2OO2)
Dalam menerapkan EBP, perawat harus memahami konsep penelitian dan tahu
bagaimana secara akurat mengevaluasi hasil penelitian. Konsep penelitian meliputi antara
lain proses/langkah-langkah dalarn penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif, etika
penelitian, desain penelitiaq dan sebagainya. Keakuratan dalam mengevaluasi hasil
penelitian antara lain dapat ditingkatkan dengan menggunakan panduan yang sesuai
dengan desain dan jenis penelitian yang dilakukan.
a. Berefleksi terhadap praktek keperawatan dan mengidentifikasi area yang masih tidak
pasti
c. Mencari literature terkait hasil penelitian yang menggunakan desain penelitian yang
sesuai untuk membantu dalam menjawab pertanyaan pada langkah 2
d. Mengkritisi penelitian
e. Mengubah praktek keperawatan jika hasil penelitian yang dikritisi menyarankan hal
tersebut.
xxviii
meningkatkan partisipasi klien dalam perawatan, meningkatkan otonomi pasien,
meningkatkan perawatan yang spesifik untuk masing-masing individu, meningkatkan
efisiensi, menjaga keberlangsungan dan koordinasi perawatan, dan meningkatkan
kepuasan kerja (Wilkinson,2007'). Dalam proses keperawatan, terdapat banyak aktivitas
pengamtilan keputusan dari saat tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi
dan evaluasi. Pada setiap fase proses keperawatan tersebut, hasil-hasil penelitian dapat
membantu perawat dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan yang mempunyai
dasar/rasional hasil penelitian yang kuat.
a. Tahap pengkajian
Hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain adalah hal yang terkait
membuat diagnosis keperawatan secara lebih akurat dan frekuensi terjadinya masing-
masing batasan karaktersitik yang terkait dengan suatu diagnosis keperawatan.
c. Tahap perencanaan
Pada tahap ini, hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain hasil penelitian
yang mengindikasikan intervensi keperawatan tertentu yang efektif untuk diaplikasikan
pada suatu budaya tertentu, tipe dan masalah tertentu, dan pada pasien tertentu.
d. Tahap intervensi/implementasi
xxix
Idealnya, perawat yang bertanggung jawab akan melakukan intervensi
keperawatan yang sebanyak mungkin didasarkan pada hasil-hasil penelitian.
e. Tahap evaluasi
Pada tahap ini, evaluasi dilakukan untuk menilai apakah intervensi yang
dilakukan berdasarkan perencanaan sudah berhasil dan apakah efektif dari segi biaya.
Hasil penelitian yang dapat digunakan pada tahap ini adalah hal yang terkait keberhasilan
ataupun kegagalan dalam suatu pemberian asuhan keperawatan.
a. Karakteristik penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh perawat kadang tidak dapat meniamin bahwa hal
tersebut dapat diterapkan dalam praktek sehari-hari. Hal ini,terbukti desain,penelitian
yang digunakan, proses dalam pemilihan sampel, instrument yang digunakan untuk
mengumpulkan data, atau analisis data yang dilakukan. .
b. Karakteristik perawat
xxx
Masih adanya kesulitan untuk menggabungkan antara pelawat klinis dan.perawat
peneliti untuk berinteraksi dan berkolaborasi terkait penelitian
a. Keterbatasan waktu
c. Kurangnya pelatihan terkait usaha untuk mencari informasi dan ketrampilan dalam
mengkritisi hasil penelitian
e. Lingkungan kerja tidak mendukung dalam usaha mencari informasi hasil penelitian
Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan EBP Secara umum usaha yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan EBP adalah:
xxxi
Analisis Jurnal I
1. Judul Jurnal
2. Kata Kunci
3. Pengarang/ Author
4. Tanggal Aplikasi
Februari 2019
5. Kesimpulan
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada sendi yang biasa terjadi pada
bagian tangan, pinggang dan lutut. OA yang terus dibiarkan dapat menyebabkan rasa sakit,
kekakuan, pembengkakan, dan dapat menyebabkan kecacatan (Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), 2017). Osteoarthritis sering kali dapat dipicu oleh beberapa faktor.
Karakteristik yang biasa muncul pada OA berupa kerusakan pada kartilago (tulang rawan
sendi), kartilago sendiri merupakan suatu jaringan keras yang memiliki sifat licin yang menutupi
bagian akhir tulang keras di dalam persendian. Fungsi jaringan kartilago sebagai penghalus
gerakan antar - tulang dan sebagai peredam (shock absorber) ketika persendian beraktivitas
maupun bergerak. (Helmi, 2012).
6. Critical Apraisal
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengatahuan keluarga tentang
cara penanganan osteoarthritis. Peneliti sudah menuliskan dengan jelas tujuan dilakukan
penelitian.
xxxii
Kata kunci peneliti sudah sesuai
Sampel penelitian adalah keluarga dimana salah satu anggotanya menderita osteoatritis yang
terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas Pajang Surakarta dan di pilih berdasarkan kriteria sample.
Pengukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan menggunakan 20 pertanyaan
yang di buat oleh peneliti.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif
sederhana untuk memperoleh gambaran pengetahuan keluarga tentang cara penanganan radang
sendi (osteoarthritis) di Komunitas.
Variabel utama yang digunakan sudah valid dan dilengkapi dengan tabel data
e. Were the any untoward events during the conduct of the study?
Penelitian berjalan lancar subyek dilindungi karena semua data diidentifikasi hanya berdasarkan
jumlah kasus, sehingga kerahasiaan terjamin.
Analisis statistik didapatkan hasil, dari 40 responden terdapat 19 orang (47,5%) yang
berpengetahuan kurang tentang OA, responden yang memiliki tingkat pengetahuan cukup
sebesar 17 orang (42,5%) dan responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebesar 4
orang (10%). Kesimpulan: Secara analisis disimpulkan bahwa pengetahuan keluarga di Wilayah
Kerja Puskesmas Pajang Surakarta masih sangat kurang tentang osteoarthritis.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan komponen tingkat pengetahuan
terdiri dari 20 pertanyaan mengenai pengetahuan keluarga tentang cara penanganan
osteoarthritis menujukan bahwa gambaran pengetahuan keluarga tentang osteoarthritis di
xxxiii
komunitas dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu keluarga dengan pengetahuan baik,
keluarga dengan pengetahuan cukup dan keluarga dengan pengetahuan kurang, menujukan
hasil bahwa sebagian besar keluarga dengan osteoarthritis memiliki pengetahuan kurang.
Dalam hal ini pengetahuan yang kurang juga akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan
sesuatu karena sesorang cenderung mecari informasi yang ada di sekitarnya. Semakin baik
pengetahuan keluarga maka akan mempengaruhi tingkat kesehatan penderita. Tingkat
pengetahuan tersebut menggambarkan bahwa keluarga kurang memahami tentang cara
penanganan radang sendi (osteoarthritis), baik dari pengertian, penyebab, tanda gejala, cara
penanganan OA, dan cara perawatan OA.
Analisis Jurnal II
1. Judul Jurnal
“Tindakan Keperawatan Pada Klien, Keluarga Dan Kader Kesehatan Jiwa Dengan
Diagnosa Keperawatan Isolasi Sosialdi Komunitas”
2. Kata Kunci
Isolasi sosial, Family Psychoeducation (FPE), Pemberdayaan Kader Kesehatan Jiwa. Social Skill
Training (SST), Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)
7. Pengarang/ Author
3. Tanggal Aplikasi
November 2015
4. Kesimpulan
Karakteristik klien memiliki rata-rata usia dewasa, mayoritas berjenis kelamin laki-laki,
dengan tingkat pendidikan rendah, keseluruhan klien tidak bekerja dan umumnya belum
menikah.
xxxiv
Terjadinya penurunan tanda dan gejala isolasi sosial setelah klien diberikan tindakan
keperawatan generalis, TAKS dan tindakan keperawatan spesialis Social Skill Training
(SST).
Terjadinya peningkatan rata-rata kemampuan klien dalam melakukan sosialisasi setelah
diberikan tindakan keperawatan generalis, TAKS dan tindakan keperawatan spesialis
Social Skill Training (SST).
Terjadinya peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien isolasi sosial setelah
diberikan tindakan keperawatan generalis dan tindakan keperawatan spesialis Family
Psychoeducation (FPE).
Terjadinya peningkatan kemampuan kader kesehatan jiwa dalam merawat klien isolasi
sosial setelah diberikan pelatihaan dasar CMHN dan pelatihan lanjutan
5. Critical Apraisal
Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hasil asuhan keperawatan berupa Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS), Social Skill Training (SST) dan Family
Psychoeducation (FPE) serta peran kader kesehatan jiwa merawat klien isolasi sosial melalui
pendekatan Community as Partner Model. Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
(TAKS), tindakan keperawatan spesialis Social Skill Training (SST) bagi klien, dukungan sosial
keluarga melalui Family Psychoeducation (FPE), serta kegiatan kader kesehatan jiwa dengan
cara home visite pada 4 klien isolasi sosial dengan skizofrenia. Hasil yang diperoleh
menunjukkan penurunan tanda dan gejala disertai peningkatan kemampuan sosialisasi klien.
Direkomendasikan penelitian mengenai asuhan keperawatan klien isolasi sosial melalui
pemberian terapi generalis dan terapi spesialis serta pemberdayaan kader kesehatan jiwa dengan
responden yang lebih banyak.
Karena keinginan penulis untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai dampak
pemberian asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan kader kesehatan jiwa melalui pemberian
xxxv
Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi (TAKS), Social Skill Training (SST), Family
Psychoeducation (FPE) dengan diagnosa keperawatan isolasi social di komunitas.
Responden berjumlah 5 klien yang dirawat di rumah dan berada di wilayah RW 13 dan
RW 03 Kelurahan Sukadamai. Hasil evaluasi dalam penulisan karya ilmiah ini diperoleh dengan
melakukan pengukuran pre dan post test dari tanda dan gejala isolasi sosial serta kemampuan
klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS), Social Skill Training (SST) dan
Family Psychoeducation (FPE) dan pemberbadayaan kader kesehatan jiwa dalam merawat klien
dengan isolasi sosial. Analisis data dilakukan dengan menyajikan data karakteristik klien dan
keluarga dalam bentuk frekuensi dan data mean untuk tanda dan gejala dan kemampuan.
Variabel utama yang digunakan sudah valid dan dilengkapi dengan tabel data
e. Were the any untoward events during the conduct of the study?
Penelitian berjalan lancar subyek dilindungi karena semua data diidentifikasi hanya
berdasarkan jumlah kasus, sehingga kerahasiaan terjamin. Mereka diberi kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan dan diberi tahu bahwa mereka dapat menarik diri dari penelitian ini
kapanpun tanpa efek samping pada perawatan mereka selanjutnya.
Respon fisiologis klien isolasi social dengan skizofrenia menunjukkan adanya penurunan
tanda dan gejala sebesar 43,75%. Sedangkan respon fisiologis pada klien isolasi sosial dengan
retardasi mental mengalami penurunan dengan rata-rata 50% setelah diberikan terapi. Hasil ini
sejalan dengan Hasil penelitian bahwa neurokimia secara konsisten memperlihatkan adanya
perubahan system neurotransmitter otak pada penderita skizofrenia. terjadinya malfungsi pada
jaringan neuron yang mentransmisikan informasi berupa sinyal-sinyal listrik dari sel saraf
melalui aksonnya dan melewati sinaps ke reseptor pasca sinaptik di sel-sel saraf yang lain
sehingga mempengaruhi respon fisiologis klien isolasi sosial.mBerdasarkan uraian diatas dapat
xxxvi
memberikan gambaran bahwa neurotransmitter sangat mempengaruhi fungsi fisiologis pada
klien isolasi social (Saddock & Saddock, 2010).
xxxvii
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Suistainable Development Gols (SDG’s) merupakan lanjutan dari Millenium
Development Goals (MDG’s) mengenai pembangunan berkelanjutan yang disepakati oleh
beberapa kepala Negara di dunia.
Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 dalam Program
Indonesia Sehat dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan
dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga.
Dalam menerapkan EBP, perawat harus memahami konsep penelitian dan tahu
bagaimana secara akurat mengevaluasi hasil penelitian. Konsep penelitian meliputi antara
lain proses/langkah-langkah dalarn penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif, etika
penelitian, desain penelitiaq dan sebagainya. Keakuratan dalam mengevaluasi hasil penelitian
antara lain dapat ditingkatkan dengan menggunakan panduan yang sesuai dengan desain dan
jenis penelitian yang dilakukan.
3.2. Saran
Dari penjelasan diharapkan pembaca terutama mahasiswa keperawatan dapat memahaminya.
Sehingga pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan serta menerapkannya dalam kehidupan
praktek lapangan ketika preklinik maupun pada saat melanjutkan program profesi nantinya.
xxxviii
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sutopo, Dian Fitriana, Utari Azalika Rahmi. (2014). KajianIndikator Susitainable Goals
(SDG's). Jakarta: Badan Pusat Statistik .
Cahyaningtyas, Prima Yunita. 2019. Gambaran pengetahuan keluarga tentang cara penanganan
radang sendi (osteoarthritis) di komunitas. Surakarta: Publikasi Ilmiah
Ingersoll G. Evidence-based nursing: what it is and isn't. Nurse Outlook 2000;48:l5l'2. Lavin
MA, Krieger MM, Meyer GA, et al. Development and evaluation of evidence-based nursing
(EBN) filters and related databases. J Med Libr Assoc 93(l) January 2005.
Agus Sutopo, Dian Fitriana, Utari Azalika Rahmi. (2014). KajianIndikator Susitainable
53(6),702-709.
Ingersoll G. Evidence-based nursing: what it is and isn't. Nurse Outlook 2000;48:l5l'2. Lavin
MA, Krieger MM, Meyer GA, et al. Development and evaluation of evidence-based
xxxix
nursing (EBN) filters and related databases. J Med Libr Assoc 93(l) January 2005.
Kementrian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat
978-602-235-992-0
xl