Anda di halaman 1dari 41

KEPERAWATAN KOMUNITAS I

“TREND DAN ISU KEPERAWATAN KOMUNITAS”

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Nadya Maharani 1711311010


2. Vina Reski Zalmi 1711311012
3. Febri Yeni Susilawati 1711311030
4. Fadhilah Lukvianti 1711312012
5. Suci Rahmadini Agusty 1711312044
6. Velia Atika Areny 1711313016
7. Silvia Zuela 1711313030
8. Fildzatil Arifa 1711313036
9. Miftahurrahmi 1711313040
10. Della Ramadhani 1811312042

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas

2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur Tim Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya
yangtelah dilimpahkan kepada Tim Penulis sehingga Tim Penulis dapat menyelesaikan tugas
yang berjudul “Trend dan Isu Keperawatan Komunitas” yang merupakan salah satu tugas
Keperawatan Komunitas I pada semester V. Tak lupa shalawat dan salam semoga tetap tercurah
pada Nabi junjungan kita Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya.

Dalam menyelesaikan makalah ini, Tim Penulis telah banyak mendapat bantuan dan
masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Tim Penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Yonrizal Nurdin S. Kp.,M.Biomed selaku Dosen Keperawatan Komunitas I


Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang telah memberikan tugas mengenai
“Trend dan Isu Keperawatan Komunitas “ ini sehingga pengetahuan Tim Penulis dalam
penulisan makalah ini makin bertambah dan hal itu sangat bermanfaat.
2. Pihak-pihak yang tidak dapat Tim Penulis sebutkan satu persatu yang telah turut
membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dalam waktu yang tepat.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
demikian telah memberikan manfaat bagi Tim Penulis. Akhir kata Tim Penulis berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat menbangun akan Tim
Penulis terima dengan senang hati.

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

                                                                                       Padang, 4 November 2019

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sustainable Development Goals (SDG’s) 3


2.2. Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga (PIS PK) 15
2.3. Evidence Practice Dalam Keperawatan Komunitas 25

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan 36

3.2. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keperawatan merupakan profesi yang dinamis dan berkembang secara terus menerus dan
terlibat dalam masyarakat yang berubah, sehingga pemenuhan dan metode keperawatan
kesehatan  berubah, karena gaya hidup masyarakat berubah dan perawat sendiri juga dapat
menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Definisi dan filosofi terkini dari keperawatan
memperlihatkan trend holistic dalam keperawatan yang ditunjukkan secara keseluruhan dalam
berbagai dimensi, baik dimensi sehat maupun sakit serta dalam interaksinya dengan keluarga dan
komunitas. Trend  praktik keperawatan meliputi perkembangan di berbagai tempat praktik
dimana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar.

Trend adalah sesuatu yang sedang “menjamur” atau edang disukai dan digandrungi oleh
orang banyak dan sesuai dengan faakta. Trend merupakan suatu alur yang menuju kea rah mana
pasar bergerak dan suatu pola dari peristiwa-peristiwa atau perilaku yang sama-sama dialami
oleh semakin banyak orang. Trend juga merupakan hal yang sangat medasar dalam pendekatan
analisa dan merupakan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi saat ini yang
biasanya sedang popular di kalangan masyarakat. Issue adalah suatu peritiwa atau kejadian yang
dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang dan merupakan sesuatu yang
sedang dibicarakan banyak orang tetapi masih belum jelas fakta atau buktinya.

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan
dengan masalah - masalah lain diluar kesehatan sendiri. Demikian pula pemecahan masalah
kesehatan masalah, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi
- segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah “sehat sakit “ atau kesehatan tersebut.
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas SDM yang dilakukan
secara berkelanjutan. Berdasarkan visi pembangunan nasional melalui pembangunan kesehatan
yang ingin dicapai untuk mewujudkan Indonesia sehat 2025. Gambaran masyarakat Indonesia di
masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat bangsa,
Negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan prilaku hidup

iii
sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang tinggi.
Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan  fisik dan 
mental,  keterbatasan  pengetahuan  serta kurangnya  kemauan, sehingga  dengan  bantuan  yang
diberikan  tersebut  diperoleh  kemampuan melaksanakan   kegiatan   hidup   sehari – hari   
secara   mandiri.   Kegiatan   pelayanan diberikan dalam upaya peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), sertya pemeliharaan
kesehatan (rehabilitative).
1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana Sustainable develompment Goals (SDG’s) pada Keperawatan Komunitas?

b. Bagaimana Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga (PIS PK) ?

c. Bagaimana Evidence Practice dalam Keperawatan Komunitas ?

1.3. Tujuan Penulisan


a. mengetahui bagaimana Sustainable develompment Goals (SDG’s) pada Keperawatan
Komunitas

b. Mengetahui bagaimana Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga (PIS PK)

c. Mengetahui bagaimana Evidence Practice dalam Keperawatan Komunitas

iv
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sustainable Development Goals (SDG’s)


A. Pengertian Trend dan Issue
Trend adalah sesuatu yang sedang “menjamur” atau edang disukai dan digandrungi
oleh orang banyak dan sesuai dengan faakta. Trend merupakan suatu alur yang menuju
kea rah mana pasar bergerak dan suatu pola dari peristiwa-peristiwa atau perilaku yang
sama-sama dialami oleh semakin banyak orang. Trend juga merupakan hal yang sangat
medasar dalam pendekatan analisa dan merupakan salah satu gambaran ataupun
informasi yang terjadi saat ini yang biasanya sedang popular di kalangan masyarakat.
Issue adalah suatu peritiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak
terjadi pada masa mendatang dan merupakan sesuatu yang sedang dibicarakan banyak
orang tetapi masih belum jelas fakta atau buktinya.
B. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Suistainable Development Gols (SDG’s) merupakan lanjutan dari Millenium
Development Goals (MDG’s) mengenai pembangunan berkelanjutan yang disepakati
oleh beberapa kepala Negara di dunia. Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium
Development Goals/MDGs) yang telah dilaksanakan selama periode 2000-2015 memang
telah membawa berbagai kemajuan. Indonesia telah mencapai sekirtar 70% dari total
indikator yang mengukur target MDGs telah berhasil dicapai oleh Indonesia. Target yang
belum tercapai di antaranya adalah tingkat kemiskinan nasional. angka kematian bayi,
angka kematian ibu, prevalensi gizi buruk, prevalensi HIV dan AIDS serta beberapa
indikator terkait lingkungan.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang menyepakati penerapan tujuan
pembangunan (SDG’s) dan berkomitmen untuk menyukseskan pelaksanaan SDG’s
melalui berbagai kegiatan dan telah mengambil langkah-langkah strategis. Sejumlah
langkah yang telah ditempuh Indonesia sampai dengan akhir 2016 antara lain :
 melakukan pemetaan antara tujuan dan target SDGs dengan prioritas pembangunan
nasional,

v
 melakukan pemetaan ketersediaan data dan indikator SDGs pada setiap target dan
tujuan termasuk indikator proksi,
 melakukan penyusunan definisi operasional untuk setiap indikator SDGs,
 menyusun peraturan presiden terkait dengan pelaksanaan tujuan pembangunan
berkelanjutan, dan
 mempersiapkan rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah terkait dengan
implementasi SDGs di Indonesia.

Dalam implementasinya, ada beberapa prinsip yang telah disepakati juga diadopsi oleh
Indonesia:

1. Universality : Prinsip ini mendorong penerapan SDGs di semua negara baik Negara
maju maupun negara berkembang. Dalam konteks nasional, implementasi SDGs
akan diterapkan di seluruh wilayah Indonesia.
2. Integration : Prinsip ini mengandung makna bahwa SDGs dilaksanakan secara
terintegrasi dan saling terkait pada semua dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan
3. No One Left Behind : yang menjamin bahwa pelaksanaan SDGs harus memberi
manfaat bagi semua, terutama yang rentan dan pelaksanaannya melibatkan semua
pemangku kepentingan. Prinsip ini juga telah diterapkan dalam setiap tahapan/proses
pelaksanaan SDGs di Indonesia.
C. Tujuan SDG’s

Dalam Kajian Indikator Sustainable Development Goals (SDGs) yang diterbitkan


oleh Badan Pusat Statistik, 2014 menyatakan terdapat 17 17 tujuan, 40 target yang tiap-tiap
target mencakup beberapa indikator-indikator SDGs.

 Tujuan 1 : Mengakhiri Segala Bentuk Kemiskinan Dimanapun


o Salah satu tujuan yang dicanangkan oleh pemerintah dalam agenda SDGs di
Indonesia yaitu pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk menghapus
segala bentuk kemiskinan selama 15 tahun ke depan. Target yang ingin dicapai
pada tahun 2030 ini mensyaratkan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki
akses terhadap pelayanan dasar dan memiliki hak untuk menikmati suatu standar

vi
kehidupan yang layak serta pemerintah harus dapat menjamin masyarakat yang
sangat miskin dengan suatu program jaminan sosial.

 Tujuan 2 : Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik,
serta meningkatkan pertanian berkelanjutan.
o Tujuannya untuk menjamin setiap orang di manapun ia berada, memiliki
ketahanan pangan yang baik untuk menuju kehidupan sehatnya. Pencapaian
tujuan ini membutuhkan akses yang lebih baik terhadap pangan dan ajakan
budidaya pertanian secara luas berkelanjutan. Hal tersebut mencakup
pengembangan produktivitas dan pemasukan petani kecil dengan mendorong
kesamaan luas lahan, teknologi dan penjualan, sistem produksi pangan yang
berkelanjutan, dan budidaya yang terus menerus.
 Tujuan 3 : Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh
Penduduk Semua Usia
o Tujuan 3 berupaya untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan bagi semua
penduduk pada setiap tahap kehidupan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kesehatan reproduksi serta kesehatan ibu dan anak; mengakhiri epidemi
HIV/AIDS, malaria, TBC dan penyakit tropis; mengurangi penyakit tidak
menular dan environmental; mencapai cakupan kesehatan universal; dan
menjamin akses universal untuk aman, terjangkau serta obat-obatan dan vaksin
yang efektif. Para pemimpin dunia berkomitmen untuk mendukung penelitian dan
pengembangan, meningkatkan pembiayaan kesehatan, dan memperkuat kapasitas
semua negara untuk mengurangi dan mengelola risiko kesehatan.
 Tujuan 4 : Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata Serta
Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat Untuk Semua.
o Tujuan ini berfokus pada perolehan keterampilan dasar dan tinggi di semua
jenjang pendidikan; akses yang lebih besar dan lebih adil terhadap pendidikan
berkualitas di semua jenjang, termasuk pendidikan teknis dan kejuruan; dan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk berfungsi dan
berkontribusi dengan baik dalam kehidupan sosial.

vii
 Tujuan 5 : Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi yang
Berkelanjutan untuk Semua
 Tujuan 6 : Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal, Berkelanjutan dan Modern
Untuk Semua
 Tujuan 7: Menjamin Akses Energi yang Terjangkau, Andal, Berkelanjutan
dan Modern Untuk Semua
 Tujuan 8 : Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan,
Kesempatan Kerja yang Produktif dan Menyeluruh, serta Pekerjaan yang Layak untuk
Semua
o Pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan kesempatan kerja baru dan lebih baik
dan memberikan jaminan ekonomi yang lebih besar untuk semua. Selain itu,
pertumbuhan yang cepat dapat membantu mengurangi kesenjangan upah sehingga
dapt mengurangi kesenjangan yang mencolok antara kaya dan miskin.
 Tujuan 9 : Membangun Infrastruktur yang Tangguh, Meningkatkan industry Inklusif dan
Berkelanjutan, serta Mendorong Inovasi.
 Tujuan 10 : Mengurangi Kesenjangan Intra-Dan Antarnegara Negara.
o Tujuan 10 yaitu untuk mengurangi kesenjangan pendapatan, berdasarkan jenis
kelamin, usia, cacat, ras, kelas, etnis, agama dan kesempatan-baik di dalam dan
antar
 Tujuan 11 : Menjadikan Kota dan Permukiman Inklusif, Aman, Tangguh, dan
Berkelanjutan
 Tujuan 12 : Menjamin Pola Produksi Dan Konsumsi Yang Berkelanjutan
 Tujuan 13 : Mengambil Tindakan Cepat Untuk Mengatasi Perubahan Iklim Dan
Dampaknya
 Tujuan 14 : Melestarikan Dan Memanfaatkan Secara Berkelanjutan Sumber Daya
Kelautan Dan Samudera Untuk Pembangunan Yang Berkelanjutan
 Tujuan 15 : Melindungi, Merestorasi Dan Meningkatkan Pemanfaatan Berkelanjutan
Ekosistem Daratan, Mengelola Hutan Secara Lestari, Menghentikan Penggurunan,
Memulihkan Degradasi Lahan, Serta Menghentikan Kehilangan Keanekaragaman Hayati

viii
 Tujuan 16 : Menguatkan Masyarakat yang Inklusif dan Damai untuk Pembangunan
Berkelanjutan, Menyediakan Akses Keadilan untuk Semua, dan Membangun
Kelembagaan yang Efektif, Akuntabel, dan Inklusif di semua Tingkatan
 Tujuan 17 : Menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk
pembangunan berkelanjutan

Trend dan isu keperawatan SDG’S

Untuk mencapai tujuan SDGs yang terkait dengan menjamin kehidupan yang sehat dan
mendorong kesejahteraan bagi semua di segala usia, ada banyak target yang harus dicapai hingga
tahun 2030 mendatang, diantaranya yaitu mengurangi rasio kematian ibu dan bayi, Imunisasi,
mengakhiri epidemic AIDS, malaria, dan TBC, mengurangi kelahiran premature program
perencanaan keluarga, penguatan dan pencegahan penyalah gunaan obat-obatan dan alcohol, dan
sederet panjang target lainnya yang berhubungan dengan pembangunan di bidang kesehatan.

1. Mengurangi rasio kematian ibu dan anak


Isu yang tidak kalah penting dalam adalah berkaitan dengan penurunan angka
kematian anak dan peningkatan kesehatan ibu. Isu tersebut menargetkan menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) hingga tiga
perempatnya sampai tahun 2015.
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator status kesehatan
masyarakat yang terkait dengan berbagai indikator kesehatan dan indikator
pembangunan lainnya. Misalnya, AKB sangat sensitif terhadap ketersediaan,
pemanfaatan dan kualitas pelayanan/perawatan antenatal dan post-natal. AKB
dipengaruhi oleh indikator-indikator morbiditas (kesakitan) dan status gizi anak dan
Ibu. Disamping itu, AKB juga berhubungan dengan angka pendapatan daerah per-
kapita, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu dan keadaan
gizi keluarga. Jadi, AKB memiliki keterkaitan dengan faktor-faktor pembangunan
umum. Faktor yang mempengaruhi AKB, Menurunnya kualitas hidup anak pada usia
3 tahun pertama hidupnya adalah: gizi buruk, ibu sering sakit, status kesehatan buruk,
kemiskinan, dan diskriminasi gender. Bayi dengan gizi buruk mempunyai resiko 2
kali meninggal dalam 12 bulan pertama hidupnya. Terkait AKB, satu faktor penting
adalah umur ibu dibawah 20 tahun meningkatkan resiko kematian neonatal, serta usia

ix
ibu di atas 35 tahun meningkatkan resiko kematian perinatal (Litbangkes, 1994).
Odds Ratio AKB dari ibu usia di bawah 20 tahun sebesar 1,4 kali lebih tinggi dari
AKB pada ibu usia 20-35 tahun.
Definisi kematian ibu adalah kematian seorang wanita saat hamil atau sampai 42
hari pasca persalinan, terlepas dari lama dan lokasi kehamilan, dari setiap penyebab
yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh kehamilan komplikasi, kehamilan
manajemennya, namun bukan oleh karena penyebab kecelakaan atau insidental.
Untuk memudahkan identifikasi kematian ibu dalam keadaan di mana sulit
menentukan penyebab kematian, digunakan kategori lain: yaitu kematian seorang
wanita saat hamil atau dalam 42 hari pasca persalinan, terlepas dari penyebab
kematiannya(WHO, 2014). Penghitungan angka kematian ibu adalah jumlah
kematian selama periode tertentu per 100.000 kelahiran selama periode yang sama.
Angka kematian ibu merupakan indikator kesejahteraan perempuan, indikator
kesejahteraan suatu bangsa sekaligus menggambarkan hasil capaian pembangunan
suatu negara. Informasi mengenai angka kematian ibu akan sangat bermanfaat untuk
pengembangan program- program peningkatan kesehatan ibu, terutama pelayanan
kehamilan dan persalinan yang aman, program peningkatan jumlah persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan, manajemen sistim rujukan dalam penanganan
komplikasi kehamilan, persiapan keluarga hingga suami siaga dalam menyongsong
kelahiran, yang pada gilirannya merupakan upaya menurunkan Angka Kematian Ibu
dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)memperkirakan bahwa pada tahun 2014
lebih dari 500.000 perempuan meninggal karena kehamilan atau persalinannya. Sekitar
99% dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang. Seorang wanita di negara
berkembang mempunyai kemungkinan 97 kali lebih besar untuk meninggal akibat
kehamilannya dibandingkan wanita di negara maju. Secara global setiap menit; 380
perempuan menjadi hamil, 190 orang di antaranya dengan kehamilan yang tidak
diinginkan, 110 ibu mengalami komplikasi kehamilan, 40 orang mengalami aborsi yang
tidak aman dan 1 orang ibu meninggal karena komplikasi kehamilannya.
Angka kematian ibu ( AKI ) di Indonesia masih tertinggi di antara Negara
ASEAN dan tren penurunannya sangat lambat. Survey Demografi dan Kesehatan

x
Indonesia ( SDKI ) 2012 memberikan hasil yang mengejutkan, angka kematian
ibu ( AKI ) meningkat 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh
melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu, bahkan mundur
ke belakang – hampir sama dengan tahun 1991.3 Dalam hal ini, meningkatnya AKI ini
menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia.
Mengapa kematian ibu di Indonesia meningkat? Menurut hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga ( SKRT ) tahun 2012, penyebab langsung kematian ibu hampir 90
persen terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Sementara itu, risiko
kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor keterlambatan, yang menjadi
penyebab tidak langsung kematian ibu. Ada tiga risiko keterlambatan, yaitu terlambat
mengambil keputusan untuk dirujuk ( termasuk terlambat mengenali tanda bahaya ) ,
terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan terlambat
memperoleh pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan.
Penyebab kematian secara global (Say L et al, 2014) sekitar 28% disebabkan
oleh pendarahan hebat, 27 % oleh penyakit yang sudah ada sebelum kehamilan, 11% oleh
infeksi, 14% oleh hipertensi dalam kehamilan, 9% oleh persalinan macet, serta aborsi
yang tidak aman (8 %) . Penyebab kematian ibu di Indonesia 80% disebabkan oleh
penyebab langsung obstetrik seperti perdarahan, sepsis, abortus tidak aman,
preeklampsia-eklampsia, dan persalinan macet. Sisanya 20 % terjadi oleh karena penyakit
yang diperberat oleh kehamilan. Situasi kematian ibu di Indonesia tahun 2010-2013,
penyebab perdarahan juga masih tinggi walaupun cenderung menurun (35,1% menjadi
30,3% ) , sementara penyebab kematian ibu baik di dunia maupun di Indonesia masih
berputar pada 3 masalah utama ( perdarahan, preeklampsia-eklampsia dan infeksi ) ,
sehingga pencegahan dan penanggulangan masalah ini seharusnya difokuskan melalui
intervensi pada ketiga masalah tersebut, melalui peran petugas kesehatan.

2. Imunisasi
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi dengan menyuntikkan vaksin
kepada anak sebelum anak terinfeksi. Anak yang diberi imunisasi akan terlindung
dari infeksi penyakit-penyakit .yang dapat menyebabkan infeksi sebelum
mikroorganisme tersebut memiliki kesempatanuntuk menyerang tubuh kita. Dengan

xi
imunisasi tubuh kita akan terlindungi dari infeksi begitu pula orang lain karena tidak
tertular dari kita & tujuan dari imunisasi adalah untuk menguranggi angka
penderitaan suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa
menyebabkan kematian pada penderitanya.
Macam-macam imunisasi:
1. Imunisasi aktif
Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seorang karena tubuh yang secara aktif
membentuk zat antibodi, contohnya imunisasi polio atau campak . Imunisasi
aktif  juga dapat di bagi dua macam yaitu Imunisasi aktif alamiah dan
Imunisasi aktif buatan
2. Imunisasi Pasif
Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seseorang yang zat kekebalantubuhnya
di dapat dari luar. contohnya penyuntikan ATC= (Anti tetanus cerum). Pada
orang yang mengalami luka kecelakaan. Imunisasi pasif ini dibagi yaitu
Imunisasi pasif alamiah dan Imunisasi pasif buatan ( Adisty VEriani,2014)

3. Mengakhiri Epidemic HIV/AIDS


Secara global, insiden HIV telah mengalami penurunan dari 0,4 menjadi 0,26 per
1000 populasi yang tidak terinfeksi antara tahun 2005 (puncak epidemi HIV) dan 2016
(UNAIDS, 2018a; United Nations, 2018). Penurunan ini adalah hasil upaya penguatan
pada program pencegahan dan pengobatan yang juga berdampak pada penurunan
transmisi HIV. Namun capaian penurunan ini jika dibandingkan dengan target SDGs di
tahun 2030 (mengakhiri epidemi AIDS) dapat dikatakan masih lambat.
Epidemi AIDS secara global dilaporkan bahwa per tahun 2016 terdapat 36,7 juta
(range: 30,8 juta-42,9 juta) orang yang hidup dengan HIV, 1,8 juta (range: 1,6 juta-2,1
juta) orang yang terinfeksi baru HIV, serta 1,0 juta (range: 830.000-1,2 juta) kematian
karena AIDS (UNAIDS, 2017b; WHO, 2018). Capaian epidemi AIDS secara global ini
masih jauh dari target tahun 2030 umumnya, dan khususnya tahun 2020 yaitu
mengurangi jumlah orang yang terinfeksi baru HIV dan kematian karena AIDS masing-
masing kurang dari 500.000.

xii
Tabel Estimasi Jumlah dan Prevalen HIV pada Populasi kunci di Indonesia
Tahun 2016.

Populasi Kunci Estimasis Jumlah Prevalen HIV


Populasi
Wanita Pekerja Sex 226.791 5,3%
Pengguna Napza 33.492 28,76%
Laki-laki berhubngan sex 754.310 25,8%
dengan laki-laki (LSL)
Transgender 38.928 24,8%
Tahanan Tidak teridentifikasi 2,6%
Sumber: (UNAIDS, 2017b)
Berdasarkan gambaran epidemi tersebut dapat dinyatakan bahwa epidemi
HIV/AIDS di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang baik. Namun masih
diperlukan upaya keras pada sistem kesehatan, khususnya yang menyasar pada populasi
kunci agar epidemi HIV mampu mencapai getting to zero yang juga merupakan target
SDGs di tahun 2030. Program getting to zero ini mencakup zero new infection, zero
related deaths, dan zero discrimination.
Sebagai upaya untuk mencapai tujuan mengakhiri epidemi AIDS di tahun 2030,
negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat kesepakatan yang
dikenal dengan The Fast-track Commitments (Strategi Fast Track). Adapun jalur cepat
yang ditargetkan meliputi mengurangi jumlah infeksi baru HIV hingga kurang dari
500.000, mengurangi jumlah kematian karena AIDS hingga kurang dari 500.000, dan
menghapus stigma dan diskriminasi karena AIDS pada tahun 2020.

Adapun perluasan target yang ditempuh untuk mengurangi jumlah infeksi baru HIV
mencakup beberapa hal berikut:

1) Memastikan 90% orang yang berisiko HIV mempunyai akses komprehensif


terhadap layanan pencegahan HIV, termasuk pada pekerja seks dan kliennya,
laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), waria, pengguna napza
suntik, dan tahanan.
2) Memastikan 90% remaja muda mempunyai keahlian, pengetahuan, dan kapasitas
untuk melindungi diri sendiri dari HIV.

xiii
3) Menjamin akses universal untuk kualitas dan keterjangkauan layanan kesehatan
reproduksi dan seksual, termasuk layanan HIV untuk wanita.
4) Menjamin akses untuk program harm reduction (pengurangan dampak
merugikan dari penggunaan zat psikoaktif tanpa harus mengurangi konsumsi zat
tersebut).
5) Menjangkau 3 juta orang dengan pre-eksposur profilaksis (PrEP) hingga tahun
2020.
6) Menjangkau 25 juta laki-laki dengan sirkumsisi medis sukarela (SMS) pada
negara dengan insiden tinggi di tahun 2020.
7) Menyediakan 20.000 juta kondom setiap tahunnya hingga tahun 2020 pada
negara dengan pendapatan menengah ke bawah.
8) Menginvestasikan minimal ¼ pengeluaran AIDS untuk pencegahan HIV hingga
tahun 2020.

Untuk mengurangi kematian karena AIDS hingga kurang dari 500.000, perluasan
targetnya adalah sebagai berikut (UNAIDS, 2016).

1) Menjamin 30 juta orang dengan HIV mendapatkan akses pengobatan di


tahun 2020.
2) Berkomitmen untuk pencapaian target 90-90-90, yang artinya adalah target
untuk 90% orang yang terinfeksi HIV menyadari statusnya, 90% orang
dengan status HIV mendapatkan akses layanan dan pengobatan, dan 90%
orang dengan HIV/AIDS (odha) mendapatkan pengobatan dan dukungan
antiretroviral (ARV).
3) Menjamin 1,6 juta anak dengan HIV mendapatkan akses terapi HIV hingga
2018.
4) Mengurangi kematian karena tuberculosis pada orang dengan HIV hingga
75% di tahun 2020.
5) Penetapan peraturan, kebijakan, dan praktik layanan pencegahan untuk akses
keamanan, efikasi dan keterjangkauan obat generik, diagnosa dan teknologi
kesehatan, termasuk menjamin penggunaan penuh terhadap perjanjian

xiv
tentang aspek terkait perdagangan dari fleksibilitas Hak Kekayaan
Intelektual, dan penguatan regional dan kapasitas lokal untuk
mengembangkan, memproduksi dan memberikan produk kesehatan yang
terjamin kualitasnya .
Adapun target yang ditempuh untuk menghapus stigma dan diskriminasi terkait HIV
adalah sebagai berikut (UNAIDS, 2016).
1) Menghapus stigma dan diskriminasi pada pengaturan perawatan kesehatan
hingga tahun 2020.
2) Menghapus ketidaksetaraan gender dan mengakhiri semua kekerasan dan
diskriminasi terhadap wanita dan remaja wanita, orang dengan HIV dan
populasi kunci.
3) Meninjau dan memperbaiki undang-undang yang memperkuat stigma dan
diskriminasi, termasuk usia terhadap persetujuan, ketidakpatuhan HIV,
paparan dan transmisi, pembatasan perjalanan dan tes wajib.

Strategi Fast-Track juga diberlakukan di Indonesia, dengan pilot projectnya


diterapkan di provinsi DKI Jakarta. Strategi Fast-Track ini diharapkan mampu
berimplikasi besar terhadap penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia sehingga target
SDGs untuk mengakhiri epidemi AIDS dapat terwujud.

Peran Terapi ARV dalam Penurunan HIV


Terapi antiretroviral merupakan bagian dari pengobatan HIV/AIDS untuk
mengurangi risiko penularan HIV, menghambat terjadinya infeksi oportunistik,
meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah virus (viral load)
dalam darah sampai tidak terdeteksi.Untuk mencapai keberhasilan dalam
mempertahankan imunitas pasien melalui jumlah virus yang terkendali, terapi ARV ini
harus dijalani seumur hidup oleh pasien HIV/AIDS.
[ CITATION Sri17 \l 1033 ]Prinsip pemberian ARV adalah penggunaan tiga jenis obat
yang ketiganya harus terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah, yang
biasa disebut dengan Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART). HAART ini
sering disingkat menjadi Antiretroviral Therapy (ART) atau terapi ARV.

xv
Pengelompokan obat ARV berdasarkan mekanisme kerjanya meliputi Nucleoside
Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI), Nonnucleoside-Based Reverse Transcriptase
Inhibitor (NNRTI), dan Protease Inhibitor (PI). Sebelum dimulai pengobatan,
diperlukan dukungan kondisi imunodefisiensi HIV yang dalam hal ini parameter
terbaiknya adalah CD4 (Kemenkes RI, 2014). Pemantauan CD4 dapat digunakan
sebagai dasar untuk memulai pemberian ARV atau penggantian obat. Di Indonesia,
Tingkat CD4 yang direkomendasikan untuk memulai terapi ARV adalah ≤350
cells/mm3 (UNAIDS, 2017b).
Keberhasilan terapi ARV dalam penurunan mortalitas dan morbiditas tidak
terlepas dari peran kepatuhan pasien untuk meminum obat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan minum obat
dengan supresi virus HIV. Untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal
setidaknya 95% dari semua dosis ARV harus diminum.
Adapun capaian di Indonesia terkait terapi ARV, diketahui dari 620.000 orang
yang hidup dengan HIV, hanya 35% (220.000) yang menyadari statusnya. Sedangkan
diantara mereka yang menyadari statusnya, hanya 36% (78.000) yang mendapatkan
pengobatan. Hal ini berarti, hanya 13% penderita HIV yang mendapatkan pengobatan
dari keseluruhan penderita HIV di Indonesia. Capaian terapi ARV sebesar 36% tersebut
relatif rendah jika dibandingkan dengan capaian di Asia Pasifik (66%), terlebih jika
dibandingkan dengan target 90%. Sementara itu data tentang persentase odha yang
mendapatkan terapi dengan status virus terkendali belum tersedia (UNAIDS, 2017b).
Kondisi ini memberikan dampak ketercapaian target 90-90-90 di Indonesia belum dapat
dievaluasi secara keseluruhan.
Berdasarkan capaian terapi ARV khususnya capaian di Indonesia, masih
diperlukan strategi tindakan percepatan untuk meningkatkan cakupan terapi ARV
tersebut. Strategi ini perlu didukung dengan intervensi lain untuk mendapatkan
pelayanan berkelanjutan, termasuk pencegahan, diagnosis, dan perawatan. Salah satu
strategi pengembangan untuk perluasan ARV di Indonesia adalah melalui Layanan
Komprehensif Berkesinambungan (LKB) dengan melibatkan peran aktif komunitas
dengan pendekatan strategi pemberian obat ARV/ Strategic Use of Antiretroviral
(SUFA) sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi HIV.

xvi
2.2. Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga (PIS PK)
Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 dalam Program
Indonesia Sehat dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan
dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga.
Pembangunan keluarga, sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 52 Tahun
2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah upaya mewujudkan keluarga
berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga
melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, untuk mendukung keluarga agar dapat
melaksanakan fungsinya secara optimal. Sebagai penjabaran dari amanat Undang-Undang
tersebut, Kementerian Kesehatan menetapkan strategi operasional pembangunan kesehatan
melalui Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga.

1. Konsep Pendekatan Keluarga


Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk mening katkan
jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di
wilayah kerjanya dengan menda tangi keluarga. Puskesmas tidak hanya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar gedung
dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya.
Keluarga sebagai fokus dalam pendekatan pelaksanaan program Indonesia Sehat
karena menurut Friedman (1998), terdapat Lima fungsi keluarga, yaitu:
a) Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk
meng ajarkan segala sesuatu untuk memper siapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psi
kososial anggota keluarga.
b) Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu
yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya.
Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi pada

xvii
anak, membentuk normanorma tingkah laku sesuai dengan ting kat perkembangan
anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
c) Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk memper
tahankan generasi dan menjaga kelang sungan keluarga.
d) Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan
individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e) Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function) adalah
untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas kelu arga di
bidang kesehatan. Sedangkan tugas-tugas keluarga dalam pemeliha raan kesehatan
adalah:
 Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga nya,
 Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat,
 Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,
 Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarganya,
 Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan.

Pendekatan keluarga yang dimaksud dalam pedoman umum ini merupakan


pengembangan dari kunjungan rumah oleh Puskesmas dan perluasan dari upaya Perawatan
Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yang meliputi kegiatan berikut.

a) Kunjungan keluarga untuk penda taan/pengumpulan data Profil Kese hatan Keluarga
dan peremajaan (updating) pangkalan datanya.
b) Kunjungan keluarga dalam rangka promosi kesehatan sebagai upaya promotif dan
preventif.
c) Kunjungan keluarga untuk menidak lanjuti pelayanan kesehatan dalam gedung.
d) Pemanfaatan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga untuk peng
organisasian/pemberdayaan masyarakat dan manajemen Puskesmas.

xviii
Kunjungan rumah (keluarga) dilakukan secara terjadwal dan rutin, dengan memanfaatkan
data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga (family folder). Dengan demikian,
pelaksanaan upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) harus diintengrasikan ke
dalam kegiatan pendekatan keluarga. Dalam menjangkau keluarga, Puskesmas tidak hanya
mengandalkan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) yang ada sebagaimana selama ini
dilaksanakan, melainkan juga langsung berkunjung ke keluarga. Perlu diperhatikan, bahwa
pendekatan keluarga melalui kunjungan rumah ini tidak berarti mematikan UKBM UKBM yang
ada, tetapi justru untuk memperkuat UKBM-UKBM yang selama ini dirasakan masih kurang
efektif.

Dengan mengunjungi keluarga di rumahnya, Puskesmas akan dapat mengenali


masalahmasalah kesehatan (dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat-PHBS) yang dihadapi keluarga
secara lebih menyeluruh (holistik). Individu anggota keluarga yang perlu mendapatkan
pelayanan kesehatan kemudian dapat dimotivasi untuk memanfaatkan UKBM yang ada dan/atau
pelayanan Puskesmas. Keluarga juga dapat dimotivasi untuk memperbaiki kondisi kesehatan
lingkungan dan berbagai faktor risiko lain yang selama ini merugikan kesehatannya, dengan
pendampingan dari kader-kader kesehatan UKBM dan/atau petugas profesional Puskesmas
(gambar 3). Untuk itu, diperlukan pengaturan agar setiap keluarga di wilayah Puskesmas
memiliki Tim Pembina Keluarga.

xix
Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan oleh Puskesmas yang
mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM)
secara berkesinambungan, dengan target keluarga, didasarkan pada data dan informasi dari Profil
Kesehatan Keluarga (gambar 4). Tujuan dari pendekatan keluarga adalah sebagai berikut.

a) Meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan komprehensif, meliputi


pelayanan promotif dan preventif serta pelayanan kuratif dan rehabilitatif dasar.
b) Mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) Kabupaten/Kota dan SPM
Provinsi, melalui peningkatan akses dan skrining kesehatan.
c) Mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk men-jadi peserta JKN.
d) Mendukung tercapainya tujuan Program Indonesia Sehat dalam Ren cana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019.

2. Keluarga Sebagai Fokus Pemberdayaan


Keluarga adalah suatu lembaga yang merupakan satuan (unit) terkecil dari
masyarakat, terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga yang seperti ini disebut rumah
tangga atau keluarga inti (keluarga batih). Sedangkan keluarga yang anggotanya
mencakup juga kakek dan atau nenek atau individu lain yang memi liki hubungan darah,
bahkan juga tidak memiliki hubungan darah (misalnya pem bantu rumah tangga), disebut
keluarga luas (extended family). Oleh karena meru pakan unit terkecil dari masyarakat,
maka derajat kesehatan rumah tangga atau keluarga menentukan derajat kesehatan
masyarakatnya.

xx
Sementara itu, derajat kesehatan keluarga sangat ditentukan oleh PHBS dari kelu
arga tersebut. Dengan demikian, inti dari pengembangan desa dan kelurahan ada lah
memberdayakan keluarga-keluarga agar mampu mempraktikkan PHBS. PHBS adalah
sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran,
yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong
dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat.
Di bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan lingkungan
harus dipraktikkan perilaku mencuci tangan dengan sabun, menggunakan air bersih,
menggunakan jam ban sehat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam
ruangan, dan lain-lain.
Di bidang kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana harus dipraktikkan
perilaku meminta pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan, menimbang balita dan
memantau perkembangannya secara berkala, memberikan imunisasi dasar lengkap
kepada bayi, menjadi aseptor keluarga berencana, dan lain-lain.
Di bidang gizi dan farmasi harus dipraktikkan perilaku makan dengan gizi
seimbang, minum Tablet Tambah Darah (TTD) selama hamil, memberi bayi Air Susu Ibu
saja (ASI eksklusif), dan lain-lain.
Sedangkan di bidang pemeliharaan kesehatan harus dipraktikkan perilaku ikut
serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus dan atau memanfaatkan
upaya kesehatan bersum berdaya masyarakat (UKBM), meman faatkan Puskesmas dan
sarana kese hatan lain, dan lain-lain.
PHBS harus dipraktikkan di semua bidang kesehatan masyarakat karena pada
hakikatnya setiap masalah kese hatan merupakan hasil perilaku, yaitu interaksi manusia
(host) dengan bibit penyakit atau pengganggu lainnya (agent) dan lingkungan
(environment).
Pemberdayaan masyarakat adalah bagian dari fungsi upaya kesehatan masyarakat
(UKM) dari Puskesmas. Karena keluarga merupakan lembaga terkecil dari masyarakat,
maka pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari pemberdayaan keluarga.
Pemberdayaan masyarakat yang selama ini dilaksanakan di bidang kesehatan dipandu
dengan Keputusan Menteri Kese hatan Nomor 1529/Menkes/SK/X/ 2010 tentang

xxi
Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Dalam pedoman ini
disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat desa/kelu rahan merupakan kelanjutan dari
pem berdayaan keluarga melalui pengembangan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) tatanan rumah tangga. Tujuan dari pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif itu tidak lain adalah terciptanya Desa Sehat dan Kelurahan Sehat.
Kegiatan Puskesmas dalam melaksana kan upaya kesehatan perorangan (UKP)
tingkat pertama memang dapat meng hasilkan individu sehat, yang diukur dengan
Indikator Individu Sehat (IIS). Tetapi dengan cara ini saja, Kecamatan Sehat akan sulit
dicapai. Melalui pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan di wilayah kerjanya,
Puskesmas akan lebih cepat mencapai Kecamatan Sehat. Dengan mengembangkan dan
membina desa dan kelurahan, Puskesmas melaksanakan pemberdayaan keluarga dan
pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan keluarga akan menghasilkan keluarga-
keluarga sehat yang diukur dengan Indeks Keluarga Sehat (IKS). Sedangkan
pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan akan menghasilkan peran serta masyarakat
berupa UKBM seperti Posyandu, Posbindu, Polindes, Pos UKK, dan lain-lain.
Sementara itu, kegiatan Puskesmas dalam pelaksanaan pembangunan wilayah ber
wawasan kesehatan akan menghasilkan tatanan-tatanan sehat, seperti sekolah sehat, pasar
sehat, kantor sehat, masjid dan mushola sehat, dan lain-lain yang diukur dengan Indikator
Tatanan Sehat (ITS), dan masyarakat sehat yang diukur dengan Indikator Masyarakat
Sehat (IMS). Kesemua upaya Puskesmas ter sebut akhirnya akan bermuara pada
terciptanya Kecamatan Sehat, seperti pada skema gambar 5.

Pentingnya pendekatan keluarga juga diamanatkan dalam Rencana Strategis (Renstra)


Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019. Dalam Renstra disebutkan bahwa salah satu acuan

xxii
bagi arah kebijakan Kementerian Kesehatan ada lah penerapan pendekatan pelayanan kesehatan
yang terintegrasi dan berkesinambungan (continuum of care). Hal ini berarti bahwa pelayanan
kesehatan harus dilakukan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia (life cycle), sejak
masih dalam kandungan, sampai lahir menjadi bayi, tumbuh menjadi anak balita, anak usia
sekolah, remaja, dewasa muda (usia produktif), dan akhirnya men jadi dewasa tua atau usia
lanjut (lihat gambar 6). Untuk dapat melaksanakan pelayanan kesehatan yang berkesinam
bungan terhadap seluruh tahapan siklus hidup manusia, maka fokus pelayanan kesehatan harus
pada keluarga. Dalam pemberian pelayanan kesehatan, individu individu harus dilihat dan
diperlakukan sebagai bagian dari keluarganya.

Melalui pendekatan keluarga, yaitu mengunjungi setiap keluarga di wilayah kerja,


diharapkan Puskesmas dapat menangani masalah-masalah kesehatan dengan pendekatan
siklus hidup (life cycle). Dengan demikian, upaya mewujudkan Keluarga Sehat menjadi
titik awal ter wujudnya masyarakat sehat (lihat gam bar 7). Hal ini berarti pula bahwa
keberhasilan upaya membina PHBS di keluarga merupakan kunci bagi keber hasilan upaya
menciptakan kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, Indikator Keluarga Sehat sebaiknya
dapat seka ligus digunakan sebagai Indikator PHBS.

3. Pelaksanaan Pendekatan Keluarga

Yang dimaksud satu keluarga adalah satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan anak)
sebagaimana dinyatakan dalam Kartu Keluarga. Jika dalam satu rumah tangga terdapat kakek dan
atau nenek atau individu lain, maka rumah tangga tersebut dianggap terdiri lebih dari satu
keluarga. Untuk menyatakan bahwa suatu keluarga sehat atau tidak digunakan sejumlah penanda
atau indikator. Dalam rangka pelaksanaaan Program Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12
xxiii
indikator utama untuk penanda status kese hatan sebuah keluarga. Kedua belas indikator utama
tersebut adalah sebagai berikut.

a) Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)


b) Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
c) Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap
d) Bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif
e) Balita mendapatkan pemantauan per tumbuhan
f) Penderita tuberkulosis paru mendapat kan pengobatan sesuai standar
g) Penderita hipertensi melakukan pengo batan secara teratur
h) Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
i) Anggota keluarga tidak ada yang merokok
j) Keluarga sudah menjadi anggota Jami nan Kesehatan Nasional (JKN)
k) Keluarga mempunyai akses sarana air bersih
l) Keluarga mempunyai akses atau meng gunakan jamban sehat

Berdasarkan indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) dari
setiap keluarga. Sedangkan keadaan masing-masing indikator, mencerminkan kondisi PHBS dari
keluarga yang bersangkutan. Dalam pelaksanaan pendekatan keluarga ini tiga hal berikut harus
diadakan atau dikembangkan, yaitu:

a) Instrumen yang digunakan di tingkat keluarga.


b) Forum komunikasi yang dikembangkan untuk kontak dengan keluarga.
c) Keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra Puskesmas.

Instrumen yang diperlukan di tingkat keluarga adalah sebagai berikut.

a) Profil Kesehatan Keluarga (selanjutnya disebut Prokesga), berupa family folder, yang
merupakan sarana untuk merekam (menyimpan) data keluarga dan data individu anggota
keluarga. Data keluarga meliputi komponen rumah sehat (akses/ ketersediaan air bersih
dan akses/penggunaan jamban sehat). Data individu anggota keluarga mencantumkan
karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pen didikan, dan lain-lain) serta kondisi
individu yang bersangkutan: mengidap pe nyakit (hipertensi, tuberkulosis, dan gang guan

xxiv
jiwa) serta perilakunya (merokok, ikut KB, memantau pertumbuhan dan perkembangan
balita, pemberian ASI eksklusif, dan lain-lain).
b) Paket Informasi Keluarga (selanjutnya disebut Pinkesga), berupa flyer, leaflet, buku saku,
atau bentuk lainnya, yang diberikan kepada keluarga sesuai masa lah kesehatan yang
dihadapinya. Misalnya: Flyer tentang Kehamilan dan Persalinan untuk keluarga yang
ibunya sedang hamil, Flyer tentang Pertumbu han Balita untuk keluarga yang mem
punyai balita, Flyer tentang Hipertensi untuk mereka yang menderita hipertensi, dan
lain-lain.

Forum komunikasi yang digunakan untuk kontak dengan keluarga dapat berupa forum-forum
berikut.

a) Kunjungan rumah ke keluarga-kelu arga di wilayah kerja Puskesmas.


b) Diskusi kelompok terarah (DKT) atau biasa dikenal dengan focus group discussion
(FGD) melalui Dasa Wisma dari PKK.
c) Kesempatan konseling di UKBM UKBM (Posyandu, Posbindu, Pos UKK, dan lain-
lain).
d) Forum-forum yang sudah ada di masyarakat seperti majelis taklim, rem bug desa,
selapanan, dan lain-lain.

Sedangkan keterlibatan tenaga dari masyarakat sebagai mitra dapat diupa yakan dengan
menggunakan tenaga tenaga berikut.

a) Kader-kader kesehatan, seperti kader Posyandu, kader Posbindu, kader Poskestren,


kader PKK, dan lain-lain.
b) Pengurus organisasi kemasyaraka tan setempat, seperti pengurus PKK, pengurus
Karang Taruna, pengelola pengajian, dan lain-lain.

xxv
4. Pendekatan Keluarga Sebagai Kunci Keberhasilan
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan
untuk melengkapi dan memperkuat pemberdayaan masyarakat. Data Riskesdas menunjukkan
hal itu. Sebagai contoh berikut ini disajikan bukti tentang pentingnya pendekatan keluarga
dalam penanggulangan stunting dan pengendalian penyakit tidak menular.
a) Pendekatan Keluarga dalam penanggulangan stunting, Riskesdas tahun 2013
menemukan bahwa proporsi bayi yang lahir stunting (panjang badan <48 cm) adalah
sebesar 20,2%, sementara pada kelompok balita terdapat 37,2% yang mende rita
stunting. Ini menunjukkan bahwa dalam perjalanan dari saat lahir ke balita, terjadi
pertumbuhan yang melambat, sehingga proporsi stunting justru bertambah. Untuk
menanggu langi stunting, harus dilakukan deteksi dan intervensi sedini mungkin.
Yaitu dengan melakukan pemantauan per tumbuhan secara ketat, melalui penim
bangan bayi/balita di Posyandu setiap bulan. Akan tetapi, ternyata data Riskesdas
menunjukkan bahwa proporsi balita yang tidak pernah ditimbang selama 6 bulan
terakhir cenderung meningkat, yaitu dari 25,5% pada tahun 2007 menjadi 34,3% pada
tahun 2013. Jadi jika kita hanya mengandalkan Posyandu, maka masih ada sepertiga
jumlah bayi/balita yang tidak terpantau. Oleh karena itu, mereka yang tidak datang ke
Posyandu harus dikunjungi ke rumahnya. Jelas bahwa pendekatan keluarga mutlak harus
dilakukan, bila kita ingin deteksi dini stunting terlaksana dengan baik.
b) Salah satu penyakit tidak menular yang cukup penting dalam Pendekatan Keluarga
adalah hipertensi (teka nan darah tinggi). Prevalensi hipertensi pada orang dewasa
menurut Riskesdas tahun 2013 adalah 25,8% atau sama dengan 42,1 juta jiwa. Dari

xxvi
sejumlah itu baru 36,8% yang telah kontak dengan petugas keseha tan, sementara
sisanya sekitar 2/3 tidak tahu kalau dirinya menderita hipertensi. Hal ini menunjukkan
bahwa bila tidak menggunakan pen dekatan keluarga, 2/3 bagian atau sekitar 28 juta
penderita hipertensi tidak akan tertangani. Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa
pende katan keluarga mutlak harus dilaku kan bila kita ingin pengendalian penyakit
hipertensi berhasil.

2.3. Evidence Practice Dalam Keperawatan Komunitas

1. Defenisi evidence practice dalam keperawatan komunitas

Menurut Sackeett, et al (2009) EBP adalah sebagai suatu sintesis dan penggunaan
temuan ilmiah dari berbagai jenis penelitian termasuk randomized control trial, penelitian
deskriptif, informasi dari laporan kasus dan pendapat pakar.

Pendapat lain dari Dharma (2011) mendefinisikan EBP sebagai suatu integrasi
(lebih dari 1 penelitian) dari bukti hasil penelitian terbaik yang telah melalui tahapan
telaah dan sintesis yang digunakan sebagai dasar dalam praktik keperawatan dan
memberikan manfaat bagi penerima layanan keperawatan.

Menurut Greenberg & Pyle (2006) dalam Keele (2011), “Evidence-Based Practice
adalah penggunaan bukti untuk mendukung pengambilan keputusan di pelayanan
kesehatan”.

Menurut Melnyk & Fineout-Overholt (2011) Evidence-Based Practice in Nursing


adalah penggunaan bukti ekternal, bukti internal (clinical expertise), serta manfaat dan
keinginan pasien untuk mendukung pengambilan keputusan di pelayanan kesehatan.

2. Tujuan EBP

Tujuan EBP memberikan data pada perawat praktisi berdasarkan bukti ilmiah
agar dapat memberikan perawatan secara efektif dengan menggunakan hasil penelitian
yang terbaik, menyelesaikan masalah yang ada di tempat pemberian pelayanan terhadap
pasien, mencapai kesempurnaan dalam pemberian asuhan keperawatan dan jaminan

xxvii
standar kualitas dan untuk memicu adanya inovasi (Grinspun, Virani & Bajnok,
2OOll/2OO2)

3. Persyaratan dalam Penerapan EBP

Dalam menerapkan EBP, perawat harus memahami konsep penelitian dan tahu
bagaimana secara akurat mengevaluasi hasil penelitian. Konsep penelitian meliputi antara
lain proses/langkah-langkah dalarn penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif, etika
penelitian, desain penelitiaq dan sebagainya. Keakuratan dalam mengevaluasi hasil
penelitian antara lain dapat ditingkatkan dengan menggunakan panduan yang sesuai
dengan desain dan jenis penelitian yang dilakukan.

4. Langkah-langkah dalam EBP

Terdapat 5 langkah dalam EBP, yaitu:

a. Berefleksi terhadap praktek keperawatan dan mengidentifikasi area yang masih tidak
pasti

b. Menterjemahkan area yang masih tidak pasti tersebut menjadi pertanyaan-pertanyaan


yang fokus dan dapat dicari jawabannya

c. Mencari literature terkait hasil penelitian yang menggunakan desain penelitian yang
sesuai untuk membantu dalam menjawab pertanyaan pada langkah 2

d. Mengkritisi penelitian

e. Mengubah praktek keperawatan jika hasil penelitian yang dikritisi menyarankan hal
tersebut.

5. Penerapan EBP dalam Proses Keperawatan

Proses keperawatan merupakan cara berpikir perawat tentang bagaimana


mengorganisir perawatan terhadap individu, keluarga dan komunitas. Banyak manfaat
yang dapat diperoleh dalam proses ini, antara lain membantu meningkatkan kolaborasi
dengan tim kesehatan, menurunkan biaya perawatan, membantu orang lain untuk
mengerti apa yang dilakukan oleh perawat, diperlukan untuk standar praktek profesional,

xxviii
meningkatkan partisipasi klien dalam perawatan, meningkatkan otonomi pasien,
meningkatkan perawatan yang spesifik untuk masing-masing individu, meningkatkan
efisiensi, menjaga keberlangsungan dan koordinasi perawatan, dan meningkatkan
kepuasan kerja (Wilkinson,2007'). Dalam proses keperawatan, terdapat banyak aktivitas
pengamtilan keputusan dari saat tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi
dan evaluasi. Pada setiap fase proses keperawatan tersebut, hasil-hasil penelitian dapat
membantu perawat dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan yang mempunyai
dasar/rasional hasil penelitian yang kuat.

a. Tahap pengkajian

Pada tahap ini, perawat mengumpulkan informasi untuk mengkaji kebutuhan


pasien dari berbagai sumber. Informasi dapat diperoleh melalui wawancara dengan
pasien, anggota keluarga, perawat yang lain, atau tenaga kesehatan yang lain dan juga
dapat melalui rekam medis, dan observasi. Masing-masing surnber tersebut berkontribusi
secara unik terhadap hasil pengkajian secara keseluruhan. Hasil penelitian yang dapat
digunakan dapat berupa hal yang terkait dengan cara terbaik untuk mengumpulkan
informasi, tipe informasi apa yang perlu diperoleh, bagaimana menggabungkan seluruh
bagian data pengkajian, dan bagaimana meningkatkan akurasi pengumpulan informasi.
Hasil penelitian juga dapat membantu perawat dalam memilih alternative metode atau
bentuk untuk tipe pasien, situasi maupun pada tempat pelayanan tertentu

b. Tahap penegakkan diagnosis keperawatan

Hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain adalah hal yang terkait
membuat diagnosis keperawatan secara lebih akurat dan frekuensi terjadinya masing-
masing batasan karaktersitik yang terkait dengan suatu diagnosis keperawatan.

c. Tahap perencanaan

Pada tahap ini, hasil penelitian yang dapat digunakan antara lain hasil penelitian
yang mengindikasikan intervensi keperawatan tertentu yang efektif untuk diaplikasikan
pada suatu budaya tertentu, tipe dan masalah tertentu, dan pada pasien tertentu.

d. Tahap intervensi/implementasi

xxix
Idealnya, perawat yang bertanggung jawab akan melakukan intervensi
keperawatan yang sebanyak mungkin didasarkan pada hasil-hasil penelitian.

e. Tahap evaluasi

Pada tahap ini, evaluasi dilakukan untuk menilai apakah intervensi yang
dilakukan berdasarkan perencanaan sudah berhasil dan apakah efektif dari segi biaya.
Hasil penelitian yang dapat digunakan pada tahap ini adalah hal yang terkait keberhasilan
ataupun kegagalan dalam suatu pemberian asuhan keperawatan.

6. Hambatan dalam Penggunaan Hasil-hasil Penelitian Keperawatan

Hambatan yang dijumpai dalam penggunaan hasil-hasil penetitian keperawatan


terkait karakteristik penelitian, perawat, organisasi dan profesi keperawatan menurut Polit
&Hungler (1999) adalah:

a. Karakteristik penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh perawat kadang tidak dapat meniamin bahwa hal
tersebut dapat diterapkan dalam praktek sehari-hari. Hal ini,terbukti desain,penelitian
yang digunakan, proses dalam pemilihan sampel, instrument yang digunakan untuk
mengumpulkan data, atau analisis data yang dilakukan. .

b. Karakteristik perawat

Masih banyak perawat yang belum mengetahui cara mengakses hasil-hasil


penelitian, mengkritisi hasil penelitian sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Selain itu,terda[at adanya resistensi terhadap perubahan.

c. Karakteristik organisasi/tempat kerja

Di beberapa termpat, suasana tempat kerja tidak mendukung adanya penggunaan


hasil penelitian. Dibutuhkan semangat dan rasa ingin tahu terhadap hal baru dan
keterbukaan.

d. Karakteristik Profesi Keperawatan

xxx
Masih adanya kesulitan untuk menggabungkan antara pelawat klinis dan.perawat
peneliti untuk berinteraksi dan berkolaborasi terkait penelitian

7. Hambatan Yang Ada Dalam EBN

Hambatan dalam menerapkan BBN sebagaimana dijelaskan oleh DiNesco dan


Cullum (1998) adalah:

a. Keterbatasan waktu

b. Keterbatasan akses terhadap literature

c. Kurangnya pelatihan terkait usaha untuk mencari informasi dan ketrampilan dalam
mengkritisi hasil penelitian

d. Ideologi yang menekankan praktek dibandingkan dengan pengetahuan intelektual

e. Lingkungan kerja tidak mendukung dalam usaha mencari informasi hasil penelitian

8. Hal Yang Dapat Dilakukan Untuk Meningkatkan EBP

Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan EBP Secara umum usaha yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan EBP adalah:

a. Meningkatkan akses terhadap hasil-hasil penelitian

b. Mengajarkan ketrampilan untuk mengkritisi hasil penel

c. Mengadakan konferensi terkait penggunaan hasil-hasil penelitian

d. Membuat jurnal yang memuat hasil penelitian

xxxi
Analisis Jurnal I

1. Judul Jurnal

Gambaran pengetahuan keluarga tentang cara penanganan radang sendi (osteoarthritis) di


komunitas

2. Kata Kunci

Osteoartritis, pengetahuan keluarga, cara penanganan, komunitas.

3. Pengarang/ Author

Prima Yunita Cahyaningtyas

4. Tanggal Aplikasi

Februari 2019

5. Kesimpulan

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada sendi yang biasa terjadi pada
bagian tangan, pinggang dan lutut. OA yang terus dibiarkan dapat menyebabkan rasa sakit,
kekakuan, pembengkakan, dan dapat menyebabkan kecacatan (Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), 2017). Osteoarthritis sering kali dapat dipicu oleh beberapa faktor.
Karakteristik yang biasa muncul pada OA berupa kerusakan pada kartilago (tulang rawan
sendi), kartilago sendiri merupakan suatu jaringan keras yang memiliki sifat licin yang menutupi
bagian akhir tulang keras di dalam persendian. Fungsi jaringan kartilago sebagai penghalus
gerakan antar - tulang dan sebagai peredam (shock absorber) ketika persendian beraktivitas
maupun bergerak. (Helmi, 2012).

6. Critical Apraisal

a. Why was this study done?

 Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengatahuan keluarga tentang
cara penanganan osteoarthritis. Peneliti sudah menuliskan dengan jelas tujuan dilakukan
penelitian.

xxxii
 Kata kunci peneliti sudah sesuai

b. What is sample of size?

Sampel penelitian adalah keluarga dimana salah satu anggotanya menderita osteoatritis yang
terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas Pajang Surakarta dan di pilih berdasarkan kriteria sample.
Pengukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan menggunakan 20 pertanyaan
yang di buat oleh peneliti.

c. How were the data analyzed?

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif
sederhana untuk memperoleh gambaran pengetahuan keluarga tentang cara penanganan radang
sendi (osteoarthritis) di Komunitas.

d. Are the measurement of major variables valid and reliable?

Variabel utama yang digunakan sudah valid dan dilengkapi dengan tabel data

e. Were the any untoward events during the conduct of the study?

Penelitian berjalan lancar subyek dilindungi karena semua data diidentifikasi hanya berdasarkan
jumlah kasus, sehingga kerahasiaan terjamin.

f. How do the result fit with previous search in the area?

Analisis statistik didapatkan hasil, dari 40 responden terdapat 19 orang (47,5%) yang
berpengetahuan kurang tentang OA, responden yang memiliki tingkat pengetahuan cukup
sebesar 17 orang (42,5%) dan responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebesar 4
orang (10%). Kesimpulan: Secara analisis disimpulkan bahwa pengetahuan keluarga di Wilayah
Kerja Puskesmas Pajang Surakarta masih sangat kurang tentang osteoarthritis.

g. What does this research mean for clinical practice?

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan komponen tingkat pengetahuan
terdiri dari 20 pertanyaan mengenai pengetahuan keluarga tentang cara penanganan
osteoarthritis menujukan bahwa gambaran pengetahuan keluarga tentang osteoarthritis di

xxxiii
komunitas dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu keluarga dengan pengetahuan baik,
keluarga dengan pengetahuan cukup dan keluarga dengan pengetahuan kurang, menujukan
hasil bahwa sebagian besar keluarga dengan osteoarthritis memiliki pengetahuan kurang.
Dalam hal ini pengetahuan yang kurang juga akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan
sesuatu karena sesorang cenderung mecari informasi yang ada di sekitarnya. Semakin baik
pengetahuan keluarga maka akan mempengaruhi tingkat kesehatan penderita. Tingkat
pengetahuan tersebut menggambarkan bahwa keluarga kurang memahami tentang cara
penanganan radang sendi (osteoarthritis), baik dari pengertian, penyebab, tanda gejala, cara
penanganan OA, dan cara perawatan OA.

Analisis Jurnal II

1. Judul Jurnal

“Tindakan Keperawatan Pada Klien, Keluarga Dan Kader Kesehatan Jiwa Dengan
Diagnosa Keperawatan Isolasi Sosialdi Komunitas”

2. Kata Kunci

Isolasi sosial, Family Psychoeducation (FPE), Pemberdayaan Kader Kesehatan Jiwa. Social Skill
Training (SST), Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)

7. Pengarang/ Author

Umi Rachmawati, Budi Anna Keliat, Ice Yulia Wardani

3. Tanggal Aplikasi

November 2015

4. Kesimpulan

 Karakteristik klien memiliki rata-rata usia dewasa, mayoritas berjenis kelamin laki-laki,
dengan tingkat pendidikan rendah, keseluruhan klien tidak bekerja dan umumnya belum
menikah.

xxxiv
 Terjadinya penurunan tanda dan gejala isolasi sosial setelah klien diberikan tindakan
keperawatan generalis, TAKS dan tindakan keperawatan spesialis Social Skill Training
(SST).
 Terjadinya peningkatan rata-rata kemampuan klien dalam melakukan sosialisasi setelah
diberikan tindakan keperawatan generalis, TAKS dan tindakan keperawatan spesialis
Social Skill Training (SST).
 Terjadinya peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat klien isolasi sosial setelah
diberikan tindakan keperawatan generalis dan tindakan keperawatan spesialis Family
Psychoeducation (FPE).
 Terjadinya peningkatan kemampuan kader kesehatan jiwa dalam merawat klien isolasi
sosial setelah diberikan pelatihaan dasar CMHN dan pelatihan lanjutan

5. Critical Apraisal

a. Why was this study done?

Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hasil asuhan keperawatan berupa Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS), Social Skill Training (SST) dan Family
Psychoeducation (FPE) serta peran kader kesehatan jiwa merawat klien isolasi sosial melalui
pendekatan Community as Partner Model. Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
(TAKS), tindakan keperawatan spesialis Social Skill Training (SST) bagi klien, dukungan sosial
keluarga melalui Family Psychoeducation (FPE), serta kegiatan kader kesehatan jiwa dengan
cara home visite pada 4 klien isolasi sosial dengan skizofrenia. Hasil yang diperoleh
menunjukkan penurunan tanda dan gejala disertai peningkatan kemampuan sosialisasi klien.
Direkomendasikan penelitian mengenai asuhan keperawatan klien isolasi sosial melalui
pemberian terapi generalis dan terapi spesialis serta pemberdayaan kader kesehatan jiwa dengan
responden yang lebih banyak.

b. What is sample of size?

Karena keinginan penulis untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai dampak
pemberian asuhan keperawatan pada klien, keluarga dan kader kesehatan jiwa melalui pemberian

xxxv
Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi (TAKS), Social Skill Training (SST), Family
Psychoeducation (FPE) dengan diagnosa keperawatan isolasi social di komunitas.

c. How were the data analyzed?

Responden berjumlah 5 klien yang dirawat di rumah dan berada di wilayah RW 13 dan
RW 03 Kelurahan Sukadamai. Hasil evaluasi dalam penulisan karya ilmiah ini diperoleh dengan
melakukan pengukuran pre dan post test dari tanda dan gejala isolasi sosial serta kemampuan
klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS), Social Skill Training (SST) dan
Family Psychoeducation (FPE) dan pemberbadayaan kader kesehatan jiwa dalam merawat klien
dengan isolasi sosial. Analisis data dilakukan dengan menyajikan data karakteristik klien dan
keluarga dalam bentuk frekuensi dan data mean untuk tanda dan gejala dan kemampuan.

d. Are the measurement of major variables valid and reliable?

Variabel utama yang digunakan sudah valid dan dilengkapi dengan tabel data

e. Were the any untoward events during the conduct of the study?

Penelitian berjalan lancar subyek dilindungi karena semua data diidentifikasi hanya
berdasarkan jumlah kasus, sehingga kerahasiaan terjamin. Mereka diberi kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan dan diberi tahu bahwa mereka dapat menarik diri dari penelitian ini
kapanpun tanpa efek samping pada perawatan mereka selanjutnya.

f. How do the result fit with previous search in the area?

Respon fisiologis klien isolasi social dengan skizofrenia menunjukkan adanya penurunan
tanda dan gejala sebesar 43,75%. Sedangkan respon fisiologis pada klien isolasi sosial dengan
retardasi mental mengalami penurunan dengan rata-rata 50% setelah diberikan terapi. Hasil ini
sejalan dengan Hasil penelitian bahwa neurokimia secara konsisten memperlihatkan adanya
perubahan system neurotransmitter otak pada penderita skizofrenia. terjadinya malfungsi pada
jaringan neuron yang mentransmisikan informasi berupa sinyal-sinyal listrik dari sel saraf
melalui aksonnya dan melewati sinaps ke reseptor pasca sinaptik di sel-sel saraf yang lain
sehingga mempengaruhi respon fisiologis klien isolasi sosial.mBerdasarkan uraian diatas dapat

xxxvi
memberikan gambaran bahwa neurotransmitter sangat mempengaruhi fungsi fisiologis pada
klien isolasi social (Saddock & Saddock, 2010).

xxxvii
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Suistainable Development Gols (SDG’s) merupakan lanjutan dari Millenium
Development Goals (MDG’s) mengenai pembangunan berkelanjutan yang disepakati oleh
beberapa kepala Negara di dunia.
Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 dalam Program
Indonesia Sehat dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan
dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga.
Dalam menerapkan EBP, perawat harus memahami konsep penelitian dan tahu
bagaimana secara akurat mengevaluasi hasil penelitian. Konsep penelitian meliputi antara
lain proses/langkah-langkah dalarn penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif, etika
penelitian, desain penelitiaq dan sebagainya. Keakuratan dalam mengevaluasi hasil penelitian
antara lain dapat ditingkatkan dengan menggunakan panduan yang sesuai dengan desain dan
jenis penelitian yang dilakukan.

3.2. Saran
Dari penjelasan diharapkan pembaca terutama mahasiswa keperawatan dapat memahaminya.
Sehingga pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan serta menerapkannya dalam kehidupan
praktek lapangan ketika preklinik maupun pada saat melanjutkan program profesi nantinya.

xxxviii
DAFTAR PUSTAKA

Agus Sutopo, Dian Fitriana, Utari Azalika Rahmi. (2014). KajianIndikator Susitainable Goals
(SDG's). Jakarta: Badan Pusat Statistik .

Said, A. d. (2016). Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutaan (Suistainable


Development Goals) di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Utami, S. (2017). HIV/AIDS dalam Suistainable Development Goals (SDG's): Insiden,


Permasalaha dan Upaya Ketercapaian di Indonesia. ResearchGate .

Cahyaningtyas, Prima Yunita. 2019. Gambaran pengetahuan keluarga tentang cara penanganan
radang sendi (osteoarthritis) di komunitas. Surakarta: Publikasi Ilmiah

Holleman G, Eliens A, van Vliet M, Achterberg T. Promotion of evidence-based practice by


professional nursing association: literature review. Journal of Advance Nursing 53(6),702-709.

Ingersoll G. Evidence-based nursing: what it is and isn't. Nurse Outlook 2000;48:l5l'2. Lavin
MA, Krieger MM, Meyer GA, et al. Development and evaluation of evidence-based nursing
(EBN) filters and related databases. J Med Libr Assoc 93(l) January 2005.

Agus Sutopo, Dian Fitriana, Utari Azalika Rahmi. (2014). KajianIndikator Susitainable

Goals (SDG's). Jakarta: Badan Pusat Statistik .

Cahyaningtyas, Prima Yunita. 2019. Gambaran pengetahuan keluarga tentang cara

penanganan radang sendi (osteoarthritis) di komunitas. Surakarta: Publikasi Ilmiah

Holleman G, Eliens A, van Vliet M, Achterberg T. Promotion of evidence-based practice by

professional nursing association: literature review. Journal of Advance Nursing

53(6),702-709.

Ingersoll G. Evidence-based nursing: what it is and isn't. Nurse Outlook 2000;48:l5l'2. Lavin

MA, Krieger MM, Meyer GA, et al. Development and evaluation of evidence-based

xxxix
nursing (EBN) filters and related databases. J Med Libr Assoc 93(l) January 2005.

Kementrian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat

dengan Pendekatan Keluarga.-P Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.. 2016. ISBNM

978-602-235-992-0

Said, A. d. (2016). Potret Awal Tujuan Pembangunan Berkelanjutaan (Suistainable

Development Goals) di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Utami, S. (2017). HIV/AIDS dalam Suistainable Development Goals (SDG's): Insiden,

Permasalaha dan Upaya Ketercapaian di Indonesia. ResearchGate .

xl

Anda mungkin juga menyukai