Waqaf/Wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal abadi secara fisik zatnya serta
dapat digunakan untuk sesuatu yang benar dan bermanfaat.
Waqaf menurut bahasa, berasal dari bahasa Arab الوقف bermakna الحبس , artinya
menahan. . Contoh wakaf yaitu seperti mewakafkan sebidang tanah untuk dijadikan lahan
makam penduduk setempat, wakaf bagunan untuk dijadikan masjid, dan lain-lain.
Imam Abu Bakar Muhamad bin Abi Sahel As Sarkhasi mengartikan waqaf menurut bahasa
sebagaimana di atas, lalu berdalil dengan firmanNya:
:ياأيها الذين آمنوا أنفقوا من طيبات ما كسبتم ومما أخرجنا لكم من األرض ……(البقرة
)267
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu………”.
[2] (QS. Al-Baqarah/2: 267)
…… وتعاونوا على البر والتقوى وال تعاونوا على اإلثم والعدوان واتقوا هللا إن هللا شديد
)2 :العقاب (المائدة
“……… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.[3] (QS. Al-Maidah/5: 2)
َي ٍء فَإِنَّ هّللا َ بِ ِه َعلِي ٌم َ ُّلَن تَنَالُو ْا ا ْلبِ َّر َحتَّى تُنفِقُو ْا ِم َّما تُ ِحب
ْ ون َو َما تُنفِقُو ْا ِمن ش
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka
Sesungguhnya Allah mengetahuinya (Q.S. Ali Imran: 92).
RUKUN-RUKUN WAKAF
1. Ada Orang Yang Wakaf
- Wakaf atas kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
- Pelaku wakaf memiliki hak untuk berbuat kebaikan.
Syarat Orang Yang Wakaf (Wakif)
Orang yang wakaf, hendaknya merdeka, pemilik barang yang diwakafkan, berakal, baligh
dan cerdas (mengerti dan tanggap). Dalilnya ialah:
سو ُه ْم َوقُولُوا لَ ُه ْم ْ سفَ َها َء أَ ْم َوالَ ُك ُم الَّتِي َج َع َل هَّللا ُ لَ ُك ْم قِيَا ًما َو
ُ ار ُزقُو ُه ْم فِي َها َوا ْك ُّ َواَل ت ُْؤتُوا ال
قَ ْواًل َم ْع ُروفًا
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-
kata yang baik. [An Nisa’ : 5].
Kedua :
Perkataan; hal ini ada dua macam. Dengan menggunakan kalimat yang jelas,
seperti ُوقفت (aku wakafkan) ُحبست (aku tahan pokoknya) atau سبلتُ ثم َرتها (aku
pergunakan hasilnya untuk fi sabilillah), atau dengan sindiran kata lain, misalnya
seperti تصدقت ُ (aku shadaqahkan hasilnya) ً حرمت (ku haramkan mengambil hasilnya) أبدت
ُ (aku abadikannya). Contohnya, bila ada orang yang berkata ”saya sedekahkan rumahku ini,
aku abadikan rumah ini, atau tidak aku jual rumah ini, dan aku tidak menghibahkannya”.
Ketiga :
Wasiat, misalnya, bila aku meninggal dunia, maka aku wakafkan rumah ini. Akad semacam
ini dibolehkan, sebagaimana pendapat Imam Ahmad, karena kalimat ini merupakan wasiat.
[Lihat Al Mughni, 8/189; Al Mifsal Fi Ahkamil Mar’ah, 10/429; Fiqih Sunnah, 3/380. Lihat
Fathul Bari, 5/403; Taisirul Allam, 2/132]
PERSAKSIAN WAKAF
Wakif, sebaiknya mempersaksikan barang wakafnya, agar dia tetap amanat dan dapat
menghindari khianat. Dalilnya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, no.
ص َّد ْقتُ بِ ِه َع ْن َها قَا َل نَ َع ْم قَا َل ٌ ِسو َل هَّللا ِ إِنَّ أُ ِّمي تُ ُوفِّيَتْ َوأَنَا َغائ
َ َب َع ْن َها أَيَ ْنفَ ُع َها ش َْي ٌء إِنْ ت ُ يَا َر
ص َدقَةٌ َعلَ ْي َها َ َش ِه ُد َك أَنَّ َحائِ ِط َي ا ْل ِم ْخ َرافْ ُفَإِنِّي أ
Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya ibuku meninggal dunia. Ketika itu saya tidak ada. Apakah
bahwa pekarangan yang banyak buahnya ini aku shadaqahkan untuk ibuku. [HR Bukhari,
2551].
Ibnu Hajar berkata: Hadits di atas, bila dijadikan dasar adanya saksi wakaf, belum jelas;
karena boleh jadi, maksud hadits di atas adalah pemberitahuan. Sedangkan Al Mulhib
Al Mulhib berkata: Apabila orang berjual beli dianjurkan adanya saksi, padahal makna jual
beli adalah penukaran barang, maka wakaf dianjurkan adanya saksi itu lebih utama. [Lihat
Wakaf, sebaiknya dicatat sebagaimana dijelaskan hadits di atas, yaitu kisah sahabat Umar
Radhiyallahu 'anhu ketika mewakafkan tanahnya, ada pesan Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
ص َّد ْقتَ بِ َها ْ َستَ أ
َ َصلَ َها َوت ْ َّشئْتَ َحب
ِ ْإِن
Jika engkau menghendaki, engkau wakafkan tanah itu (engkau tahan tanahnya) dan engkau
Ahli Ilmu menjadikan hadits ini sebagai dalil perlunya pencatatan wakaf, sebagai bukti bila
persyaratan wakaf dan penggunaannya, sedangkan tidak ada bukti, maka bila wakifnya masih
hidup, yang dijadikan pegangan adalah perkataan wakif; karena dialah yang menetapkan
ْ َع أ
ُ صلُ َها َواَل يُوه
ُ َب َواَل يُو َر
ث ُ أَنَّهُ اَل يُبَا
Sesungguhnya tanah ini tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwaris.
Abu Yusuf dan Muhamad berkata : Harta, bila diwakafkan tidaklah menjadi milik pewakaf
lagi. Tetapi, dia hanya berhak menahan benda pokoknya, agar tidak dimiliki orang lain. Oleh
karena itu, bila pewakaf meninggal dunia, ahli warisnya tidak mewarisi harta wakafnya.
SYARAT SAH-NYA DAN HIKMAH WAQAF
SYARAT SAH
3. Barang yang diwakafkan tetap ada dan tidak habis walaupun telah dimanfaatkan.
5. Hendaknya pemilik harta tidak memberi syarat dalam wakafnya dengan syarat yang
HIKMAH WAQAF
2. Membuka jalan bagi orang beriman yang suka memberi wakaf dan berlumbalumba dalam
3. Memberi pahala yang berterusan kepada pewakaf selepas kematian selagimana harta wakaf
4. Untuk kebaikan Islam, seperti membina masjid, surau, tanah perkuburan dan sebagainya.
5. Membantu mengurangkan beban orang fakir dan miskin serta anak yatim.