Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER ILMU


PENGETAHUAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Tafsir Manajemen
Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:
Dr. Heri Khoeruddin, M.Ag

Disusun oleh:
Asep Setiawan (2200060045)
Ahmad Nida Nurodin (2200060041)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Identifikasi Masalah

C. Rumusan Masalah

D. Metode Penulisan

BAB II ALQURAN SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN

BAB III IMPLIKASI PENERAPAN ALQURAN SEBAGAI SUMBER


ILMU PENGETAHUAN DALAM PENGELOLAAN SEKOLAH UNTUK
MEMBENTUK KARAKTER TAQWA

BAB IV KESIMPULAN 1

DAFTAR RUJUKAN2

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’aalamiin, puji dan syukur penulis panjatkan ke


hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar. Dengan
limpahan nikmat sehat dari Allah SWT pula, makalah ini telah disusun dengan
usaha yang optimal demi mendapatkan proses serta hasil pembelajaran yang baik
dan berguna bagi penulis, juga agar berguna bagi perkembangan ilmu
pengetahuan yang ada.
Dalam penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih atas
bantuan berbagai pihak yang berkontribusi, serta ucapan terima kasih kepada
Bapak Dr. Heri Khoeruddin, M.Ag. selaku dosen mata kuliah Tafsir Manajemen
Pendidikan Islam yang telah membimbing dan memberikan “trigger” kepada
penulis untuk dapat belajar dan membaca lebih banyak tentang Tafsir Manajemen
Pendidikan Islam.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
makalah ini baik dari segi konten maupun susunan penulisan. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki tulisan ke depannya.
Akhir kata, penulis berharap semoga tugas ini bermanfaat baik dipakai
aplikatif maupun dapat memberikan inspirasi bagi yang membacanya. Aamiin.

Bandung, Oktober 2020


Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alquran merupakan kitab suci petunjuk bagi seluruh umat manusia. Di
antara tujuan utama diturunkannya alquran adalah sebagai pedoman manusia
dalam menjalani kehidupan agar memperoleh keselamatan di dunia dan di akhirat.
Alquran berperan di posisi sentral, bukan hanya dalam bidang ilmu keIslaman,
tetapi juga merupakan inspirator, pemandu perkembangan peradaban umat Islam
sepanjang empat belas abad (Munawar, 2003).
Dalam bidang ilmu pengetahuan sendiri, Alquran telah memberikan
banyak kontribusi. Alquran menjadi petunjuk bagi para ilmuwan muslim pada
jaman dahulu untuk meneliti berbagai fenomena alam seperti perubahan musim,
pergerakan bintang-bintang, cahaya, juga berbagai hal mengenai ilmu hayat
seperti bagaimana proses manusia dalam masa kandungan sampai dilahirkan ke
dunia.
Sayangnya, setelah zaman keemasan Islam usai, Alquran tidaklah lagi
menjadi sumber ilmu pengetahuan yang utama oleh para pemeluknya. Hal ini
dikarenakan kita lebih menyukai buku-buku ilmiah populer yang dikarang oleh
ilmuwan-ilmuwan barat yang sebenarnya adalah pengembangan dari ilmu
pengetahuan yang sebelumnya pernah ditemukan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim
terdahulu, sehingga banyak yang melupakan Alquran sebagai sumber ilmu yang
utama dan kaya akan fakta ilmiah. Oleh karena itu, alangkah sayangnya jika kita
hanya sekedar membaca Alquran tanpa mendalaminya.
Alquran adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber
dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetahuan. Ia adalah buku
induk ilmu pengetahuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan,
semuanya telah termuat di dalamnya yang mengatur berbagai aspek kehidupan
manusia, baik yang berhubungan dengan Allah SWT (hablumminallah), sesama

3
manusia (hablumminannas); alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu
alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebagainya.
Alquran sebagai ilmu pengetahuan, juga seyogyanya dijadikan panduan
dalam bidang pendidikan. Paradigma tentang aspek karakter menjadi hangat
dibicarakan, khususnya dalam dunia pendidikan. Banyak yang mengatakan bahwa
masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia terletak pada aspek moral.
Terbukti dengan banyaknya berita tentang tawuran pelajar, kasus-kasus narkoba,
pembunuhan, hingga kasus korupsi yang merajalela, dari tingkat elite hingga ke
level yang paling bawah sekalipun (Cahyono, 2017).
Pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, serta berkembangnya mindset
materialistis, hedonis, dan pragmatis seperti perkelahian pelajar, menjadi beberapa
contoh fenomena krisis moral sebagai bentuk akulturasi budaya, bagian dari
globalisasi (Bobby, 2015). Akulturasi bukanlah hal yang buruk, namun menjadi
boomerang jika tidak dipersenjatai pula dengan pegangan yang kuat, yakni agama.
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia,
sebagaimana yang dilansir dari The Pew Forum on Religion & Public Life
(https://databoks.katadata.co.id) bahwa penganut agama Islam di Indonesia
sebesar 209,1 juta jiwa atau 87,2% dari total penduduk. Jumlah itu merupakan
13% dari seluruh umat muslim di dunia. Berdasarkan data tersebut, maka sudah
sepatutnya nilai-nilai Alquran dijadikan pedoman utama dalam ranah pendidikan.
Kandungan Alquran meliputi seluruh aspek kehidupan. Manusia yang
mengimani dan mengikuti Alquran, hidupnya akan lurus dan berada dalam ridha-
Nya. Sebaliknya, orang yang mengingkari dan meninggalkannya akan mengalami
kesesatan dan kesengsaraan. Alquran banyak mengandung nasehat dan pelajaran,
yang selalu mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kemunkaran. Alquran
memuat berbagai macam keterangan tentang ciptaan Allah SWT yang ada di
langit dan di bumi agar menjadi peringatan bagi manusia yang mau berpikir.
Fenomena-fenomena yang semakin membuat miris, belakangan disikapi
dengan positif oleh masyarakat Indonesia, yang masih peduli tentang pendidikan
berbasis agama. Fatchurochman (2012) mengungkapkan akhir-akhir ini terjadi
adanya pergeseran pandangan terhadap pendidikan seiring dengan tuntutan

4
masyarakat (social demand) yang berkembang dalam skala yang lebih makro.
Menurutnya, para orang tua semakin mencemaskan fenomena kenakalan remaja.
Oleh karenanya, untuk mengantisipasi dan membekali anak sedini
mungkin dari bangku sekolah dasar dengan pembiasaan nilai-nilai religius dan
nilai-nilai luhur ketimuran atau pendidikan karakter menjadi pilar utama
penyelenggaraan sistem pendidikan pada Sekolah Islam Terpadu sehingga para
orang tua berbondong-bondong memasukkan anak mereka ke sekolah tersebut
(Azra, 1998).
Sekolah Islam berbasis agama Islam, yang dulu hanya di jenjang
Madrasah, kini telah banyak sekolah-sekolah yang menamai dirinya dengan
sekolah Islam di antaranya Sekolah Islam Terpadu. Jumlahnya semakin pesat.
Dalam waktu yang relatif singkat, sekitar 20 tahun, jumlah sekolah ini telah
mencapai 10.000 sekolah di seluruh Indonesia dari tingkat TK hingga SMU
(Hisyam, 2012).
Akan tetapi, jumlah sekolah Islam yang semakin berkembang belumlah
menjamin kualitas lulusan ataupun peserta didik yang menjadi bagian dari sekolah
Islam tersebut. Hal ini dari hasil pengamatan langsung penulis di beberapa
sekolah Islam ternama yang belum tentu dipastikan kualitas peserta didiknya
memiliki karakter takwa. Oleh sebab itu, dalam ranah manajemen pendidikan
islam, penulis melihat perlunya setiap manajer di sekolah Islam, untuk lebih
menelaah kembali Alquran sebagai sumber ilmu pengetahuan dalam mengelola
sekolah Islam yang mampu menghasilkan siswa-siswa yang berkarakter taqwa.
Oleh sebab itu, maka penulis membuat makalah dengan judul “Alquran
sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan (tinjauan khusus dalam konteks Pengelolaan
Sekolah Islam demi perwujudan Taqwa Character Building”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah yang
dapat diidentifikasi oleh penulis adalah:
1. Pengertian Al-Qur’an
2. Isi Kandungan Al-Qur’an

5
3. Hubungan Al-Qur’an Dengan Ilmu Pengetahuan
4. Metode Pengembangan Ilmu Pengetahuan Al-Qur’an
5. Penerapan Ilmu Pengetahuan dalam Desain Program Pendidikan Karakter

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada maka diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Al-Qur’an
2. Untuk Memaparkan Isi Kandungan Al-Qur’an
3. Untuk Menjelaskan Hubungan Al-Qur’an Dengan Ilmu Pengetahuan
4. Untuk Mesdeskripsikan Metode Pengembangan Ilmu Pengetahuan Al-
Qur’an
5. Untuk Menerapan Ilmu Pengetahuan dalam Desain Program Pendidikan
Karakter

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dipergunakan oleh penulis adalah dengan
menggunakan studi literatur atau kajian pustaka dari berbagai sumber baik buku,
makalah, dan jurnal; serta observasi langsung dalam kehidupan persekolahan
sehari-hari.

6
7
BAB II
ALQURAN SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN

Secara ilmu kebahasaan, Alquran berakar dari kata qaraa yaqrau


qur’anan yang berarti bacaan atau yang dibaca. Secara umum kita mengetahui
bahwa Alquran merupakan sebuah kitab yang berisi himpunan kalam Allah SWT,
salah satu mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui
perantara malaikat Jibril, ditulis dalam mushaf yang kemurniannya senantiasa
terpelihara, dan membacanya merupakan amal ibadah.
Sebagai kitab induk, Alquran merupakan rujukan utama bagi segala
rujukan, sumber dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetuhan.
Hal ini bermakna sejauh mana keabsahan ilmu harus diukur standarnya adalah
Alquran. Ia adalah buku induk ilmu pengethuan, di mana tidak ada satu perkara
apapun yang terlewatkan, semuanya hal telah tercover di dalamnya yang mengatur
berbagai aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah
(Hablumminallah), sesama manusia (Hablumminannas), alam, lingkungan, ilmu
akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama, umum dan sebgaianya.
Segala ilmu yang diperlukan manusia telah tersedia di Alquran (Baiquni, 1997).
Terdapat beberapa pokok isi atau ruang lingkup Alquran. Pertama, Tauhid,
yakni kepercayaan terhadap Allah, malaikat-malaikat Nya, Kitab-kitab Nya,
Rosul-rosul Nya, Hari Akhir dan Qodho Qadar yang baik dan buruk. Kedua,
tuntutan ibadat sebagai perbuatan yang jiwa tauhid. Ketiga, Janji dan Ancaman.
Keempat, Pergaulan hidup bermasyarakat untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kelima, sejarah orang-orang yang taat dan orang-orang yang dholim pada Allah
SWT.
Dalam membuat hukum, terdapat dasar-dasar dalam Alquran. Pertama,
Tidak memberatkan sebagaimana ayat “Allah tidak membenari seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Seperti, hukum boleh tidak berpuasa
pada bulan Ramadhan, boleh makan-makanan yang diharamkan jika dalam
keadaan terpaksa/memaksa, dan boleh bertayamum sebagai ganti wudhu. Kedua,
menyedikitkan beban. Dari prinsip tidak memberatkan itu, maka terciptalah

8
prinsip menyedikitkan beban agar menjadi tidak berat. Karena itulah lahir hukum-
hukum yang sifatnya rukhsah, seperti mengqashar sholat. Ketiga, berangsur-
angsur dalam menetapkan hukum. Hal ini dapat diketahui, seperti ketika ketika
mengharamkan khomr, dimulai dengan menginformasikan manfaat dan
mahdhorotnya, kemudian mengharamkan pada waktu terbatas, yaitu sebelum
sholat, hingga larangan secara tegas untuk selama-lamanya.
Alquran memiliki fungsi. Pertama, sebagai Petunjuk bagi Manusia. Allah
swt menurunkan Alquran sebagai petunjuk umar manusia, seperti yang dijelaskan
dalam Q.S AL-Baqarah 2:185, QS AL-Baqarah 2:2, dan Q.S AL-Fusilat 41:44.
Kedua, Sumber pokok ajaran islam. Fungsi Alquran sebagai sumber ajaran islam
sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap hukum islam. Adapun
ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti hukum, ibadah,
ekonomi, politik, social, budaya, pendidikan, ilmu pengethuan dan seni. Ketiga,
Peringatan dan pelajaran bagi manusia. Dalam Alquran banyak diterangkan
tentang kisah para nabi dan umat terdahulu, baik umat yang taat melaksanakan
perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran
Nya. Bagi kita, umat yang kemudian, maka tentu harus pandai mengambil hikmah
dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Alquran. Keempat,
Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.
Al-Quran juga memiliki tujuan pokok dalam penciptaannya, terutama
sebagai petunjuk. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh
manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan
akan kepastian adanya hari pembalasan. Juga sebagai petunjuk mengenai akhlak
yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang
harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.
Selain itu juga sebagai petunjuk mengenal syariat dan hukum dengan jalan
menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.

9
Isi Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber ajaran Islam yang membahas berbagai
hukum serta dalil-dalil syar’i, yang menjadi pedoman bagi umat manusia dalam
menjalankan kehidupan di dunia dan akhirat kelak.
Oleh karena itu terdapat beberapa unsur yang harus kita sama-sama
pahami mengenai isi kandungan yang terdapat dalam Al-Qur’an, Al Qadli Abu
Bakr Al’Arabi mengungkapkan bagian dari akidah, diantaranya:
1. Aqidah
Dalam Islam, Aqidah memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, terutama dalam masalah keimanan (keyakinan) untuk
memercayai adanya tuhan (Allah SWT).
Meurut Abu Bakr Jabir Al-Jaza’eri (1982: 87) memaparkan bahwa “tauhid
secara bahasa tauhid yang merupakan hasi pecahan dari unsur kata wahhada
yang berarti “keesaan” atau tunggal bukan bentuk dari bagian bilangan”.
Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Ikhlas: 1:

‫قُ ْل ُه َو ال ٰلّهُ اَ َح ۚ ٌد‬

Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa.”


(Q.S. Al-Ikhlas: 1)

Konsep akidah menitik beratkan pada kepentingan pengangan, pengilmuan


serta penghayatan terhadap sesuatu yang bersifat rububiyyah (Shafik & Abu
Bakar, 2009). Manusia harus meyakini bahwa Allah itu ada sebelum melakukan
hal-hal lain. langkah yang hendak ditempuh melalui kepercayaan terhadap
penciptaan-Nya, yakni langit dan bumi. Cara tersebut memiliki suatu persamaan
dalam meyakini adanya tuhan, karena langit dan bumi merupakan ciptaan Allah
SWT.
Dengan demikian langit dan bumi menjadi bukti bahwa Allah itu ada,
karena jelas terlihat ciptaan-Nya, ialah langit dan bumi beserta seluruh isinya.

10
2. Ibadah
Menurut Zaenal Abidin (2019: 8) Ibadah merupakan “segala bentuk
perbuaatan, ucapan, maupun hati yang diridhai Alaah SWT”. Kemudia Allah
berfirman:

ِ ‫وما خلَ ْقت ٱجْلِ َّن وٱإْلِ نس إِاَّل لِيعب ُد‬


‫ون‬ ُْ َ َ َ ُ َ ََ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” (Q.S Az-Zariyat: 56)

Dalam menjalani kehidupan di dunia, seseorang memiliki kewajiban


terhadap dirinya sendiri pada tuhan. Bentuk prilaku tersebut merupakan fardu ain
yang tidak bisa digantikan oleh pekerjaan orang lain, ialah “ibadah”. Ibadah
menjadi salah satu bukti bahwa manusia itu lemah dan rendah dihadapan tuhan.
Mereka harus mengakui semua itu melaui peribadahan, sehingga menjadi bukti
terhadap kekuasaan Allah SWT, dan manusia sebagai hamba yang membutuhkan
kekuasaan itu.
Ibadah memiliki variasi yang beragam, untuk dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Bentuk ibadah dapat kita temui dalam diri kita sendiri, ketika hendak
melakukan sesuatu yang semata-mata karena Allah SWT. Namun ibadah juga
tidak hanya dalam bentuk perbuatan, melainkan kata-kata yang terucap dari lisan
kita serta tekad lemah yang kita maksudkan dalam hati terhadap bentuk syukur
pada tuhan, itu juga merupakan bagian dari ibadah.
3. Akhlak
Perlakuan manusia ketika menghadapi lingkungan sosial dengan
masyarakat, menjadi suatu bentuk perhatian lebih dari pandangan masyarakat itu
sendiri. Hal ini terlahir karena efek dari perbuatan akan masuk pada hati, sehingga
menimbulkan respon yang bervariatif. Respon tersebut akan mengikuti rasa yang
dibentuk dari tingkah laku seseorang.

11
Akhlak diambil dari bahasa Arab “khuluqun” yang memiliki definisi
sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku serta tabi’at. Sedangkan menurut
istilah akhlak merupakan nilai baik buruknya perilaku manusia dalam mencapai
suatu tujuan (Habibah, 2015). Menanggapi pengertian diatas, untuk memperjelas
pernyataan tersebut maka Allah berfirman:

‫ُس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكا َن َيْر ُجو اللَّهَ َوالَْي ْو َم اآْل ِخَر َوذَ َكَر اللَّهَ َكثِ ًريا‬ ِ ِ
ْ ‫لَ َق ْد َكا َن لَ ُك ْم يِف َر ُسول اللَّه أ‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab
33:21)

Ketika orang tersebut memberikan perilaku yang positif dan


menyenangkan pada orang lain, maka penilain yang dihasilkan akan baik,
sementara ketika perilaku yang dibentuk orang itu negatif dan sangat menyakitkan
orang lain, maka nilai yang diberikan akan sangat buruk.
Akhlak sangat erat kaitannya dengan tauhid dan ibadah, sebab sifat ini
terbentuk dari perpaduan antara keduanya. Ketika dua poin tersebut dilakukan
dengan baik, maka dampak yang dihasilkan dari akhlak akan berpihak pada sisi
positif.
4. Dasar-Dasar Ilmu Pengetahuan
Pengenalan kita saat ini mengenai ilmu pengetahuan yang telah banyak
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dari segi lingkup keislaman
seperti mengetahui bentuk ibadah, muamalah serta teknologi, merupakan bahan
pengetahuan (sains) yang sudah ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an sejak dulu.
Firman Allah dalam Al-Qur’an:

‫ض ِم ۡثلَ ُه َّن ؕ َيَتَنَّز ُل ا ۡلاَ مُۡر بَ ۡيَن ُه َّن لِتَ ۡعلَ ُم ۡۤ او اَ َّن ال ٰلّهَ َع ٰلى ُك ِّل َش ۡىٍء قَ ِد ۡيٌر َّواَ َّن‬ ٍ ‫اَل ٰلّه الَّ ِذ ۡى خلَق س ۡبع مَس ٰٰو‬
ِ ‫ت َّوِم َن ا ۡلاَ ۡر‬ ََ َ َ ُ
‫ال ٰلّهَ قَ ۡد اَ َحا َط بِ ُك ِّل َش ۡىٍء ِع ۡلًما‬

12
“Allah yang menciptakan tujuh langit dan dari (penciptaan) bumi juga
serupa. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi
segala sesuatu.” (Q.S At-Thalaq: 12)

Masa kini hanya bentuk bagian dari cara menggali, mengelola serta
mengembangkan dalam bentuk ilmu pengetahuan yang lebih luas, supaya dapat
dijadikan acuan yang mudah untuk diamalkan dalam peribadahan oleh generasi-
generasi selanjutnya.
5. Sejarah
Kejadian kelam yang terjadi sebelum masa kini, menimbulkan bekas-
bekas yang akan selalu dikenang oleh generasi sekarang. Dalam Al-Qur’an
banyak diceritakan sejarah mengenai umat-umat terdahulu yang memiliki kisah
untuk ditiru dalam perilakunya seperti kisah nabi Muhammad SAW, yang
mempunya suri tauladan baik untuk diaplikasikan kembali perilakunya oleh kita
sekarang.

‫يل ُك ِّل‬ ِ ۡ ِۡ ۡ ِ َّ َ ‫صِد‬ ۡ َ‫ب َما َكا َن َح ِد ٗيثا يُ ۡفَتَر ٰى َوٰلَ ِكن ت‬
ِ ۗ ‫ة أِّل ُْويِل ٱ ۡلأَ ٰۡبَل‬ٞ ‫ص ِه مۡ ِع ۡبَر‬
ِ ‫لََق ۡد َكا َن يِف قَص‬
َ ‫يق ٱلذي بَ ي َن يَ َد يه َوتَ فص‬ َ
‫َش ۡيٖء َو ُهدٗ ى َو َر ۡحَم ٗة لَِّق ۡو ٖم يُ ۡؤِمنُو َن‬

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi


orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman.” (Q.S. Yusuf : 111)

Namun terlepas dari itu ada pula sosok-sosok umat yang memberikan
perilaku buruk di masa lalunya, seperti Firaun yang merupakan orang bersifat
kikir dalam harta sampai Allah menenggelamkamnya ke dalam tanah.

13
Peristiwa-peristiwa di atas, sesungguhnya merupakan bahan yang akan
menjadi tolak ukur atau pengingat supaya manusia bisa lebih baik lagi dalam
beribadah pada Allah SWT.

Hubungan Al-Qur’an Dengan Ilmu Pengetahuan


1. Hubungan Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
Salah satu pokok dari isi kandungan Al-Qur’an adalah ilmu pengetahuan.
Dalam bukukunya M. D. Rahardjo (2002) mengungkapkan bahwa “Ilmu
pengetahuan (sains) banyak dibahas atau diperbincangkan dalam Al-Qur’an
dengan nama lain ‘ilm yang mendapat penyebutan sebanyak 105 kali, akan tetapi
yang berelevansi dengan kata tersebut melebihi dari 744 kali”.

ؕۡ‫َعلَّ َم ا ۡلاِ ۡن َسا َن َما مَل مۡ يَ ۡلعَ م‬

“Allah mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”


(Q.S Al-Alaq: 5)
Kemudian representasi dari ilmu yang terkandung dalam Al-Qur’an tertuang
dalam firman Allah berikut:

ٰٓ
‫ب ِمن َش ْى ٍء ۚ مُثَّ إِىَل ٰ َرهِّبِ ْم‬
ِ َ‫احْي ِه إِٓاَّل أ َُمم أ َْمثَالُ ُكم ۚ َّما َفَّرطْنَا ىِف ٱلْ ِك ٰت‬
ٌ َ‫ن‬َ
َ ُ َ
‫طَئِ ٍر ي ِطري جِب‬ ِ ‫َو َما ِمن َدٓابٍَّة ىِف ٱأْل َْر‬
‫ض َواَل‬

‫حُيْ َش ُرو َن‬

“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung


yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu.
Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (Q.S Al-An’am: 38)
Al-Qur’an memiliki isi ilmu pengetahuan yang kebenarannya tidak dapat
diganggu gugat oleh siapapun. Berbagai macam ilmu pengetahuan sudah ada
dalam Al-Qur’an sejak dahulu. Sains yang terdapat dalam Al-Qur’an memiliki
posisi yang sangat penting dalam Islam, untuk itu umat Islam sangat memerlukan

14
ilmu pengetahuan ini, untuk menentukan waktu dan aturan tata letak tempat
sertata waktu yang tepat untuk peribadahan mereka, seperti dalam menentukan
waktu sholat, arah kiblat, awal bulan Ramadhan, waktu pelaksanaan haji beserta
tatacaranya dan semua yang berhubungan dengan waktu memerlukan ilmu
astronomi (Al-Qathathan, 2008: 3).

Cara-cara Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an


Ilmu pengetahuan (sains) yang terdapad pada Al-Qur’an keadaannya
sangat asli dan diturunkan langsung oleh Allah melalui malaikat jibril. Melihat
adanya bentuk asal tersebut, maka dalam meneliti, mengembangkan, mengkaji
untuk mengetahui ilmu tersebut harus memakai istilah yang telah ditentukan Allah
SWT. Agar inti dari kemurnian ilmu pengetahuan tersebut bisa terjaga dan terawat
dengan baik. Agus Salim Lubis (2014) memaparkan mengenai cara untuk
mengembangkan istilah ilmu pengetahuan kedalam tiga pokok bagian penting
yakni: al-nazr, al-fikr, al-aql, dan al-qalb.
a. Al-Nazr
Cara pertama yang dipakai dalam pengkajian ilmu pengetahuan dari Al-
Qur’an dengan cara al-nadzr atau melihat dengan kasat mata sesuatu yang akan
dikaji dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan disekitarnya denga baik tanpa
berpandang pada suatu pihak yang merasa diuntungkan. Peneliti serta astronom
dari prancis menyatakan bahwa “I mistrust anything but the direct result of
observation and calculation” ia tidak percaya terhadap apapun yang menjadi
sumber ilmu, sebelum diadakannya observasi dan kalkulasi (Russell dalam Lubis,
1982).
b. Al-Aql dan Al-Fikr
Al-aql berasal dari bahasa Arab, yang memiliki arti mengikat atau
menahan. Dalam arti yang lebih luas al-aql berarti “memahami”. Sementara al-
Fikr mempunyai arti “berfikir”. Kedua kata ini (al-aql dan al-fikr) masih erat
kaitannya dengan al-nadzr dalam mengkaji serta mengembangkan ilmu
pengetahuan dari Al-Qur’an. Pengelihatan yang baik berdampak pada pemikiran

15
yang baik pula sehingga melahirkan pemahaman yang luar biasa. Jika salah satu
elemen dari ketiga unsur-unsur ini tidak ada, maka otomatis dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dari Al-Qur’an akan sangat terganggu dalam
penyampaian makna yang sebenarnya.
Pemikiran dan pemahaman merupakan bentuk yang sesungguhnya yang
dihasilkan dari berbagai macam ketentuan-ketentuan serta kondisi yang ada. Hasil
dari pemikiran dan pemahaman sangatlah akurat, berbeda dengan hanya
menggunakan akal semata. Dalam bukunya, Sudarsono (1997) mengungkapkan
bawa “pengetahuan yang didapat melalui akal masih bersifat gelobal, tidak persial
dan bersifat immaterial”. Sisi pengetahuan yang hanya mengunakan akal masih
bersifat umum ketika belum mendapa suatu tindak lanjut dari pemahaman dan
pemikiran.
c. Al-Qalb
Dari sekian banyak istilah yang dipakai dalam mengkaji serta
mengembangkan ilmu pengetahuan, al-qalbi merupakan istilah yang sangat
berbeda dengan yang lain, karena dalam pengembangannya memakai rasa atau
hati. Al-Qalbu yang berarti hati meneliti objek secara langsung, karena sudah
tidak ada lagi bagian pemisah antara keduanya (subjek dan objej).
Seseorang yang hendak merelakan akal dan nuraninya dari sifat duniawi
akan berpikir bahwa ia sesungguhnya benar-benar diciptakan oleh sang Maha
kreatif (Firdaus, 2004: 34). Seseorang yang memakai cara ini dalam pengkajian
sains, merupakan orang yang diberi kelebihan oleh tuhan sekaligus menjadi
gurunya langsung. Sekarang penomena ini sering disebut dengan kajian ranah
spiritual. Kebanyakan orang-orang seperti ini tidak begitu memperhatikan akal
dalam mengkaji ilmu pengetahuan, namun dengan sedikit simbol saja, mereka
sudah dapat paham dengan laju maksud dari objek ilmu pengetahuan ayang akan
digalinya dari Al-Qur’an.

16
BAB III
IMPLIKASI PENERAPAN ALQURAN SEBAGAI SUMBER ILMU
PENGETAHUAN DALAM PENGELOLAAN SEKOLAH UNTUK
MEMBENTUK KARAKTER TAQWA

Dunia pendidikan Islam sekarang mengalami krisis di setiap tingkatnya.


Kemunduran ini disepakati oleh para ahli pendidikan Islam, meskipun mereka
berbeda pendapat tentang bentuk dan sebab krisis tersebut terjadi. Ada yang
mengganggap krisis ini karena terjadinya krisis sosial masyarakat akibat
masyarakat meninggalkan budayanya, ada pula yang menganggap karena
hilangnya qudwah hasanah, akidah yang shahih, dan nilai-nilai Islami, dan ada
juga yang menganggap bahwa krisis ini terjadi karena para konseptor pendidikan
salah membaca eksistensi manusia yang mengakibatkan salah pula melihat
eksisitensi anak didik (Syafri, 2014).
Terkait pendidikan karakter dapat ditilik dari fungsi pendidikan Islam,
yakni menjadikan manusia mampu mengembangkan seluruh potensi yang
dimilikinya sehingga berfungsi maksimal sesuai dengan aturan-aturan yang
digariskan oleh Allah Swt yang pada akhirnya akan terwujud manusia yang utuh
(insan kamil). Disini, fungsi pendidikan Islam merupakan salah satu bentuk
manifestasi cita-cita hidup untuk melestarikan, menanamkan, dan
mentransformasikan nilai-nilai Islam tersebut kepada generasi penerusnya

17
sehingga nilai-nilai kultural religius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan
berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan teknologi (Mukromin, 2016).
Pendidikan karakter menjadi isu menarik dan hangat dibicarakan kalangan
praktisi pendidikan akhir-akhir ini. Hal ini karena dunia pendidikan selama ini
dianggap terpasung oleh kepentingan-kepentingan yang absurd, hanya
mementingkan kecerdasan intelektual, akal, dan penalaran, tanpa dibarengi
dengan intensifnya pengembangan kecerdasan hati, perasaan, dan emosi. Output
pendidikan memang menghasilkan orang-orang cerdas, tetapi kehilangan sikap
jujur dan rendah hati. Mereka terampil, tetapi kurang menghargai sikap tenggang
rasa dan toleransi. Imbasnya, apresiasi terhadap keunggulan nilai humanistik,
keluhuran budi, dan hati nurani menjadi dangkal (Sudarsono, 2008).
Aspek yang pertama dan utama dalam pengembangan pendidikan karakter
adalah landasan-landasannya. Adapun yang dimaksud dengan landasan di sini
adalah atas dasar apa pendidikan karakter ini lahir. Atau dapat juga di
deskripsikan dengan sebuah pertanyaan “Mengapa karakter-karakter yang mulia
ini lahir?. Maka, jawaban dari pertanyaan ini adalah yang disebut dengan
landasan-landasannya. Islam merupakan agama yang sempurna, sehingga setiap
ajaran yang ada dalam Islam memiliki dasar pemikiran, begitu pula dengan
pendidikan karakter. Adapun yang menjadi dasar pendidikan karakter di antaranya
adalah Alquran. Di antara ayat Alquran yang menjadi dasar pendidikan akhlak
adalah, seperti ayat di bawah ini:
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri (Q.S. Luqman ayat 17-18)

Tidak diragukan lagi bahwa Alquran adalah sumber pertama dan utama
yang menjadi rujukan bagi umat Islam. Segala permasalahan yang dialami oleh
umat Islam maka solusinya adalah Alquran. Bahkan lebih dari pada itu Alquran

18
juga menjadi pedoman dan petunjuk bagi umat selain Islam. Sumber ajaran
karakter atau akhlak dalam perspektif Islam ialah al-Qur‟an.
Karakter takwa adalah sebuah nama yang diambil dari kata al-Wiqāyah
(memelihara) yaitu seseorang menjadikan sesuatu sebagai sarana supaya terhindar
atau terpelihara dari azab Allah dan sesuatu atau sarana itu adalah mengerjakan
perintah-perintah Allah dan menjauhkan diri dari larangan-larangan Allah, karena
dengan sarana inilah seseorang terpelihara dari azab Allah.
Alquran menjadi sumber ilmu dalam mengembangkan karakter taqwa ini.
Mengingat betapa banyak perintah-perintah Allah kepada hamba-Nya supaya
berkarakter terpuji. Di samping itu, tak sedikit larangan-larangan Allah kepada
hamba-Nya supaya menjauhi karakter tercela.
Dalam konsep pendidikan karakter, Istilah karakter secara harfiah berasal
dari bahasa Latin “character”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Karakter adalah sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang
(Tobroni, 2010). Secara terminologi, kata karakter berarti tabiat, watak, sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang
lain (KBBI, Online).
Dalam proses pendidikan manusia, kedudukan akhlak dipandang
sangat penting karena menjadi pondasi dasar sebuah bangunan diri yang nantinya
akan jadi bagian dari masyarakat. Akhlak dalam Islam memiliki nilai yang mutlak
karena persepsi antara akhlak baik dan buruk memiliki nilai yang dapat diterapkan
pada kondisi apapun. Hal ini sesuai dengan fitrah manusia yang menempatkan
akhlak sebagai pemelihara eksistensi manusia sebagai makhluk Allah yang paling
mulia. Akhlaklah yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya,
sebab tanpa akhlak, manusia akan kehilangan derajat sebagai hamba Allah paling
terhormat. Hal ini disebutkan Allah dalam QS. At-Tin: 4-6.
ِ ‫الصاحِل‬ ِ ِ َّ ِ ِِ
‫ات َفلَ ُه ْم‬ َ ‫) إاَّل الذ‬5( ‫ني‬
َ َّ ‫ين آَ َمنُوا َو َعملُوا‬ ْ ‫) مُثَّ َر َد ْدنَاهُ أ‬4( ‫َح َس ِن َت ْق ِو ٍمي‬
َ ‫َس َف َل َسافل‬ ْ ‫لَ َق ْد َخلَ ْقنَا اإْلِ نْ َسا َن يِف أ‬
ٍ ُ‫أَجر َغير مَمْن‬
‫ون‬ ُْ ٌْ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

19
sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-
rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At
Tiin: 4-6)

Karakter adalah nilai-nilai yang semuanya mengarah ke arah kebaikan


(mengerti dengan semua nilai kebaikan, mau berbuat baik kepada siapa saja tanpa
membeda-bedakan, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap
lingkungan) yang tertanam dalam diri dan terlaksana ke dalam semua perilaku di
kesehariannya. Karakter berkaitan dengan Aqidah, akhlak, sikap, pola perilaku
dan atau kebiasaan yang mempengaruhi interaksi seseorang terhadap Tuhan dan
lingkungannya. Karakter menentukan sikap, perkataan dan tindakan. Setiap
masalah, ujian yang dihadapi dalam kehidupan dan kesuksesan yang dicapai
seseorang pasti sangat dipengaruhi oleh karakter yang dimiliki. Karakter yang
baik secara nyata akan memancar dari hasil yang dipikirkan, hati yang selalu
merasakan, dan semua aspek yang dilakukan oleh seseorang. Pendidikan karakter
dalam perspektif Islam memiliki tujuan yang sangat jelas yaitu membentuk anak
didik yang berakhlak mulia.
Implementasi pendidikan karakter dalam Islam tersimpul dalam karakter
pribadi Rasulullah SAW. Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai akhlak yang
agung dan mulia. Al Qur’an surat Al-Ahzab: 21
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa pendidikan karakter dalam perspektif


Álquran, telah ada sejak zaman Rasul, di mana Rasul sendiri merupakan role
model dalam pembelajaran. Sebab, tidak diragukan lagi bahwa semua yang ada
dalam diri Rasulullah SAW merupakan pencapaian karakter yang agung, tidak
hanya bagi umat Islam tetapi juga bagi umat di seluruh dunia. Dengan demikian,
semakin jelas bahwa pendidikan gaya Rasulullah SAW merupakan penanaman
pendidikan karakter yang paling tepat bagi anak didik.
Pendidikan karakter yang berbasis Alquran dan Assunnah, gabungan

20
antara keduanya yaitu menanamkan karakter tertentu sekaligus memberi benih
agar peserta didik mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalani
kehidupannya.
Dalam konsep pendidikan karakter, peran komunitas sekolah baik itu guru,
maupun kepala sekolah sebagai manajer pendidikan, sangat vital sebagai sosok
yang diidolakan, serta menjadi sumber inspirasi dan motivasi anak didiknya.
Sikap dan perilaku seorang pemimpin sangat membekas dalam diri seorang murid,
sehingga setiap ucapan, tingkah laku dan karakter guru dan manajer sekolah
menjadi cermin bagi murid. Hal ini berarti bahwa pendidikan karakter harus
memperhatikan tiga basis desain dalam pemrogramannya (Fitri, 2018).
Pertama, desain pendidikan karakter berbasis kelas. Desain ini berbasis
pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas.
Relasi guru dengan siswa bukan monolog, melainkan dialog, sehingga siswa itu
berkesempatan untuk mengeluarkan ide-ide dan pendapatnya. Kedua, desain
pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba
membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan
bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam
diri siswa. Pesan moral mesti diperkuat dengan penciptaan kultur kejujuran
melalui pembuatan tata peraturan sekolah yang tegas dan konsisten terhadap
pelanggaran.
Ketiga, desain pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik,
komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga
pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum, dan negara, juga memiliki
tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukan karakter dalam
konteks kehidupan mereka. Pendidikan karakter hanya akan bisa efektif jika tiga
desain pendidikan karakter ini dilaksanakan secara simultan dan sinergis.
Tanpanya, pendidikan kita hanya akan bersifat parsial, tidak konsisten, dan tidak
efektif. Peran manajer sekolah dalam hal ini adalah mengkondisikan agar hal-hal
ini dapat terbentuk, terpelihara, dengan mendasarkan Alquran sebagai sumber
ilmu dalam segala program di sekolah, mulai dari penyusunan, implementasi, dan
evaluasi. Hal tersebut, menurut hemat penulis, sangat sejalan dengan isi

21
kandungan Al-Qur’an Surat Ash-Shaff ayat 4:
ِِ ِ ِ َّ ُّ ِ‫إِ َّن اللَّه حُي‬
-٤- ‫وص‬
ٌ ‫ص‬ َ ‫ين يُ َقاتلُو َن يِف َسبِيله‬
ُ ‫ص ّفاً َكأَن َُّهم بُنيَا ٌن َّمْر‬ َ ‫ب الذ‬ َ
“Sesungguhnya Allah Mencintai orang-orang yang berperang di jalan-
Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh.”

d.

22
BAB IV

KESIMPULAN

Alquran sebagai kitab suci yang merupakan sumber dari segala sumber,
seyogyanya menjadi dasar dalam menyandarkan segala sendi kehidupan. Isi
kandungan Alquran meliputi: aqidah, ibadah, akhlak, dasar-dasar ilmu
pengetahuan, dan sejarah. Dalam menggali segala hal diperlukan ilmu
pengetahuan dan hal tersebut sepenuhnya terkandung dalam Alquran, salah
satunya di bidang Pendidikan, ilmu pengetahuan sangat erat kaitaannya, baik
secara konten program kurikulum, maupun di ranah manajemen Pendidikan.
Implikasi dari Al-Qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan khususnya di bidang
manajemen pendidikan diantaranya tidak bisa lepas dari kandungan Surah Ash-
Shaff ayat 4.

1.

23
DAFTAR RUJUKAN

Abidin, Z. (2020). Fiqih Ibadah. Sleman: Deepublish.


Al-Jaza'eri, A. (1982). Akidah al-Mu'min. Jeddah: Jeddah.
Al-Qathathan, M. S. (2008). Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an. Jakarta: Al-Kautsar.
Azra, A. 1998. Pendidikan Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru.
Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Baiquni, A. 1997. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Yogyakarta: PT.


Dana Bakti Prima Yasa.

Bobby, G. (2015). Pragmatisme, Materialisme, dan Hedonisme. [Online]. Diakses


dari http://www.kompasiana.com/ gabrielbobby/ pragmatisme-
materialisme-dan-hedonisme_55edad0c2623bdf40bc10e50

Cahyono, G. 2017. Pendidikan Karakter Prespektif Al-Quran dan Hadits. Jurnal


Dosen IAIN Salatiga.

Fatchurochman, N. 2012. Madrasah: Sekolah Islam Terpadu, Plus dan Unggulan.


Cet. II, Depok: Lendean Hati Pustaka.

Firdaus, F. (2004). Alam Semesta: Sumber Ilmu, Hukum, dan Informasi Ketiga
Setelah al-Qur'an dan al-Sunnah. Yogyakarta: Insan Cipta Press.
Fitri, A. 2018. Pendidikan Karakter Perspektif Alquran dan Hadits. Jurnal Studi
Pendidikan Islam, I (2), hlm. 38-67.

Habibah, S. (2015). Akhlak dan Etika dalam Islam. Jurnal Pesona Dasar, 1(4), 73-
87.
Hisyam, U. 2012. Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring. Jakarta: PT
Dharmapena Citra Media.

Lubis, S. A. (2014). Epistimologi Ilmu Pengetahuan dan Relevansinya dalam Al-


Qur'an. Hermeunetik, 8(1), 45-50.
Mukromin, 2016. Implementasi Pendidikan Karakter di Pesantren. Jurnal UIN
Yogyakarta.

24
Multazam, A. 2013. Alquran sebagai sumber ilmu pengetahuan. Diakses pada
situs http://multazameinstein.blogspot.com/2013/06/al-quran-sebagai-
sumber-ilmu-pengetahuan.html

Munawar, S. A. 2003. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta:


Ciputat Pres.

Rahardjo, M. D. (2002). Ensiklopedi Alquran Tafsir Sosila Berdasarkan Konsep-


konsep Kunci. Jakarta: Paramadina.
Russell, B. (1982). Religion and Science. London: Oxford University Press.
Shafik, S. S., & Abu Bakar, S. N. (2009). Tauhid Membina Keutuhan Akidah
Islam. Jurnal Islam dan Masyarakat Kontemporari, 2, 81-101.
Sudarsono. (1997). Filsafat Islam . Jakarta: Rineka Cipta.
Sudarsono, J. 2008. Pendidikan, kemanusiaan dan peradaban. Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara.

Syafri, U.A. 2014. Metodologi Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur‟an


(Analisis Terhadap Ayat-Ayat Al-Qur‟an Ber-lafadz “Yâ Âyyuhâ al-
Ladzîna Âmanû”). UIN Syarif Hadayatullah Jakarta.

Tobroni. 2010. Pendidikan Karakter dalam Prespektif Islam, dalam Website


http://tobroni.staff.umm.ac.id/

https://databoks.katadata.co.id

25

Anda mungkin juga menyukai