Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH DAN KASUS

PRAKTIK, MEKANISME DAN BENTUK COLABORATION

DALAM TEAM WORK PROFESI KESEHATAN

Tugas UTS Mata Kuliah “ Interprofesional Education”

Dosen Pengampu : Dr.HJ.Mamlukah SKM, M.Kes

Disusun Oleh

TIANA LISTIANA

CKR0180035

SEMESTER V

KEPERAWATAN REG.A

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

TAHUN AJARAN 2019-2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat
iman dan kesehatan, sehingga penyusun diberi kesempatan yang luar biasa ini untuk
menyelesaikan makalah dengan judul “Praktik, Mekanisme Dan Bentuk Collaboration Dalam
Team Work Profesi Kesehatan”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Interprofessional
Education. Oleh karena itu penyusun sampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Hj. Mamlukah,
SKM, M.Kes. Selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Interprofessional Education yang telah
membimbing penyusun agar makalah ini tersusun dengan baik.
Penyusun berharap makalah ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang membaca.
Selain itu penyusun juga sadar bahwa pada makalah ini dapat ditemukan banyak sekali
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penyusun benar-benar menanti
kritik dan saran demi perbaikan karya tulis selanjutnya. Penyusun pun memohon maaf
apabila dalam makalah ini terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Kuningan, Oktober 2020

Penyusun
Tiana Listiana

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
2.1 Kompetensi Interprofessional Education..................................................3
2.2 Kerjasama Tim Dalam Proses Kolaborasi.................................................4
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kerjasama Tim Interprofesi............5
2.4 Upaya Meningkatkan Kerjasama Interprofesi...........................................6
2.5 Penerapan Kerjasama Interprofesi.............................................................7
BAB III KASUS ..................................................................................................8
3.1 Deskripsi Kasus.........................................................................................9
3.2 Penyebab....................................................................................................9
3.3 Cara Mengatasi.....................................................................................10
3.4 Antisipasi Konflik Tidak Terjadi..........................................................10
BAB IV PENUTUP.........................................................................................11
4.1 Kesimpulan.........................................................................................11
4.2 Saran...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


IPE merupakan pendekatan proses pendidikan dua atau lebih disiplin ilmu yang
berbeda berkolaborasi dalam proses belajar-mengajar dengan tujuan untuk membina
interdisipliner/interaksi interprofessional yang meningkatkan praktek disiplin masing-
masing (ACCP, 2009). Menurut Cochrane Collaboration, IPE terjadi ketika dua atau lebih
mahasiswa profesi kesehatan yang berbeda melaksanakan pembelajaran interaktif
bersama dengan tujuan untuk meningkatkan kolaborasi interprofessional dan
meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan pasien.
Berdasarkan kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama
khususnya dalam usaha penggambungkan pemikiran. Kolaborasi tim kesehatan
merupakan aktivitas yang bertujuan untuk memperkuat hubungan diantara profesi
kesehatan yang berbeda.  Kolaborasi tim kesehatan terdiri dari berbagai profesi kesehatan
seperti dokter, perawat, psikiater, ahli gizi, farmasi, pendidik di bidang kesehatan, dan
pekerja sosial. Tujuan utama dari kolaborasi tim kesehatan adalah memberikan pelayanan
yang tepat, oleh tim kesehatan yang tepat, di waktu yang tepat, serta di tempat yang tepat.
Kerjasama Tim (teamwork) adalah interaksi atau hubungan dari dua atau lebih
profesional kesehatan yang bekerja saling bergantung untuk memberikan perawatan
untuk pasien (Canadian Health Services Research Foundation, 2006). Tujuan dari
kerjasama ini untuk memberikan perawatan kepada pasien, berbagi informasi untuk
mengambil keputusan bersama, dan mengetahui waktu yang optimal untuk melakukan
kerjasama dalam perawatan pasien.
Kerjasama yang efektif oleh tenaga kesehatan dari berbagai profesi merupakan kunci
penting dalam meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien
(Burtscher, 2012). Dalam penerapan kerjasama interprofesi, anggota tim interprofesi
mungkin saja mengalami konflik karena beragamnya latar belakang profesi. Oleh karena
itu dibutuhkan pemahaman.
tentang perawatan yang berfokus pada komunikasi dan sikap yang mengacu pada
keselamatan pasien yang merupakan prioritas utama.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini, diantaranya:
1. Apa kompetensi interprofessional education (IPE) ?
2. Bagaimana kerjasama (Team work) pada interprofessional education (IPE)?
3. Bagaimana kerjasama tim dalam proses kolaborasi ?.
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama tim interprofesi ?
5. Bagaimana upaya meningkatkan kerjasama interprofesi ?
6. Seperti apa penerapan kerjasama interprofesi ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penyusunan makalah ini diantaranya:
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengetahuan lebih luas tentang praktik, mekanisme dan bentuk
collaboration dalam team work profesi kesehatan
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan yang berkaitan dengan “PRAKTIK, MEKANISME
DAN BENTUK COLLABORATION DALAM TEAM WORK PROFESI
KESEHATAN” pada mahasiswa lain, yaitu :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan kompetensi interprofessional education (IPE)
2. Mahasiswa mampu menjelaskan kerjasama (Team work) pada interprofessional
education (IPE)
3. Mahasiswa mampu menjelaskan kerjasama tim dalam proses kolaborasi
4. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama tim
interprofesi
5. Mahasiswa mampu menjelaskan upaya meningkatkan kerjasama interprofesi
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penerapan kerjasama interprofesi

1.4 Manfaat Penulisan


1. Untuk mengembangkan dan menambah wawasan mengenai praktik, mekanisme dan
bentuk collaboration dalam team work profesi kesehatan
2. Agar mahasiswa mampu memahami tentang praktik, mekanisme dan bentuk
collaboration dalam team work profesi kesehatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kompetensi Interprofessional Education (IPE)


IPE mengandung beberapa elemen yang harus dimiliki agar konsep pembelajaran
dengan metode IPE dapat dilaksanakan, diantaranya :
1) Kolaborasi
2) Komunikasi yang saling menghormati
3) Refleksi
4) Penerapan pengetahuan dan ketrampilan
5) Pengalaman dalam tim interprofessional.
Kelima konsep tersebut ditanamkan pada mahasiswa sejak awal mula pendidikan,
sehingga mampu membekali dirinya dengan elemenelemen tersebut.
Kompetensi menurut Buku Pedoman Kerja Mahasiswa (BPKM) Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia yaitu mahasiswa peserta program IPE mampu :
1) menjelaskan konsep kolaborasi dalam pengelolaan masalah kesehatan sesuai
dengan teori yang berlaku
2) mengidentifikasi peran masing-masing profesi dalam kolaborasi pengelolaan
masalah kesehatan sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi
3) mengidentifikasi masalah-masalah dalam proses kolaborasi pengelolaan masalah
kesehatan sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi,
4) merumuskan penyelesaian masalah dalam proses kolaborasi pengelolaan masalah
kesehatan sesuai dengan konteks yang dihadapi
5) menerapkan peran masing-masing profesi dan berinteraksi dalam pengelolaan
masalah kesehatan sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi.

2.2 Kerjasama Tim Dalam Proses Kolaborasi


Proses kolaborasi memiliki ciri-ciri khas, di antaranya adalah kerjasama,
koordinasi, saling berbagi, kompromi, rekanan, saling ketergantungan dan kebersamaan.
Menurut Kozier (1997) hal-hal yang dapat dilakukan dalam penerapan kolaborasi adalah
a. Kebersamaan dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah,
tujuan dan pertanggungjawaban
b. Bekerjasama dalam memberikan pelayanan
c. Melakukan koordinasi dalam pelayanan

3
d. Keterbukaan dalam komunikasi.
Menurut Siegler & Whitney (2000) proses kolaborasi harus memenuhi 3 kriteria
berikut ini :
a. Harus melibatkan tenaga ahli dengan bidang keahlian yang berbeda, yang dapat
bekerjasama timbal balik secara mulus
b. Anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerjasama
c. Kelompok harus memberikan pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari
kombinasi pandangan dan keahlian yang diberikan oleh setiap anggota tim
tersebut.

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kerjasama Tim Interprofesi

Menurut Weaver (2008), fungsi kerjasama tim yang efektif dipengaruhi oleh faktor
anteseden, proses dan hasil. Faktor-faktor tersebut merupakan sesuatu yang dapat
meningkatkan maupun menghambat proses kerjasama dalam tim. Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kerjasama Interprofesi :

1) Anteseden (Antecedents)
a. Pertimbangan sosial dan intrapersonal (social and intrapersonal consideration).
Dasar pertimbangan sosial berawal dari kesadaran bahwa seseorang harus
membentuk suatu kelompok agar dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sifat
manusia sebagai makhluk sosial yang saling memerlukan dapat menjadi dasar
terbentuknya sebuah tim. Pertimbangan intrapersonal juga merupakan komponen
penting dalam menciptakan kolaborasi yang baik. Anggota tim harus memiliki
tipe kepribadian yang baik dan sikap untuk bekerjasama yang baik. Selain itu,
kolaborasi yang efektif akan tercapai apabila masing-masing anggota tim
kesehatan merupakan pakar dalam profesinya masing-masing, artinya anggota
tim dari profesi yang satu harus seimbang dengan profesi yang lain baik dari segi
pengetahuan, keterampilan, maupun pengalaman yang dimiliki agar dapat saling
berdiskusi secara efektif.
b. Lingkungan fisik (physical environment)
Lingkungan kerja dan kedekatan di antara anggota tim dapat memfasilitasi
atau menghambat kolaborasi. Lingkungan kerja yang baik harus dapat
mendukung kemampuan anggota tim untuk mendiskusikan beberapa ide maupun

4
menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi, sehingga dapat meningkatkan
ikatan dan diskusi penting yang mengarah pada pemahaman dari perspektif yang
berbeda dan dapat menyelesaikan masalah di dalam tim.
c. Faktor organisasional dan institusional (organizational and institutional factor)
Institusi dan kelembagaan sangat berperan dalam mengurangi hambatan untuk
kolaborasi lintas profesi. Kebijakan yang diterapkan oleh suatu institusi ataupun
kelembagaan kesehatan harus dapat mendorong terciptanya kerjasama antar
profesi kesehatan, kebijakan tersebut dapat berupa penerapan kurikulum
interprofessional education maupun penerapan standar pelayanan kesehatan
melalui kolaborasi interprofesi dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah
sakit.
2) Proses
a. Faktor perilaku
Perilaku bekerjasama antar profesi kesehatan merupakan kunci untuk
mengatasi hambatan dalam proses kolaborasi. Kesadaran untuk bekerjasama dan
saling membutuhkan harus ditanamkan pada setiap anggota tim agar tidak ada
arogansi maupun egoisme profesi. Perilaku bekerjasama juga bertujuan untuk
meredakan ketegangan di antara profesi yang berbeda, selain itu juga untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya perawatan pasien.
b. Faktor interpersonal
Interpersonal merupakan cara untuk berhubungan dengan orang lain, dalam
hal ini adalah profesi kesehatan yang lain. Dalam hubungan interpersonal harus
terdapat peran yang jelas. Setiap profesi harus mengetahui peran profesi yang
lain, sehingga mereka dapat berbagi peran sesuai dengan kompetensi masing-
masing profesi. Untuk membentuk hubungan interprofesi yang baik sangat
diperlukan adanya komunikasi interprofesi yang efektif. Melalui komunikasi
interprofesi, anggota tim dapat saling berbagi ide, perspektif dan inovasi
perawatan kesehatan sehingga kolaborasi dapat berjalan dengan baik.
c. Faktor intelektual
3) Sebuah institusi pendidikan profesi kesehatan memegang peranan yang sangat penting
dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kolaborasi interprofesi.
Kolaborasi Interprofesi akan berjalan dengan baik apabila setiap anggota tim
mempunyai tingkat pengetahuan dan keterampilan yang setara Outcome and
opportunity

5
Pengembangan kerjasama dan kolaborasi tim interdisiplin akan sangat
membantu dalam menciptakan ide-ide baru yang berhubungan dengan inovasi
pelayanan kesehatan. Kesadaran terhadap hambatan terbentuknya kerjasama yang
efektif harus ditekankan pada setiap anggota tim sehingga dapat tercipta model
integratis dalam sistem pelayanan kesehatan. Tuntutan terhadap peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan memberikan peluang bagi tenaga kesehatan untuk
menerapkan kolaborasi interprofesi dalam sistem pelayanan kesehatan.

2.4 Upaya Meningkatkan Kerjasama Interprofesi


Kerjasama yang efektif oleh tenaga kesehatan dari berbagai profesi merupakan
kunci penting dalam meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan dan keselamatan
pasien (Burtscher, 2012). Fakta yang terjadi saat ini, bahwa sulit sekali untuk
menyatukan berbagai profesi kesehatan tersebut kedalam sebuah tim interprofesi. Hal
tersebut dikarenakan kurangnya kemampuan tenaga kesehatan untuk menjalin kerjasama
yang efektif seperti kurangnya keterampilan komunikasi interprofesi dan belum
tumbuhnya budaya diskusi bersama profesi lain dalam menentukan keputusan klinis
pasien. Untuk itulah diperlukan adanya kurikulum yang dapat melatih mahasiswa tenaga
kesehatan untuk berkolaborasi sejak masa akademik agar mereka terbiasa berkolaborasi
dengan profesi lain bahkan sampai ketika mereka berada didunia kerja (Reeves, 2011).
Sebuah rekomendasi dari WHO (2010) yang bertema “Framework For Action On
Interprofessional Education & Collaborative Practice” menjelaskan bahwa
interprofessional education (IPE) merupakan strategi pembelajaran inovatif yang
menekankan pada kerjasama dan kolaborasi interprofesi dalam melakukan proses
perawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pasien. Lebih jauh WHO
(2010) menjelaskan bahwa kerjasama interprofesi merupakan kemampuan yang harus
selalu dipelajari dan dilatih melalui IPE. Kemampuan kerjasama interprofesi yang baik
dapat dilihat dari kemampuan mahasiswa untuk menjadi team leader dan mampu
mengatasi hambatan dalam kerjasama interprofesi.

2.5 Penerapan Kerjasama Interprofesi

Tim interprofesi dapat terdiri atas berbagai profesi kesehatan seperti konsultan,
dokter, perawat, dokter spesialis, dan fisioterapis dan tim ini dapat diterapkan pada
berbagai macam tatanan perawatan misalnya pada ruang operasi maupun pada perawatan

6
geriatri. Dalam penerapan kerjasama interprofesi, anggota tim interprofesi mungkin saja
mengalami konflik karena beragamnya latar belakang profesi. Oleh karena itu
dibutuhkan pemahaman tentang perawatan yang berfokus pada komunikasi dan sikap
yang mengacu pada keselamatan pasien yang merupakan prioritas utama. Selain itu
dibutuhkan kejelasan peran masing-masing profesi dalam menciptakan perawatan yang
optimal, yaitu meliputi peran mandiri tiap profesi dan peran tim interprofesi secara
keseluruhan. Penerapan kerjasama tin interprofesi pada beberapa tatanan perawatan
pasien dijelaskan sebagai berikut:

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam meningkatkan efektifitas kerjasama
tim adalah Team Mental Models (TMM). TMM didefinisikan sebagai metode anggota
timnya yang dapat saling berbagi pengetahuan maupun pemahaman terkait kompetensi
kinerja klinis tenaga kesehatan. Menurut DeChurch dan Mesmer-Magnus (2010), TMM
telah terbukti memberikan efek yang signifikan terhadap proses kinerja tim. Berdasarkan
kompleksitas kasus pasien, Ruang Operasi (OK) menjadi salah satu setting yang paling
cocok untuk penerapan TMM.

Secara umum, konsep TMM mengacu pada pembagian pemahaman maupun


pengetahuan yang relevan antar anggota dalam mewujudkan kerjasama tim yang efektif.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Burtscher (2012) menyatakan bahwa melalui
TMM, tenaga kesehatan dapat berbagi pengetahuan, sikap, dan pemahaman terkait
peningkatan keselamatan pasien patient safety). Anggota tim interdisiplin dapat saling
mengidentifikasi peran dan tanggungjawab masing-masing profesi serta dapat
menentukan solusi masalah kerjasama yang mungkin terjadi berdasarkan diskusi tim.

Dalam beberapa tahun terakhir, telah banyak ditemukan potensi masalah di klinis
maupun di masyarakat mengenai perawatan kesehatan pasien, khususnya pada lansia.
Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama tim interdisiplin tenaga kesehatan dalam
mewujudkan perawatan geriatri yang optimal (Kagan, 2010). Sebuah tim interdisiplin
perlu meningkatkan dan mengimplementasikan pengetahuan maupun kompetensi asuhan
perawatan akut pada geriatri. Tidak seperti perawatan geriatri jangka panjang, perawatan
akut lebih menitikberatkan pada pemberian perawatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Tenaga kesehatan akan membentuk suatu tim kesehatan yang terdiri atas dokter,
psikiatri, maupun perawat klinis. Kerjasama tim interprofesi pada perawatan geriatri akut
dapat dilakukan misalnya dengan cara perawat dapat memberikan asuhan keperawatan

7
langsung kepada pasien, dokter berperan dalam perawatan medis, dokter bedah dapat
merencanakan medikasi dan tindakan operatif sesuai indikasi, sedangkan pekerja sosial
dapat mengkoordinasikan discharge planning pasien pada saat akan dipulangkan ke
rumah. Di sisi lain, fisioterapis dapat memberikan intervensi kritis kepada pasien untuk
mengembalikan fungsi tubuh yang hilang (Benedict, 2006).

8
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Praktek Kerja Nyata Inter PropesionalColaboration (PKN-IPC) Mampu
Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat

3.1 Deskripsi Kasus

PKN IPC sebagai proses pembelajaran dilapangan bagi mahasiswa dikolaborasikan


dalam berbagai disiplin ilmu direncanakan secara sistematis dan terpadu berdasarkan
permasalahanyang digali dari keluarga dan dirumuskan bersama keluarga. Program PKN
IPC dengan tema,Pemberdayaan Kesehatan dan Gizi Keluarga Berbasis Potensi Lokal
yang diharapkan dapatmeningkatkan empati, kepedulian, kerjasama mahasiswa dari
berbagai latar belakang keilmuandengan pendekatan kolaboratif untuk peningkatan
kualitas hidup keluarga dan masyarakat dan mendorong terciptanya learning
community.Program PKN-IPC sebagai bentuk pengabdianmasyarakat dilaksanakan
untuk membantu menyelesaikan persoalan pembangunan kesehatan didaerah secara
kolaboratif.

3.2 Penyebab

Ada beberapa daerah terpencil di kabupaten Semarang yang memiliki status kesehatan
kurang. Poltekkes Kemenkes Semarang melakukan pendidikan antar profesi untuk
penanganan masalah kesehatan dengan menggunakan strategi "one team one family".
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan status kesehatan keluarga dan
menguraikan setiap indikator status.

Kategori keluarga sehat di Kecamatan Bancak tahun 2018 pada kategori keluarga
tidak sehat (16,5%); keluarga pra sehat (65,9%); keluarga sehat (17,6%). Kategori
keluarga tidak sehat di Kecamatan Bringin (14,6%); keluarga pra sehat (68,3%);
keluarga sehat (17,1%)

3.3 Cara Mengatasi

PKN-IPC pemberdayaan kesehatan dan gizi keluarga berbasis potensi lokal. Kegiatan
ini terselenggara pada tanggal 2-21 Juli 2018 di Kabupaten Analisis data dilakukan oleh
mahasiswa di masing-masing desa untuk mempelajari dan menguji data dalam rangka
untuk menetapkan masalah kesehatan. Analisis data dilakukan untuk menentukan

9
kebutuhan kesehatan komunitas, kekuatan komunitas, pola respon kesehatan, kesehatan
keluarga dan tren pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Langkah-langkah pengkajian sebagai berikut:

1) Mengkategorikan data

2) Meringkas data per kategori

3) Mengidentifikasi perbedaan data dan penghapusan data

4) Membuat simpulan.

Program PKN-IPC yang terlaksana di Kabupaten Semarang terdiri dari program


tematik, program non tematik dan program fakultatif. Rencana program
dimusyawarahkan dengan segenap tokoh formal dan informal dalam Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD) dan kesepakatan tersebut dituangkan dalam dokumen
komitmen pelaksanaan program peningkatan IKS.

3.4 Antisipasi Konflik Tidak Terjadi

Program PKN IPC Poltekkes Kemenkes Semarang mengusung tema “Pemberdayaan


Kesehatan dan Gizi Keluarga Berbasis Potensi Lokal” yang merupakan bentuk
perwujudan visi dan misi Poltekkes Kemenkes Semarang dalam menunjang Tri Dharma
Perguruan Tinggi-khususnya di bidang Pengabdian Masyarakat. Program tersebut
mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di kecamatan Bancak dan Bringin,
Kabupaten Semarang melalui upaya promotif dan preventif. Dinas Kesehatan Kabupaten
Semarang diharapkan dapat terus melakukan program peningkatan kesehatan yang
mencakup 12 indikator keluarga sehat serta melakukan pemantauan untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal.

10
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam konsep pembelajaran dengan metode IPE ada beberapa elemen yang harus
dimiliki agar dapat dilaksanakan diantaranya : kolaborasi, komunikasi yang saling
menghormati, refleksi, penerapan pengetahuan dan keterampilan, pengalaman dalam tim
interprofesional.
Perkembangan IPE sangat membutuhkan sikap dan keinginan dari mahasiswa
untuk bekerja sama. Teamwork dalam kolaborasi merupakan bekerja dalam tim
interprofesional baik lintas program, lembaga, disiplin ilmu ataupun tatanan mayarakat
dalam mencapai visi dan tujuan bersama. Tujuan IPE sendiri adalah menumbuhkan kerja
kolaboratif anatara profesi kesehatan sebagai anggota tim interprofesional masa depan.
Terdapat 5 komponen yang dapat menilai kerjasama tim pada program IPE yaitu :
struktur tim ( team structure), kepemimpinan (leadership), pemantauan situasi (situation
monitoring), dukungan kelompok (mutual support), komunikasi (communication).
Kerjasama yang efektif oleh tenaga kesehatan dari berbagai profesi merupakan
kunci penting dalam meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan dan keselamatan
pasien.

3.2 Saran

1. Pendidikan
Diharapkan pelaksanaan IPE dapat dilaksanakan secara berkelanjutan, mengingat
institusi kesehatan merupakan penyedia utama calon tenaga kesehatan profesional
2. Mahasiswa
Mahasiswa mampu untuk berkolaborasi dengan baik dalam penanganan masalah
kesehatan baik di komunitas, keluarga atau individu.

11
DAFTAR PUSTAKA

CHFC-IPE, T. (2014). Buku Acuan Umum CFHC-IPE. Yogyakarta: Fakultas


Kedokteran,UGM.http://gamel.fk.ugm.ac.id/pluginfile.php/269/mod_forum/attachment/2804/
Buku%20Acuan%20Umum-CFHC%20IPE-2014.pdf. (Diakses 09 Oktober 2020).

https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.undip.ac.id/55709/1/Proposal_skripsi_Isna_Intan
_J.pdf&ved=2ahUKEwj_9r_6z6LsAhWV7XMBHWrlDMkQFjABegQIARAB&usg=AOvV
aw121W6KRgNFbmcxO9ErFf7e. (Diakses 09 Oktober 2020).

Hall, P., Weaver, L., 2001. Interdisciplinary Education Education and Teamwork: a Long and
Winding Road.

Reeves, S., Lewin, S., Espin, S., Zwarenstein, M.,& Ed, H. B., 2011. Interprofessional
Teamwork for Health and Social Care., pp. 32-33.

12

Anda mungkin juga menyukai