ETIOLOGI HIPERTENSI
Berikut ini beberapa kondisi yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
· Gangguan endokrin.
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-
mediated hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada
aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan hipokalemia.
Aldosteronisme primer biasanya timbul dari benigna adenoma korteks adrenal.
· Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta torasik
atau aorta abdominal. Penyempitan menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.
· Kehamilan
· Luka bakar
· Merokok
PATOFISIOLOGI
Tekanan arteri sistemik adalah sebuah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung)
dengan tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke
volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem
saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan
tekanan darah antara lain :
1. Sistem baroreseptor
4. Autoregulasi vaskule
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta dan dinding
ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem baroreseptor meniadakan
peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi
parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan tonus simpatis. Oleh karena itu, reflek kontrol
sirkulasi meningkatkan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan
tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal
pada hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikkan re-setting sensitivitas
baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun penurunan tekanan tidak
ada.
Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh mengalami
kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme fisiologi kompleks yang
mengubah aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal
berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan arteri meningkatkan diuresis dan penurunan
tekanan darah. Kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam
mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik.
Renin dan angiotensin memegang peranan penting dalam pengaturan tekanan darah. Ginjal
memproduksi renin yaitu enzim yang bertindak pada substrat protein plasma untuk memisahkan
angiotensin I, yang kemudian diubah oleh converting enzym dalam paru menjadi angiotensin II
kemudian menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi vasokontriktor yang kuat
pada pembuluh darah dan merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldosteron.
Aldosteron sangat bermakna dalam hipertensi terutama pada aldoteronisme primer. Melalui
peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting
atau penghambatan pada ekskresi garam (natrium) dengan akibat peningkatan tekanan darah.
Sekresi renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan perifer
vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin harus diturunkan karena
peningkatan arteriolar renal mungkin menghambat sekresi renin. Peningkatan tekanan darah terus-
menerus pada klien hipertensi esensial akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-
organ vital. Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-arteriole.
Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan
organ tubuh. Hal ini menyebabkan infrak miokard, stroke, gagal jantung dan gagal ginjal.
Autoregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi jaringan dalam
tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular
dengan mengakibatkan pengurangan aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai
akibat dari peningkatan aliran. Autoregulasi vaskular nampak menjadi mekanisme penting dalam
menimbulkan hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Hitung darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan
indikator faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
1. BUN, kreatinin : peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau faal ginjal.
2. Serum glukosa : hiperglikemia (diabetes melitus adalah presipitator hipertensi) akibat peningkatan
kadar katekolamin.
5. Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap vasokontriksi
dan hipertensi.
c) Elektrolit
1. Serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme atau efek
samping terapi diuretik.
d) Urine
1. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengindikasikan disfungsi renal atau
diabetes.
e) Radiologi
1. Intra Venous Pyelografi (IVP) : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal pharenchymal
disease, urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH).
2. Rontgen toraks : menilai adanya kalsifikasi obstruktif katup jantung, deposit kalsium pada aorta, dan
pembesaran jantung.
f) EKG
Menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau disritmia.
PENATALAKSANAAN
· Menurunkan tekanan darah sampai normal atau mendekati normal, tanpa mengganggu aktivitas
sehari-hari. Dengan demikian dapat komplikasi dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
· Prevansi terhadap peninggian tekanan darah dan “heart rate” secara akut selama “exercise” dan
“stress”
a. Diuretik
· Kemanjuran maksimal tinggi; Bumetanid (Bumex), Asam Etakrinat (Edeerin), Furosemid (Lasix).
3. Bekerja pada neuron simpatis pasca ganglion; Guanadrel (Hylorel), Guanetidin (Isenelin),
Penghambat monoamin oksidase, Reserpin.
· Penghambat sistem renin angiostenin; Captopril (Capoten), Enalapril (Vasotec), Saralisin (Sarenin).
Hipertensi dapat dikendalikan dengan Diit rendah Garam, merupakan diit dengan pembatasan
konsumsi garam untuk membantu menghilangkan retensi garam/air dalam jaringan tubuh
· Jumlah natrium yang diperolehh disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam/air dan/atau
hipertensi.
Jika ditinjau dari jumlah natrium yang perlu dikonsumsi, Diit Rendah Garam dibagi menjadi 3 yaitu :
· Diit Rendah Garam I (DRG I) mengandung natrium 200-400 mg. Dalam pemasakan tidak
ditambahkan garam dapur. Bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Makanan diberikan kepada
penderita dengan oedema, ascites dan/atau hipertensi berat.
· Diit Rendah Garam II (DRG II) mengandung natrium 600-800 mg. Pemberian makanan sama dengan
DRG I. dalam pemasakan makanan diperbolehkan menggunakan ¼ sdt garam dapur (1 gr). Bahan
makanan tinggi natrium dihindarkan. Makanan ini diberikan kepada penderita dengan oedema,
ascites dan/atau hipertensi sedang ini diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau
hipertensi sedang
· Diit Rendah Garam III (DRG III) mengandung natrium 1000-1200 mg. Pemberian makanan sama
dengan DRG I. Dalam pemasakan boleh diberi garam dapur ½ sendok teh (2 gr). Makanan ini
diberikan kepada penderita dengan edema, dan/atau hipertensi ringan.
KOMPLIKASI
Penyakit hipertensi bila tidak dikontrol secara teratur akan berlanjut kearah penyakit yang
mematikan, seperti :
a) Penyakit jantung
b) Cedera serebrovaskular
c) Gagal ginjal
KONSEP ASKEP
PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
3. Keluhan utama
a. Aktivitas/istirahat
b. Sirkulasi
Tanda : kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takikardi, pengisian kapiler lambat, pucat,
sianosis, diaforesis, dan kemerahan (feokromositoma).
c. Integritas Ego
d. Eliminasi
e. Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai, yang mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan (meningkat/menurun).
f. Neurosensori
Tanda : status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir, atau
memori (ingatan).
g. Nyeri/ketidaknyamanan
h. Pernafasan
i. Keamanan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan hipertensi, yaitu :
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi dan iskemia miokardia.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun di atas, maka rencana tindakan
keperawatannya adalah sebagai berikut :
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan after load, vasokontriksi.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja jantung.
Kriteria hasil : Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan
irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal klien.
Rencana keperawatan :
Intervensi Rasional
Tanda dan gejala: Keluhan nyeri kepala oksipital terutama pada saat bangun , otot-otot wajah
tegang, menyeringai menahan sakit, gelisah, leher kaku, penglihatan kabur, mual dan muntah.
Rencana keperawatan :
Intervensi Rasional
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum dan ketidakseimbangan antara suplai
darah dan kebutuhan oksigen.
Kriteria hasil : Ikut serta dalam kegiatan yang dibutuhkan, menunjukkan toleransi aktifitas yang
dapat diukur, intoleransi fisiologis mengalami penurunan.
Rencana keperawatan :
Intervensi Rasional
1. Kaji respon pasien terhadap aktifitas 1. Perubahan aktifitas dapat mengidentifikasi
tingkat kelemahan fisik pasien atau klien
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan, pola hidup
monoton, dan keyakinan budaya.
Tanda dan gejala : Berat Badan (BB) meningkat 10%-20% dari BB Ideal, lipatan trisep pada pria
lebih dari 15 mm dan pada wanita lebih dari 25 mm.
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan pola makan (misal: pilihan makanan, kuantitas, dan
sebagainya), mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan
optimal, melakukan program olahraga yang tepat secara individual.
Rencana keperawatan :
Intervensi Rasional
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan krisis situasi, harapan yang tak terpenuhi, perubahan
hidup beragam.
Kriteria hasil : Menyadari akan kemampuan koping saat ini, menghindari stress, menggunakan
ketrampilan atau metode efektif untuk mengatasi masalah.
Rencana keperawatan :
Intervensi Rasional
Kriteria hasil : Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan,
mengidetifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan,
mempertahankan tekanan darah dalam parameter normal.
Rencana keperawatan :
Intervensi Rasional
IMPLEMENTASI
Pelaksanaan merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat. Pelaksanaan asuhan
keperawatan adalah merupakan pemberian asuhan keperawatan yang nyata serta merupakan
penyelesaian dari tindakan keperawatan untuk mencapai sasaran yang telah dirumuskan dalam
perencanaan yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan klien secara optimal.
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan eisien pada situasi
yang tepat.
Setelah pelaksanaan selesai, dilakukan dokumentasi intervensi secara tertulis pada catatan
keperawatan dan proses keperawatan.
1. Tindakan mandiri
2. Tindakan observasi
4. Tindakan kolaborasi
EVALUASI
Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah dilakukan, ditulis dalam
catatan perkembangan yang berfungsi untuk mendokumentasikan keadaan klien berupa
keberhasilan maupun ketidakberhasilan yang dilihat dari masalah yang ada.