Anda di halaman 1dari 20

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR TIDUR PADAT DAN KAMAR

TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM CONDONG TASIKMALAYA

Di susun oleh :

MUHAMMAD WIZDAN HANIFA


20118077
TLM-3B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA


PRORAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN
TASIKMALAYA
2020
ABSTRAK

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei var. hominis beserta produknya. Skabies dapat
menyebar dengan cepat pada kondisi ramai dimana sering terjadi kontak tubuh.6,8
Secara morfologik, parasit ini merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung, dan bagian perutnya rata. Spesies betina berukuran 300 x 350 µm, sedangkan
jantan berukuran 150 x 200 µm. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang
kaki depan dan 2 pasang kaki belakang.. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbedaan angka kejadian skabies di kamar tidur padat dan kamar tidak padatdi pondok
pesantren modern islam condong tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif, pengambilan sampel dari tempat tidur yang dihuni oleh
beberapa orang santri dan hanya satu orang santri dilakukan pada bulan Oktober 2020
di daerah condong, kota tasikmalaya. Pengambilan sampel dilakukan dengan
mengambil debu-debu diatas kasur yang di huni hanya satu orang dan beberapa orang,
dengan teknik sistematis.
DAFTAR ISI

BAB I............................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................5
A. Latar belakang...................................................................................................................................5
B. Perumusan Masalah.......................................................................................................................7
C. Tujuan Peneliltian...........................................................................................................................7
D. Manfaat Penelitian.........................................................................................................................7
BAB II...........................................................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................................8
a. Definisi scabies...............................................................................................................................8
b. Epidemiologi Skabies.....................................................................................................................8
c. Etiologi Skabies..............................................................................................................................9
d. Patogenesis.....................................................................................................................................9
e. Penularan Penyakit Skabies..........................................................................................................9
f. Kerangka teori.............................................................................................................................10
g. Anggapan dasar...........................................................................................................................10
3.2.Alat.................................................................................................................................................12
3.3.Bahan..........................................................................................................................................1212
Prosedur kerja.......................................................................................................................................12
3.2.1. Tahap pra analitik...............................................................................................................12
3.2.1.1. Pengambilan sampel..........................................................................................................12
3.2.2. Tahap analitik......................................................................................................................13
3.2.3. Tahap pasca analitik............................................................................................................13
BAB IV.......................................................................................................................................................14
PEMBAHASAN DAN HASIL........................................................................................................................14
4.1 Kerangka tulang ikan (fishbone)............................................................................................14
4.2 Pembahasan.............................................................................................................................15
BAB IV.......................................................................................................................................................18
KESIMPULAN.............................................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut UU Kesehatan No 36 tahun 2009 Sehat adalah suatu


keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Salah satu pilihan
menjadi manusia sehat secara jiwa adalah dengan memperdalam ilmu
dibidang agama, contohnya pendidikan di pesantren yang mengutamakan
pendidikan agama. Pesantren adalah lembaga yang dikenal masyarakat
sebagai lembaga pendidikan agama. Tempat santri menetap di lingkungan
pesantren disebut dengan pondok. Dan dari sinilah timbul istilah pondok
pesantren. Pondok Pesantren merupakan salah satu tempat umum yang
didalamnya terdapat asrama, masjid, dan para santri yang tinggal dengan
aktivitas sehari-hari lingkungan pesantren. Dari kegiatan yang dilakukan
tiap harinya di pesantren dapat berpotensi kemungkinan penularan
penyakit, pencemaran lingkungan maupun gangguan kesehatan
lingkungan lainnya (Chandra, 2007:39).

Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit skabies,


antara lain : keadaan sosial ekonomi yang rendah, hiegenitas yang buruk,
hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas (tidak memilih-milih), dan
perkembangan demografik serta ekologi yang buruk merupakan hal-hal
yang erat kaitannya dengan perkembangan penyakit ini (Siskawati,
2008).

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan


sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei var. hominis beserta
produknya. Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig,
budukan, dan gatal agogo. Skabies dapat menyebar dengan cepat pada
kondisi ramai dimana sering terjadi kontak tubuh.6,8 Secara morfologik,
parasit ini merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung, dan bagian perutnya rata. Spesies betina berukuran 300 x 350
µm, sedangkan jantan berukuran 150 x 200 µm. Stadium dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki depan dan 2 pasang kaki
belakang. Kaki depan pada betina dan jantan memiliki fungsi yang sama
sebagai alat untuk melekat, akan tetapi kaki belakangnya memiliki fungsi
yang berbeda. Kaki belakang betina berakhir dangan rambut, sedangkan
pada jantan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan kaki keempat
berakhir dengan alat perekat.

Penyebaran tungau skabies adalah dengan kontak langsung oleh


penderita skabies. Skabies juga bisa menular melalui penggunaan handuk
bersamaan, sprei tempat tidur, dan segala hal yang dimiliki pasien skabies
(Erstad, 2007). Oleh karena itu skabies sering menyebar dalam anggota
keluarga, satu asrama, kelompok anak sekolah, pasangan seksual bahkan
satu kampung atau desa. Penularan penyakit 3 ini erat hubungannya
dengan kebersihan lingkungan, kebersihan perorangan, tempat-tempat
yang padat penduduknya seperti asrama serta tempat-tempat yang lembab
dan kurang mendapat sinar matahari. Keadaan ini juga dapat ditemukan
di pesantren, oleh karena itu insiden skabies di pesantren cukup tinggi
(Izwar, 1997).

Penularan scabies terjadi secara kontak langsung dan tidak


langsung. Kontak secara langsung misalnya bersentuhan dengan
penderita atau tidak langsung misalnya melalui handuk dan pakaian.

Prevalensi penyakit skabies disebuah pondok pesantren di Jakarta


mencapai 78,70%, di wilayah Kabupaten Pasuruan sebesar 66,70%
prevalensi

penyakit skabies jauh lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi


penyakit skabies di negara berkembang yang hanya 6-27% atau
prevalensi penyakit skabies di Indonesia sebesar 4,60-12,95% saja,
dengan prevalensi tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja
(Nugraheni, 2008).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan


masalahnya adalah adakah perbedaan angka kejadian skabies di kamar
padat dan kamar tidak padat di Pondok Pesantren Modern Islam PPMI
Assalaam Surakarta.

C. Tujuan Peneliltian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah perbedaan angka


kejadian skabies di kamar padat dan kamar tidak padat di Pondok
Pesantren Modern.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai


angka kejadiaan skabies di kamar padat dan kamar tidak padat di
Pondok Pesantren Modern Islam.

2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan


kepada para santri agar selalu menjaga diri dan lingkungan agar
terbebas dari penularan penyakit skabies.

b. Penelitian ini diharapkan dapat membantu mencegah dan


memberantas terjadinya insiden skabies di kamar padat dan
kamar tidak padat diPondok Pesantren Modern Islam .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi scabies
Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei
tungau (mite) berukuran kecil yang hidup didalam kulit penderita.
Tungau yang tersebar luas diseluruh dunia ini dapat ditularkan dari
hewan kemanusia dan sebaliknya. Tungau ini berukuran 200-450
mikron, berbentuk lonjong, bagian dorsal konveks sedangkan bagian
ventral pipih (Soedarto, 2009). Penyakit skabies disebut juga the itch,
seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gudig, gatal agogo, budukan
dan penyakit ampera (Harahap, 2000).
b. Epidemiologi Skabies
Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak
masyarakat. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang
dewasa muda, tetapi dapat juga mengenai semua umur. Insidensi
sama pada pria dan wanita. Insidensi skabies di negara
berkembang menunjukkan sik1lus fluktasi yang sampai saat ini
belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemik
dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun.
Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah
kemiskinan, hygiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis
yang 10 salah, demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual.
Insidensinya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di
Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Selain itu faktor
penularannya bisa melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur,
lewat pakaian, perlengkapan tidur atau benda - benda lainnya.

1
Seperti yang terjadi di pondok pesantren. Sebagian besar santri
mempunyai kebiasaan untuk bertukar pakaian, alat sholat ataupun
alat mandi dengan teman sehingga penyebaran penyakit skabies
menjadi sangat mudah mengingat salah satu penyebab penularan
skabies adalah hygiene yang jelek (Djuanda, 2007).
c.Etiologi Skabies
(Scabies, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal) disebabkan
oleh tungau kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabiei) dan
didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang
menderita penyakit ini. Penularan penyakit ini seringkali terjadi
saat berpegangan tangan dalam waktu yang lama dan dapat di
katakan penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini
(Harahap, 2000).
d. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya disebabkan oleh
tungau skabies, tetapi juga dapat disebabkan oleh penderita
sendiri akibat garukan yang mereka lakukan. Garukan tersebut
dilakukan karena adanya rasa gatal. Gatal yang terjadi disebabkan
oleh sensitisasi terhadap sekreta dan dan eksreta tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat
itu kelainan kulit menyerupai dermatitis 11 dengan di temukannya
papul, vesikel, urtika dan lain-lain, dengan garukan dapat timbul
erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder (Djuanda, 2007).
e.Penularan Penyakit Skabies
Skabies ditularkan dari seseorang penderita pada orang lain
melalui kontak langsung yang erat, misalnya antara anggota
keluarga, antara anak-anak penghuni panti asuhan yang tidur
bersama-sama di satu tempat tidur. Penularan biasanya melalui
Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang
oleh larva (Soedarto, 2009). Anjing dan kucing penderita skabies
yang hidup didalam rumah dapat menjadi sumber penularan yang
penting bagi keluarga yang memeliharanya (Soedarto, 2009)

f. Kerangka teori

tempat
tidur

scabies debu

sarcoptes
kaki kotor
scabies

(gambar 1.1 kerangka teori)

g. Anggapan dasar
Berdasarkan survey awal pada tanggal 9 Februari
2012, peneliti mendapatkan informasi dari Puskesmas Air Dingin
bahwa beberapa santri Pondok Pesantren Darul Ulum menderita
skabies. Peneliti juga mendapat informasi dari pengelola pondok
pesantren bahwa sebelumnya tidak pernah dilakukan penelitian
kesehatan di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum dan hampir
sebagian siswa mengeluhkan adanya penyakit pada kulit dengan
keluhan gatal-gatal. Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum terdiri
dari 138 orang santri. Hal inilah yang mendorong penulis
melakukan penelitian mengenai hubungan personal hygiene
dengan kejadian skabies di Pondok Pendidikan Darul Ulum
Palarik, Air Pacah. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk
mengetahui kejadian skabies siswa dan kebiasaan siswa dalam
hal kebersihan diri.
8 Siswa pondok pesantren merupakan subjek penting
dalam permasalahan skabies. Karena dari data-data yang ada
sebagian besar yang menderita skabies adalah siswa pondok
pesantren Penyebabnya adalah tinggal bersama dengan
sekelompok orang di pondok pesantren memang beresiko mudah
tertular berbagai penyakit terutama penyakit kulit. Perilaku hidup
bersih dan sehat terutama kebersihan perseorangan umumnya
kurang mendapatkan perhatian dari para santri. Tinggal bersama
dengan sekelompok orang seperti di pesantren memang berisiko
mudah tertular berbagai penyakit kulit, khusunya penyakit
skabies. Penularan terjadi bila kebersihan pribadi dan lingkungan
tidak terjaga dengan baik. Masih ada pesantren yang tumbuh
dalam lingkungan yang kumuh, tempat mandi dan wc yang kotor,
lingkungan yang lembab, dan sanitasi yang buruk. Ditambah lagi
dengan perilaku tidak sehat, seperti menggantung pakaian dalam
kamar, tidak membolehkan santri wanita menjemur pakaian
dibawah terik matahari, dan saling bertukar benda pribadi, seperti
sisir dan handuk.
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,


pengambilan sampel dari tempat tidur yang dihuni oleh beberapa orang santri dan hanya
satu orang santri dilakukan pada bulan Oktober 2020 di daerah condong, kota
tasikmalaya. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil debu-debu diatas kasur
yang di huni hanya satu orang dan beberapa orang, dengan teknik sistematis.
3.2. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sapu pengky mini,wadah steril,
pipet tetes ,mikroskop,objek glass, dek glass, spatula, label, aquadest.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel debu dari tempat tidur,
reagent KOH, aquadest.
3.2.1. Tahap pra analitik
3.2.1.1. Pengambilan sampel
Sebelum pengambilan sampel kamar ke kamar hendaknya kita memberikan
arahan terlebih dahulu untuk mengosongkan area kamar yang akan di ambil
sampelnya. Untuk pengambilan sampel diharuskan secara struktural, yaitu
dimulai dengan kamar yang padat terlebih dahulu kemudian selanjutnya
kamar tidak padat, dengan memberikan label tiap wadah sampel berdasarkan
kamar yang di ambil sampelnya. Berikut adalah cara pengambilan sampel :
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Wadah steril di tetesi dengan aquadest 4-8 tetes
c. Buka dan letakan wadah steril di dekat pengky
d. Kemudian, sapukan area Kasur yang terdapat debu dengan menggunakan
sapu pengky mini dengan perlahan.
e. Tutup wadah steril dan di tempeli dengan label.
3.2.2. Tahap analitik
3.2.2.1. Pemeriksaan Mikroskopis
a. disiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan.
b. diambil sampel debu yang sudah di basahi menggunakan spatula
secukupnya.
c. Kemudian, letakan sampel tersebut di atas kaca objek.
d. Lalu, di teteskan reagent KOH 2-4 tetes.
e. Di homogenkan, dengan menggunakan spatula.
f. Ditutup dengan menggunakan dek glass secara perlahan.
g. Lalu, amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x.
3.2.3. Tahap pasca analitik
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah identifikasi sarcoptes
scabies di kamar padat dan tidak padat dengan melakukan uji mikroskopis dengan
sampel debu yang ada pada alas tempat tidur yang ada di pondok pesantren
condong, kota tasikmalaya.
(Table 2.1 metodelogi penelitian)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL

4.1 Kerangka tulang ikan (fishbone)


(Tabel 2.2 pembahasan)

4.2 Pembahasan
pada pembahasan kali ini yaitu tentang pemeriksaan mengenai sarcoptes
scabies yang dilakukan bertempat di pondok pesantren condong kota
tasikmalaya. Mula-mula kita harus mempersiapkan terlebih dahulu alat dan
bahan yang terkait dengan pengambilan sampel debu. menggunakan APD
sesuai SOP dan memberikan arahan terkait mengosongkan kamar-kamar
sebelum pengambilan sampel. pengambilan sampel terlebih dahulu diambil
dengan cara yang sistematis yaitu dengan cara kamar ke kamar secara
berurutan kamar padat terlebih dahulu kemudian ke kamar yang tidak padat.
Sampel di ambil langsung di tempat tidur santri/santriyah dengan
menggunakan sapu dan pengky mini lalu di tamping di wadah steril yang
berisi sedikit aquadest yaitu hanya sebagai perekat debu yang masuk

HASIL
Tabel 1. Distribusi frekuensi kejadian scabies santri Pondok pesantren condong,
kota tasikmalaya.

Kejadian
No %
Skabies Frekuensi

1 Skabies 34 24,6
2 Tidak skabies 04 75,4
JUMLAH 138 100

Berdasarkan tabel 4 diatas diketahui santri Pondok pesantren condong, kota


tasikmalaya,menderita penyakit skabies yaitu sebanyak 34 orang(24,6%)

Tabel 2. Distribusi frekuensi jenis kelamin santri Pondok pesantren condong, kota
tasikmalaya.

No Jenis kelamin Frekuensi %

1 Laki-laki 76 55,1
2 Perempuan 62 44,9
JUMLAH 138 100
Jumlah Berdasarkan tabel 2 diketahui sebagian besar santri di Pondok pesantren
condong, kota tasikmalaya berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 76 orang
(55,1%) dan perempuan 138 (44,9)
BAB IV

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai