Anda di halaman 1dari 37

A.

Ilmu Kalam dalam Perspektif Said Nursi


Özcan berpandangan bahwa salah satu karya penting terkait dengan
ilmu kalam periode modern adalah karya Risalah Nur yang ditulis oleh Said
Nursi. Risalah Nur dapat dikatakan sebagai cerminan dari pemikiran
tradisional sunni dan sebagian besar bersumber dari tradisi Asy’ari. Akan
tetapi Risalah Nur lebih menggunakan dimensi-dimensi baru dalam ilmu
kalam. Kontribusi paling penting yang dibawa oleh Said Nursi terhadap ilmu
kalam—selain prinsip-prinsip islam—ialah bahwa ia juga membahas
masalah-masalah akhlak dan hikmah-hikmah ibadah. Selain itu, Nursi juga
sering merujuk Al-Quran dan membahas topik-topik tertentu untuk bisa
menjelaskan kepada masyarakat dengan menggunakan metode naratif
figuratif, dialog dan berbagai kisah yang berbeda.1
Di dalam sebagian besar pembahasan dari Risalah Nur, Said Nursi
meneliti masalah teoretis (kalami) dengan gaya yang berbeda. Hal ini secara
tidak langsung menggambarkan bahwa ia adalah seorang ahli kalam di era
sekarang. Karena itu pula menempatkannya dalam sejarah kalam tidaklah
salah. Beberapa aspek dasar tentang kepercayaan atau tauhid menjadi
pembahasan utama dalam Risalah Nur. Akan tetapi, ia juga memasukkan
beberapa tema seperti persoalan moral, sosial, politik dan ibadah yang di
dalamnya.2 Dalam hal ini, penulisan Rislah Nur dapat diterima sebagai
proyek penyampaian kalam terhadap masyarakat.3 Dalam proyek Nursi ini,
bisa dipahami bahwa ada tujuan pemahaman multi-sisi dari teori-teori kalam
yang dikembangkan tentang menemukan solusi untuk masalah akhlak,
pedagogis, ekonomi, politik ummat islam dan Osmani, kembali pada Al-
Quran da hadist, keseimbangan nalar dan akal dan persatuan islam.4
Nursi, seperti para ahli kalam modern lainnya, berusaha untuk
menekankan pentingnya iman, meningkatkan iman seseorang dari yang
awalnya masih dalam tingkatan taklid menuju tingkata kontemporer. Ia ingin
menjauhkan diri dari perdebatan teologis (kalam) dan filsafat klasik kuno
yang berlangsung diantara kaum muslimin selama berabad-abad. Sebaliknya
ia lebih ingin mengembangkan beberapa seperti penolakannya atas paham
naturalisme, materialisme, komunisme, dan positivisme. 5 Beberapa dakwah
dan tindakan Nursi pada periode yang disebut "Said Lama" bisa dikatakan
1
TAŞÇI, Özcan (2013). “Çağdaş Kelâm Düşüncesi”, Kelâm El Kitabı, Ankara: Grafiker
Yayınları. 234
2
GÖLCÜK, Şerafettin - Toprak, Süleyman (2001). Kelâm Tarih, Ekoller Problemler, Konya:
Tekin Yayınları. 322
3
TAŞÇI, Özcan (2013). “Çağdaş Kelâm Düşüncesi”, Kelâm El Kitabı, Ankara: Grafiker
Yayınları. 180
4
GÖLCÜK, Şerafettin - Toprak, Süleyman (2001). Kelâm Tarih, Ekoller Problemler, Konya:
Tekin Yayınları. 326
5
Said Nursî, Tabiat Risâlesi, Yeni Asya Ya., İstanbul, 2010.
inovatif. Ia menyatakan, “Saya setia kepada Sultan Selim. Saya menerima
pendapatnya yaitu Ittihad al-islamiyah. Karena dia memperingatkan vilâyat-i
şarkiyeyi/Kürtleri. Mereka juga setia kepadanya. Şarklılar sekarang adalah
mereka itu. Terkait dengan persoalan ini, pendahulu saya, Sheikh
Cemaleddîn-i Efganî, mufti Mesir, Mohammed Abduh, Ali Suâvi, yang
merupakan ulama, guru tahsin dan Namik Kemal dan Sultan Selim, yang
menargetkan Uni atau persatuan Islam.”6
Pernyataan-pernyataan di atas menunjukkan bahwa ia adalah seorang
aktivis penting di antara para pemikir inovatif yang aktif di masa Ottoman
selama masa mudanya. Poin yang menarik untuk diperhatikan di sini adalah
bahwa ketika Nursi Lama masih menjadi seorang aktivis seperti Ali Süavi,
yang hidupnya di negara Utsmani, adalah sebuah pembelaan terhadap
pandangan yang mirip dengan pandangan Mustafa Sabri selama periode
Republik. Sementara Nursî adalah orang yang inovatif karena ia memiliki
infrastruktur intelektual yang fokus terhadap persoalan teologi (kalam) dan
filsafat. Di sisi lain, ia juga memiliki sudut pandang baru terkait dengan
persoalan tasawuf, khususnya pada masa Said Baru. Oleh karena itu, ketika
Risalah Nur diteliti dari awal hingga akhir, akan terlihat bahwa di dalamnya
terlihat adanya sebuah metode kalam baru dan khas.7
Nursi berpandangan bahwa terdapat empat cara yang dapat menuntun
manusia menuju makrifatullah, yaitu kalam, tasawuf, filsafat dan Al-Qur’an.
Terlepas dari semua cara ini, ada cara yang diungkapkan oleh Al-Qur'an,
yang menurut Nursi merupakan cara terpendek dan termudah untuk mencapai
ma’rifatullah.8 Risalah Nur, yang berisi semua pembahasan tentang ilmu
kalam, mencoba untuk mengikuti jalan ini. Dalam arti, di dalamnya terdapat
penjelasan-penjelasan yang mencoba untuk mengintegrasikan antara pikiran
dan hati. Tujuannya satu, yakni membuka “jendela” atau tabir untuk
mengenal Tuhan.9 Risalah Nur tidak hanya menggunakan akal sebagaimana
beberapa teolog. Ia jugatidak hanya merupakan pembahasan tentang kasyf
dan dzauq hati seperti para sufi. Sebaliknya, Rislaah Nur mencoba untuk
membuktikan bahwa iman bukan hanya tentang ilmu (sains). Akan tetapi ia
mencoba untuk membuktikan adanya fakta bahwa manusia memiliki rasa
dalam iman sesuai dengan tingkatan indra dan persepsi-persepsinya seperti
pikiran, jiwa dan hati, dengan memperhatikan pikiran, hati, jiwa, dan
karakteristik manusia lainnya. Rislaah Nur mencoba untuk menggunakan
jalan baru, dengan contoh dan penjelasan, berpindah dari pikiran ke hati, dari

6
Sadi nursi ,hutbei syamiye ,87
7
Abdülkadir Badıllı, Bediüzzaman ve Din Tılsımları, s. 19-20
8
Said Nursî, Muhâkemât, s. 145; Mesnevî-i Nûriye, s. 212-213.
9
Said Nursî, Mesnevî-i Nûriye, s. 10-11.
hati ke pikiran dan mencapai tempat-tempat di mana filsafat tidak dapat
menjangkaunya, dan menunjukkan hakikat iman dengan jelas.10

1. Bukti-bukti yang diungkapkan oleh Al-Qur'an dengan membuktikan


kebenaran iman, khususnya keberadaan dan kesatuan Allah, adalah
bagian dari dunia dan kehidupan saat ini. Al-Qur'an menggunakan
semua ini sebagai bukti mengenal Allah. materi-materi risalah annur
tidak lain adalah materi tafakkut terhadap alam semesta.11
2. Risalah an-Nur juga mengadopsi gaya al-Quran yang mengundang
manusia ke tafakkur dari awal hingga akhir, menunjukkan peniruan
(taklit) sebagai fondasi kesyirikan, kemudian memotong dari akarnya
lalu membuangnya. Nursi juga mengganti perjalan suluk dalam
tasawuf dengan bukti-bukti hati, ilmu dan mantik dalam risalah an-
Nur.12
3. Penyampaian al-Quran bersifat universal. Said Nursi juga memilih
jalan universal ini terutama di Risâlah Nur Külliyatı, yang ditulisnya
ketika di Barla dan mengambil semua umat manusia sebagai lawan
bicaranya, bukan kelompok tertentu.13
4. Ciri-ciri yang disebutkan pada nomer dua. Ada sifat dasar risalah an-
nur yang dekat dengan ilmu kalam, yang khusus mengambil contoh
dari al-Quran langsung dan berbeda dari ilmu kalam, yaitu masalah
uslup atau gaya. Contohnya tidak ditemukan uslup yang digunakan
risalah an-nur dalam karya-karya kalam apapun, ketika menjelaskan
sebuah metode meneliti tentang makhluk dan tajalli yang terjadi di
alam semesta yang berhubungan antara seluruh makhluk dan
kejadian-kejadiannya.
“ bahwa dalam setiap asmaul husna memiliki keindahan yang suci;
yang setiap tajallinya memperindah alam yang besar dan jenisnya
yang jumlahnya tak terbatas. Sebagaimana engkau melihat keindahan
dari pantulan nama-Nya pada sebuah bunga, musim semipun
merupakan sebuah bunga, bahkan surga merupakan sebuah bunga
yang belum pernah terihat sebelumnya. Jika engkau bisa
memperhatikan seluruh musim semi dan meihat surga melalui mata
iman, maka perhatikan dan lihatlah. Pahamilah agungnya derajat
keindahan yang abadi. Jika engkau melihat keindahan itu dengan

10
Said Nursî, Mesnevî-i Nûriye, s. 65, 203.
11
Said Nursî, Sözler, s. 111-119, 146-148, 177-184, 253-280, 494-513, 541-631; Mektubat,
s. 20-23, 217-249; Lem’alar, s. 127-130, 180-196, 298-348; Şualar, s. 11-42, 43-57, 58-85,
91-163; Mesnevî-i Nûriye, s. 12-43, 47-55, 161-169, 207-217; İşârâtu’l-İ’caz, s. 143-159;
Muhâkemât, s. 103-122.
12
Said Nursî, Emirdağ Lahikası, s. 76-77
13
Said Nursî, Şualar, s. 549.
keindahan ubudiyah dan keindahan iman, engkau akan menjadi
makhluk yang indah ( sempurna). Dan sebaliknya, Eğer dalaletin
hadsiz çirkinliğiyle ve isyanın menfur kubhuyla mukabele edip
karşılasan, en çirkin bir mahluk olmakla beraber, bütün güzel
mevcudatın manen menfurları olursun.14

Mudah dipahami bahwa ungkapan-ungkapan ini mengandung


kekuatan yang mengaktifkan potensi di dalam diri manusia ketika
dibaca, baik dari ekspresi itu sendiri maupun dari pengaruh yang
dihasilkan Risâle-i Nur terhadap mereka yang membacanya. Jumlah
mereka yang memilih gaya yang sama di kalangan para ulama
islampun tidak sedikit. Jelas bahwa Alquran adalah sumber gaya
original ini untuk Risle-i Nur seperti mereka. Pengaruh uslup ini pada
hati nurani, tidak lain adalah sebuah bukti seni al-Quran yang
melampaui abad dan benua.

5. al-quran berbicara kepada orang-orang secara universal. Bukan hanya


hati dan pikiran saja, tetap semua makhluk dan perasaan manusia pun
mengambil pelajaran dari penyampain al-quran. Risalah an-nur juga
mengadopsi gaya ini. Penulis juga mengaitkan fakta bahwa
perenungan dalam risalah an-nur, meskipun dibaca berulang kali,
tidak membosankan seperti keistimewaan yang datang dari al-quran.15
6. Al-quran yang dikirim ke alam semesta sebagai rahmat, juga
diturunkan kepada orang-orang yang beriman melalui Nabi
Muhammad yang penyayang dan murah hati, memperkenalkan tuhan
semesta alam dengan nama ar-rahman dan ar-rahim kepada kita.
Meskipun ia berada dalam situasi yang sangat membutuhkan rahmat
ilahi lebih dari sebelumnya, risalah annur memiliki gaya yang sama
dalam memperkenalkan Allah kepada manusia sekarang yang
cenderung mengetahui Allah sebagai entitas hukuman, dengan
doktrin-doktri yang datang dari lingkungannya sejak kecil. Risalah
annur, yang didasarkan pada memberi harapan bukan keputusasaan
dan mengabarkan kabar gembira bukan menakut-nakuti,
mengibaratkan rasa takut kepada Allah, seperti seorang anak yang
bernaung di bawah kasih sayang seorang ibu. 16 Sekali lagi,
keistimewaan ini, yang tak diragukan lagi berasal dari Al-Qur'an,
menunjukkan mazhariyat (daya tarik) Risalah Nur kepada nama-
nama Rahman, Rahim dan Rauf.17
14
Said Nursî, Şualar, s. 73
15
Said Nursî, Şualar, s. 81.
16
Said Nursî, Sözler, s. 358
17
18. Ümit Şimşek, a.g.m., s. 31-33.
Dari sudut pandang ini, bisa dikatakan bahwa metode yang diikuti
oleh Said Nursi mengenai ilmu kalam, memiliki tempat yang berbeda
dari metode tradisional di bidangnya. Karena dalam risalahnya, ia
menggunakan uslup terperinci yang membawa pembaca ke masalah
sedetal-detailnya dan menawarkan kepada mereka peta di mana
mereka dapat melihat seluruh alam semesta. Gaya ini adalah
keistimewaan yang tidak ditemukan pada alim teologi kuno klasik. İa
menyampaikan kepada semua orang tanpa membedakan laki-laki-
perempuan, besar-kecil dan havas – awam.18 Dalam hal ini, metode
yang diterapkan Badiuzzaman, adalah ilmu kalam sebagai pemikiran
atau ideologi islam yang luas, halus dan multi-dimensi yang
memperingatkan orang-orang yang tidak tahu bagaimana berperang
dan apa yang harus dihadapi ketika perang yang terjadi di antara
dunia islam dan peradaban materialist modern.

Kalam baru yang bersumber dari antropologi

İlmu kalam mengajarkan kepada manusia bagaimana cara melihat peristiwa,


kehidupan dan tuhan. Oleh karena itu tidak salah kita mengatakan bahwa ini
adalah konstitusi pendiri ideologi islam.

Pembentukan ilmu-ilmu islam, dimulai pada abad kedua hijriyah dan


klasifikasi ilmu-ilmu yang dimulai pada abad ini, bukanlah kebetulan.
Metodologi dan usul pengetahuan mucul karena depresi dan krisis besar.
Seorang yang memainkan peran penting pada masalah ini, ialah tabii dan
tabii tabiin. Sumber inspirasi tema-tema dan metodologi ilmu kalam,
bukanlah filsafat dasar islam. Titik keluarnya sayangnya, adalah pertarungan
para sahabat dan peristiwa siklus pada periode itu. Oleh karena itu, ilmu
kalam terbentuk di atas dasar siklus dan reaktif. Disiplin ilmu yang
merupakan ideologi utama umat islam khususnya seperti kalam, ketika
menangani masalah-masalah abstrak dan mujarrad, diwaktu kita sekarang
dimana masalah-masalah ini tidak bisa dipahaminya dan tidak diminati, mau
tidak mau disiplin ilmu harus membawa sebuah inovasi baru dalam ilmu
kalam.19

Alasan terpenting dirasakannya kebutuhan ini adalah persepsi yang dibawa


oleh perkembangan teknik, hak-hak dasar dan kebebasan dalam pemikiran
dan perasaan manusia abad ke-20. Sebuah konsep dan argument baru yang
didasarkan pada persepsi ini, mengharuskan ilmu kalam dimasukkan kedalam
18
Said Nursî, Şualar, s. 549.
19
Izmirli ismail hakki,yeni ilmi kelam ,istanbul ,1989.sayfa 55
topik-topik saat ini. Situasi ini merubah ilmu kalam menjadi statis.
Sebaliknya kehidupan, merupakan statis yang sangat dinamis dan produktif
luar biasa, yang lambat laun menjadi eksotis. Menjadi legendaris dan mulai
terputus dari kehidupan. Sayangnya, situasi ini sepenuhnya menggambarkan
proses dimana ilmu kalam dikecualikan.

Umat muslim tidak merasakan ini di seribu tahun pertama. Karena abad
pertengahan menghindari perasaan ini. Tetapi penaklukan İstanbul dan
penemuan-penemuan geografis adalah titik perpecahan pada masalah ini.
Perkembangan pemikiran bebas dan perkembangan teknik di Barat, mau
tidak mau menimbulkan sebuah persepsi dunia baru. Dan umat muslim telah
menjadi orang asing di dunia ini. Orang-orang muslim telah menjadi target
utama supaya mereka maşuk dan melihat dunia ini. Khususnya gerakan-
gerakan rehabilitasi, reformasi dan integrasi dengan Eropa yang dimulai pada
periode akhir Ottoman, bu çabaya matuf zayıf cılız ve şekilsel hamlelerdir.

Dengan revolusi industri, umat Islam mulai membuat perhitungan yang


serius. Keterlambatan dunia Islam menyebabkan trauma yang tak terlupakan
dalam ingatan umat Islam. Selama hampir seribu tahun, banyak dari kaum
muslimin berada dalam ketidakadilan, padahal peradaban islamlah yang
membawa dunia dalam bidang peradaban dan filsafat. Sekarang mereka
malah terkubur dalam kegelapan sejarah peradaban pertengahan.

Seorang yang mulai menyelidiki sebab-sebab tersebut, salah satunya adalah


Seyyid Ahmet Han, yang pertama kali muncul di India sebagai gerakan
inovasi ulama dunia Islam. Untuk mengatasi masalah menjauhnya umat islam
dari pikiran atau akal, umat Islam harus mendapatkan perspektif yang
rasional dan logis. Ahmet Han, yang berada di bawah pengaruh determinisme
dan naturalisme, tidak bisa meninggalkan taklit yang lemah dalam
menggunakan argumen barat melawan mereka (Barat). Gerakan-gerakan
reformis yang berlanjut setelah pendidikan Ahmet Khan, pindah ke Mesir
bersama Cemaleddin Afghani. İa tidak mengungkapkan nilai apapun
meskipun terhadap Osmani, yang pada dasarnya mengekspresikan kesatuan
dan panislamisme. Karena persatuan islam memang diwakili oleh Osmani. İa
menyuarakan banyak suara, tetapi tidak bisa menemukan solusi.

Karya terbesar Afghani mungkin ditulis karena adanya pengaruh dari allame
Muhammad Abduh yang berasal dari Mesir. (Afganinin belki de en büyük
eser ondan etkilenen msıırlı allame muhammed abduh idi)
Mohammed abduh, dikenal sebagai hipotesis neo-modern yang membela dan
menjunjung tinggi rasionalitas.20 Menurutnya masalah terbesar kita adalah
ditutupnya pintu ijtihad dan budaya fikih kami berdasarkan taklid. Abduh,
yang jauh dari tasawuf, merumuskan gerakan inovasi pada rasionalitas dan
meninggalkan taklid. Muhammad abduh dan muridnya Reşit, memiliki peran
yang besar dalam pembentukan aliran neo-salafi dan mazhab yang berlanjut
bahkan di zaman kita di Mesir. Pada awalnya gerakan reformasi yang
dibangun untuk meninggalkan taklid, sonuçta neo-selefilik akımının rotasıyla
kesişmesiyle modern selefilik ortaya çıktı.

Upaya Abduh tidak berakhir dengan ini. Selain itu ia juga memperbaharui
kurikulum Azhar sebagai rektör dengan diajarkannya ağama dan sains secara
bersamaan. Tetapi abduh tidak dapat mewujudkan transformasi pikiran yang
diinginkan di dunia Islam, terutama di Mesir.

İnilah Mesir dan inilah dunia islam. Selain itu, abduh juga memiliki rasa
hormat terhadap ulama yang merupakan arsitek budaya dan warisan yang
dibentuk oleh tradisi Islam. Peradaban dan kemajuan merupakan sebuah
proses dan keseluruhan. Gambaran peradaban yang bebas itu seperti sebuah
pohon yang tidak berakar. Tidak berbuah. Özellikle türkiye bağlamından yola
çıkarsak modern dönem türkiyesi. kemalizmin yaptığı gibi geçmişe rağmen
gelecek tasavvuru türkiyeyi geleceğe taşıyamadığı gibi geçmişle bağlarını
kopardı. Dengan demikian, itu bisa menjadi resep keselamatan, supaya naik
atau memodernisasi dan menyediakan transformasi itu dengan memanfaatkan
dari tradisi Islam. Dengan begitu bisa kita lihat bahwa perlu ada sebuah
sandara untuk naik. Said Nursi menerapkan masalah-masalah kalam pada
manusia dengan praktek, bukan teorik. Di bawah ini kita akan melihat bidang
aplikasi praktis dari ilmu kalam Said Nursi.
1. Sumber Ilmu
a. Indra
Nursi berpandangan bahwa indra merupakan sumber utama
pengetahuan. Manusia berusaha mencapai kebenaran melalui indera ini dan
indera menghubungkan manusia ke alam luar. Setiap perangkat material dan
spiritual yang melekat pada penciptaan manusia merupakan jendela yang
membuka makna dari nama-nama Allah yang mulia dan suci.21 Dengan indra
ini, manusia bisa memahami dan membuka makna dan manifestasi nama-
nama Allah dan melalui perangkat ini juga, ia mengenali Allah dengan nama-
Nya.
20
Tevhid risalesi ,abduh ,kahire ,1978,sayfa 88
21
İşaratul icaz s. 17
Terdapat indra dan emosi dalam sifat manusia yang bisa terhubung
dengan setiap alam. Mengingat setiap indra dan emosi manusia merupakan
jendela yang terbuka ke alam, dengan demikian manusia menyaksikan alam
itu dengan jendela emosi dan berkomunikasi dengan alam. Sebagai contoh,
mata adalah sebuah jendela, yang terbuka ke alam gambar; telinga adalah
jendela yang mendengar suara-suara; indera sentuhan adalah sebuah jendela
yang terbuka ke alam jasmani; kekuatan imajinasi adalah sebuah jendela
yang berhubungan dengan alam misal; jiwa ada sebuah lubang yang terbuka
ke dunia ruh; hati adalah pintu gerbang dunia cinta dan kasih sayang; ribuan
perasaan dan emosi seperti ini ada dalam sifat luas manusia dan masing-
masing terhubung dengan alam dan nama ilahi.22 Beberapa perasaan ini dapat
disebut dan didefinisikan, akan tetapi tidak semuanya memiliki definisi dan
nama, dan ini umumnya disebut sebagai emosi, perasaan atau latifah.23
Sesuatu yang tidak dapat didefinisikan atau dinamai bukan berarti
tidak ada. Ada begitu banyak hal yang kita rasakan keberadaan dan
kehadirannya, tetapi kita tidak dapat mendefinisikan sifatnya; emosi-emosi
ini adalah hal-hal semacam itu. Sebagai contoh, ketika kita membuka dunia
warna dengan mata kita dan dunia suara dengan telinga kita. Pikiran kita
mengevaluasi kesan-kesan yang datang kepada kita dengan indera dan
mencoba untuk mencapai beberapa kesimpulan dengan gerakan-gerakan ini.
Misalnya, mata kita menganggap sendok di dalam air bengkok atau rusak.
Pikiran mengatakan itu adalah salah persepsi. Pikiran seseorang dengan
indera yang terbatas juga, tidak luas ( terbatas). 24Bagi Nursi, dalam mencapai
kebenaran, pikiran memang sangat dibutuhkan, akan tetapi ia bukanlah
segalanya. Ketika akal tidak mampu dalam memahami sesuatu, maka intuisi
ikut bermain. Intuisi ini menunjukkan dirinya dalam bentuk ilham pada wali
Allah, menemukan rahasia penciptaan terhadap para ilmuwan, dan wahyu
pada diri para Nabi.
b. Akal
Pikiran (akal)25 menurut Nursi merupakan permata nurani, ia adalah
sebuah perangkat manusia yang sangat berharga.26 Akal juga digambarkan
Nursi sebagai sebuah kunci seperti intan yang membuka rahasia ilahi dan
ribuan “harta karun” yang ada di alam semesta.27 Jadi, menurutnya, dengan
akal ini manusia bisa berbicara dengan Tuhan dan mengenali sifat dan nama-
22
İşaratul icaz 18-19
23
Gazzâlî, İḥyâʾ, Kahire 1967, III, 8.
24
İbnü’l-Arabî, el-Fütûḥât Muhyiddin Muhammed b. Ali el-Arabî, el-Fütûḥâtü’l-Mekkiyye fî
maʿrifeti’l-esrâri’l-mâlikiyye ve’l-mülkiyye (nşr. Osman Yahyâ – İbrâhim Medkûr), I-XIV,
Kahire 1392-1413/1972-92.
25
Muhakemat, s. 15
26
Şuâlar, s. 16
27
Şuâlar, s. 16
nama-Nya. Dengan akal ini juga manusia menemukan rahasia-rahasia alam
semesta dan menyadari hukum-hukum yang ada di dalamnya, kemudian
berusaha untuk memanfaatkannya. Selain itu, pikiran juga merupakan
Mursyid Rabbi yang mempersiapkan manusia untuk kebahagiaan abadi.28
Ketika sampai pada tempatnya, akal akan menjadi hakim (penengah) dalam
aspek-aspek agama, yakni apa pun yang disampaikan oleh Al-Qur’an atau
hadits terkadang sekilas dapat berlawanan dengan realitas yang ada di dalam
pikiran. Dalam situasi dan kasus seperti ini, kita perlu mempertimbangkan
kembali bagaimana kita memahami sesuatu yang disampaikan kepada kita
melalui nakil.
Nursi mengungkapkan, “Akıl ve nakil tearuz ettikleri vakitte, akıl asıl
itibar ve nakil te’vil olunur. Fakat o akıl, akıl olsa gerektir.”29 Ungkapan
"Dunia berada di atas lembu dan ikan" mungkin menjadi contoh. Beberapa
orang mengira bahwa ada tubuh lembu dan ikan di bawah bumi, berdasarkan
zahir narasi tersebut. Namun, masalahnya diselesaikan dengan
mempertimbangkan bahwa ungkapan ini adalah sebuah metafora. Jadi, ada
dua bagian utama di bumi; daratan dan lautan. kehidupan manusia berlanjut
dengan lembu yang merupakan asas pertanian dan ikan di laut.30
c. Wahyu
Nursi menjelaskan tentang perlunya wahyu sebagai berikut, “Pemilik
dan pencipta alam semesta ini, tentu saja membuatnya dengan sengaja dan
menggunakannya dengan hikmah dan memperlakukannya dengan melihat
setiap sisi, Ia mendidik, melihat dan mengetahuai segala sesuatu serta
mengelola manfaat, tujuan dan hikmah-hikmah. Tentu saja seorang yang
membuatnya pasti tahu, dan yang mengetahui pasti berbicara. Tentu saja dia
akan berbicara kepada mereka yang tahu bagaimana berbicara, yang memiliki
akal dan memiliki kesadaran. Dan tentu saja dia akan berbicara dengan
manusia yang memiliki akal dan kesadaran umum. Karena dia akan berbicara
dengan jenis manusia, tentu saja, dia akan berbicara kepada orang-orang yang
layak dan yang sempurna”.31
Wahyu dan inspirasi yang berasal dari Allah bervariasi sesuai dengan
kemampuan yang terlihat. Misalnya, tentunya tidak sama bagi seorang sultan
ketika berbica dengan menterinya dan warga masyarakatnya. Ketika ia
menerima mentri di kediamannya dan berbicara masalah yang menyangkut
seluruh negara, sementara ia hanya cukup berdiskusi dengan seseorang di
telefon tentang masalah yang menyangkut orang itu. Seperti itu juga,
pembicaraan Allah dengan para nabi adalah terkait dengan masalah-masalah
28
Sözler, s. 25
29
Muhakemat, s. 10
30
Bkz. Lem’alar, s. 86- 89
31
Mektubat, s. 89
yang menyangkut seluruh umat manusia. Sementara pertemuan wali dengan
seorang hamba, umumnya menginginkan kekhususan. Dari rahasia inilah
seorang wali yang bermunajat tanpa perantara, tetapi melalui ponsel hatinya
berkata: “ Hatiku memberitahu tentang tuhanku” dia tidak mengatakan “ dia
memberitahu tentang tuhan alam semesta”. Dan juga dia mengatakan “ hatiku
adalah cerminan tuhan, dan arsynya. İa tidak mengatakan bahwa arsy tuhan
alam semesta.32
( “İşte şu sırdandır ki, kalbin telefonuyla vasıtasız münacat eden bir veli der:
‘Kalbim benim Rabbimden haber veriyor’. Demiyor, ‘Rabbülaleminden
haber veriyor’. Hem der: ‘Kalbim Rabbimin ayinesidir, arşıdır’. Demiyor
‘Rabbülaleminin arşıdır'”)
Nursi menunjukkan perbedaan antara wahyu dan ilham sebagai
berikut: 1. Wahyu, yang jauh lebih tinggi dari ilham, sebagian besar melalui
malaikat, dan ilham itu sebagian besar tanpa sarana apapun. 2. Wahyu tidak
memiliki bayangan, ia murni dan has dengan perasaan. Sementara ilham
memilik bayangan, warnanya bercampur dan umum. İlham-ilham malaikat,
ilham manusia dan ilham hewan, sangat beragam.33
İlham tidak selalu terlihat menyenangkan. Seseorang yang terlihat
mendapatkan ilham terkadang mengalami perkembangan dalam dirinya.
Dalam keadaan seperti ini, ia seperti seorang pembeli yang lebih sensitif pada
perasaanya. Jika seorang yang mendapatkan inspirasi adalah pujangga, ia
akan menulis puisi baru dengan ilham yang datang kepada dirinya. Jika dia
seorang ahli kasyaf, ia akan mempersembahkan karya "baru kepada manusia.
Dan jika dia seorang alim, ia akan mendapatkan tangga baru dalam bidang
sains. Seorang yang mendapatkan ilham, jika dia bisa menyimpak pada saat
itu, ia akan memberika karya baru yang orijinal. Kalau tidak, bahkan jika dia
mencobanya nanti, dia tidak dapat menangkap situasi yang sama.
Bediuzzaman menggambarkan pengalaman seperti ini yang dia alami saat
pengasingan di Kastamonu; “Sayang sekali, dikarenakan saya sangat
sendirian dişini, hakikat-hakikat penting datang dan pergi tanpa direkam dan
ditulis.”34
d. Kabar yang Benar
(Kelâm ilmi açısından duyular ve akıl ile birlikte haberin
vazgeçilmesi/vazgeçilmez üç temel bilgi kaynağından biri olduğu hususunda
hemen hemen bütün âlimler ittifak etmiştir)
Ben böyle anladım “ Berita juga merupakan sumber pengetahuan ilmu kalam
yang datang melalui akal dan indera. Pada masalah ini hampir semua orang
32
Sözler, s. 121
33
Şuâlar, s. 124-125
34
ben burada bütün bütün yalnız kaldığım için çok ehemmiyetli hakikatler yazılmadan,
kaydedilmeden geldiler ve gittiler
alim bersepakat bahwa ia adalah salah satu dari tiga sumber pengetahuan.”
Salah satu orang yang menangani persoalan dalam bidang epistemologi dan
berbicara tentang metode untuk menganalisa sebuah kabar dari aspek akurasi
dan ketidaktepatan adalah Wasıl bin Ata.35 Nass (keputusan) dalam hal berita
dalam arti yang sebenarnya tidak bertentangan satu sama lain dengan akal
yang salim (dewasa) dengan nass yang shahih ( haber konusunda gelen nass
gerçek manada selim bir akılla sahih bir nass birbirine ters düşmez)36
Tetapi sebagaimana diketahui bahwa memang terdapat beberapa ayat
dan hadist yang mutasyabih. Dan semua ini perlu dikomentari oleh para alim
yang memiliki akal salim. Nursi sendiri menerima hadist-hadist sahih yang
digunakan oleh para ulama sebelumnya dan ia juga menggunakannya di
dalam karya-karyanya. Selain itu, ia memberikan perspektif baru tentang
masalah hadits dan kemudian menafsirkannya kembali. Memperhatikan misi
(kemujadidan) Badiuzzaman tentang masalah pembuatan atau pencocokan-
cocokkan hadist dan hukumannya, terlihat bahwa ia menggunakan suatu
subjek yang tidak digunakan ulama-ulama sebelumnya. Beberapa orang yang
tidak dapat menafsirkan hadist-hadist yang memiliki makna metaforis,
dengan mengatakan hadist ini “bukan hadist yang shahih”, mereka pergi ke
jalan pengingkaran. Nursi pun menyelamatkan hadits-hadits yang memiliki
makna kiasan dari mereka yang menolaknya, yakni dengan cara
menafsirkannya sesuai dengan sains dan filsafat. Terkait hal ini, ungkapan
Said Nursi sangat penting untuk diutarakan. “Akıl ve nakil tearuz ettikleri
vakitte, akıl asıl itibar ve nakil tevil olunur. Fakat o akıl, akıl olsa gerektir.”
Yakni, ketika dalil Aqli dan Naqli saling berlawanan, akal harus
dimanfaatkan dan naqli harus ditafsirkan. Akan tetapi akal tersebut haruslah
benar-benar bisa dipercaya.
Ketika disebut naqli, bisa difahami bahwa itu adalah al-Quran dan
hadist. Sementara Taarudh bermakna saling berlawanan dan bertentangan
satu sama lain. Akal merupakan makhluk Allah, akan tetapi sebagaimana
setiap makhluk, ia juga memiliki keterbatasan dan lemah.37 Bu aciz ve sınırlı
mahlûkun, bütün İlahi hükümlerde hakem kabul edilmesi, membawa manusia
ke dalam konsep-konsep yang keliru dan filsafat yang batil.
Karena itu, jika yang dibahas adalah ayat, sudah seharusnya orang
yang diberikan wewenang untuk menafsirkan adalah seorang ahli tafsir yang
memiliki keahlian dalam bidangnya. Jika ayat tersebut berisi hukum fikih,
seorang yang berhak untuk menjelaskan haruslah seorang ulama fikih dan
para mujtahid. Sementara jika yang dibicarakan adalah hadist, penjelasannya
harus ditangani khusus oleh para spesialis dan ulama hadist. Kalau tidak,
orang-orang yang tidak berilmu dan hanya memikirkan nafsu sendiri akan
35
Ebû Hilâl el-Askerî, s. 255
36
Sözler.ıstanbul 2005.altınbasak.23
37
Sözler.ıstanbul 2005.altınbasak.23
memaknainya sesuai dengan keinginan mereka. Nursi berkata bahwa mereka
ini tidak berhak untuk menafsirkan apapun terkait hal ini. Jika Allah SWT
menghendaki, Dia akan menempatkan semua hukum-hukumnya dengan cara
yang tidak perlu untuk ditafsirkan, sehingga akal tidak perlu mentakwilkan
lagi. Rahmat dan hikmah Allah juga telah memberikan rasa rohmat kepada
akal. Di sisi lain, dalam sejumlah ayat dan hadist, manusia juga didorong
untuk menggunakan akalnya dalam melakukan ijtihad dan penafsiran.38
Para ulama mengevaluasi masalah dengan cara seperti ini. Jika tidak,
tentu tidak dibolehkan untuk menerima penolakan dan perubahan hukum-
hukum ağama yang sesuai dengan akal seseorang secara terbuka. Abi, burda
tam anlayamadım ( yegâne esas ve yanılmaz ölçü kabul edildiğinde, hakikat
farklı renklere bürünür, değişik şekillere girer) Ketika satu-satunya dasar dan
ukuran yang sempurna diterima, hakikat terbungkus dengan warna yang
berbeda dan mengambil bentuk yang berbeda. Dan pada akhirnya, tidak ada
yang namanya hakikat.
Berita atau naqli, yaitu ayat dan hadist memberi pelajaran kepada kita bahwa
langit tidaklah kosong. İa penuh dengan malaikat yang jumlahnya tak terbatas
dan berbeda satu sama lain. Ketika akal tidak dapat memahami hal ini (dalil
Aql dan Naqli) yang terkesan saling saling berlawanan, kemudian seseorang
menjadikannya sebagai dasar, lalu menafsirkan tentang malaikat, rukun iman,
dll. Hal ini dikhawatirkan akan membawa manusia ke dalam kekufuran dan
kegelapan.
e. Tamtsil
Metode yang digunakan di dalam Risalah Nur bisa disebut sebagai
studi kasus dan cerita. Metode ini juga bisa dikatakan metode al-Quran.
Contoh-contoh dan dalil-dalil aflaki dan enfüsi dipersembahkan dengan
metode ini supaya ayat-ayat yang sulit dapat dipahami oleh orang-orang yang
tingkat pengetahuannya rendah. Nabi Muhammad SAW sediri juga
menggunakan contoh-contoh yang sesuai dengan keadaan waktu itu ketika
menjawab pertanyaan orang-orang badui. Ketika melihat karya-karya Nursi,
seseorang dapat melihat bahwa dia menggunakan metode ini sebagai metode
representasi, dan ini memberikan kontribusi besar untuk memahami dan
mendekati masalah-masalah yang sulit. Dalam metode al-Quran, ada sebuah
seruan terhadap organ indera kelima dengan ungkapan yang diberikan oleh
Razi. Untuk memahami tingkat kebenaran dari metode yang dipilih oleh
Nursi, perlu untuk menentukan metode Al Qur'an terlebih dahulu. Ketika
diteliti dengan seksama, hakikat terdalam al-Quran dijelaskannya melalui
metode-metode sederhana dengan gaya sederhana yang dapat dipahami oleh
orang awam. Dalam berbagai ayat yang ditafsirkan, metode ini juga dikaitkan
dengan fakta-fakta dan hubungan yang selalu disampaikan dalam kehidupan
38
Isaratul ijaz .s.89
sehari-hari manusia. Selain itu, hakikat juga dijelaskan dengan
membandingkan fakta-fakta sederhana ini. Al-Qur'an mengungkapkan hal ini
dengan jelas,“Allah memberi contoh kepada orang-orang agar mereka dapat
mengerti.”39 Demikian juga Nursi menjelaskan dengan tamsil ini bahwa
keledai yang membawa buku-buku berharga tidak dapat mengambil manfaat
darinya itu seperti pengetahuan yang tidak berguna bagi manusia tidak dapat
memberikan manfaat pagi pembawanya.40
Al-Qur’an, untuk membuktikan keberadaan Allah, ia memilih
mengelompokkan dalil-dalil fakta enfüsi dan aflaki yang orang awam dapat
dengan mudah memahami keberadaan Allah dari contoh-contoh logis.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam
dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia. Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air
itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi
itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi. Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan
kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. 41 Dalam ayat ini, Nursi
menjelaskan bahwa Allah SWT secara langsung menunjukkan makhluk
sebagai bukti. Demikian juga, dalam ayat-ayat lain, fakta-fakta seperti
matahari, bulan, bintang-bintang dan penciptaan manusia diulang-ulang
sebagai bukti. Menurut Nursi, yang meneliti mengapa Al-Qur’an memilih
metode ini adalah realitas tertinggi hanya dapat ditransfer ke pikiran biasa
dengan metode ini. Ini mengingatkan bahwa al-Qur’an menyampaikan bukan
hanya kepada kalangan intelektual dan elit, tetapi juga kepada tingkatan
masyarakat biasa dan awam. Oleh karena itu, perlu untuk mempertimbangkan
tingkat pemahaman mereka. Ketika menjelaskan realitas Ilahi, ia menegaskan
bahwa Al-Qur’an menyebutkan makhluk sebagai bukti. Bukti ini harus
sederhana dan dapat dipahami bahkan dengan kecerdasan yang biasa pun bisa
dengan mudah dipahami. Dia mengatakan bahwa cara termudah dan
terpendek adalah dengan memberikan contoh sederhana dari fakta yang
diketahui dalam kehidupan seseorang.42
Nursi menegaskan bahwa untuk membuka jendela hakikat dalam
pikiran manusia, ia perlu memberikan contoh-contoh yang sederhana, terbuka
dan dapat dipahami. Tujuannya adalah supaya pikiran mereka tidak lelah dan
keinginan belajar mereka tidak surut. Ia memberi contoh bahwa ketika
berbicara dengan seorang anak, seseorang harus menurunkan tingkat
pemahamannya dan menghubungkan dunia pikirannya dengan menggunakan
konsep-konsep yang digunakan. Begitu pula dengan orang biasa, bisa
39
(İbrahim/25).
40
(Cuma/5)
41
(Bakara/164).
42
Nursî, Sözler 1994: 495
dihubungkan dengan contoh-contoh dan kiasan yang sangat sederhana agar
bisa dipahami. Itulah sebabnya Al Qur'an memilih metode tamsil (analogi).43
f. Kosmologi
Menurut Nursi, dalam budaya Islam, alam semesta merupakan sebuah
44
cermin yang menunjukkan sifat-sifat, nama-nama ilahi dan buku penciptaan
yang keluar dari “pena qudrah” dengan hikmah. Wahyu yang diturunkan
kepada manusia tidak dapat dipisahkan dari wahyu kosmik yang merupakan
sebuah kitab milik Allah. Yang pertama berasal dari firman Allah, sementara
yang lain mencerminkan sifat kekuatan Allah.45 Terdapat ayat-ayat kalam dan
ayat-ayat yang berhubungan dengan penciptaan (kauni).
Sebagai seorang khalifah dan pengawas di dunia ini, manusia adalah
khalifah di bumi bagi kaumnya dimana semua nama-nama diajarkan oleh-
Nya. Amanah yang diberikan kepada manusia mengharuskan ia membaca
ayat-ayat kauniyah (ayat-ayat penciptaan) yang terdapat di alam semesta.
Dengan ini ia bisa membaca ayat-ayat dan memahami kausalitas yang ada di
alam semesta. Selama ini, keinginan untuk membangun hubungan sebab-
akibat (kausalitas) yang konsisten diantara peristiwa dan benda adalah sebuah
masalah yang berhubungan dengan sifat akal manusia. Akal selalu
menginginkan solusi yang logis yang sesuai dengan strukturnya sendiri.
Ketika akal tidak menemukan solusi ini, umumnya ia akan memilih untuk
menolak dan mengingkarinya. Dalam konteks ini, seluruh masalah dapat
menemukan titik keseimbangan dimana akal dan iman saling bertentangan.
Inilah perubahan revolusioner besar yang terjadi di fisik setelah pencerahan.
Perkembangan paradigma baru yang meninggalkan pemikiran orang
mukmin tanpa dukungan, membawa krisis iman dan peradaban secara
bersamaan yang sangat serius dalam dunia kita, sebagaimana yang terjadi di
seluruh dunia. Pada awal abad ini, Nursi termasuk pemikir besar yang
mampu mendiagnosa krisis iman terhadap depresi ummat. Ia menyibukkan
diri dalam masalah ini selama 30 tahun terakhir di sisa umurnya. Seharusnya
ini harus dianggap sebagai masalah yang sangat penting dan ditanggapi
dengan serius. Masalah ini adalah masalah iman. Karena itu Nursi menampik
bahaya kekufuran yang berasal dari filsafat alam dengan karya-karyanya.
g. Fitrah Manusia
Fitrah merupakan sifat alami makhluk dan sesuatu yang tidak bisa
dipisahkan sejak lahir. Pemikiran alami bersumber darinya, ia tidak
memanfaatkan dari pengalamannya dan tidak didapat setelahnya.46 Dengan

43
(Nursî, Mektûbât 1994: 94)
44
Lemalar .sayfa 172
45
Sozler .lemaat sayfa 365
46
el-Mu'cemü'l-Felsefî, s. 136 (Mecmeu'l-Lugati'l-Arabiyye, Kahire, 1983).
kata lain, dalam perspektif Nursi, dikatakan bahwa akhlak dalam diri manusia
adalah sebuah fitrah. Ia merupakan penentu dasar yang membentuk
kepribadian dan identitas manusia. Ia juga menetap di dalam penciptaan dan
tubuh. Nursi mengatakan, “Cenderung kepada kesempurnaan adalah sebuah
aturan alami yang ada di alam semesta. Dan keistimewaan ini telah diberikan
kepada fitrah manusia.”47 Sesuatu yang membuat manusia berjalan menuju ke
arah yang paling sempurna, utama dan indah adalah akhlak. Tidak diragukan
lagi bahwa manusia telah diciptakan dengan kecenderungan untuk berusaha
mencapai religiusitas, kebaikan, kebenaran, kesempurnaan dan akhlak yang
terpuji. Seperti yang dikatakan Nursi, manusia cenderung mengungkapkan
kebohongan dan mengatakan 'Ini bohong' pada kebohongan itu.48 Sekali lagi,
karena tidak mungkin manusia bisa hidup sendiri, ia cenderung berhubungan
dengan orang lain dan wajib memberikan mereka bayaran maknawi untuk
memenuhi kebutuhan. İtu sebabnya, manusia beradab karena fitrahnya.49
Karena akhlak adalah pusat dan pondasi yang kokoh, kebenaran
ditempatkan tidak hanya pada fitrah manusia, tetapi juga pada seluruh
makhluk dan alam semesta, yakni tertanam pada fitrah penciptaan dengan
seluruh macam jenisnya. Nursi menjelaskan hal ini dengan sangat baik,
“Fitrah tidak bisa berbohong. Ada kecenderungan pertumbuhan pada sebuah
biji. Ketika biji mengatakan “Aku akan berakhir dan berbuah”, dia
mengatakan yang sebenarnya. Telur memiliki kecenderungan untuk hidup.
Ketika ayam berkata “ aku akan bertelur”, dengan izin Allah akan terjadi dan
dia mengatakan yang sebenarnya. Segenggam air mempunyai kecenderungan
untuk membeku. Ketika air berkata “Aku akan menempati tempat yang lebih
luas”. Besi meskipun keras, tidak bisa membuatnya menjadi pembohong. Jika
air melakukan apa yang dikatakannya, dia bisa mematahkan dan melubangi
besi. Semua kecenderungan ini membenarkan dan menyaksikan penciptaan
Allah.50
Sekarang kita harus bertanya: Jika akhlak terpuji dan kebajikan adalah
perlengkapan manusia, apakah itu moralitas yang telah ditetapkan? Apakah
keduanya memiliki ukuran dan tingkatan yang sama pada manusia? Apa
relevansi keduanya? Apakah ini masalah kesamaan dan kebersamaan atau itu
masalah perbedaan dan pemisahan? Manakah dari ini yang menang? Apa
hikmah dalam hal ini? Nursi berpendapat bahwa ada hubungan dan ikatan
antara kedua jenis moralitas ini, dan bahwa ada juga perbedaan besar di
antara keduanya dari aspek tingkat, proporsi, kepentingan, dan tugas. Dia
mengatakan, “Telah ditetapkan dengan beberapa penelitian, percobaan,
pemeriksaan dan penelitian ilmu pengetahuan, bahwa dominasi absolut dalam
47
RNK, s. 1965
48
RNK, s. 405
49
RNK, s. 1970.
50
RNK, s. 571.
tatanan alam semesta adalah kebaikan, keindahan, kesenangan, ketekunan
dan kesempurnaan”. Inilah niat sebenarnya dari Allah, Sang Maha Pencipta.
Dengan bukti tersebut, semua ilmu yang mempelajari alam semesta
menunjukkan kepada kita—dengan kaidah-kaidah yang universal—bahwa
ada keteraturan dan keunikan dalam setiap jenis dan kelompok di alam
semesta. Akal pun tidak mungkin bisa membayangkan sesuatu yang lebih
sempurna dan unik daripada ini. Semua ilmu ini telah melihat hakikat dari
ayat ini, “Bahwa Dia menciptakan segalanya dengan cara yang paling
indah.”51
Nursi membuktikan hal-hal berikut dalam ciri berlawanannya sifat
yang disebutkan: “Kejelekan, keburukan, kebatilan, dan dosa adalah ciri-ciri
sekunder, parsial, dan detail dalam sifat alam semesta. Penciptaan keburukan,
kebatilan, kejahatan dan dosa merupakan hal-hal yang pribadi, kecil dan
sekunder, bukanlah yang utama dan asas. Misalnya, keburukan di alam
semesta dan makhluk bukanlah sebuah tujuan utama. Itu adalah sebuah
kiasan yang bermanfaat untuk merubah hakikat keindahan itu ke beberapa
hakikat yang lain. Begitu juga kejahatan. Bahkan setan telah diciptakan untuk
menjadi sarana agar manusia menjadi mulia menuju kesempurnaan yang
hanya bisa diraih dengan kompetisi dan perjuangan. Kejahatan dan
keburukan seperti ini telah diciptakan di alam semesta untuk memungkinkan
mereka memunculkan jenis-jenis kebaikan dan keindahan.52
h. Adatullah
Allah menetapkan hukum-hukum yang mengatur individu dan
kelompok satu sama lain serta gerakan perilaku individu, juga telah
menetapkan hukuk-hukum yang mengatur fungsi alam semesta, yang disebut
dengan “ fitrah syariat”.53 Matahari terbit dan terbenam setiap hari, bulan dan
bintang-bintang menghiasi malam kita. Berkat “hukum gravitasi” kita dapat
bergerak dengan sangat nyaman. Bagaimana orang berjalan sebelum hukum
ini ditemukan? Tentu sudah ada sebelum hukum ini ditemukan. Sebelum
hukum daya apung air ditemukan, apakah sifat air ini tidak ada? Tentu saja
ada. Dikatakan bahwa ini memang sudah ditemukan. Allah SWT
menciptakan semua ini, ketika para ilmuwan baru saja menemukan atau
menelitinya. Menciptakan dan menemukan. Apakah itu menerima
perbandingan? Tentu saja tidak. Seharusnya tidak logis untuk melupakan
pencipta54 dan mengingat penemu.
Nursi mencoba menyajikan beberapa contoh peristiwa yang terjadi di
alam semesta di atas. Peristiwa ini dan yang serupa disebutnya sebagai
51
RNK, s. 1965.
52
RNK, s. 1966
53
Lem'alar 186
54
Sozler .13
hukum alam. Sementara alam adalah tempat percetakan, bukanlah pencetak.
Alam juga merupakan sebuah percetakan, bukanlah fail (pencipta), tetapi
alam ini sebagai aturan bukan yang menciptakan aturan tersebut. Ia bukanlah
sebuah kekuasaan melainkan aturan.55 Sebagaimana dipahami, Dzat yang
menciptakan alam semesta, Dia menyusun rencana penciptaannya, Dia juga
memberikan hukum yang disebut fitrah syariat. Fitrah syariat adalah hukum-
hukum yang ditetapkan Allah kepada alam semesta dan hukum yang
mengatur pergerakan alam dan berasal dari kehendak Tuhan. Seperti
diketahui, Nursi menggambarkan syariah menjadi dua:
1. Syariat yang berasal dari sifat kalam56 dan yang mengatur keadaan
dan fiil manusia yang merupakan alam kecil “mikrokosmik”.
2. Syariat fitrah besar yang berasal dari sifat kehendak, dan yang
mengatur gerakan dan stagnasi alam yang merupakan alam besar
“makrokosmik”. Terkadang alam dinamai dengan salah.57
Disini manusia diibaratkan seperti alam semesta. Jika alam semesta
diperkecil, ia akan mengambil bentuk seorang manusia, dan jika manusia
diperbesar, ia akan membentuk alam semesta.58 Seperti dapat dilihat dalam
deskripsi syariah, Allah SWT ketika menyampaikan kepada manusia Dia
menggunakan “sifat kalam’, dan ketika menyapa ke alam semesta Dia
menggunakan "sifat kehendak". Dengan ditetapkannya hukum syariah oleh
Allah SWT, sebagaimana makhluk melakukan seluruh tugas dengan
sempurna, mereka juga mendapatkan kenikmatan darinya. Bahkan benda
mati pun bersinar dan bercahaya, bukan pada dirinya, melainkan bercahaya
melalui asmaul husna yang termanifestasi pada mereka dan karena Allah
mencerminkan nama-nama-Nya.59Allah SWT menetapkan dalam alam
semesta kecenderungan terhadap kesempurnaan. Dan dengan ini pula
makhluk bisa mendapatkan keberkahan, bertambah, membesar dan
berkembang. Nursi memberi contoh, bahwa di dalam telur ada
kecenderungan untuk hidup dan berkata “Aku akan menjadi anak ayam”.
Dengan izin Allah itu akan terjadi dan anak ayam itu mengatakan yang
sebenarnya. Contoh lainnya, seperti air, ia memiliki kecenderungan menyebar
dan membeku. Dia berkata, “Aku akan mengambil tempat yang lebih luas”.
Besi pun tidak bisa membuatnya menjadi “pembohong” dan kebenaran kata-
katanya akan mematahkan besi. Seperti yang dapat dilihat dalam semua
contoh yang diberikan ini. Semua peristiwa yang terjadi di alam semesta
adalah manifestasi sunnatullah dan adatullah.

55
Lemalar 181-182,maktubat 254-255
56
Mektubat 478, mesnevi nuriye 250
57
mesnevi nuriye 251-52
58
Sozler ,41
59
Lemalar,123
2. Perspektif Said Nursi Terhadap Ilmu Kalam Abad Ke-20
a. Ilmu-ilmu Sains
Pendekatan Nursi terhadap sains dan teknologi sangatlah menarik.
Dapat dikatakan bahwa ia membuat terobosan yang berarti dalam hal ini serta
dalam materi-materi lain. Pertama, Nursi percaya bahwa sains akan
meningkatkan efektivitasnya secara bertahap dan masa depan akan menjadi
era/masa informasi, dan ia menekankan semuanya ke arah ini. Ia mengatakan,
“Tentu saja, manusia pada akhirnya akan jatuh ke dalam ilmu-ilmu dan sains.
Ia akan mengambil semua kekuatannya dari pengetahuan. Hukum dan
kekuatan akan jatuh ke dalam ilmu (sains).“60 Pemikir, yang mengetahui
bahwa masa pengetahuan semakin dekat mengatakan bahwa tujuan utama
pengetahuan tidak hanya untuk mendapatkan kekuatan material dan
menaklukkan dunia fisika, tetapi juga untuk “ubudiyah” kepada Allah Azza
wa jalla yang sesuai dengan agama melalui teknologi tinggi (berkembang).
Nursi berpendapat bahwa ada içiçelik antara “ubudiyah” yang merupakan
tujuan akhir manusia dengan perkembangan ilmiah dan bahwa ilmu dan
akhlak diperlukan untuk mencapai tujuan akhir ini.
Nursi mengatakan, “Allah yang Maha Kuasa membimbing dan mendorong
manusia ke pengetahuan dan akhlak sedemikian rupa. Seolah-olah Dia
mengatakan, “Wahai manusia, tujuan tertinggi yang ada di alam semesta
adalah bahwa manusia harus beribadah kepada rububiyah secara menyeluruh.
Dan tujuan akhir manusia adalah mencapai ubudiyah dengan ilmu dan
akhlaknya.”61
Di sisi lain, pemikir tidak mengelompokkan seperi “ilmu ağama” dan
“ilmu duniawi” dengan membedakan ilmu-ilmu di antara mereka sendiri.
Sebaliknya, itu menyatukan semuanya di dalam poros "persatuan". Menurut
pemikir, setiap ilmu adalah disiplin yang secara langsung didasarkan pada
nama-nama ilahi. Hakikat-hakikat dari semua maujudat dan hakikat seluruh
alam semesta bersandar kepada nama-nama ilahi. Setiap hakikat dari sesuatu,
bersandar kepada banyak nama-Nya atau pada satu nama. Bahkan seni-seni
yang ada pada benda juga bersandar pada satu persatu nama (asmaul husna).
Di alam semesta semua-ilmu membuktikan nama-nama Allah SWT. Contoh
nama “Al-hakim “menentukan “filsafat”, nama “ as-Syafi” menentukan “ilmu
kedokteran”, dan nama “al-Muqaddir” menentukan “engineering”.
Sebagaimana setiap satu ilmu bergantung atau bersandar pada satu nama dan,
semua ilmu maupun akhlak manusia juga bersandar pada nama-nama ilahi.62
Dalam hal ini Nursi percaya bahwa dengan usaha akal dan pikiran
yang sederhana di zaman kita, seseorang dapat naik ke tauhid dari data sains
60
Bediüzzaman Said Nursi, Sözler, 20. Söz.
61
A.g.e., 23. Söz
62
Sozler 627
yang ada. Yang terpenting adalah menjangkau sebuah perspektif dan
cakrawala yang jelas. Dalam konteks ini, menurut pemikir, setiap disiplin
ilmu yang diajarkan di fakultas-fakultas memiliki kualitas dan sifat yang bisa
menaikkan orang langsung kepada Allah dengan interpretasi dan bacaan yang
benar.
b. Ilmu-ilmu Sosial
1) Sastra
Dalam Risalah Nur, kita melihat konsep-konsep yang berhubungan
dengan sastra: Balagah, bayan, i’jaz, fasahat, badi’, tasybih, isti’arah,
kinayah, metafor, mubalaghah dan ma'ani. Masing-masing konsep ini
digunakan dalam bentuk yang cukup indah dalam Risalah Nur.
2) Filsafat
Said Nursi mendukung bagian filsafat yang berdamai (tidak
bertentangan) dengan Al-Qur’an, membantu memahami hikmah-hikmah Al-
Qur’an, berguna mendewasakan manusia dan melayani fungsi kehidupan
sosial yang lebih baik. Sebaliknya, ia menentang bagian filsafat yang
berlawanan dengan hakikat-hakikat Al-Quran dan yang membawa manusia
ke dalam kegelapan, kekufuran dan Lumpur alam.

3) Hukum
Jika diperhatikan, tampaknya Nursi mencoba mengevaluasi keadilan
dalam lingkup ibadah dan menyandarkannya pada fondasi yang kuat, yakni
dengan mendefinisikan konsep-konsep hak dalam lingkup dasar-dasar tauhid
dan iman. Bu bakımdan "Hukuk-ı ibad, hukukullah hükmüne geçmiyor ki,
hak olabilsin. Belki nefsanî haksızlıklara vesile olur." ifadesinin
irdelenmesinde yarar vardır. Berimannya manusia merupakan dari hukum
Allah. Keadaan tidak beriman adalah pelanggaran hukum semua makhluk
disamping hukum Allah. Setelah mengetahui tentang iman, hal yang paling
penting dan wajib adalah amal sholeh. Sementara amal sholeh ialah terdiri
dari memenuhi hukum Allah dengan yakin tanpa melanggar hukum-hukum
ibadah materi dan spiritual. (mesnevi Nuriye) Mengikuti perintah-perintah
Allah SWT dan meninggalkan yang dilarang hanya bisa dilakukan dengan
iman. İbadah juga memperkuat dan mengembangkan keimanan seseorang
kepada-Nya. Dan ini menjadikan orang tersebut taat dalam berbagai aturan-
Nya. Aturan ini bisa dipenuhi oleh manusia dengan mematuhi perintah-
perintah yang Allah berikan di alam semesta dengan hikmah dan
kekuasaanya.

Hemat
Hemat adalah salah satu tatanan yang diberikan Allah ke alam
semesta dan ia merupakan nilai-nilai moral yang tinggi dari Nabi kita. Pada
poin ini “Sebagaimana tidak ada israf “sifat berlebihan” dalam kebaikan
(mereka yang layak), dalam sesuatu yang berlebihan itu tidak ada kebaikan”
sangatlah penting. Sikap hemat juga mengacu pada keseimbangan. Semua
ketidakseimbangan ekonomi muncul karena tidak adanya sikap hemat. Dalam
masyarakat di mana konsumen meningkat dan produsen menurun, setiap
orang mengawasi pintu pemerintahan. ketika itu pertanian, perdagangan dan
seni yang membuat kehidupan sosyal tetap berdiri, terus berkurang dan
bangsa menjadi lebih miskin dan mundur.
Ayat “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya” (QS. Najm, 39), dan hadist “Orang yang berkerja
adalah seorang hamba yang dicintai oleh Allah” ini mendorong manusia
untuk bekerja dan berkontribusi dalam hal produksi. Dunia ini sangat
berharga dalam arti “Dunia merupakan kebun akhirat” (Keşfü'l-Hafa,
1/412/1320). Tugas utama seorang muslim adalah berusaha untuk
menyebarkan dan memuliakan nama-nama Allah SWT (Menjunjung tinggi
kalimat La ilaha illallah). Ini terkadang terkait dengan kekayaan materi. Nabi
bersabda: “Sebaik-baiknya manusia adalahyang paling
bermanfaat bagi manusia lain” (el-Aclûnî, Keşfü'l-Hafâ, 2:463; el-Münâvî,
Feyzü'l-Kadîr, 3:481, hadis no: 4044.) Hadist ini memerintahkan supaya
manusia menjunjung tinggi sikap solidaritas, yang mana ia merupakan dasar
kehidupan sosial dan ekonomi (hemat), serta menghilangkan sifat keegoisan
dalam diri manusia. Terkait hal ini Nursi memberi kritikan terkaitadanya
sejumlah kesalahpahaman menyebabkan ekonomi kita terpuruk. Salah
satunya adalah terkait konsep qana’ah, yang merupakan nilai kemanusian
yang sangat penting. Sikap qana’ah yang ditunjukkan saat menerima upah
diakhir pekerjaan, layak mendapatkan pujian. Namun, qana’ah ketika sedang
bekerja adalah sebuah kemalasan dan keburukan.
Selain qana’ah, Nursi juga memberi catatan terkait sikap tawakkal.
Dalam tawakkal yang benar, seseorang harus memiliki usaha dan upaya.
Harus ada gerakan yang sesuai dengan hukum-hukum penciptaan yang telah
Allah tetapkan di alam semesta. Kemudian harus ada kepuasan dan keridhoan
atas penghargaan Allah. Sebaliknya, tidak berkerja dan tidak melaksanakan
sebab-sebab yang Allah tetapkan bukanlah sifat tawakkal, akan tetapi ini
adalah sikap kemalasan. Contohnya, administrasi, layanan sipil dan dinas
militer adalah profesi atau pekerjaan yang perlu dilakukan hanya untuk
pelayanan dan perlindungan masyarakat. Profesi ini tidak boleh dimaksudkan
untuk mendapatkan kekayaaan. Sementara cara-cara normal untuk
penghidupan adalah perdagangan, pertanian dan seni.
4) Psikologi
Dalam bidang psikologi, penyakit psikologis dikelompokkan di
bawah berbagai judul atau tema. Namun, penulis melihat bahwa di dalam
Risalah Nur terdapat klasifikasi yang lebih komprehensif dan berbeda
dibandingkan klasifikasi tersebut. Misalnya penyakit akal, penyakit ruh
(mental), penyakit hati nurani dan penyakit jantung. Dalam ilmu psikologi
hari ini, definisi dan sifat jiwa (ruh) dibahas secara tidak detail atau dangkal.
Dalam Risalah Nur ia didefinisikan dengan sempurna sebagi berikut, "Ruh;
zîhayat, zîşuur, nurânî vücud-ı haricî giydirilmiş, câmi' bir hakikattir.
Külliyet kesb etmeye müstaid bir kanun-ı emrîdir Ketika ilmu psikologi
hanya meneliti bagian jiwa yang mencerminkan perilaku, Risalah Nur juga
mengklarifikasi banyak ciri-ciri jiwa yang tidak tercermin dalam perilaku.
Dalam Risalah Nur juga bisa ditemukan istilah “proyeksi” dalam dunia
psikologi secara komprehensif. Dalam proyeksi, perasaan-perasaan seperti
benci, rasa bersalah dan agresif bisa dihilangkan atas orang lain. Misalnya,
seorang yang agresif dapat menyalahkan orang lain dengan sifat agresifnya.
Dalam hal ini Risalah Nur membuat orang merasa bahwa dia melihat dunia
melalui “jendela” dirinya sendiri, dan dia juga meninjau “dunia” batinnya
sebelum menyalahkan orang lain dengan menyatakan bahwa dia menganggap
semua orang bahagia jika dia bahagia, dan jika dia bersedih, dia juga
menganggap orang-orang sekitarnya bersedih.

c. Uluhiyah
Dalil-dalil isbât-ı vâcib dalam Risalah Nur tidak dijelaskan secara
sistematis seperti dalam buku-buku kalam. Penulis mencoba menjelaskan
bukti isbât-ı vâcib dalam karya-karya Nursi. Terkadang memang semua
bukti-bukti itu berada di tempat atau tema yang sama, namun terkadang pula
berada di tempat yang berbeda.63Di dalam kamus, isbat yang bermakna
burhan, dalil, bayan, sübut, mengambil keputusan, yerleşme. Secara istilah ia
adalah sebuah proses penalaran untuk mengungkapkan kebenaran dan
ketidaktepatan sebuah pemikiran. Vâcib ise; zâtı varlığını gerektiren, vücudu
zâtının muktezası olan, yokluğu aklen mümkin olmayan malumdur. Bu
öncüllerden hareketle isbât-ı vâcibi, zâtı varlığını gerektiren, vücudu zâtının
muktezası olan, yokluğu aklen mümkin olmayan, varlığı kendinden olan ve
var oluşunda başkasına muhtaç bulunmayan bu zatın var olduğunu

63
Said Nursî, eserlerinin şu bölümlerinde isbât-ı vâcib ile alakalı bahislere yer vermektedir:
Sözler, s. 111-119, 146-148, 177-184, 253-280, 494-513, 541-631; Mektubat, s. 20-23, 217-
249; Lem’alar, s. 127-130, 180-196, 298-348; Şualar, s. 11-42, 43-57, 58-85, 91-163;
Mesnevî-i Nûriye, s. 12-43, 47-55, 161-169, 207-217; İşârâtu’l-İ’caz, s. 143-159;
Muhâkemât, s. 103-122.
delillendirmek şeklinde tarif edebiliriz. O, Allah’ın varlığını ispat eden
delilleri temelde, bütün peygamberlerin marifetini şahsında toplayan “Hz.
Muhammed (s.a.s)”, bütün mahlukatı içeren “kâinat”, bütün semavî kitapların
ders verdiği hakikatin en yüce ifadesi olan “Kur’an” ve insanın Allah’ı
tanıma kabiliyeti taşıyan tüm duygularının merkezi hükmündeki şuur sahibi
fıtrat olarak “vicdan” olmak üzere dört kategoride mütalaa etmektedir.
İa pada dasarnya memahami dalil-dalii yang membuktikan
keberadaan Allah dalam empat kategori: Pertama, Nabi muhammad yang
mengumpulan semua makrifat nabi-nabi pada dirinya. Kedua, Alam semesta
yang meliputi seluruh makhluk, 3.
Di antara bukti-bukti yang diajukan Said Nursi terkait dengan isbât-i
vâcib sebagai berikut:
1) Dalil Nabi Muhammad
Menurut Said Nursi, bukti pertama keberadaan Allah adalah Hazret
Muhammed SAW. Nabi Muhammad adalah seseorang yang bisa menjawab
pertanyaan dengan benar dan tidak bisa dibantah oleh akal manapun. Seperti
misalnya beberapa pertanyaan, “Engkau siapa? Engkau berasal dari mana?
Kemana engkau pergi?” Beberapa pertanyaan ini telah menyibukkan pikiran-
pikiran manusia selama berabad-abad dan itu adalah pertanyaan yang selalu
dicari jawabannya serta bisa ditanyakan kepada setiap maujud. Nabi bisa
menjawab berbagai pertanyaan ini karena ia adalah sembol dari rahmat Allah,
bukti Allah yang paling bercahaya, lampu hakikat yang paling terang,
penemu teka-teki penciptaan, penjelas tentang hikmah alam semesta dan
contoh akhlak paling sempurna yang ada pada makhluk.
Menurut Nursi, Nabi Muhammad adalah seorang mursyid dalam
iman. Meskipun alam semesta selalu dihiasi oleh berbagai makhluk yang
indah dan sulaman yang baru, dan alam semesta terlihat seperti mainan yang
tercipta secara kebetulan dalam pandangan akal manusia. Dengan pandangan
Nabi Muhammad alam ini bercahaya dan penuh makna. Ketika semuanya
tampak menuju kehampaan dan ketiadaan bersama dengan kematian, dunia
telah berubah dengan revolusi yang dibuat oleh Nabi di dunia. Dengan
pandangannya, semuanya telah hidup kembali. Mereka berubah menjadi
penumpang di jalan kehidupan abadi, bukan menjadi orang malang yang
terlempar ke kehampaan. Berkat cahaya yang dibawa olehnya, semuanya
mulai terbebas dari musuh satu sama lain, dan terlihat seperti teman dan
saudara yang saling membantu dan pegawai yang diberi tugas untuk
memperkenalkan sang pencipta yang sama. Seandainya tidak ada cahaya
iman yang dibawanya, semua makhluk akan terlihat sebagai orang malang
tanpa pemilik, tidak bernilai dan menuju kehancuran.
Nabi memiliki akhlak yang tinggi pada di dalam semua makhluk.Ia
mampu menyatukan para musuh dan sahabat. Ia menempati posisi ubudiyah
yang paling sempurna terhadap uluhiyah dan mengumumkan tauhid dengan
suara yang tinggi dan menjadi cerminan terhadap nama-nama Allah pada
tingkat yang tertinggi. Dialah yang paling tahu mengenai Allah dan ia juga
yang memperkenalkan-Nya kepada makhluk. Said Nursi menyebut Nabi
sebagai seorang “Muallim makrifatulllah”. Ia adalah seorang muallim yang
sedemikian rupa sehingga setiap sesuatu yang diajarkannya mengandung
tauhid. Faktanya, dia seperti semua Nabi berdakwah di atas kalimat tauhid
dan menjelaskan hakikat-hakikat tauhid. Alhasil, Nursi menjelaskan bahwa
setiap perkataan dan gerakannya (Nabi Muhammad) yang merupakan guru
mulia dan petunjuk paling benar, serta matahari risalah, membuktikan
eksistensi Allah.
2) Bukti Alam Semesta (kosmologi)
Menurut Said Nursi, bukti kedua tentang keberadaan Tuhan adalah
alam semesta yang merupakan “kota” yang sempurna, sebuah dunia, barak
yang luar biasa dari pasukan sultan abadi, dan sebuah istana yang dihiasi
dengan barang-barang antik tak terbatas dan benda-benda indah dan
berharga. Said Nursi menggambarkan alam semesta sebagai buku besar atau
orang yang besar. Setiap kata atau bahkan setiap huruf dari buku ini telah
dibuat begitu ajaib sehingga untuk menciptakan bagian atom terkecil,
diperlukan kekuatan untuk menciptakan seluruh alam semesta. Selain Allah,
tidak mungkin bagi semua sebab alamiah menciptakan satu huruf dari buku
ini, bahkan jika mereka memiliki kemauan dan kekuatan sebagai farz-ı
muhal. Karena huruf ini, secara langsung berkaitan dengan semua kata-kata
buku semesta, terutama meskipun dia adalah makhluk hidup. Hidup membuat
sesuatu berhubungan dengan segalanya. Ada suatu tatanan di alam semesta
yang mencakup seluruh maujudat dan menghubungkan setiap yang wujud
dengan semua maujudat lainya seperti merajut jaring.
Apakah mungkin tabiat yang buta, tidak tahu apapun, tidak hidup dan
tidak berakal bisa menjadi sebab penciptaan alam semesta ini? Tentu saja hal
ini mustahil. Dari sini dapat dipahami bahwa, “Setiap sesuatu berkaitan
dengan sesuatu yang lain. Ia tidak dibuat tanpa sesuatu yang lain. Allah telah
menciptakan setiap sesuatu dari sesuatu. Jika demikian, sangat penting dicatat
bahwa yang membuat sesuatu—apapu itu—adalah Dzat yang Wahid, Ahad,
Samad dan Fard.” Semua huruf dan bahkan titik-titik dari buku alam
semesta, menyaksikan keberadaan dan keesaan Dzat tertinggi dalam bentuk
paragraf, jumlah dan kata-kata yang bersatu ataupun terpisah. Alam semesta
adalah pameran “seni ilahi” dan muvahid terbesar yang membuktikan
keberadaan Allah dan memberitahukan bahwa manusia memiliki pribadi
yang besar.
Sementara, semua makhluk di alam semesta merupakan “pekerja”
Allah, huruf yang bermakna, keajaiban seni dan manifestasi dari nama-nama
suci seorang seniman yang memiliki kekuasaan tanpa batas, yang
menunjukkan keberadaan Allah. Said Nursi membuat penumpang melakukan
perjalanan hayali dalam risalahnya yang berjudul "Ayat al-Kubra" dan
dengan cara ini, ia menyatakan bahwa alam semesta adalah salah satu bukti
keberadaan Allah. Penumpang ini menanyakan penciptanya kepada setiap
makhluk seperti gunung, laut, udara, kilat, hujan, angin dan awan, dan
mengetahui keberadaan Allah dari syahadat yang diucapkan setiap satu
makhluk tersebut fıtrat lisanları ve yaradılış tavırlarıyla. Sekali lagi,
pengelana melihat alam semesta sebagai buku yang menjelaskan penulisnya
dengan mengamati makhluk itu apa adanya, bukan seperti yang ingin dia
lihat atau bayangkan, kemudian sampailah kepada kalimat “ la ilaha illallah”.
Said Nursi, dalam karyanya yang berjudul “Sözler”, menjelaskan dengan dua
belas bukti bahwa alam semesta membuktikan keberadaan Allah di makam
pertama dari Kata “Dua Puluh Dua”. Dia menyatakan bahwa ada pemilik
kekuasaan tersembunyi yang mengatur alam semesta, bahwa setiap atom
yang ada di alam semesta menunjukkan dzat yang ghaib, dan bahwa alam
semesta itu sendiri menyatakan dan membuktikan dzat ini dengan
keberadaannya.

3) Dalil Al-Quran
Said Nursi menyebutkan Al-Qur’an sebagai dalil ketiga yang
menandakan keberadaan Allah. Ia menyebutkan dalil-dalil yang
menunjukkan keberadaan Allah, dalil yang merupakan dasar tauhid dan
hukum-hukum dunia dalam Al-Quran yang mengundang manusia sebagai
pemiliki kesadaran untuk memperkenalkan sang penciptanya kepada seluruh
maujudat, menjadi tiga, yaitu 1. Dalil inayet dan gaye, 2. Dalil Hudüs dan
ihtira, 3. Dalil kemungkinan. Di sini penulis melihat bahwa para ahli kalam
dan filosof pun juga menggunakan tiga dalil ini, mengevaluasi dalil-dalil ini
dengan pendekatan “al-Quran”, bukan pendekatan “ alam semesta”. Perincian
dasar tauhid yang di atas sebagai berikut:
1. Dalil inayet dan gaye
Dalam pembahasan inayet dan gaye, Nursi memang lebih fokus pada
bukti keberadaan Allah dalam risalah-risalahnya. Di samping itu, ia
juga menekankan bahwa Al-Qur’an harus diarahkan pada bukti ini. Ia
juga meyakini bahwa para pemikir modern memiliki orientasi yang
sama. Maksudnya, seperti yang ditunjukkan oleh tatanan sempurna
yang dimiliki alam semesta, bahwa alam semesta ini memilki manfaat
dan hikmah di dalamnya. Ini membuktikan bahwa hikmah dan tujuan
sang pencipta alam semesta dan benar-benar menolak bahwa
penciptaan ini terjadi secara kebetulan. Karena kesempurnaan dan
tujuan, tidak bisa terjadi tanpa ihtiyar dan kehendak. Tujuan dan
inayah yang terdapat di setiap bagian dan seluruh alam semesta
dengan jelas menunjuk pada keberadan ( varlık) yang mengatur
tatanan ini. Keindahan dan pekerjaan yang memiliki hikmat yang
terlihat di setiap makhluk juga menunjukkan dzat yang menciptakan
keduanya. Makhluk ini harus memiliki kekuasaan abadi, ilmu tak
terbatas dan sifat-sifat yang agung, sehingga rutinitas dan
keseimbangan yang menakjubkan ini, yang ada di alam semesta dapat
dijelaskan secara logika.
Menginkari adanya Pencipta sama saja mengingkari hikmah
dan tujuan yang ada pada makhluk dan juga tatanan yang ada di alam
semesta. Dalam hal ini Said Nursi seperti para pemikir Islam lainya di
dalam caranya mengulang-ulang dalil inayah dan gaye. Ia juga
memperhatikan fakta bahwa matahari, bulan dan bintang-bintang
berputar pada orbit tertentu dan terhubung satu sama lainnya dengan
daya gravitasi, dan bahwa dunia disamping bagi kehidupan manusia,
bumi juga tempat hidup yang sesuai bagi tumbuhan dan hewan.
Said Nursi memberikan contoh matahari dalam masalah mengapa
orang tidak melihat tatanan ini dan menginkari keberadaan Allah,
meskipun terdapat tatanan yang begitu menakjubkan di alam semesta.
Karena keberadaan matahari begitu terang dan jelas, sehingga ini
menghalangi ia terlihat. Dia menyatakan bahwa alam semesta harus
dilihat melalui mata hikmat, dan bahwa dengan cara ini, tatanan yang
terlihat di alam semesta akan menjadi bukti bagi keberadaannya.

1. Dalil hudüs dan ihtira


Dalam menjelaskan dalil hudüs, Nursi
menggunakanpendekatan yang rasional dan logis sesusi dengan era
sekarang. Ia juga menyederhanakan penjelasan-penjelasan tentang
bukti materil agar seseorang bisa mencapai ke ma’rifatullah. Menurut
mutakalimun dunia itu variabel, dan jika dunia variabel, ia juga
merupakan ciptaan dan ia terbentuk kemudian. Jika sesuatu itu telah
dibentuk kemudian, pasti ia memiliki Pencipta. Oleh karena itu, alam
semesta tidaklah abadi. Alam semesta telah diciptakan kemudian
oleh Pencipta. Mereka (mutakallimun) mengembangkan sebuah usul
yang menjelaskan secara logis bahwa alam semesta telah diciptakan
dari ketiadaan. Dalam mengomentari pandangan mutakallimun ini,
Nursi berkata, “Jika Allah SWT dipahami dengan akal dan wujud
Allah dibuktikan dengan logika, maka menurutnya seseorang tidak
akan sampai kepada ma’rifatullah. Selain mengetahui keberadaan
Allah, seseorang juga seharusnya juga mengenal Allah. Oleh karena
itu, perlu untuk tidak meninggalkan iman yang berasal dari ilmu. Ia
mengingatkan bahwa manusia bukanlah makhluk yang hanya terdiri
dari akal. Sebaliknya, manusia terdiri beberapa aspek lain seperti
jiwa, hati, rahasia, dan nafsu.
Nursi menambahkan, manusia hidup dalam ruang lingkup
“sekarang” dan “di sini”. Ia memiliki emosi dan kemampuan yang tak
terbatas, dan terletak di depan matanya ada sebuah alam unik di mana
ia berbicara dengan kemampuan dan perasaan seperti pikiran, hati,
lidah, dan mata. Menurutnya, setiap wujud dari alam—dengan
keberadaannya sendiri—memberitahukan kepada manusia suatu hal.
Alam semesta tidak netral dan bukan sebuah bidang yang bisa
ditafsirkan siapa saja sesuai dengan keinginannya. Manusia entah
akan mendengarkan apa yang dikatakan setiap entitas di alam semesta
dengan bahasanya sendiri atau ia akan berkomentar dengan caranya
sendiri. Alam maujud tersebut menjelaskan kepada setiap orang yang
bisa melihat dan memandang bahwa setiap yang maujud diciptakan
dari ketiadaan. Ia juga memperkenalkan sang pencipta dengan sifat-
sifat yang tampak di dalamnya. Nursi berkata bahwa semua makhluk
di alam semesta adalah variabel. Ia menunjukkan bahwa mereka
adalah sebuah ciptaan, dan tidak abadi. Oleh karena itu, setiap
makhluk berada dalam keadaan bergerak maupun berhenti.
Pergerakan dan diamnya makhluk menunjukkan sebuah ciptaan, dan
ciptaan memerlukan sebuah pencipta, yaitu Allah sebgai Dzat yang
wajibul wujud yang tidak mungkin berubah ataupun diam.
Di sisi lain, ketika Nursi menjelaskan dalil ihtira, ia
menjelaskan bahwa tidak mungkin ada sebab yang tidak memiliki
kesadaran, tak bernyawa dan sederhana bisa menciptakan maujudat,
tidak mungkin ada penemu maujudat yang merupakan karya seni
luarbiasa dan mukjizat kekuasaan yang bisa membuat takjud seluruh
manusia, yang dirinya pun di ciptakan. İa tidak mungkin bisa
menciptakan lagi dengan menemukan maujudat. Allah, yang memiliki
kekuasaan mutlak, telah memberikan wujud yang sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan setiap makhluk. Jadi ia menjadikannya
sebagai dalil khusus atas Dzatnya sendiri. Oleh karena itu, untuk bisa
menjadi pencipta sebab-sebab, masing-masing dari mereka harus
memiliki kehidupan dan kesadaran dan untuk bisa menciptakan karya
seperti atom pun mereka perlu bersatu pada titik yang sama, dan ini
tidaklah mungkin bisa terjadi. Karena sebab-sebab adalah sesuatu
yang lemah dan sederhana, tidak mungkin bisa menciptakan sesuatu
apapun. Dari sini dapat dipahami bahwa ada dzat yang merupakan
pencipta seluruh sebab, yaitu Allah.

2. Dalil imkan (kemungkinan)


Semua ciptaan di alam semesta ini diciptakan dalam forum
dan bentuk yang telah ditentukan dari alternatif yang jumlahnya bisa
mencapai jutaan. Ini berarti, semua ciptaan tersebut menunjukkan
sebuah kemungkinan. Sebagaimana seorang yang mati membutuhkan
pembunuh, karya seni membutuhkan seniman dan anak membutuhkan
seorang ayah, begitu pula adanya kemungkinan alam semesta
menunjukkan bahwa itu adalah karya Dzat yang wajibul wujud, yakni
Allah. Said Nursi yang menamai dalil kemungkinan terhadap bukti
yang selalu mengingatkan tentang keteraturan dan hudus
( keterbatasan), mencoba membawa penjelasan yang berbeda kepada
mereka para ahli kalam yang tidak menyukai dalil kemungkinan yang
didasarkan pada penolakan devir dan teselsül.
Ketika disebut dalil kemungkinan, bisa dipahami dari sini bahwa
bukti yang dinyatakan berdasarkan argumentasi “ varlıkların yokluğu
düşünülmesi halinde aklî bir imkânsızlığın doğmaması”, sehingga
Badiuzzaman tampaknya memiliki pandangan yang sangat berbeda
dari argumentasi tersebut.

Menurut Nursi, kemungkinan adalah mütesâviyyü’t-tarafeyn. Jadi jika


sesuatu itu mungkin, ketiadaan dan keberadaan sesuatu itu adalah
sama. Oleh karena itu, perlu ada seorang penemu, pengarah dan
pemilih yang akan bisa memilih keberadaanya daripada ketiadaanya
dan menemukannya ketika sesuatu itu tidak ada. Karena kemungkinan
tidak bisa saling menemukan dan mengikat satu sama lain. Jadi ada
Dzat yang wajibul wujud, yang menciptakan benda yang mungkin
pada zat ini. Dengan demikian telah dibuktikan bahwa perlu ada dzat
yang wajibul wujud mutlak dengan dalil-dalil devir dan teselsül yang
tidak mungkin dipahami oleh akal.
Para ahli kalam menjelaskan tentang dalil kemungkinan
sebagai berikut, “Dengan membawa dalil dari berbagai cara, karena
segala sesuatu adalah mungkin, perlu ada yang mengadakannya di
awal dari ketiadaan dan memotong sebab-sebab”. Sebaliknya, Said
Nursi menunjukkan sebuah bukti dan tanda terhadap pencipta segala
sesuatu yang bisa membuka jalan untuk sampai kepada makrifat
wajibul wujud disetiap sesuatu. Nursi menyatakan bahwa cara ini
lebih mudah, lebih tepat dan sesuai dengan gaya narasi Alquran.

3. Dalil Nurani
Said Nursi menyebutkan hati nurani sebagai bukti keempat
dari keberadaan Allah. Menurutnya, ada sebuah suara yang muncul
dari lubuk hati nurani, yang menuntun manusia kepada Pencipta alam
semesta dan memujinya dalam kekhusyu’an, khususnya ketika
pemilik kesadaran dan hati nurani (manusia) menjauh dari dosa dan
ber-tafakkur. Said Nursi, berdasarkan pengalaman yang mendalam,
mengarah pada hakikat ini dan menerimanya sebagai bukti penting
terhadap keberadaan Allah. Di tempat dimana penjelasan dan bukti
hakikat iman dijelaskan dengan akal, Nursi mencoba merujuk pada
hati nurani sehingga ia bisa merasakan realitas hakikat ini dalam
dirinya sendiri. Hati nurani dan fitah manusia menurutnya juga
merupakan jendela terhadap akal. Setelah menggunakan hati nurani
sebagai satuan ukuran dan membenarkan hakikat yang masuk, hati
yang merupakan pusat perasaan akan merasa puas. Hal ini karena hati
nurani tidak akan bisa melupakan Penciptanya. Meskipun dia
menginkari nafsunya sendiri dia akan tetap melihat-Nya, memikirkan-
Nya, dan selalu mengarah pada-Nya.
Hati nurani, yang memiliki peran penting dalam mengenal
Allah, didefinisikan Nursi sebagai tempat transisi dimana alam
syahadat dan alam ghaib bersatu dan dimana ilham dan pikiran
bertemu satu sama lain dari dua dunia ini. Nursi menyerupakan hati
nurani dengan hukum-hukum fitrah, ini karena fitrah tidak dapat
berbohong. Ia memberiktn contoh, “Ketika segenggam air membeku,
kecenderungan fitrahnya adalah untuk berkembang membutuhkan
lebih banyak tempat. Air ini meskipun berada di dalam besi, ia tetap
mengembang dan mematahkan besi. Besi keras ini tidak dapat
mencegah air melakukan fitrahnya. Kecenderungan yang ada pada
maujudat ini, merupakan tajalli dan simbol dari perintah tentang
penciptan yang Allah tentukan dengan kehendaknya.

4. Dalil Fitrah
Menurut Nursi, manusia dihiasi dengan perasaan dan emosi
yang sangat sensitif. Emosi yang diberikan kepada manusia yang
merupakan ciptaan paling sempurna, bisa dipahami dari
kesempurnaan, rasa dan kemampuannya. Dalam hal ini, manusia yang
diliputi perasaan putus asa, buntu, takut, khawatir, selalu dihadapkan
dengan bahaya kematian dan ketiadaan seperti orang yang malang.
Mereka ini diibaratkan Nursi seperti hidup dalam suasana ruh seperti
di neraka yang dapat membakar paru-paru, berlawanan dengan
tatanan sempurna di alam semesta. Seorang yang tidak percaya akan
Penciptanya, terpaksa harus menganggap maujudat terjadi secara
kebetulan. Sementara ketidakjelasan yang diberikan oleh kebetulan,
bertentangan dengan penciptaan hati nurani yang membutuhkan titik
sandaran. Dan hati nurani menolak pemahaman ini.64

64
Said Nursî, Mesnevî-i Nûriye, s. 215.
Di tempat dimana penjelasan dan bukti hakikat iman
dijelaskan dengan akal, Nursi merujuk pada hati nurani sehingga ia
bisa merasakan realitas hakikat ini dalam dirinya sendiri. Hati nurani
dan fitah manusia juga merupakan jendela terhadap akal. 65 Setelah
menggunakan hati nurani sebagai satuan ukuran dan membenarkan
hakikat yang masuk, hati yang merupakan pusat perasaan akan
merasa puas. Karena hati nurani tidak akan bisa melupakan
Penciptanya. Meskipun dia menginkari nafsunya sendiri,66 dia akan
tetap melihat-Nya, memikirkan-Nya, dan selalu mengarah pada-Nya.
Hati nurani, yang memiliki peran penting dalam mengenal Allah,
didefinisikan Nursi sebagai tempat transisi dimana alam syahadat dan
alam ghaib bersatu dan dimana ilham dan pikiran bertemu satu sama
lain dari dua dunia ini.67 Said Nursi menyerupakan hati nurani dengan
hukum-hukum fitrah. Karena fitrah tidak dapat berbohong. Ketika
segenggam air membeku, kecenderungan fitrahnya untuk berkembang
membutuhkan lebih banyak tempat. Air ini meskipun berada di dalam
besi, ia tetap mengembang dan mematahkan besi. Besi keras ini tidak
dapat mencegah air melakukan fitrahnya. Kecenderungan yang ada
pada maujudat ini, merupakan tajalli dan simbol dari perintah tentang
penciptan yang Allah tentukan dengan kehendaknya.68
Dari sini dapat dipahami bahwa tidak ada satupun makhluk
yang bisa menghalangi kemampuan fitrah untuk melaksanakan
tugasnya. Contohnya, tidak ada satupun makhluk yang dapat
menghalangi keinginan hati nurani manusia untuk tetap abadi, tidak
dibuang ke dalam kehampaan, dan supaya dia dicintai. Manusia selalu
menjaga keinginan ini dan mencari seseorang yang bisa menjawab
keinginan fitrahnya, sehingga ia bisa menggunakan hati nuraninya
sebagai perantara untuk mencapai ma’rifatullah. Nursi merangkum
realitas fitrah ini dengan merujuk kepada Allah SWT sebagai berikut
“Jika Allah tidak ingin memberi, Dia tidak akan memberikan
keinginan untuk meminta”.69
Nursi meyakini bahwa seseorang yang mengingkari
penciptanya tidak akan mendapatkan satupun kebutuhan fitrahnya
yang tidak tertahankan di dunia fana ini. Oleh karena itu, karena dia
tidak berkata “Jika dilihat dari pemberian kebutuhan ini kepadaku,
seharusnya ada seorang yang menanggung semua ini”, dia selalu
hidup dalam pertentangan atau kontradiksi selama hidupnya.
65
Said Nursî, Mesnevî-i Nûriye, s. 208.
66
Said Nursî, Mesnevî-i Nûriye, s. 215; Sözler, s. 641; Lem’alar, s. 120; İşârâtü’l-İ’caz, s. 75
67
Said Nursî, Mesnevî-i Nûriye, s. 208.
68
Said Nursî, Mesnevî-i Nûriye, s. 215; Mektubat, s. 453-454.
69
Said Nursî, Mektubat, s. 292.
Kontradiksi ini sebenarnya merupakan peringatan kasih sayang
kepadanya dari Penciptanya; karena itu dia memberitahunya bahwa
dia salah dalam berfikir. Hati nurani yang merupakan hukum fitrah
şuurlu (yang memiliki kesadaran), baik dalam keadaan negatif
maupun positif, selalu mengingatkan manusia bahwa ia membutuhkan
sang pencipta yang memiliki kekuasaan mutlak dan memberitahukan
manusia hanya kepada-nyalah ia berharap dan meminta pertolongan.70

5. Dalil hayat atau kehidupan ( gerak).


Meskipun para ilmuwan abad modern mencoba untuk
mencapai rahasia kehidupan dan kenikmatan gerak dalam sel-sel
tubuh, akan tetapi mereka tidak dapat memperoleh hasil yang mereka
inginkan dan juga tidak bisa menymbunyikan kekaguman pikiran
mereka terhadap rahasia penciptaan ini. Di sisi lain, upaya untuk
mencapai cahaya apapun yang bisa mendapatkan kenikmatan gerak
tersebut di alam semesta, selalu tidak membuahkan hasil. Meskipun
banyak dari mereka yang menyelidiki aspek luar kehidupan dunia,
mereka masih belum dapat sepenuhnya menjelaskannya. Oleh karena
itu, pikiran mereka tidak cukup untuk menemukan orang pertama
yang memulai gerakan ini dan membawanya dari ketiadaan ke alam
wujud. Di sini lah Nursi mencoba menemukan gerakan ini dan
menunjukkannya sebagi bukti keberadaan Allah.71

6. Bukti Estetik
Pemahaman estetika Nursi layak untuk diteliti. Ia
menghubungkan keindahan estetika dengan asmaul husna di alam
semesta dan menjelaskannya di atas nama-nama Allah. Menurutnya,
keindahan sesuatu harus dilengkapi dengan kebersihan dan kesucian.
Sesuatu yang najis dan kotor seberapa bersih dan estetiknya, tetap
akan menodai dan menutupi nama-nama seperti jamal dan hakim.
Jadi, selain estetika dan keindahan karya yang dikedepankan, perlu
juga memiliki kesucian dan kebersihan sehingga karya tersebut dapat
menemukan kesempurnaannya. Nama quddus jika tidak bisa
“membersihkan” karya alam semesta dan meninggalkan kekotoran,
nama-nama seperti jamal dan hakim tidak akan lengkap dan menjadi
tidak terbaca atau tidak diketahui sebagaimana sifatnya. Dengan
alasan ini, nama quddus harus dimasukkan ke dalam nama jamal dan
hakim. Salah satu rukun-rukun utama dari hikmat dan kesempurnaan
adalah kebersihan dan kesucian. Jika bangkai-bangkai makhluk hidup
70
Said Nursî, Mesnevî-i Nûriye, s. 208; Ayrıca Risale-i Nur’da vicdanla alakalı
değerlendirmeler için bkz. Lem’alar, s. 130; Muhâkemât, s. 106-107.
71
Muhsin Abdülhamid, a.g.e., s.120. Bu delille alakalı bkz. Said Nursî, Sözler, s. 101-102.
dilaut tidak dibersihkan dengan nama quddus, keindahan wajah laut
akan berubah menjadi kotor dan menjijikkan. Selain itu, makna dari
berbagai sifat dan nama yang termanifestasi di lautan juga tidak akan
dapat bisa dijelaskan dan ditunjukkan. Kita dapat merenungkan
asmaul husna Pencipta dengan berbagai cara seperti ini. Karena itu,
ketika sebuah nama dimanifestasikan, ia juga membawa nama-nama
lain zımnında veya riyasetinde. Adalah mungkin untuk meningkatan
misal-misal seperti ini.72

d. Kenabian
Menurut Nursi, kenabian adalah dasar dari adanya keindahan dan
kesempurnaan, sementara ağama yang benar adalah kunci kebahagian.
Kebenaran dan hakikat ada ditangan kenabian dan para nabi; sementara
kesesatan dan keburukan berada diseberangnya.73 Nursi mengatakan bahwa
mustahil alam ini tidak memiliki pemilik dan mustahil juga bila pemiliknya
tidak memperkenalkan dirinya kepada manusia. Nursi melanjutkan, sangat
penting bagi Allah untuk menggambarkan dan memberitahukan diri-Nya
kepada manusia (yang memiliki tugas sebagai khalifa) supaya mereka
mengetahui larangan dan perintah-Nya.74 Nursi berpendapat bahwa
keberadaan dan wujud Allah ditunjukkan melalui diutusnya para rasul dan
kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka sebagai pedoman kehidupan
manusia di dunia. Jika seandainya rasul dan kitab-kitab tersebut tidak ada,
maka wujud Allah sebagai Dzat Maha Azali tidak akan pernah bisa diketahui.
Bagaimanapun, jika seorang bisa difahami melalui perkataanya bahwa
dia merupakan pemilik kehidupan, dia harus memiliki kitab yang bisa
berbicara kepada alam ghaib dan yang diturunkan kepada para nabi yang bisa
menunjukkan kalimat dan perkataanya yang merupakan perintah amar ma’ruf
nahi munkar.75 Nursi berkata bahwa ketuhan Allah, kenabian, beriman
kepada akhirat dan kewujudan alam semesta, semua ini saling membutuhkan
satu sama lain. Hal ini sebagaimana wujud matahari yang mustahil apabila
tanpa cahaya. Uluhiyah pun demikian, ia tidak mungkin ada tanpa tanda-
tanda. Karena itulah, Allah mengutus para nabi yang menunjukkan tanda-
tanda itu. Penampakan dzat yang memiliki kemulian-kemulian ini
mewajibkan untuk menggambarkan dirinya supaya memperlihatkan
kekuasaan dan kerajaannya kepada setiap mata manusia, sehingga setiap
orang bisa mengenalinya dan ini hanya bisa terjadi melalui para wakil-

72
Lemalaar ,altinbasak said nursi .30. lemaa 1 nukte
73
Mesnevî, 140; Lem’alar, 122-123.
74
Mesnevî, 118; Sözler, 69.
75
Lem’alar, 318.
wakilnya yaitu pada nabi atau rasul.76 Nursi mencoba mengajukan
pertanyaan, “Apabila kehadiran para nabi dan ajakan yang mereka bawa
justru menimbulkan kekufuran dan kesesatan, bagaimana diutusnya mereka
dapat menjadi rahmat bagi manusia?” Menurutnya, bahwa kualitas lebih
penting daripada kuantitas. Satu kualitas di sisi Allah lebih penting daripada
ribuan kuantitas.77
Nursi melanjutkan, jika tidak ada kenabian dalam kemanusian dan
(teklif) yang dibutuhkan, dan jika tidak ada agama78 yang bisa meningkatkan
manusia secara materi dan spiritual, maka manusia akan hidup seperti hewan
dan hati nurani yang ada dalam dirinya akan benar-benar hancur.79 Nursi
mengetahui bahwa beban yang dibawa para Nabi memang begitu sulit.
Mereka juga mengalami beban-beban risalah untuk mengirfankan kepada
pada umatnya. Nursi juga menyatakan bahwa inti ajaran yang dibawa para
Nabi—baik itu terkait hukum, akidah, dll—semuanya sama. Yang
memberdakan hanyalah beberapa hal yang terkait dengan masalah furu’iyah.
Karena perubahan zaman inilah masalah-masalah furu’iyah juga mengalami
perubahan.80
Nursi juga berpandangan bahwa sebagaimana tauhid yang bisa
dibuktikan, bukti kenabian pun bisa dibuktikan. Ini tidak hanya shahih
dengan dalil-dalil nakli. Karena keshahesan dalil-dalil nakli yang terdiri dari
al-Quran dan hadist, terkait atau berhubungan dengan keberadaan dan
keshahesan kenabian. Jika kenabian hanya bisa dibuktikan dengan dalil-dalil
nakli, maka akan muncul sebuah devir dan muhallik. Oleh karena itu, Nursi
menjelaskan bahwa kehadiaran Nabi itu dibutuhkan oleh manusia, dan
keberadaannya pun perlu dibuktikan dengan dalil-dalil akli.81 Diluar
pandangan yang disebutkan di atas; kesempurnaan sang pencipta dalam
hikmat dan fiil, adanya sebuah tatanan dalam setiap sesuatu yang kecil
maupun besar pada alam semesta, kebutuhan penting manusia berupa
mursyid, semua ini menuntut adanya wujud kenabian dalam kemanusiaan
secara mutlak.82
Dikarenakan manusia berbeda dari makhluk-makhluk lainnya, baik
dilihat dari beragam ambisi yang ada dalam dirinya, manusia juga
mengharapkan sesuatu yang paling indah dan menginginkan kehidupan yang
paling layak. Dengan kecenderungan-kecenderungan ini, manusia
76
Mesnevî, 33-34; Sözler, 63-64
77
İşârâtü’l-İ’câz, 213-214. Misaller için bk. İşârâtü’l-İ’câz, 214, Mektûbat, 48. Ayrıca bk. Tez
metni, Hayır-Şer, Hüsün-Kubuh.
78
İşârâtü’l-İ’câz, 255-259; Misaller için bk. Sözler, 223-242.
79
İşârâtü’l-İ’câz, 213. Nübüvvet ve Felsefenin insanlığa yol gösterirken insana nasıl
baktıkları ve nasıl bir yol takip ettikleri için bk. Sözler, 497-508.
80
İşârâtü’l-İ’câz, 26, 27.
81
İşârâtü’l-İ’câz, 195
82
Muhakemat, 137
membutuhkan beragam pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya seperti
makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Di sisilain, karena mereka tidak bisa
menguasai setiap pekerjaan yang ada, mereka berkewajiban untuk bekerja
sama dengan orang lain, sehingga setiap manusia bisa menolong orang lain
dengan pekerjaan yang ia lakukan dan bisa memenuhi kebutuhannya. Karena
kekuatan syahwat, ghadab dan akal tidak dibatasi oleh pencipta, dan
kekuatan-kekuatan ini dibiarkan untuk memastikan manusia bisa
meningkatkan dirinya dengan kehendaknya sendiri, terkadang ketidakadilan
terjadi di antara manusia dalam hubungan-hubungan timbal balik. Untuk
mencegah munculnya ketidakadilan ini manusia akhirnya membutuhkan
sebuah keadilan. Akan tetapi, karena pikiran setiap individu terkadang lemah
untuk memahami sebuah keadilan, maka mereka membutuhkan sebuah akal
pikiran yang cerdas untuk memahami keadilan tersebut. Akal yang cerdas
pun hanya bisa terwujud dengan sebuah hukum. Hukum inilah yang kita
sebut dengan syariat. Syariat inilah yang dibawa oleh para Nabi. Keadaan
zahir dan batin para Nabi, membutuhkan pengecualian dan keagungan secara
materi dan spiritual untuk melanjutkan kekuasaannya kepada masyarakat dan
dia juga membutuhkan sebuah dalil atau bukti yang menunjukkan
hubungannya antara dia dan sesuatu yang mengirim dirinya, dan dalil atau
bukti ini hanya bisa terjadi dengan mukjizat.

e. Akhirat
Salah satu masalah yang ditekankan oleh Risalah Nur adalah informasi
tentang padang mahsyar, yakni bukti tentang hari kebangkitan setelah
kematian yang berhubungan dengan iman kepada akhirat. Seperti misalnya,
adanya surga dan neraka, dibukanya buku amal, hari perhitungan, dan
jembatan siratal mustaqim. Tetapi disini Risalah Nur tampaknya mencoba
ingin menjawab pertanyaan kenapa hari kebangkitan bisa terjadi, daripada
bagaimana kejadian itu akan terjadi. Ini tidak lain karena Nursi berkeinginan
untuk meningkatkan iman dengan memperhatikan syarat-syarat yang sesuai
dengan amannya dari taklid ke tahkik. Oleh karena itu, dalam karya-karyanya
ia tidak memberikan penjelasan tentang masalah-masalah fikih. Meskipun
demiian, ia tetap menganalisa beberapa ayatmaupun hadist sesuai dengan
tema yang sedang dibahas.
Hemat penulis, tema yang terkait dengan kebangkitan dalam Risalah
Nur mampu dijabarkan dan diberikan beberapa perumpamaan oleh Nursi
dengan sangat baik. Ia seakan-akan menggunakan semua bukti hari
kebangkitan itu dengan metode persuasi dan perbandingan.83 Nursi banyak
merujuk pada hakikat-hakikat yang ada di alam semesta ketika membuktikan
akhirat. Dia berani untuk mengkritisi dan berhadapan dengan argumentasi
83
Sozler ,10,soz
positivis dan rasionalis dari pemikiran barat modern. Ia juga mengkritik
mereka yang mengabaikan informasi yang tidak dibuktikan dengan
eksperimen, penemuan dan koneksi dengan tulisannya sendiri. Metode yang
diikuti oleh Nursi ketika menjelaskan dan membuktikan tentang hari
kebangkitan setelah kematian sebenarnya adalah metode al-Quran dan
Sunnah. Sebagai contoh ketika ia mengutip ayat Al-Qur’an, “Hai manusia,
jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka
(ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar
Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami
kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah
kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula)
di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu
lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-
tumbuhan yang indah.” Ayat ini lah yang menurut Nursi dapat meyakinkan
manusia tentang adanya hari kiamat dan akhirat, yang mana ia merupakan
balasan bagi kehidupan dunia.

f. Qadar
Dalam pandangan Nursi, orang beriman dapat memberikan tindakan,
nafsu dan segalanya kepada Allah, tetapi ia tidak dapat membawa situasi ini
ke titik di mana ia dapat menyelamatkan dirinya dari teklif dan mesuliyet.
Allah adalah Raja dan Pencipta dari segala sesuatu; tetapi manusia adalah
pemilik tindakan yang ia lakukan dengan kehendak dan niatnya sendiri.
Manusia bertanggung jawab penuh dari apa yang ia lakukan dengan
kehendaknya yang bebas. Kehendak manusia, lanjut Nursi, terkadang ingin
lepas dari tanggung jawab atas pekerjaan yang dilakukannya dengan
kekuatan yang dimilikinya, tetapi kehendak parsial akan membuat manusia
merasa bahwa kekuatan yang ia miliki hanya datang dari Allah semata.
Biasanya orang-orang seperti ini berkata, “Engkaulah (Tuhan) yang
bertanggung jawab”. Keadaan ini menurut Nursi adalah kondisi psikologis
dan semua orang menyadari akan hal ini.84
Aspek lain dari iman kepada takdir ialah menjaga keseimbangan
qudrah dan kelemahan antara manusia dengan Allah. Sementara ketika
kehendak parsial pada manusia bergerak dengan rasa tangggung jawab, takdir
84
Nursî, Sözler, s. 751, 2; Ayrıca bakınız. Alparslan Açıkgenç, “Said Nursî,” DİA, 2008, C.
35, s. 567
datang kepadanya agar tidak menjadi sombong karena kebaikan dan
kesempurnaan yang muncul dari dirinya dengan mengatakan “Ketahuilah
batasanmu, dan engkau bukanlah yang melakukannya”.85 Dalam keadaan ini
seseorang perlu untuk tidak memiliki sikap yang berlebihan sebagimana
Firaun yang pernah mengeklaim sebagai Tuhan hanya karena memiliki
kekuatan besar. Begitu juga dengan Abu Jahal yang telah sampai pada titik
dimana ia kehilangan iman karena kesombongannya. Karena manusia hanya
menginginkan sesuatu yang datang pada dirinya dengan kehendakknya.
Seperti dalam sebuah istilah dikatakan bahwa “Tugas manusia hanya
menanam biji dan mengetuk pintu harta karun rahmatnya. Membuat biji atau
benih pohon, adalah melebihi kehendak dan batasan manusia”.86
Iman kepada takdir masuk ke dalam masalah-masalah keimanan agar
dapat menyelamatkan manusia dari kesombongan. Jika tidak demikian,
seseorang sangat mungkin akan menjadi keras kepala, tak terdidik,
menginginkan keburukan dengan kekerasan, dan tidak bisa menyelamatkan
diri mereka sendiri dari tanggung jawab dosa-dosa yang sebabkan oleh nafsu
amarah yang mendorong manusia ke dalam musibah dan keburukan.87
Sementara kehendak parsial, masuk ke dalam masalah-masalah
keimanan agar tidak luput dari tanggung jawab dan menjadi sumber terhadap
dosa-dosa. Jika tidak, manusia bisa menganggap dirinya seperti tuhan, dan
sanki varlıkların ve fiillerin “mastarı – faili” 88karena memiliki keindahan
yang diberikan kepadanya sebagai nikmat.89 Hemat Nursi, Qadar90 yang
memiliki makna terhadap hukum-hukum takdir dan ilahi dengan kehendak
parsial (cüz’i)91 yang memiliki makna kehendak bebas, keduanya
menunjukkan batas terakhir dari iman. Maksudnya, setelah manusia beriman
kepada Allah dan rukun-rukun iman yang lain, kemudian memahami
masalah-masalah qadar, maka ia akan bisa mengimaninya. Sebaliknya,
seseorang yang tidak mengimani Allah, tidak akan mampu memahami
masalah qadar.92 Menurutnya, Qadar adalah salah satu dorongan iman yang
berhubungan dengan hati nurani dan psikologi seperti ruh, vehim dan akal
yang bisa dirasakan di hati. İni bukanlah salah satu dari masalah “ilmiah “
85
Nursî, Sözler, s. 751, 2
86
Mektubat ,76
87
Abdullah Yeğin, İslamî, ilmî, Edebî ve Felsefî Yeni Lügat, 3. Baskı, İstanbul, Yeni Asya
Yayınları, 1975, s. 538
88
Risale-i Nur Enstitüsü, Lügat, İstanbul, Yeni Asya Neşriyat, 2001, s. 738; Yeğin, s. 384
89
R. N. E. Lügat, s. 600; Yeğin, Lügat, s. 313
90

91
R. N. E. Lügat, s. 205; Yeğin, s. 90;Kırkıncı, s. 34; Ali Ferşadoğlu, İman Esaslarının İspatı,
1. B. , İstanbul, Nesil Yayınları, 2007, s. 268
92
Bediüzzaman Said Nursî, Kader Risalesi, Haz. İsmail Mutlu,1. B. , İstanbul, Mutlu
Yayıncılık, 2010, s. 66; Ali Sarıkaya, İlâhî Defter Kader, 1. B. , İstanbul, Yeni Asya Neşriyat,
2011, s. 11, 2; Kırkıncı, s. 11
dan “ teoritis” yang didasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah dan intelektual.
Bu yönüyle kilosu, rengi tadı yoktur.93
Kehendak parsial manusia, diungkapkan Nursi dengan kata-kata
seperti kasb, upaya, ikhtiyar, keinginan, niat dan azm”.94 Hati nurani yang
berasal dari penciptaan manusia menerima keberadaan sebuah kondisi
tersembunyi yang memisahkan pekerjaan “ikhtiari” dari pekerjaan
“kewajiban/mutlak” yang dimiliki qader (kadere ait, “ihtiyarî” işleri,
“ıztırarî” işlerden). Kesulitan dalam mengidentifikasi keadaan tersembunyi
ini tidak berarti tidak ada sama sekali. Disini kita bisa menjelaskan tentang
masalah perkejaan ikhtiari dan kewajiban di atas, sebagai berikut;

A. Takdir İkhtiar
Sebuah perbuatan memiliki pengaruh terhadap manusia, dan ia juga
merupakan tanggung jawab dari setiap orang yang berbuat. Sebagai contoh,
seperti apa yang dilihat dan dikatakan orang, ingin pergi kemana, dan
bagaimana dia menggerakkan tangannya, ini semua berada di bawah
kehendak seorang itu sendiri. Jadi, manusia secara ikhtiar bertanggung jawa
atas apa yang diperbuatnya, dan said nursi menolak pemahaman Cebriye
tentang masalah takdir. Fakat geleceği ve günahları içine alacak şekilde
genellemek yanlıştır.95Nursi menilai bahwa pandangan mazhab Cebriye
tentang takdir mungkin bisa diterima pada kejadian-kejadian di masa lalu,
akan tetapi tidak bisa digunakan pada waktu sekarang. Menurut Nursi, salah
satu penyebab Allah sang pemilik keadilan memberikan kebahagian kepada
orang-orang yang mengikutinya, dan memberikan ketidaktenangan kepada
yang melanggarnya, adalah pilihan manusia itu sendiri. Karena manusia
dengan kehendaknya sendiri bisa mengikuti sebab-sebab untuk mendapatkan
kebahagian ataupun kesengsaraan.96 Dengan kata lain, meskipun manusia
memiliki kehendak “ Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali
bila dikehendaki Allah”97menurut ayat tersebut bahwa kehendak Allahlah
yang asli, pemilik hukum hakiki takdir. Berdasarkan situasi ini, keinginan
manusia ditolak dalam beberapa keadaan dan ikhtiar manusia terhadap takdir
tidak berlaku atau diam.98 Bediuzzaman menunjukkan pemahamannya
tentang ide-ide yang jauh dari ifrat dan tefrit di sini, dan tidak mengabaikan
sebab-sebab atau menerima sebab – jika tidak ada, tidak bisa- seperti roda

93
Nursî, Sözler, s. 1154; R. N. E. Lügat, s. 205; Açıkgenç, s. 567
94
Kırkıncı, s. 34
95
Nursî, Sözler, s. 1154; Mutlu, Kadere İman, s. 116; Görüşün kritiği açısından bakınız.
Özyurt, s. 74; Mustafa Ekinci, “Risale-i Nur Külliyatında İtikadî Mezheplerin
Değerlendirilmesi,” Harran Üniversitesi İlahiyat Fakültesi Dergisi, S. 26, 2011, s. 25
96
Kırkıncı, s. 31, 2
97
İnsan, 43/30.
98
Nursî, Mektubat, s. 75; Harmancı, s. 26
mesin di alam semesta. Dia mengakui adanya sebab-sebab dengan vasatta
kalarak, tetapi menekankan bahwa yang utama adalah takdir.

B. Takdir Iztırari
takdir ini merupakan sebuah penentuan yang tidak didasarkan pada kehendak
manusia, akan tetapi berada di luar kehendak manusia, yang terikat dengan
kehendak Allah SWT secara langsung dalam ukuran pengetahuan, ilmu,
hikmat dan keadilan. Apapun yang dibutuhkan, semuanya telah ditentukan.
Hasil dan sebab-sebab, semuanya terikat dengan hikmah Allah. Pemilik
kerajaan, bisa menggunakannya hartanya seperti yang diinginkan. Manusia
tidak bertanggung jawab atas perilaku-perilaku ini. Tidak ada pahala maupun
dosa di dalamnya. Allah tidak akan bertanya kepada setiap orang tentang
masalah ras, jenis kelamin ataupun yang lain seperti pertanyaan berikut; “
kenapa kamu lahir dari seorang ayah dan ibu dari bangsa Turki atau Kurdi ?”
manusia secara ıztirari merupakan tawanan qadar. Akal dan logika tidak bisa
melawan atau menentangnya. Takdir yang merupakan “Rahasia Allah”99,
adalah takdir ıztırarî.100 Menurut Nursi, jika takdir ikhtiar dan Iztırarî yang
tampak dalam kehidupan manusia, tidak dibedakan satu sama lain; yakni jika
perilaku ikhtiar yang dilakukan dengan kehendak, dipahami dengan makna
yang salah dari takdir ini, kemudian dalam perilaku itu dianggap sebuah
kewajiban ıztırarî, maka akan muncul beberapa kepercayaan dan perilaku
yang salah yang berhubungan dengan masalah takdir. Oleh karena itu, dalam
masalah ini, nanti tidak ada ukuran untuk membedakan antara yang baik dan
yang jahat.101

99
İlahi sır telakkisine dair bakınız. Yusuf Şevki Yavuz, “Kader”, DİA, C. 24, s. 59; Öğük, s.
127
100
Kırkıncı, s. 31, 2; Mutlu, Kadere İman, s. 102; Sarıkaya, s. 51, 56; Ferşadoğlu, s. 269
101
Bediüzzaman Said Nursî, İşaratü’l-İ’caz, 1.Baskı, İstanbul, Yeni Asya Neşriyat, 2008, s.
120; Kırkıncı, s. 40

Anda mungkin juga menyukai