7
Said Nursi, Mektûbat, Istambul: Altinbasak, 2011, hal. 443.
perjalanan spiritual. Hal ini tentu saja untuk mendukung hakikat-hakikat
iman.
Menurut Nursi, agar hati dapat menempuh jalan sufistik, ia
menambahkan konsep tafakkur8 serta dzikir kepada Allah. Baginya, dua
elemen ini adalah kunci untuk meningkatkan aspek spiritual. Keduanya juga
merupakan sumber kedamaian di dunia bahkan di akhirat. Bahkan dalam
kehidupan sosial di perkotaan atau dalam sebuah komunitas terkadang juga
tidak selamanya memberikan semangat persahabatan dan hiburan, akan tetapi
ia hanya pencarian yang sementara. Jadi, menurut Said Nursi, orang yang
hidupnya jauh dari keinginan dan kondisi yang tidak diinginkan ini, akan
menemukan kebahagian sejati, persahabatan yang serius dan berkaitan erat
dalam perenungan dan zikir kepada Allah. Dengan demikian, mereka benar-
benar memahami bahwa mereka tidak sendirian karena ada Allah dimana-
mana, dan juga bahwa hidup hanya bermakna apabila ingat kepada Allah.
Nursi berkata bahwa ada sebuah hubungan yang mendasar antara
kenabian dan kewalian yang mana keduanya saling melengkapi. Baginya,
kewalian ini adalah bukti kenabian, tarikat juga membuktikan kebenaran
syari’at.9 Kewalian juga adalah membenarkan semua yang dibawakan oleh
para Nabi dengan hati dan dengan akal, dengan inspirasi dan dengan
tafakkur. Jadi dimanapun ada kewalian, di sana pun ada kenabian. Dan
dimana ada tarikat, di sana ada syari’at. Selain itu, jalan tasawuf juga
berfungsi sebagai cara paling efektif untuk memperkuat semangat dan
persaudaraan dalam dunia islam. Nursi melihat bahwa dirinya berkewajiban
untuk merespon sikap negatif orang-orang tertentu yang selalu memusuhi
tarikat. Baginya, sesuatu yang sempurna dan tanpa cacat sangat sedikit
terjadi. Oleh karena itu, menilai sebuah tarikat tertentu dengan melihat
kesalahan yang dilakukan oleh beberapa sufi atau kelompok tertentu yang
kurang tepat dalam memahami tarikat adalah sebuah kedzaliman. Kesalahan
itu biasanya dilakukan bukan oleh guru-guru tarikat atau oleh para murid
yang tidak sepenuhnya kompeten, tetapi oleh orang-orang pemula yang tidak
berpengalaman.10 Oleh karena itu, jalan tasawuf tidak dapat dinyatakan
bersalah karena situasi buruk dan jelek yang terkait dengan perilaku
kelompok dan bagian tertentu yang telah diberi nama tarikat dengan cara
yang salah. Karena pada kenyataanya mereka jauh melampaui batas syariat.
8
Said Nursi, Sozler, Istanbul: Iivk yayinlari, 2006, hal. 617
9
Said Nursi, Mektûbat, Istambul: Altinbasak, 2011, hal. 444.
10
Said Nursi, Mektûbat, Istambul: Altinbasak, 2011, hal. 445.
Dalam hal ini, jelas bahwa kesalahan “tarekat “ tertentu tidak dapat
digeneralisasi untuk mencakup semua ajaran tasawuf lainya.
11
Said Nursi, Mektûbat, Istambul: Altinbasak, 2011, hal. 41.
mengajarkan tasawuf dan mendirikan sebuah tarekat, dia menjawab: “Islam
itu penting dan esensial, akan tetapi saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk
tarekat”.12 Di sisi lain, dapat juga diartikan bahwa Nursi ketika ditanya selalu
menjawab bahwa ia fokus pada persoalan tentang kebenaran dan iman. 13
Dalam hal ini, selama seseorang menerima metode dan bimbingan al-Quran,
maka ia benar dan dapat diterima. Dilihat dari aspek-aspek yang Nursi
jelaskan, sepertinya semua sarana-sarana jalan ini didasarkan pada Al-Quran,
dan jalan ini pun relatif pendek dan lebih aman daripada yang lain. “Jalan”
tasawuf yang Nursi utarakan berisi empat tingkatan. Pertama, al-‘Ajz atau
kelemahan. Memahami kelamahannya dihadapan Allah. Karena kelemahan
inilah ia akhirnya memahami rahmat Allah SWT. Kedua, Fakr atau
kemiskinan. Maksudnya, manusia jika memikirkan dirinya sendiri, ia akan
sadar bahwa dirinya miskin dan akhirnya memahami rahman dan rahim
Allah (tidak jauh berbeda dengan al-‘Ajz). Ketiga, syafaqah, atau kasih
sayang. Jika manusia faham akan kelemahan dan kemiskinannya, ia akan
melahirkan kasih sayang terhadap makhluk dan ia juga akan faham akan
makna kata as-Syafiq, al-Hannan dan al-Mannan. Keempat, Tafakkur, jika
sudah melalui tiga hal tadi, ia akan sampai pada tingkatan ini. Sebagai
contoh, ia bisa memikirkan bagaiman manusia yang lemah seperti anak kecil
tetap diberikan rezki dll. Jika manusia bisa memahami dan menguasai
keempat hal ini, ia akan dengan cepat mencapai hakikat dan ma’rifatullah.14
12
Said Nursi, Letters, Istambul: Altinbasak, 2010, hal. 85.
13
Şükran Vahide, The Author of the Risale-i Nur: Bediuzzaman Said Nursi, İstanbul: Sözler
Publications, 1992, hal. 240.
14
Said Nursi , Sozler, Istambul: Altinbasak, 2004, hal. 446
15
Râgıb el-İsfahânî, el-Müfredât, dalam “lhm” Tehânevî, Keşşâf (Dahrûc), Beirut, I, hal. 256-
257.
kata seperti havatır, fırasat ,hads, kesyif dantecelli juga digunakan oleh Nursi
sebagai sumber yang sangat berdekatan dengan makna ilham.16
Said Nursi secara umum menggunakan konsep ilham dalam arti yang
sama dengan konsep yang diutarakan para sufi. Dalam banyak karya-
karyanya, Nursi mengakui bahwa sebelum menuliskan karya-karyanya, ia
merasakan bahwa ada ilham yang datang kepadanya. Dari sinilah ia sering
mengatakan “saya diberitahu”, “saya diingatkan”, dll. Akan tetapi perlu
digaris bawahi bahwa Nursi tidak menerima wahyu, sebaliknya, ini
merupakan ilham yang datang langsung dari Allah.17
Said Nursi juga berbicara tentang akal. Baginya, akal manusia
memandang kepada alam semesta melalui pemikiran dan tafakkur. Akan
tetapi, iman manusia memandang alam semesta melalui hati dan hadz atau
ilham.18 Menurut Nursi juga, iham-ilham binatang, manusia dan malaikat
sangat beragam dalam hal kompleksitas dan spesialisasinya. 19 Dalam surat
az-Zalzalah, “Bianna Rabbaka auha laha” diartikan sebagai Nursi bahwa
Allah juga memberikan wahyu kepada bumi untuk bergetar.20
Bagi Nursi, ilham juga bisa datang dari syaitan maupun dari malaikat.
Hal ini sesuai dengan surat as-Syam, “Faalhamaha Fujuroha Wataqwaha”.
Pemahaman ini sesuai dengan pandangan para sufi. Dan ia juga mengatakan
bahwa karyanya yang berjudul Risalah Nur ditulis dengan ilham seperti itu.
Pesan Nursi kapda murid-muridnya, “Saudara-saudaraku, guru kalian
bukanlah orang yang sempurna. Maka, menganggap mereka sebagai tokoh
yang sempurna adalah sebuah kesalahan”. Ia kemudian memberikan contoh
bahwa satu buah apel busuk di kebun tidak akan merusak dan membahayakan
kebun itu.
Said Nursi juga mengatakan bahwa Risalah Nursi ini memang
bersumber dari ilham. Akan tetapi, ia juga mengakui bahwa mungkin di
dalamnya ada kekeliruan dan kesalahan. Namun demikian, hal ini tidak
mengurangi nilai maupun manfaat yang juga ada di dalam Saud Nursi. Hal
ini lah yang digambarkan Nursi dengan gambaran harta karun. Ia
mengatakan, “misalnya terdapat harta karun, dan kemudian salah satu di
16
Abdülfettâh Ebû Gudde, Risâletü’l-Müsterşidîn, Aleppo: 1988, hal. 78 dan 100.
17
Said Nursi, Sikke-i Tasdik-i Gaybi, istanbul: Altinbasak, 2008, hal. 57.
18
Nursi, Al-Kalimat, Istanbul: Iikl, s.II/ 2343.
19
Nursi, a.g.e, s.I/ 161.
20
Nursi, a.g.e, s.I/ 66.Ayrıca bkz. Nursi, a.g.e,s.I/22, 70, 134, 154, 156, 227, 301, 336, 512,
731, 871, 906, 916, 917,
antara harta itu ada yang palsu, hal ini tidak mengurai nilai dari harta
tersebut. Demikian juga dengan Risalah Nur.”21
Nursi membedakan ilham menjadi empat bagian; Pertama, inspirasi
kepada Nabi. Kedua, inspirasi kepada manusia. Ketiga, inspirasi kepada
hewan. Keempat, inspirasi kepada tumbuhan. Ilham yang ada pada hewan
dan tumbuhan bersifat alami (insting). Akan tetapi ilham yang datang kepada
manusia adalah berdasarkan pada kerohanian manusia. Jika spiritualitasnya
tinggi, ilham dan kebenaran yang datang jauh lebih tinggi.22
Memang Ilham juga bukanlah sumber atau dalil utama dalam
23
agama. Karena ada kemungkinan iblis dapat menipu manusia seperti ilham
yang mana dapat disalahgunakan oleh para penipu. Namun, dalam pandangan
penulis, karya Nursi yang bersumber dari ilham itu tidak bertentangan
dengan syariat dan logika.
Keşif
Dalam kamus, kata kasyf berarti melepaskan penutup atau penghalang,
membuka sesuatu yang tertutup dan mendapatkan informasi tentang sesuatu
yang tidak diketahui ciri-cirinya.24 Dalam al-Qur’an, kasyaf digunakan
sebagai cara untuk menghilangkan maslah dan menyelesaikan kefakiran dan
kemiskinan.25 Said Nursi menyebutkan konsep kasyf di banyak tempat dalam
karyanya-karyanya, ia juga menggunakan makna tasawuf dalam
terminologinya. Nursi menggambarkan ahli kasyf sebagai manusia yang
sensitif dan bercahaya. Menurutnya, kalau mengutamakan kasyaf dan
karamah ini sangat bahasa dan dapat menyebabkan timbulnya kesombongan
dalam diri seseorang.26 Menurut Nursi, seorang mukmin tidak seharusnya
minta kepada Allah supaya mendapatkan kasyaf. Karena meminta hal ini bisa
mengurangi ketakwaan manusia. Tetapi, bila kasyaf ini diberikan dari Allah
langsung, hal ini boleh dinaggap sebagai berkah dan harus disembunyikan.27
Menurut Nursi, murid-muridnya menggunaka metode yang sama
denga sahabt Nabi, karena para sahabat juga sangat sedikit menggunakan
karamah, hal ini karena para murid Nursi begitu juga para sahabat langsung
21
Nursi, a.g.e, s.II/1464. ayrıca bkz.Nursi, a.g.e, s.I/ 843
22
Mektubat .said nursi .sozler ,348
23
Taftazani. Şerhül Akaid Tercümesi: s.121. Dergah yayınları
24
Kāmus Tercümesi, III, 720
25
Râgıb el-İsfahânî, el-Müfredât, “kşf” md.; M. F. Abdülbâkī, el-Muʿcem, “kşf” md.)
26
Nursi, a.g.e, s.I/302.
27
509 Nursi, a.g.e, s.I/ 312.
belajar tentang hakikat. Oleh karena itu, menurutnya metode sahabat dan
Risalah Nur lebih dekat kepada hakikat.28 Nursi menerima kasyf dari
awliyaullah sebagai bukti yang menunjukkan keberadaan dan kesatuan
Allah.29 Ia memperingatkan para Sufi terhadap tipuan nafsu, dengan
mengatakan bahwa bangga diri dari ahli kasyf akan membawa bencana.30
Ketika Risalah Nur diteliti, Said Nursi menggunakan istilah kasyf dalam
pengertian terminologi tasawuf dan melihat kasyf sebagaimana para sufi lihat.
Perbedaan antara Nursi dengan ahli tasawuf lain adalah ketika dia
menjelaskan kelebihan kewalian para sahabat dibandingkan kewalian para
wali. Para sahabat memang tidak membutuhkan karomah dan semacamnya,
karena mereka sangat dekat dengan hakikat. Akan tetapi para sufi
membutuhkan karomah untuk mendapatkan hakikat ilahi. Dalam hal ini, para
murid Nursi lebih mengikuti pendekatan para sahabat.
Basiyirah ve feraset
Selain bermakna “melihat” di dalam al-Quran, kata basyirah juga bisa
berarti "memahami, menguasai sesuatu yang ghaib, dan intuisi". Beberapa
makna ini telah digunakan terutama untuk "menemukan hakikat, menemukan
jalan kebenaran, dan kemampuan untuk memisahkan antara yang benar dan
yang salah".31 Said Nursi tampaknya menggunakan banyak istilah yang
memiliki makna sama dengan bashirah dan firasat. Menurut Nursi, bashirah
dapat diartikan sebagai “terbukanya mata hati”. Manusia memiliki
kemampuan untuk melihat segala hal melalui “mata hati”, dan mata hati ini
juga memiliki kemampuan mengetahui pencipta segala.32 Sebagaimana mata
membutuhkan cahaya untuk bisa melihat, hati pun membutuhkan
pencahayaan dengan cahaya iman untuk bisa melihat hakikat-hakikat Ilahi
dan memiliki bashirah.33 Dengan demikian, hati yang penuh dengan cahaya
iman bisa membaca seni yang berada di alam semesta. Selain itu, ia
menyadari nikmat, kebaikan dan kemurahan.
28
Nursi, a.g.e, s.I/ 368
29
Nursi, a.g.e, s.I/ 957.
30
Nursi, a.g.e, s.II/ 1785.mesnevi nuriye 4 hastalik
31
Gazzâlî, İḥyâʾ Ebû Hâmid Muhammed el-Gazzâlî, İḥyâʾü ʿulûmi’d-dîn, I-IV, Kahire 1332.
Kâşânî, Iṣṭılâḥâtü’ṣ-ṣûfiyye Abdürrezzâk b. Ahmed el-Kâşânî, Iṣṭılâḥâtü’ṣ-ṣûfiyye .Kahire
1981.
32
Said nursi Mesnevi-i Nuriye 210
33
Saıd nursı sozler .255
Al-Qur'an menggambarkan mereka yang tidak bisa melihat kebenaran
sebagai buta. “Yang benar adalah, mata tidaklah buta. Kebutaan yang
sebenarnya adalah tak adanya bashirah yang tidak bisa dilihat oleh hati.
Kebutaan yang paling parah adalah kebutaan terhadap kebenaran adanya
Allah SWT. Dalam kata-kata Bediuzzaman, “ Jika mata manusia melihat seni
di adalam semesta dan tidak melihat pencipta alam semesta ini adalah hal
yang aneh. Manusia ketika dapat anugrah dari Allah, hatinya pun penuh
dengan perasaan syukur dan pujian terhadap Allah. Jika manusia melihat atau
menyadari kekuasaan dan kebesaran-Nya, hatinya penuh dengan rasa syukur.
Dalam peristiwa yang menunjukkan kekuatan dan kebesaran Allah,
keheranan dan keagungan menjadi hakim dalam hati. Manusia yang akalnya
terbatas ketika melihat hal-hal yang luar biasa di alam semesta akan
melahirkan kata takbir dalam hatinya. Semua ini hanya bisa terjadi bagi
mereka yang memiliki basyirah.”34
Müşahede
Dalam dunia tasawuf, musyahadah bermakna melihat manifestasi-
manifestasi Allah. Musyahadah memiliki tingkatan seperti kesaksian mata,
kesaksian hati35, kesaksian ruh dan kesaksian rahasia. Mata (basar) adalah
awal mula tingkatan manusia untuk mencapai musyahadah, baru telah itu
seseorang membutuhkan hati untuk mencapai musyahadah.36 Said Nursi
menggunakan kata syuhud sebagai sinonim untuk konsep musyahadah. Ia
membedakan antara iman bil ghoib dengan iman bi as-Syuhud. Akan tetapi,
ia lebih mengutamakan iman bi al-Ghoib.37 Dari sini dapat dipahami bahwa
tingkatan syuhud jauh lebih rendah dari pada tingkatan iman bi al-ghaib.
Maksudnya, sebagian kasyf para wali yang merujuk hanya kepada syuhud
tidak bisa sampai kepada hukum-hukum muhakkikin dan asfiya yang
merupakan perwaris para nabi, tentang hakikat keimanan yang benar, bisa
dipahami dan bersih dari wahyu dan Al-Quran. Jadi, semua ukuran
musyahadah, dzauk, kasyf dan perilaku ukurannya harus berdasar pada al-
Quran dan sunnah.38
Syuhud imani adalah tingkatan yang diperoleh dari hasil perjalanan suluk
bersama kedamaian hati dengan masuk ke dalam tarikat. Nursi
menggambarkan tingkatan ini sebagai berikut, “Iman kepada yang ghaib
adalah tingkatan iman tertinggi daripada iman bi as-Syuhud yang dimiliki
34
Said Nursi, Matsnawi Nuriyah al-‘Arabiyah, hal. 210. Altimbasak. 2007.
35
Gazzâlî, İḥyâʾ, Kahire 1358/1939, II, 288; IV, 299, 308, 313
36
Kuşeyrî, er-Risâle (nşr. Abdülhalîm Mahmûd), Kahire 1966, s. 225-226
37
Said Nursi, Maktubat, altimbasak, Istambul, 2009, hal. 443.
38
Mektubat. said nursi. 121.
para ahli tasawuf. Di sini maksud dari iman kepada yang ghaib bukan berarti
sebuah tingkatan khusus ilmul yakin di luar tingkatan haqqul yakin dan
‘ainulyaqin. Yang dimaksud dengan ilmul yaqin adalah saat seseorang
mampu mendapatkan ilmu dari sumber naqli. Kemudian, tingkatan
selanjutnya adalah ‘ainul yaqin, yakni ketika seseorang mampu melihat
hakikat iman melalui mata (baik mata hati dan mata indra). Selanjutnya
adalah haqqul yakin, yakni ketika seseorang merasakan iman dengan ruh, hati
dan perasaan indra dan lain sebagainya. Menurut Nursi, seseorang yang
belajar Risalah Nur bisa mencapai ke tingkatan haqqul yakin tanpa melalui
‘ainul yaqin. Akan tetapi cukup melalui ‘ilmul yaqin.39
Rüya
Mimpi telah menjadi sumber penting dalam diskursus ilmu tasawuf
semenjak periode awal para sufi dan zahid. Mimpi yang dilihat oleh para nabi
adalah sebuah wahyu, sedangkan mimpi-mimpi yang dilihat oleh para wali
adalah ilham. Al-Ghazali menjelaskan bahwa karena wahyu tidak akan
datang setelah Rasulullah meninggal, maka hubungan dengan alam gayb
selanjutnya dibangun dengan mimpi.40 Nursi sering membahas mimpi dalam
risalah-risalahnya. Ia juga kadang-kadang menjelaskan beberapa hakikat
melalui mimpi, bahkan memiliki satu risalah yang membahas tentang hakikat
mimpi. Said Nursi juga menjelaskan beberapa tingkatan mimpi, ia juga
membedakan mimpi menjadi dua: mimpi yang shodiq dan mimpi hakikat.
Mimpi yang sodiq seperti misalnya seseorang bermimpi ketemu Nabi,
sedangkan mimpi yang hakikat adalah segala mimpi yang sesuai dengan
prinsip syariat.41
43
Bedîüzzaman, Said Nursî, Şualar, Şahdamar Yay., İstanbul 2007, s. 734.
44
Yasin, 36/82.
45
385 Bakara, 2/156.
46
Bedîüzzaman, Sözler, s. 32.
47
Bedîüzzaman, a.g.e., s. 518.
48
Arapça “kulluk” manasına gelen “ubudiyet” kavramının tasavvuftaki manası, ahitlere vefalı
olamak,, İslam’ın çizdiği sınırları muhafaza etmek, mevcut olana rıza göstermek ve elden
çıkana da sabretmek şeklinde tanımlanmaktadır. Bkz. Cebecioğlu, Tasavvuf Terimleri ve
Deyimleri Sözlüğü, s. 667.
49
Bedîüzzaman, a.g.e., s. 47.
Pada dasarnya tasawuf dipahami sebagai pengungkapan rahasia yang dalam
dan halus dari hakikat-hakikat Islam. Perbedaan antara zahir dan batin
kadang-kadang digunakan oleh beberapa sufi. Hal ini dipahami sebagai
perbedaan antara syariat dan sufisme/tasawuf.50 Tetapi penjelasan paling
komperhensif tentang ilmu batin ditemukan dalam karyanya Imam Ghazali
dalam kitabnya Ihya’u ‘Ulum al-Din. Ghazali menyatakan bahwa semua
ibadah seperti sholat, puasa, zakat, ziarah, dan membaca al-Quran memiliki
aspek batini dan zahiri. Ia juga membuat perbedaan-perbedaan istilah seperti
amal zahir dan amal batin, hukum zahir dan hukum batin, adab zahir dan
adab batin, serta kebersihan batin dan kebersihan zahir.51 Akan tetapi, dalam
konteks ini Nursi tidak berpikiran sama seperti Ghazali. Menurut Nursi,
dalam syari’at, tidak ada istilah dzhohir dan bathin, akan tetapi syariat
semuanya sama, yakni mengandung hakikat. Dalam konteks ini, banyak sufi
yang memiliki pandangan sama dengan Nursi. Namun perlu dicatat bahwa
Nursi juga menggunakan istilah "zahir" dan "batin" dalam karya-karyanya
menyangkut pembahasan Asma’ul Husna.
Nursi menyatakan, “Salah satu faktor yang mendorong manusia ke
dalam kesesatan adalah karena mereka tidak bisa membedakan nama zahir
dan batin. Ia juga menyatakan bahwa dalam segala sesuatu sisi batin lebih
sempurna daripada sisi dhohir.52 Orang sesat tidak akan mengenal sisi batin,
ia hanya melihat dhohir. Karena itu, mereka tidak bisa mencapai derajat
ma’rifatullah. Pernyataan Nursi ini semakin menunjukkan bahwa Nursi
memang menggunakan konsep zahir dan batin dalam arti yang sama dengan
para ahli tasawuf (sufi).
62
Said nursi,sozler ,213
63
Said nursi .lemalar 10
64
Said nursi ,sikke-i tasdiki gayb,11,104,108,150-189
65
Said nursi ,sikke-i tasdiki gayb,110-130 ,139-176
66
Sadi nursi ,sozler ,88
67
Said nursi ,sozler ,562
68
Said nursi ,mektubat ,32-34
69
Sadi nursi , suaalar ,349
Nursi mengatakan bahwa menginginkan dan menunjukkan karamah
merupakah sebuah kelemaah nafsu. Pemilik karamah seyogyanya
mengatakan bahwa karamah perlu disembunyikan dan hanya untuk bersyukur
kepada Allah. Terlebih, bagi orang yang melakukan perjalanan suluk ke
dalam tarekat, karena hal ini adalah sebab supaya kenikmatannya
bertambah.70 Risalah Nur adalah sebuah kitab untuk mencapai hakikat yang
tidak melalui karamah. Karena bagi Nursi karamah tidak diperlukan atau
menjadi inti, yang menjadi inti adalah pencarian hakikat.71 Dalam hal ini ia
memberi conth para sahabat Nabi yang tidak memiliki banyak karamah. 72
Pengkaji Risalah Nur juga sudah seharusnya mengatakan bahwa karamah
tidak dapat diterima karena ia adalah saudaranya para sahabat.73
Tawakkal dianggap sebagai sebuah kondisi dan maqam dalam tasawuf. Para
sufi biasanya membahas tentang tingkatan dan macam-macam tawakkal.
Definisi mereka tentang tawakkal terkait dengan beberapa jenis tingkatannya.
Junaid al-Baghdadi mengatakan bahwa tawakkal merupakan upaya hati untuk
bersandar kepada Allah.80 Nursi sendiri berbeda pandangan dengan para sufi
perihal persoalan qanaah dan tawakkal. Ia memandang bahwa qanaah dan
tawakkal yang telah diterapkan oleh orang-orang tasawuf sebagai faktor
penyebab kemalasan dan kemunduran dunia Islam. Dalam hal ini Nursi
menekankan pentingnya ikhtiar terlebih dahulu sebelum akhirnya tawakkal.81
Nursi mengatakan bahwa Iman melahirkan tauhid, tauhid melahirkan
kepasrahan, kepasrahan melahirkan tawakkal dan tawakkal melahirkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pada poin ini, qanaah dan tawakkal yang
hakiki menurut Nursi berbeda dengan pandanga para sufi klasik—yang lebih
menekankan aspek kepasrahan dan pasif.82 Dalam Khutbah Syamiyah Nursi
juga menjelaskan bahwa ulama masa lalu kurang tepat 83 dalam hal
membimbing umat Islam menuju keyakinan dan kepercayaan. Padahal bagi
Nursi yang paling utama adalah memberi tahu terlebih dahulu tujuan
77
Kastamonu lahikasi ,said nursi, 8
78
Râgıb el-İsfahânî, el-Müfredât, “ḳnʿa” md.; a.mlf., eẕ-Ẕerîʿa ilâ mekârimi’ş-şerîʿa (nşr. Ebü’l-
Yezîd el-Acemî), Kahire 1405/1985, s. 320-322, 380-381
79
Gazzâlî, İḥyâʾ, III, 237-243
80
Gazzâlî, İḥyâʾü ʿulûmi’d-dîn, Kahire 1358/1939, IV, 238-286; a.mlf., el-Maḳṣadü’l-esnâ,
Kahire 1322, s. 93
81
Mektubat ,said nursi ,280
82
Said nursi ,sozler 313
83
Hutbe-i samiye ,said nursi,128
manusia, lalu mengetahui tugas mereka, dan pada akhirnya baru
menyerahkan semua masalah kepada Allah.
84
Gazzâlî, İḥyâʾ [Beyrut, V
85
Abdürrezzâk el-Kâşânî, Tasavvuf Sözlüğü (trc. Ekrem Demirli), İstanbul 2004, s. 303, 327
86
Mektubat ,said nursi,83,449
87
Said nursi ,mesnevi nuriye ,257
88
Sadi nursi ,mektubat 81-83,
89
Râgıb el-İsfahânî, el-Müfredât, “ḫşy”, “ḫvf”, “rhb”, “şfḳ”, “vcl”, “vḳy” md.leri; et-Taʿrîfât,
“ḫavf” md.
90
Gazzâlî, İḥyâʾ, IV, 155-189
91
Kuşeyrî, er-Risâle (nşr. Abdülhalîm Mahmûd), Kahire 1966, s. 317-319
Nursi membicarakan khauf dan raja’ secara bersamaan. Menurutnya,
kita harus beribadah kepada Tuhan dengan ketakwaan yang ada ditengah-
tengah khauf dan raja. Dijelaskan bahwa ketika nama jalal dan jamal
termanifestasi ke dalam hati nurani, maka muncul khouf dan raja’ sebagai
keseimbangan. Menurut Nursi, seseorang yang mencari hakikat ia masuk ke
dalam posisi raja’ dan ia juga mencoba menjauhkan dirinya dari kesesatan
melalui jalan khouf.
Karena, dengan memperoleh keseimbangan antara khauf dan raja’,
seseorang tidak akan kehilangan harapan akan rahmat Allah.92 Selain itu,
sebagai penjelasan yang memperluas hal ini dijelaskan Nursi bahwa dari jalal
dan jamal muncul qabs dan bast sebagai bukti khouf dan raja’. Dengan
adanya keseimbangan antara khouf dan raja’ seseorang dapat meningkatkan
keimanan mereka.93
92
İşaratü’l-İ’caz, s. 66. 6
93
Kastamonu Lâhikası s. 10. 7
94
R. A. Nicholson, “Tasavvufun Doğuşu: İslâm’da Zühd Hareketi” (trc. Mustafa Kara), Fikir ve
Sanatta Hareket, VII. devre, sy. 3 (165), İstanbul 1979, s. 27.
95
Said nursi ,lemalar, s,151
96
Said nursi ,kastamonu lahikasi ,55
97
Said nursi,lemalar ,41
harus bersosialisasi, memilki harta dan menguasai berbagai bidang
kehidupan.
Meskipun Said Nursi melihat seyir suluk menjadi dasar tarikat sebagai jalan
yang mengantarkan kepada kurbiyet ilahi dan nurani, ia mengatakan bahwa
itu lebih panjang dan tinggi dari caranya sendiri dan Risalah Nur telah
menerapkan metode yang memungkinkan para sahabat untuk mencapai
akrebiyet ilahi dengan metode seyr-i sulûk.106 Oleh karena itu, di satu sisi,
ketika ia memuji metode pendidikan spiritual ini, yang ia lihat sebagai
hakikat mi’raj, di sisi lain, ia juga mengatakan bahwa hal itu lebih sulit dan
lebih lama dibandingkan dengan hakikat profesinya. Ini menunjukkan bahwa
pendidikan spiritual Risalah Nur lebih utama daripada pendidikan tradisional
tarikat.107
Külliyatı, s.I/176, 254, 255, 260, 261, 561, 735, II/1331, 1553,1738, 1875, 1980.
106
Nursi, Kaynaklı, indeksli, Lügatli Risale-i Nur Külliyatı, s. 572.
107
Said nursi ,492
108
İbn Haldûn, Muḳaddime Abdurrahman b. Muhammed b. Haldûn, Muḳaddimetü İbn
Ḫaldûn (nşr. Ali Abdülvâhid Vâfî), I-III, Kahire 1401.
109
Nursi, a.g.e, s.I/ 1042.
110
Nursi, a.g.e, s.I/ 1064. Benzer ifadeler için bkz. Nursi, a.g.e, s.I/ 1068.
Nursi mengatakan bahwa terdapa tiga tugas paling penting dan
terbesar dari Mahdi, yakni: Pertama, adalah pengabdian iman dan
spiritualitas sejati dari Risalah Nur yang dilakukan oleh para muridnya.
Namun, ia juga mengatakan bahwa akan lebih tepat untuk memberikan nama-
nama "mujaddid" dan "Mahdi” kepada Risalah Nur sendiri daripada nama
Mahdi yang datang dari murid-muridnya. Alasannya adalah bahwa jika Nursi
dianggap sebagai Mahdi, hal ini dapat menimbulkan keberatan dan
pelanggaran dari lingkaran politik dan beberapa guru. Di sisi lain, Nursi juga
mengatakan bahwa Risalah Nur merupakan “Mahdi” yang ditunjukkan oleh
ulama terdahulu seperti Osman Halid, Abdul Qadir al-Jailani, dan sahabat Ali
r.a.111 Nursi juga menyatakan bahwa orang-orang yang akan diberkati nanti
salah satunya adalah mereka yang akan menyebarkan dan menerapkan isi
dari Risalah Nur. Kedua, tugas kedua Mahdi yang akan menyebarkan dan
menerapkan Risalah Nur adalah mereka yang menerapkan syariat. Ketiga,
tugas ketiganya adalah mengabdi kepada agama Islam dan membangun
aliansi spiritual yang bersandar pada persatuan Islam dan khilafah keislaman.
Semua tugas-tugas ini membutuhkan kekuatan material, pemerintahan dan
kekuasaan besar, dan jutaan orang yang berbakti.
Namun demikian, menurut Nursi, tugas pertama yang dilakukan oleh
spiritual Risalah Nur dengan cara pengabdian iman nilainya tiga atau empat
derajat lebih tinggi daripada dua tugas setelahnya. Tetapi karena tugas kedua
dan ketiga itu dalam lingkaran yang sangat cerah dan sangat lebar,
tampaknya lebih penting di mata publik dan orang awam. Pandangan-
pandangan Nursi tentang masalah kemahdian ini tercermin dari berbagai
koleksi bukunya. Jika diringkas, pandangan-pandangan Nursi di atas dapat
dipahami bahwa tampaknya Nursi menolak klaim “Mahdi” atas dirinya, akan
tetapi ia menerima klaim “Mahdi” ini untuk karyanya, Risalah Nur.112
111
Nursi, a.g.e, s.II/ 1641.”Mehdi ve deccal” kavramları için bkz. Nursi,a.g.e, s.I/391, 393,
147,149, 559-560, 845, 885,889, II/ 1614, 1939. Ayrıca “mehdilik iddiasında bulunanlar”
hakkında bkz. s.I/564,1055
112
Zeki Sarıtoprak, Bediüzzaman Said Nursi’ye Göre Mehdilik Meselesi, Uluslararası
Bediüzzaman Sempozyumu-III, stanbul, 1996, s.780-785.
113
Cebecioglu, a.g.e., s.702.
Jika melihat pernyataan yang ada di dalam karya-karya Nursi, dapat dipahami
bahwa ia selalu membaca wirid-wirid Naksyabandi, Sadzali, Qadari dan
wirid-wirid yang dilakukan oleh berbagai tarikat dalam kitab Majmu' al-
Ahzab. Bahkan ia percaya bahwa kesembuhannya ketika diracun adalah
karena wirid yang selalu ia baca.114 Nursi sendiri menjelaskan wirid-wirid
para sufi dan Nabi di berbagai tempat. Ia juga menerima bahwa wirid yang
dibaca bisa menjadi wasilah pengampunan bagi orang yang sudah
meninggal.115Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa bagi orang-orang yang
belajar beberapa bagian saja dari Risalah Nur, nilainya sama seperti
membaca wirid.
Nursi juga membaca wirid-wirid dari Naksyabandi, Bahaiy, Nabi
Khidir, Abdul Qadir al-Jailani dan wirid milik tarikat lain. Di samping itu ia
juga menceritakan tentang karamah dan kesembuhan yang lahir dari wirid-
wirid ini. Singkatnya, terlihat bahwa ia menggunakan istilah "vird" atau wirid
dalam arti yang sama dengan para Sufi dan sangat memperhatikan kesucian
dari wirid-wirid ini.
118
Said nursi ,sozler,132
119
Said nursi ,sözoler ,131
120
Sadi nursi, mesnevi nuriye,51,72
121
Sadi nursi, mesnevi nuriye,51
hasil dari seluruh pendidikannya yang pernah diambil adalah adanya niat. Ia
mengatakan, “Selama masa hidupku yang sudah empat puluh tahun, tiga
puluh tahunnya hanya belajar empat hal yang sangat penting, yaitu: makna
harfi, makna ismi, nazar dan niat.122
127
Said nursi , muhakemat,sayfa 25
128
Dâvûd-i Kayserî, Maṭlaʿu ḫuṣûṣi’l-kilem fî meʿânî Fuṣûṣi’l-ḥikem, [baskı yeri yok] 1416
(Envârü’l-hüdâ), II, 15, 19
129
Gazzâlî, İḥyâʾ Ebû Hâmid Muhammed el-Gazzâlî, İḥyâʾü ʿulûmi’d-dîn, I-IV, Kahire 1332.
dilakukan Nursi merupakan upaya mencari hakikat. Sebaliknya, orang-orang
yang ada dalam tarikat juga seharusnya memperhatikan bahaya ini.130
2. TARIKAT
Perspektif terhadap tarikat
Said Nursî bisa dikatakan menguasai berbagai ilmu keislaman seperti
bahasa, filsafat dan tasawuf, tafsir, hadist, Kalam, dll. 131 Banyaknya sufi di
lingkungan dimana ia dibesarkan secara positif mempengaruhi hubungannya
dengan tarekat dan tasawuf secara sosial dan budaya. Nursi secara pribadi
mencatat bahwa dia mampu membaca lebih dari 100 buku dalam waktu tiga
bulan, sesuatu yang ia pelajari di madrasah selama lima belas tahun. 132
Menurutnya, semua ilmu yang dia dapatkan adalah langkah-langkah yang
membawanya kepada hakikat-hakikat Al-Quran. Dalam pengakuannya, ia
menyatakan, “Semua ingatanku telah menjadi langkah untuk sampai pada
kebenaran al-Quran. Setelah itu, aku melihat dan bahkan sampai kepada
hakikat-hakikat al-Quran. Setiap ayat al-Quran meliputi seluruh alam
semesta. Aku tidak lagi membutuhkan buku lain setelah itu. Al-Qur’an sudah
cukup bagiku”.133
Nursi sendiri memiliki pendekatan yang sangat positif terhadap semua
tarikat dan ajaran-ajaran sufi yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Ia
juga tidak pernah menentang tasawuf maupun tarekat. Namun demikian,
fakta menyebutkan bahwa Nursi tidak pernah menjadi perwakilan dari salah
satu dari tarekat sufi manapun dan hanya mengabdi terhadap dakwah sebagai
pemikir Islam. Karena bagi Nursi, yang penting baginya adalah memahami
dengan baik hakikat-hakikat agama daripada mengikuti tarikat tasawuf.
Perkataannya yang populer, “Zaman sekarang bukanlah zaman tarikat.” 134ia
juga memberikan gambaran sebagai berikut, ”Seseorang tidak bisa hidup
tanpa roti, akan tetapi ia bisa hidup tanpa buah-buahan”. Nursi juga
menyatakan bahwa “Tasawuf merupakan buah, dan hakikat-hakikat iman
adan bahan pokok.”135
130
Sadi nursi ,mektubat ,445
131
Algar, Hamid vd., Bediüzzaman ve., s. 43.
132
Açıkgenç, Alparslan, ‘Said Nursî’ mad., DİA, c. XXXV, s. 565.
133
Badıllı, Abdülkadir, Mufassal Tarihçe-i Hayatı, c. I, s. 118.
134
Bediüzzaman, Mektûbât, s. 65.
135
Bediüzzaman, a.g.e., s. 20.
Perkataan bahwa Nursi sendiri bukanlah seorang syekh136 tidak berarti
bahwa dia menentang tasawuf. Nursi berbeda dengan pemikiran-pemikiran
kaum salafi yang menyangkal dan menginkari tasawuf. Sebaliknya, Nursi
menggunakan gerakan yang dapat disebut dekat dengan garis tasawuf. Dan
semua itu didasarkan pada al-Quran.137
Di sisi lain, Nursi memberikan penjelasan tentang kebenaran agama dengan
cara yang dapat dipahami oleh semua orang. Ia mencoba mewujudkannya
dengan karya-karyanya. Menurutnya, perbedaan cara dan metode yang
diikuti setelah terbukanya hakikat-hakikat iman tidak terlalu penting.
Sebagaimana masa lalu yang menggunakan tarekat untuk mendekatkan diri
pada Allah, bagi Nursi sekarang juga sangat mungkin untuk menggunakan
metode-metode yang berbeda dari ulama’ terdahulu. Ini tidak terlepas dari
kebutuhan zaman. Kumpulan Risalah Nur yang terdiri dari sekitar “seratus
tiga puluh risalah” ditulis untuk penjelasan tasawuf dan sufi.
Pandangannya tentang tasawuf misalnya bisa terlihat ketika ia
menafsirkan ayat yang berbunyi, "Ketahuilah bahwa tidak ada rasa takut bagi
para wali-wali Allah (terutama di akhirat) dan mereka tidak akan pernah
bersedih."138 Dalam menjelaskan ayat ini, ia menyajikan sembilan cara dan
umumnya terdiri dari penjelasnnya tentang pengetahuan tasawuf dan sufi.
Sufisme sendiri menurut Nursi adalah "sebuah hakikat139 yang tinggi". Nursi
juga yang menyebutkan bahwa ada ribuan jilid yang ditulis oleh para
cendekiawan Sufi tentang tarikat dan tasawuf di masa lalu. Ia membahas
beberapa aspek terkait masalah ini dengan mempertimbangkan persyaratan
dari periode yang ia jalani dalam risalahnya tentang Sufisme yang disebut
Telvihat Tis. Nursi sendiri menyadari bahwa ia harus memurnikan hatinya
dari kotoran spiritual agar dapat sepenuhnya menikmati hakikat agama dan
Alquran yang wajib dipercayai manusia. Ia sangat mendorong masyarakat
untuk mampu mengembangkan dirinya melalui ilmu pengetahuan dan ia juga
harus mencapai kapasitas untuk menemukan hakikat spiritual dengan cara
menggunakan dan mengembangkan fungsi spiritual hati. Oleh karena itu,
cara yang paling fungsional adalah berpaling kepada Allah dan memahami-
Nya dengan hakikat-hakikat iman melalui zikir dan tarekat.140
136
Lemalar ,sadi nursi,162
137
Algar, Hamid vd., Bediüzzaman ve Tasavvuf, s. 27.
138
Yûnus, 10/62.
139
Bediüzzaman, Mektûbât, s. 499.
140
Bediüzzaman, Mektûbât, a.y.
Masih menurut Nursi, baginya, salah satu tujuan terpenting dari
tarekat adalah meningkatkan pengetahuan ma’rifatullah manusia. Karena
setelah beriman dan menyembah Allah, yang merupakan tujuan utama
penciptaan141, maqam terbesar manusia dan tingkatan tertinggi kemanusiaan
adalah ma’rifatullah yang ada dalam al-iman billah.142 Bagi penulis,
perkataan Nursi “Waktu sekarang bukanlah waktu tarekat” seharusnya tidak
dipahami sebagai pengingkaran dan perusakan terhadap tarekat. Sebaliknya,
ini harus dipahami bahwa Nursi sebenarnya sedang melihat masalah sesuai
dengan kebutuhan zamannya. Tarekat adalah perjalanan spiritual yang telah
dirancang untuk memastikan kaum muttaqin yang umumnya melaksanakan
kewajiban agama (fardhu) dan memiliki iman yang kuat. Itulah sebabnya
Imam Rabbani, yang merupakan guru terpenting dari tarekat dalam
pandangan Nursi, mengatakan, "Mereka yang tidak memiliki iman dan
memiliki cacat dalam menjalankan kewajiban agamanya tidak akan bisa
sampai dalam perjalanan tarekat.143 Jadi, dari sini bisa dipahami bahwa Nursi
mencoba mengatakan bahwa seseorang tidak akan mempu menjalani tarekat
dengan benar apabila ia tidak mampu melaksanakan kewajiban agama
dengan benar dan masih memiliki iman yang lemah.
141
Zâriyât, 51/56.
142
Bediüzzaman, Mektûbât, s. 253.
143
Said nursi mektubat,sayfa 17
144
Bediuzzaman mengambil pelajaran terakhirnya di jalur pengetahuan dan iman dari
Muhammed Kufrevî.
nyatakan dalam keistimewaan zikir. Para pengikut tarikat Qadiriyah juga
menghancurkan tabiat thagut dengan zikir jaharnya.145
Singkatnya, penilaian Said Nursi tentang tarikat-tarekat seperti
Naqsyabandi dan Qadiriyah umumnya umumnya bernada positif. Akan tetapi
ia memberi catatan bahwa beberapa ajaran tarekat ini tidak mampu
memenuhi kebutuhan abad ini. Bahkan Nursi berkeyakinan bahwa jika
Syeikh Naqsyabandi dan Abdulkadir al-Jailani hidup di masa ini, keduanya
akan menggunakan cara-cara atau metode yang lebih menekankan pada aspek
penguatan hakikat iman daripada metode tarekat.146 Selain itu, ketika ingin
membuktikan kebenaran agama yang dibawa oleh Nabi, Nursi mengatakan
bahwa Islam adalah pohon yang berbuah. Dalam hal ini ia menggambarkan
beberapa imam tariqah maupun imam madzhab sebagai buah dari Islam.147
Wahdatul Wujud
Said Nursi telah menulis konsep 'Vahdet-i Vücûd' 148 di berbagai
karyanya. Dari semuanya dapat dipahami bahwa Nursi menjelaskan
pendapatnya tentang hal ini di saat ia menjawab berbagai pertanyaan tentang
Ibn Arâbî dan vahdatul wujud. Ia menyatakan pandangannya tentang tiga
penggunaan vahdatul wujud yang berbeda. Nursi merujuk pada tiga
pemahaman vahdatul wujud yang berbeda dalam bentuk Pantheisme, teori
Sudur dan Vahdetul wujud dari ahli tasawuf'. Nursi secara teas menentang
wahdatul wujud dalam pengertian panteisme. Ia juga menolak pemahaman
para pengikut wahdatul wujud yang berdasarkan pada pemahaman filosof.
Akan tetapi, ketika ia melihat wahdatul wujud yang digagas Ibn Arabi, ia
menyatakan bahwa jalan yang digunakan Ibnu Arabi adalah jalan yang juga
digunakan untuk mencapai sebuah maqam yang dicapai oleh para awliya,
yakni sebuah kedudukan yang tidak akan dipahami didapatkan hanya melalui
sains. Nursi memang tidak berpendapat bahwa kedudukan ini, yang
mengangkat orang ke titik tertinggi dalam tauhid adalah kedudukan paling
tinggi. Karena menurutnya, ketika ahli wahdatul wujud mengalami kemajuan
dalam tauhid, mereka tertinggal dalam nama-nama Allah dengan
mengabaikan "asma’" secara meditasi.149 Dalam hal ini juga juga, menurut
penulis, tingkatan wahdatul wujud bukanlah titik tertinggi dalam jajaran
145
Mesnevi-i Nuriye, s. 89
146
Saıd nursı.mektubat .23
147
Saıd nursı.mektubat .202
148
İbnü’l-Arabî, Fusûsü’l-hikem (trc. ve şerh Ekrem Demirli), İstanbul 2006, s. 76, 92, 134;
a.mlf., Fütûhât-ı Mekkiyye (trc. Ekrem Demirli), İstanbul 2006-2008, I, II, III, V, tür.yer.
149
Nursi, a.g.e, s.I/ 212.
iman. Dalam hal ini juga Nursi mengkritik beberapa aspek yang kurang oleh
wahdatul wujud secara filosofis.150
Said Nursi, wahdatul wujud dan wahdatus Syuhud adalah jalan yang
baik dan hakikatnya sangat tinggi. Tidak mungkin semua orang bisa
mencapai derajat ini. Menurutnya, masyarakat awam tidak mungkin tidak
mungkin memahami wahdatul wujud, dan orang yang tidak bisa
memahaminya, tidak bisa juga mengkritiknya. Pada waktu ini, masalah-
masalah wahdatul wujud tidak bisa diajarkan kepada masyarakat. Oleh
karenanya, di masa sekarang tidak mungkin dipahami. Jika wahdatul wujud
disalah pahami akibatnya bisa menyebabkan kekufuran. Karena itu, harus
jauh dari wahdatul wujud.151 Melihat pernyataan Nursi di atas, dapat
dikatakan bahwa ia lebih dekat dengan wahdatul syuhud daripada wahdatul
wujud.
Dapat dipahami bahwa Nursi, dengan mengatakan bahwa ketika ahli
wahdatul wujud mengalami kemajuan dalam tauhid, mereka meninggalkan
nama-nama Allah dengan mengabaikan "esma" secara meditasi. Dalam hal
ini seseorang yang mengkritik wahdatul wujud dan hakikat benda itu tetap
dan didasarkan pada nama-nama Allah. Nursi berpendapat bahwa "wahdatul
wujud" adalah tingkatan yang dapat diterima dan tinggi nilainya untuk para
wali, akan tetapi baginya ini bukanlah titik akhir dalam kemajuan spiritual.
Ma’rifatullah
Ma’rifatullah bermakna mengetahui dan mengenal Allah. Mengenal dan
mengetahui Allah memiliki banyak tingkatan, banyak perintah, dan banyak
derajat.152 Ma’rifatullah juga bisa dimaknai sebagi proses mengetahui
keberadaan Allah. Apabila sebuah ilmu bisa mengantarkan seseorang untuk
mengetahui Allah, ilmu ini dinamakan ma’rifatullah. Namun, jika sebuah
pengetahuan tidak mengantarkan manusia untuk mengetahui Allah, ini berarti
menurut Nursi tidak disebut ma’rifatullah.
Al-Quran menjelaskan tentang ilmu makrifat sedemikian rupa
sehingga di samping keberadaan dan keesaan Allah, Al-Quran
mengoperasikan manifestasi asmaul husna dan sifat-sifatnya ke dalam urat
nadi manusia, dan akhirnya mempengaruhinya sampai ke perasaan, hati dan
akal. Dia memberikan pelajaran ma’rifat di setiap kejadian dengan
150
Nursi, a.g.e, s.I/ 383-386.
151
Nursi, a.g.e, s.I/739- 740. Benzer ifadeler için bkz. Nursi, a.g.e, s.I/2341. ayrıca bkz. Nursi,
a.g.e, s.I/1372- 1373
152
Said nursi ,sualar ,249
menunjukkan uluhiyah dan ubudiyah-Nya.153 Terkait hal ini Nursi
memberikan penggambaran, bahwa Kumbang bintang (kunang) ditakdirkan
dalam gelap gulita karena mengandalkan sedikit cahayanya dan menantang
cahaya matahari. Para filosof, karena mereka tidak menyerah kepada
matahari wahyu dan mengandalkan pengetahuan mereka sendiri, mereka sulit
mendapatkan iman taklidi. Ibnu Sina berkata, "Mustahil dan tidak masuk akal
bila difikir berdasarkan akal, karena itu kita menyerah dan yakin dengan
iman." Pernyataan Ibnu Sina ini menunjukkan betapa lemah dan bodohnya
pikiran dalam memahami peristiwa. Tetapi ketika manusia menyerahkan
peran akal, lalu beralih kepada wahyu, itu sama seperti sebuah kunci yang
membuka hal-hal terbaik dan paling bijaksana dari alam semesta. Jadi pikiran
menjadi pelayan tertinggi alam semesta. Dengan kata lain, pikiran yang
murni dan abstrak, yang jauh dari wahyu dan tidak masuk ke dalam persoalan
wahyu, tidak dapat mengenal Allah dengan cara yang sempurna. Selain itu, ia
juga tidak akan mencapai tingkat tahkiki. Karena itu, pemikiran juga harus
disertasi dengan iman kepada wahyu, jika tidak maka ia akan hilang di
“rawa-rawa” kekufuran dan syirik. Begitul gambaran yang coba diberikan
oleh Nursi.
Nursi melanjutkan, pada dasarnya ada dua jenis bukti dalam
mengenal Allah dengan benar dan membawa ke arah keimanan. Jika
seseorang menjalankan kedua bukti ini dengan baik dan mempraktekkannya
dalam kehidupannya, ia dapat mencapai posisi dan derajat ma’rifat yang
tidak terbatas. Dua bentuk bukti ini telah digambarkan sebagai ayat-i afaki
dan ayat-i enfüsi.154 Maksud dari ayat afakiyat adalah seluruh aturan-aturan
dan alam semesta yang ada di luar kendali manusia. Matahari, bulan, bintang,
planet, kebun anggur, taman, perairan, bumi, udara, dll. Adalah bukti afaki
yang menunjukkan keberadaan dan keesaan Allah. Semua benda di alam
semesta seperti cara Allah menggambarkan kepada kita tentang inayah,
hikmah, serta memperkenalkan nama-nama dan kata sifat qudsi-Nya.
Sebagian besar ayat-ayat yang disebutkan dalam bukti al-Quran tentang
tauhid masuk dalam jenis ini. Kebanyakan dari tulisan Risalah Nur memang
membahas tentang bukti-bukti risalah ayat al-kubra.155
153
Said nursi,lemalar,135
154
Sadi nursi ,sozler,658
155
Said nursi ,sualar ,99
Sedangkan Ayat Enfüsiye adalah bukti yang ada di “dunia batin”
manusia. Sama seperti alam semesta yang besar menyaksikan keberadaan dan
keesaan Tuhan, aspek alam dan spiritual manusia, yang juga merupakan alam
semesta dan alam semesta yang kecil, juga menyaksikan keberadaan dan
keesaan Tuhan. Ketika alam semesta adalah bukti makro untuk Keberadaan
dan ke-Esaan Tuhan, manusia adalah bukti mikronya. Sementara alam
semesta adalah tanda yang megah dan agung tentang Tauhid, “dunia batin”
manusia adalah tanda sederhana yang mudah dimengerti dan dibaca.
Sementara alam semesta adalah bukti wahdani, manusia adalah bukti ahadi.
Hati nurani, jiwa, hati, emosi, dan latifah pada manusia adalah semua jendela
yang terbuka bagi Allah. Jika seseorang menyaksikan jendela-jendela anfusi
ini dengan cahaya iman dan hidayah, ia akan mencapai ma’rifat dan
mahabbah Allah. Selanjutnya, ia mampu meningkat ke makam-makam
makrifat yang tanpa batas. Ayat infusie memperkenalkan Allah tidak hanya
dengan namanya, akan tetapi juga dengan kata sifat dan syuunat. Dalam hal
ini "Ene Bahsi" adalah sumber yang lengkap.156
Hakikat ve syariat
"Ilmu hakikat" didefinisikan Nursi sebagai tersingkapnya masalah
iman di hati dan jiwa, baik secara langsung dan tidak langsung, tanpa
memasuki ranah tasawuf dan tarikat. Dalam hal ini, seorang hamba
menjadikan kelemahan dan kefakirannya sebagai syafaat dan meminta agar
tersingkapnya hakikat-hakikat dengan berlindung ke pintu Ilahi. Allah juga
membuka hakikat dengan cara yang paling terang dan memberikan ilham
kepada hamba secara tidak langsung atas kefakiran dan kelemahannya. Jalan
para sahabat, mujtahid dan mujaddid berada di jalan dan cara seperti ini.
Jalan Risalah Nur berada dalam bentuk yang sama. Menurut Nursi, tarekat
dan hakikat adalah “pelayan” syariat. Oleh karena itu, syariat bukanlah
sarana untuk mencapai hakikat. Sebaliknya, syariat adalah dasar. Hakikat
adalah sarana untuk mencapai syariat. jadi dia menempatkan syariat di atas
tarekat dan hakikat.157
Tarikat dan tasawuf seharusnya menjadi alat. Tetapi keduanya tidak menjadi
tujuan. Jika tarikat dan tasawuf menjadi tujuan, wirid-wirid dan semua
rutinitas tasawuf akan didahulukan daripada sholat dan hukum-hukum
syari’at yang lain. Jadi menurut Nursi, satu hukum Islam lebih tinggi nilainya
daripada ribuah tarikat. Penerapan tasawuf harus menjadi pelayan untuk
rukun-rukun Islam. Jadi seseorang yang pergi ke tarikat itu untuk
156
Said nursi, sozler ,535
157
Said nursi ,mektubat ,75
memperbaiki shalatnya, bukan untuk mendapatkan kenikman spiritual. Jika ia
pergi untuk mendapatkan kenikmatan spiritual, maka ia lebih mementingkan
tarikat daripada syariat.
Mahabetullah
158
Said nursi ,mektubat ,75
159
Seorang sufi terkenal di Turki (1238-1320 M)
160
."(R'ad, 28)