Anda di halaman 1dari 20

01

02

‫ُم‬
‫ْر الّٰر ِح ِم ْي َن‬‫َح‬ ‫َا‬ ‫َت‬ ‫ْن‬‫َا‬ ‫ُّض‬ ‫َم‬
‫ْي َّس ِن َي ال ُّر َو‬ ‫ِّن‬‫َا‬ ‫ٓٗه‬ ‫َّب‬ ‫ٰد‬ ‫َن‬ ‫ْذ‬ ‫ُّي‬
‫َو ْو َب ِا ا ى َر‬‫َا‬

"Dan ingatlah kisah Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya (Ya Tuhanku)


sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha
Penyayang di antara semua penyayang" (QS. al-Anbiya [21] 83).
03

MUNAJAT
Munajat inilah yang telah dipanjatkan oleh
penghulu orang orang yang sabar, Nabi Ayyub.
Munajat ini adalah doa yang mujarab dan sangat
efektif. Maka selayaknya bagi kita mendapatkan
percikan dari cahaya ayat suci ini seraya
bermunajat:


رب إني مسني الضر وأنت أرحم الرحمين‬
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa
penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha
Penyayang di antara semua penyayang"
04

Berikut ini kami paparkan kisah Nabi Ayyub secara


ringkas:

Dalam rentang waktu yang sangat panjang, Nabi Ayyub


tetap sabar dan tegar dalam menghadapi penyakit
kronis yang sedang menjangkitinya. Sekujur tubuhnya
penuh dengan borok dan nanah, namun beliau tetap
bersabar sembari mengharap pahala dari Allah yang
Mahatinggi lagi Mahakuasa.

Ketika ulat-ulat yang berasal dari luka beliau mulai


menyerang hati dan lidahnya, yang merupakan tempat
zikrullah dan makrifat-Nya, beliau bersimpuh
dihadapan Tuhannya yang Maha Mulia, Allah SWT
dengan munajat tersebut.
05

Beliau panjatkan munajat bukan untuk meminta


kelonggaran, akan tetapi karena khawatir
ibadahnya akan terganggu. Oleh karena itu, Allah
Yang Mahatinggi lagi Mahakuasa menjawab
munajat yang suci dan tulus tersebut dengan
jawaban yang luar biasa.

Allah sembuhkan penyakit nya, menganugerahinya


kesehatan yang sempurna, dan memberinya
keindahan rahmat-Nya yang sangat luas.
Nuktah Nabi Ayyub hanya menderita luka lahir, sedangkan
kita menderita luka batin, rohani dan hati.
Pertama Seandainya dibalik yang batiniah menjadi lahiriah
dan lahiriah menjadi batiniah, tentu akan nampak
dalam diri kita penyakit yang lebih parah
dibandingkan penyakit yang diderita Nabi Ayyub a.s.

Penyakit Nabi Ayyub hanya mengancam


kehidupannya yang singkat di dunia, sedangkan
penyakit yang kita derita sekarang mengancam
kehidupan kita yang panjang di akhirat kelak. Maka
dari itu, kita lebih membutuhkan munajat tersebut
06 ketimbang Nabi Ayyub a.s.
Ulat-ulat yang berada di luka Nabi Ayyub hanya menyerang hati dan lidah beliau.
Sementara pada diri kita, keragu-raguan dan was-was yang timbul dari luka-luka
disebabkan oleh dosa yang kita perbuat, menyerang inti hati yang merupakan
tempat iman, menyerang lidah yang merupakan organ untuk mengucapkan zikir.

Sesungguhnya dalam setiap dosa, ada jalan menuju kekufuran. Jika tidak segera
dihapus dengan istighfar, maka ia akan berubah menjadi ular-ular yang maknawi
yang siap menggigit dan menyakiti hati.
07
08

Orang yang melakukan perbuatan dosa


yang memalukan, secara sembunyi-
sembunyi, dan benar-benar merasa
malu jika perbuatannya ini diketahui
orang lain.

Maka keberadaan malaikat dan makhluk


halus (ruhaniyyat lainnya) akan terasa
berat sekali baginya dan sehingga mudah
mengingkari keberadaan mereka meski
dengan (adanya) suatu petunjuk kecil.
Manusia tidak memiliki hak untuk mengeluhkan berbagai
musibah dan penyakit yang menimpanya karena tiga aspek
(sebab):

09
01 Aspek Pertama
Allah menjadikan busana eksistensi yang Dia pakaikan
kepada manusia sebagai petunjuk atas kreasi-Nya. Sebab,
Dia menciptakan manusia dalam bentuk "model" yang
dipaparkan pada dirinya pakaian eksistensi, yang diganti,
digunting, diubah, dan dimodifikasi untuk menjelaskan
manifestasi Asmaul Husna yang beraneka ragam.

Sebagaimana nama-Nya "Asy-Syafi" (Maha Menyembuhkan)


menuntut adanya penyakit. Begitu juga "Ar- Razzaq" (Maha
Pemberi Rizki), menuntut adanya rasa lapar.
Demikian Allah adalah pemilik kerajaan. Dia berbuat dalam
kerajaan-Nya apa saja yang dikehendaki-Nya.
07
11

02 Aspek Kedua

Sesungguhnya kehidupan menjadi bersih dengan


(terjadinya) musibah dan penyakit.
kehidupan monoton di atas kasur istirahat, itu lebih
dekat kepada ketiadaan (‘adam) yang merupakan
keburukan mutlak.
12
03 Aspek Ketiga
Sesungguhnya dunia ini merupakan medan ujian dan tempat
pengabdian, bukan tempat enak-enakan, upah dan imbalan.
Selama di dunia merupakan tempat beramal dan beribadah,
maka penyakit dan cobaan – selain yang berkaitan dengan agama
dan dengan syarat diterima dengan sabar, menjadi selaras
dengan amal, bahkan amat harmonis dengan ibadah tersebut.
Maka kita bersyukur atas musibah yang menimpa kita, karena
jika kita bersabar atas penyakit atau musibah, maka setiap
jamnya akan menjadi ibadah sehari penuh.
13

Rasa sedih dan kecewa muncul karena penderitaan jiwa yang bersumber dari
keterpisahannya dari berbagai kenikmatan pada masa sebelumnya (masa
lalu). Karena hilangnya kenikmatan merupakan sebuah penderitaan dan
memikirkan nikmat yang hilang akan memeras derita tersebut, meneteskan
rasa kesal dan duka.
Apabila si penderita mengingat imbalan yang indah dan ganjaran yang baik
yang disediakan di akhirat, maka selain bersabar dia juga mencapai derajat
syukur kepada Allah dan ridho atas ketentuan-Nya. Seraya berkata:

‫الحمد لله على كل حال سوى الكفر و الضالل‬


Segala puji bagi Allah dalam kondisi apa pun, kecuali kekufuran dan
kesehatan.
Apabila manusia tidak mencerai-beraikan kekuatan
kesabaran yang dianugerahkan kepadanya dan tidak
mengamburkannya dalam berbagai ilusi dan
kekhawatiran, maka kekuatan kesabaran tersebut sudah
cukup membuatnya tegar menghadapi semua musibah
dan bencana.
Adalah merupakan kebodohan menghawatirkan musibah
dan penyakit yang menimpa manusia pada masa
mendatang. sebab, saat itu masih belum tiba. Dengan
demikian orang tersebut sama saja sedang menganiaya
dirinya sendiri.
14
15

Persoalan Pertama
Sesungguhnya musibah dan bencana yang hakiki dan dianggap sangat
berbahaya adalah yang menyerang agama. Adapaun musibah yang tidak
menyerang agama, pada hakikatnya bukanlah musibah. Sebab, musibah
jenis ini memiliki beberapa makna:
Pertama, sebagai peringatan (teguran penuh kasih) yang Allah tunjukan
kepada hamba-Nya yang lalai.
Kedua, sebagai penebus dosa
Ketiga, sebagai anugerah ilahi untuk memberikan ketenangan kepada
manusia dengan cara membendung kelalaian, serta memberitahukan
kelemahan dan kefaikran yang tertanam dalam fitrahnya.
16

Mengeluh merupakan penolakan dan keberatan atas qadha dan qadar-Nya.


Itu seperti mengkritik ketentuan Allah yang adil dan meragukan rahmat-Nya
yang amat luas dan bagi seseorang yang meragukan rahmat Allah akan
terhalang dari rahmat itu.
Persoalan Kedua
Jika anda membesar-besarkan musibah fisik, maka ia akan membesar.
Dan setiap kali anda menyepelekannya ia akan mengecil.

Sebagai contoh setiap kali seseorang mengganggu


sarang lebah, maka lebah-lebah itu akan
menyerangnya. Akan tetapi jika diabaikan, maka
lebah-lebah itu akan diam di tempat.

Sebagaimana manusia meredam kemarahan


musuhnya dengan wajah ceria dan senyuman,
kerasnya permusuhan akan melentur dan api
perselisihan akan padam. Bahkan kondisinya bisa
berubah menjadi sebuah persahabatan dan
perdamaian
17
18

Persoalan Ketiga
Pada masa kelalaian sekarang ini, musibah telah berubah bentuk. Bagi
sebagian orang, musibah tidak selamanya merupakan musibah, tapi
kemurahan dan kelembutan Ilahi.

Penyakit atau musibah dapat memberikan manfaat yang besar bagi


kehidupan ukhrawi penderitanya dan menjadi salah satu bentuk ibadah.
Sebab, jika dalam kondisi sehat, bisa saja membuat kita tidak mengerjakan
perintah Allah SWT, bahkan terbawa arus melakukan berbagai hal ceroboh,
gegabah, dan buruk.

19

Penutup
Allah telah menyertakan kelemahan tak terbatas dan kefakiran tak
berujung ke dalam diri manusia demi menunjukkan kekuasaan-Nya yang
mutlak dan rahmat-Nya yang luas.
Allah menciptakan manusia dalam bentuk dan penampilan spesifik,
yang mana ia terkadang sedih dan kadang sangat gembira, untuk
memperlihatkan (memanifesikan) nama-nama-Nya yang mulia.
Musibah tidak mendorong manusia untuk berlindung kepada Allah
dengan satu lidah saja. Tapi dengan seluruh anggota tubuhnya.
20

Terima Kasih!
Ada pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai