Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR DETERMINAN NEFROPATI DIABETIK PADA PENDERITA

DIABETES MELLITUS DI RSUD DR. M. SOEWANDHIE SURABAYA


Diabetic Nephropathy Determinant Factor in Diabetes Mellitus at RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya

Rahmadany Isya Putri


FKM Universitas Airlangga, danyisya19@ymail.com
Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga,
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi masalah kesehatan yang penting sehubungan dengan pergeseran
pola penyebab kematian dari penyakit menular ke PTM. Diabetes Melitus (DM) menempati urutan ke-5 dari
10 besar PTM penyebab rawat jalan di rumah sakit di Indonesia. Penyakit DM jika tidak dikendalikan
dengan baik dapat menimbulkan komplikasi kronis seperti Nefropati Diabetik (ND). Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis hubungan faktor non klinis menurut konsep Hendrik L. Blum pada penderita DM.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain kasus kontrol. Penelitian ini
dilakukan di Poli Penyakit Dalam Instalasi Rawat Jalan (IRJ) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. M.
Soewandhie Surabaya pada bulan Juni–Juli 2014. Variabel bebas yang diteliti adalah kepatuhan berobat,
tingkat pendidikan, pendapatan, dan dukungan sosial, sedangkan variabel terikat adalah kejadian ND.
Sampel kasus dalam penelitian ini adalah penderita DM yang mengalami komplikasi ND dan dirawat di Poli
Penyakit Dalam IRJ RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya sebesar 36 responden, sedangkan sampel kontrol
adalah penderita DM yang tidak mengalami komplikasi ND dan dirawat di Poli Penyakit Dalam IRJ RSUD
Dr. M. Soewandhie Surabaya sebesar 36 responden. Sampel diambil dengan teknik convenience sampling.
Analisis data menggunakan perhitungan odds ratio (OR) Hasil penelitian menunjukkan pada variabel
ketidakpatuhan berobat (OR = 2,8; contingency coefficient=0,243), pendidikan rendah (OR = 1,5;
contingency coefficient=0,091, pendapatan kurang dari Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) (OR = 1,21;
contingency coefficient 0,036, dan tidak mendapat dukungan sosial (OR = 1,65; contingency
coefficient=0,117). Kesimpulan dari penelitian ini adalah kepatuhan berobat, tingkat pendidikan, pendapatan,
dan dukungan sosial berpengaruh terhadap kejadian ND pada penderita DM.

Kata kunci: kepatuhan berobat, tingkat pendidikan, pendapatan, dukungan sosial, nefropati diabetik.

ABSTRACT
Non-communicable diseases (NCDs) become an important health problem in connection with the shifting
causes of death from infectious diseases to NCDs. Diabetes mellitus (DM) ranks 5th out of the top 10 PTM
causes of outpatient treatment in hospitals in Indonesia. DM disease if not controlled properly can cause
chronic complications such as diabetic nephropathy. This study aims to analyze the relationship of non-
clinical factors according to the concept of Hendrik L. Blum with diabetic nephropathy in DM patients. This
research is an observational analytic study with a case-control design. This research was conducted at the
Internal Medicine Polyclinic (IRJ) Regional Public Hospital of Dr. M. Soewandhie (RSUD Dr. M.
Soewandhie) Surabaya in June-July 2014. The independent variables studied were treatment compliance,
education level, income, and social support, while the dependent variable was the incidence of diabetic
nephropathy. Case samples in this study were DM sufferers who experienced diabetic nephropathy
complications and were treated at the IRJ RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya was 36 respondents, while
the control sample was DM sufferers who did not experience diabetic nephropathy complications and was
treated at the IRJ RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya with 36 respondents. Samples were taken by
convenience sampling technique. Data analysis using odds ratio calculation (OR) The results showed the
medication non-compliance variables (OR = 2.8; contingency coefficient = 0.243), low education (OR =
1.5; contingency coefficient = 0.091, income less than the District Minimum Wage / City (UMK) (OR = 1.21)
with a contingency coefficient of 0.036, and no social support (OR = 1.65; contingency coefficient = 0.117)
The conclusions of this study are medical compliance, level of education, income, and social support affect
the incidence of diabetic nephropathy in people with DM.

Keywords: treatment compliance, education level, income, social support, diabetic nephropathy

109
110 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 109–121

PENDAHULUAN Klasifikasi DM menurut American Diabetes


Penyakit tidak menular (PTM) menjadi Association (ADA) dan World Health Organization
penyebab utama kematian secara global. Menurut (WHO) dikategorikan menjadi DM tipe 1, tipe 2,
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan dan tipe lain. Dua tipe utama DM adalah tipe 1 dan
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun tipe 2, namun bentuk tersering adalah DM tipe 2,
1995 dan 2001, tampak bahwa selama 12 tahun sekitar 85% dari kasus DM (Sacher dan McPherson,
(1995–2007) telah terjadi transisi epidemiologi di 2004).
mana kematian karena PTM semakin meningkat, Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia,
sedangkan kematian karena penyakit menular polifalgia, penurunan berat badan yang tidak
semakin menurun. Data WHO menunjukkan diketahui penyebabnya. Sedangkan gejala tidak
bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia khas DM di antaranya lemas, kesemutan, luka yang
pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir sulit sembuh, gatal, penglihatan kabur, disfungsi
dua pertiganya disebabkan oleh PTM. Di negara- ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.
negara dengan tingkat ekonomi rendah dan Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan
menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada glukosa darah abnormal hanya satu kali sudah cukup
orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak
disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua
maju, menyebabkan 13% kematian. Diproyeksikan kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis
jumlah kesakitan akibat PTM dan kecelakaan akan DM dapat ditegakkan melalui tiga kriteria yaitu
meningkat dan penyakit menular akan menurun. jika keluhan klasik ditemukan maka pemeriksaan
PTM seperti kanker, jantung, DM dan paru glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL sudah cukup
obstruktif kronik, serta penyakit kronik lainnya akan untuk menegakkan diagnosis DM, jika keluhan
mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun klasik ditemukan, dilakukan pemeriksaan glukosa
2030 (Kemenkes RI, 2012). darah puasa ≥ 126 mg/dL, bila ada keraguan perlu
Menurut Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan
tahun 2010–2011, penyakit diabetes mellitus (DM) mengukur kadar glukosa darah 2 jam setelah minum
menempati urutan ke-5 dari 10 besar penyakit tidak 75 g glukosa (Purnamasari, 2009).
menular penyebab rawat jalan di rumah sakit di Komplikasi DM adalah semua penyulit yang
Indonesia dengan persentase sebesar 1.92% pada timbul sebagai akibat dari DM, baik sistemik,
tahun 2009 dan sebesar 26% pada tahun 2010 organ ataupun jaringan tubuh lainnya. Komplikasi
(Kemenkes RI, 2012). DM terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi
Prevalensi DM menurut Laporan Nasional tahun kronis. Komplikasi kronis yang berhubungan
2007 di daerah perkotaan didapatkan persentase dengan DM adalah penyakit mikrovaskuler dan
sebesar 6,8% di Provinsi Jawa Timur. Ditinjau makrovaskuler. Kerusakan vaskuler merupakan
dari segi pendidikan, prevalensi DM lebih tinggi gejala khas sebagai akibat dari DM, dan dikenal
pada kelompok tidak sekolah dan tidak tamat SD. dengan nama angiopati diabetika. Makroangiopati
Menurut jenis pekerjaan, prevalensi DM lebih tinggi (kerusakan makrovaskuler) biasanya muncul sebagai
pada kelompok ibu rumah tangga dan tidak bekerja, gejala klinik berupa penyakit jantung iskemik,
diikuti pegawai dan wiraswasta. Berdasarkan tingkat stroke dan kelainan pembuluh darah perifer.
pengeluaran rumah tangga per kapita, prevalensi Adapun mikroangiopati (kerusakan mikrovaskuler)
DM meningkat sesuai dengan meningkatnya tingkat memberikan manifestasi retinopati, neuropati, dan
pengeluaran (Kemenkes RI, 2008). nefropati (Tjokroprawiro dkk, 2007).
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis Nefropati diabetik (ND) merupakan salah
yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita
insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat diabetes. Nefropati diabetik didefinisikan sebagai
secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. sindrom klinis pada penderita DM yang ditandai
Insulin adalah hormon yang mengatur gula darah. dengan albuminuria menetap yaitu > 300 mg/24 jam
Hiperglikemia atau gula darah yang meningkat, pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun
merupakan efek umum dari diabetes yang tidak waktu 3 sampai 6 bulan (Hendromartono, 2009).
terkontrol dan dari waktu ke waktu menyebabkan Amerika dan Eropa, ND merupakan penyebab
kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, utama gagal ginjal terminal. Angka kejadian ND
khususnya saraf dan pembuluh darah (WHO, 2011). pada DM tipe 2 sering lebih besar dibandingkan
Rahmadany, Faktor Determinan Nefropati Diabetik … 111

dengan DM tipe 1, karena jumlah pasien DM tipe kelainan metabolisme karbohidrat/lemak/protein,


2 lebih banyak dibandingkan dengan DM tipe 1. dislipidemia (Hendromartono, 2009).
Secara epidemiologis, ditemukan perbedaan terhadap Konsep Hendrik L. Blum menjelaskan empat
kerentanan untuk timbulnya ND yang antara lain faktor determinan yang mempengaruhi timbulnya
dipengaruhi oleh etnis, jenis kelamin, serta umur masalah kesehatan. Faktor tersebut antara lain
saat diabetes timbul (Hendromartono, 2009). faktor genetik/keturunan, faktor perilaku/gaya hidup
Nefropati diabetik terjadi pada 30–40% (meliputi diet, latihan fisik, dan kepatuhan berobat),
penderita DM dan merupakan penyebab utama faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan
terjadinya end-stage renal disease (ESRD). Risiko kualitas, adanya penyuluhan), dan faktor lingkungan
ND sangat kuat kemungkinan ditentukan oleh (sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya). Keempat
genetik, yang dikaitkan dengan tempat kromosom faktor tersebut saling berinteraksi yang dapat
tertentu. Gen yang terlibat belum dapat diidentifikasi. mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat
Onset dan perkembangan penyakit ginjal yang kesehatan masyarakat (Endra, 2010).
disebabkan DM sangat bervariasi (Ritz, 1999). Belum diketahui secara pasti apakah faktor
Sebelum timbul gejala klinik dari ND, ginjal non klinis menurut konsep Hendrik L. Blum seperti
penderita DM mengalami perubahan fungsional kepatuhan berobat, tingkat pendidikan, pendapatan
maupun morfologis. Kelainan morfologi ginjal dan dukungan sosial dapat mempengaruhi kejadian
timbul sesudah 2-5 tahun sejak diagnosis DM ND pada penderita DM.
ditegakkan. Perubahan fungsional awalnya meliputi Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
peningkatan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dan faktor risiko non klinis, seperti kepatuhan berobat,
ekskresi albumin dalam urine. Kerusakan pada tingkat pendidikan, pendapatan dan dukungan sosial
pembuluh darah kecil di ginjal menyebabkan apakah berpengaruh terhadap kejadian nefropati
terjadinya kebocoran protein lewat urine. LFG pada diabetik (ND) pada penderita diabetes mellitus
mulanya meningkat di atas 20–30% dari normal, (DM).
dan ekskresi protein yang intermitten makin lama
menetap dan bertambah berat. LFG akhirnya akan
METODE
turun dan penderita jatuh dalam gagal ginjal tahap
akhir. Ginjal kehilangan kemampuannya untuk Jenis penelitian yang digunakan adalah
membersihkan dan menyaring darah sehingga observasional analitik yaitu peneliti hanya
akhirnya pasien seringkali harus menjalani dialisis melakukan pengukuran, tidak melakukan perlakuan/
untuk membuang produk buangan toksik dari intervensi kepada subjek penelitian dan untuk
darah. Gagal ginjal timbul sekitar lebih dari 5 tahun mengetahui hubungan variabel bebas dan variabel
sejak timbulnya proteinuria (mikroalbuminuria) tergantung.
(Tjokroprawiro dkk, 2007). Rancangan bangun penelitian yang digunakan
Penelitian kasus kontrol pada 87 orang pada adalah studi kasus kontrol, di mana penelitian
penderita DM tipe 2, didapatkan hasil 54 orang dimulai dengan mengidentifikasi kelompok dengan
menderita komplikasi ND dan 33 orang (p = 0,043) penyakit atau efek tertentu (kasus) dan kelompok
tidak menderita komplikasi ND dengan OR (odd tanpa penyakit atau efek tertentu (kontrol), kemudian
ratio) = 2,64 (Yulianti, 2009). secara retrospektif diteliti faktor risiko yang mungkin
Penelitian deskriptif mengenai distribusi dapat menerangkan mengapa kasus terkena efek,
komplikasi kronik gangguan vaskuler pada penderita sedangkan kontrol ingin diketahui pula apakah faktor
DM tipe 2 di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam risiko tertentu benar berhubungan dengan terjadinya
RSUD Dr. Soetomo. Surabaya sejumlah 58,4% (129 efek yang diteliti dengan membandingkan kekerapan
dari 228 orang) pasien menderita nefropati, 32,1% pajanan faktor tersebut pada kelompok kasus dengan
(71 orang) pasien menderita retinopati, dan 10,5% kelompok kontrol.
(24 orang) pasien menderita neuropati (Amalia, Populasi dalam penelitian ini terdiri dari
2010). kelompok kasus yaitu seluruh penderita DM
Beberapa faktor klinis yang dapat mempengaruhi yang mengalami komplikasi ND yang menjalani
timbulnya ND pada penderita DM adalah faktor perawatan di Poli Penyakit Dalam Instalasi Rawat
genetis, kelainan hemodinamik, hipertensi sistemik, Jalan (IRJA) RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya,
sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik, sedangkan kelompok kontrol yaitu seluruh
gangguan metabolik, pelepasan growth factors, penderita DM yang tidak mengalami komplikasi
112 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 109–121

ND yang menjalani perawatan di Poli Penyakit Prosedur dalam penelitian ini ditempuh melalui
Dalam Instalasi Rawat Jalan (IRJA) RSUD Dr. M. langkah-langkah pencarian dan rekapitulasi data
Soewandhie Surabaya. responden yang diperoleh dari data rekam medis,
Sampel kasus dalam penelitian ini adalah mengisi dan menentukan data faktor/variabel
penderita DM yang mengalami komplikasi melalui wawancara dan melihat data rekam medis,
ND yang menjalani perawatan di Poli Penyakit hasil wawancara dan data rekam medis selanjutnya
Dalam Instalasi Rawat Jalan (IRJA) RSUD Dr. M. direkap dan dianalisis secara statistik
Soewandhie Surabaya, sedangkan sampel kontrol Penelitian ini menggunakan instrumen berupa
dalam penelitian ini adalah penderita DM yang kuesioner. Kuesioner berupa pertanyaan tertutup
tidak mengalami komplikasi ND yang menjalani (close ended) yang digunakan untuk mengetahui
perawatan di Poli Penyakit Dalam Instalasi Rawat karakteristik responden (umur, jenis kelamin,
Jalan (IRJA) RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya. pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan),
Kriteria inklusi pada kelompok kasus adalah kepatuhan berobat, dan dukungan sosial.
penderita DM dengan komplikasi ND, berdomisili Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
di Surabaya, usia penderita > 40 tahun, lama uji statistik Chi Square (x 2 ) dengan derajat
menderita DM ≥ 5 tahun. Sedangkan kriteria kepercayaan 95% (α=0,05) dilakukan untuk
inklusi pada kelompok kontrol adalah penderita mengetahui kekuatan hubungan dengan melihat
DM tanpa komplikasi ND, berdomisili di Surabaya, Contingency Coefficient. Untuk mengetahui besar
usia penderita > 40 tahun, lama menderita DM ≥ 5 risiko dilihat dari nilai OR (odds ratio), di mana OR
tahun. = ad/bc adalah untuk melihat risiko secara statistik.
Dari perhitungan besar sampel kasus kontrol
dengan menggunakan perbandingan 1:1 didapatkan
HASIL
besar sampel pada kelompok kasus sebanyak 36
responden, dan pada kelompok kontrol sebanyak 36 Karakteristik Responden
responden. Responden terdiri dari 2 kelompok yaitu
Sampel dalam penelitian ini diambil secara penderita DM dengan komplikasi ND (kasus) dan
random. Oleh karena populasi memiliki karakteristik penderita DM tanpa komplikasi ND (kontrol) yang
tugas pokok dan fungsi maka penentuan sampel berobat di Poli Penyakit Dalam Instalasi Rawat
dilakukan dengan menggunakan teknik Simple Jalan (IRJA) RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya
Random Sampling. Dengan teknik simple random pada bulan Juni–Juli 2014.
sampling diharapkan setiap anggota sub populasi Responden memiliki karakteristik yang terdiri dari
memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi berbagai golongan umur, jenis pekerjaan, pendapatan
sampel, sehingga sampel yang dipilih dapat mewakili dan tingkat pendidikan baik pada kelompok kasus
seluruh sub populasi yang ada. maupun kelompok kontrol (Tabel 1).
Proses pengambilan sampel dilakukan dengan Karakteristik penderita DM menurut kelompok
cara convinience sampling di mana pengambilan umur terbanyak adalah kelompok umur 50–59 tahun.
sampel dilakukan dari penderita DM yang mudah Didapatkan jumlah sebanyak 17 penderita (47,22%),
diakses dan bersedia menjadi responden. pada kelompok kasus dan 18 penderita (50%) pada
Penelitian dilaksanakan di Poli Penyakit Dalam kelompok kontrol.
Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. M. Soewandhie Karakteristik penderita DM menurut jenis
Surabaya pada bulan Juni–Juli 2014. kelamin dapat diketahui sebagian besar penderita
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah DM berjenis kelamin perempuan dengan jumlah
kejadian ND pada penderita DM, sedangkan variabel sebanyak 21 penderita (58,33%) pada kelompok
bebas adalah kepatuhan berobat, tingkat pendidikan, kasus dan 23 penderita (63,89%) pada kelompok
pendapatan dan dukungan sosial. kontrol.
Dalam penelitian ini data yang digunakan Karakteristik penderita DM menurut jenis
diambil dari data primer melalui wawancara pekerjaan dapat diketahui sebagian besar penderita
langsung kepada responden serta dengan melihat DM adalah ibu rumah tangga. Hasil tersebut
catatan rekam medis, dan data sekunder berupa didapatkan baik pada kelompok kasus maupun
penetapan subyek penelitian diperoleh dari data kelompok kontrol. Didapatkan jumlah sebanyak 17
rekam medis. penderita (47,22%) pada kelompok kasus dan 14
penderita (38,89%) pada kelompok kontrol.
Rahmadany, Faktor Determinan Nefropati Diabetik … 113

Tabel 1. Karakteristik Responden Tabel 2. Hubungan Kepatuhan Berobat dengan


Kejadian ND
Karakteristik Kasus (%) Kontrol (%)
Umur (tahun) Kasus Kontrol
40–44 5 (13,89) 5 (13,89) Kepatuhan Berobat
n % n %
45–49 3 (8,33) 2 (5,56) Tdk Patuh 21 58,3 12 33,3
50–59 17 (47,22) 18 (50) Patuh 15 41,7 24 66,7
60–69 7 (19,44) 8 (22,22) Jumlah 36 100 36 100
≥ 70 4 (11,11) 3 (8,33)
Jenis Kelamin
Laki-laki 15 (41,67) 13 (36,11) kontrol. Penderita DM pada kelompok kontrol
Perempuan 21 (58,33) 23 (63,89) sebagian besar patuh melakukan pengobatan, dengan
Pekerjaan jumlah sebanyak 24 penderita (66,67%).
PNS/BUMN 2 (5,56) 1 (2,78) Berdasarkan nilai contingency coefficient
Swasta 8 (22,22) 7 (19,44) didapatkan nilai 0,243 di mana antara variabel
Wiraswasta 6 (16,67) 8 (22,22) kepatuhan berobat dan kejadian ND mempunyai
Pensiunan 2 (5,56) 4 (11,11) korelasi sangat lemah. Sedangkan berdasarkan
IRT 17 (47,22) 14 (38,89) perhitungan OR antara kepatuhan berobat dengan
Tidak bekerja 1 (2,78) 2 (5,56)
kelompok kasus dan kontrol, didapatkan nilai OR
Pendidikan
sebesar 2,8, artinya pada penderita DM yang tidak
Tidak sekolah 3 (8,33) 2 (5,56)
Tidak tamat SD 3 (8,33) 4 (11,11) patuh melakukan pengobatan mempunyai risiko
SD/sederajat 14 (38,89) 12 (33,33) mengalami komplikasi ND sebesar 2,8 kali dari
SMP/sederajat 7 (19,45) 6 (16,67) penderita DM yang patuh melakukan pengobatan.
SMA/sederajat 6 (16,67) 8 (22,22)
Perguruan Tinggi 3 (8,33) 4 (11,11) Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian
Pendapatan ND
< UMK 30 (83,33) 29 (80,56)
Pada variabel tingkat pendidikan penderita DM
≥ UMK 6 (16,67) 7 (19,44)
yang dihubungkan dengan kejadian ND dibedakan
menjadi 2 kelompok, yaitu tingkat pendidikan rendah
Karakteristik penderita DM menurut tingkat yakni tidak sekolah, tidak tamat SD, SD/sederajat,
pendidikan dapat diketahui sebagian besar penderita dan SMP/sederajat, sedangkan tingkat pendidikan
DM berlatar belakang pendidikan SD/sederajat tinggi adalah SMA/sederajat dan perguruan tinggi
dengan jumlah sebanyak 14 penderita (38,89%) (Tabel 3).
pada kelompok kasus dan 12 penderita (33,33%) Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa
pada kelompok kontrol. sebagian besar penderita DM antara kelompok kasus
Karakteristik penderita DM menurut pendapatan dan kelompok kontrol berlatar belakang pendidikan
dapat diketahui sebagian besar penderita DM rendah dengan jumlah sebanyak 27 penderita (75%)
memiliki pendapatan < UMK, dengan jumlah pada kelompok kasus dan 24 penderita (66,67%)
sebanyak 30 penderita (83,33%) pada kelompok pada kelompok kontrol.
kasus dan 29 penderita (80,56%) pada kelompok Berdasarkan nilai contingency coefficient
kontrol. didapatkan nilai 0,091 di mana antara variabel
tingkat pendidikan dan kejadian ND mempunyai
Hubungan Kepatuhan Berobat dengan Kejadian korelasi sangat lemah. Sedangkan berdasarkan
ND perhitungan OR antara tingkat pendidikan dengan
Hasil penelitian yang menghubungkan faktor kelompok kasus dan kontrol, didapatkan nilai OR
kepatuhan berobat dengan kejadian ND didapatkan
hasil penelitian bahwa sebagian besar penderita Tabel 3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan
DM pada kelompok kasus tidak patuh melakukan Kejadian ND
pengobatan (Tabel 2). Kasus Kontrol
Pendidikan
Didapatkan jumlah sebanyak 21 penderita n % n %
(58,33%) yang tidak patuh melakukan pengobatan Rendah 27 75 24 66,7
pada kelompok kasus. Hasil tersebut berbanding Tinggi 9 25 12 33,3
terbalik dengan penderita DM pada kelompok Jumlah 36 100 36 100
114 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 109–121

sebesar 1,5, artinya pada penderita DM yang berlatar Didapatkan penderita DM yang mendapatkan
belakang pendidikan rendah mempunyai risiko dukungan sosial sebanyak 22 penderita (61,11%)
mengalami komplikasi ND sebesar 1,5 kali dari pada kelompok kasus dan 26 penderita (72,22%)
penderita DM yang berlatar belakang tinggi. pada kelompok kontrol.
Berdasarkan nilai contingency coefficient
Hubungan Pendapatan dengan Kejadian ND didapatkan nilai 0,117 di mana antara variabel
Pada variabel pendapatan yang dihubungkan dukungan sosial dan kejadian ND mempunyai
dengan kejadian ND didapatkan hasil penelitian korelasi sangat lemah. Sedangkan berdasarkan
bahwa sebagian besar penderita DM antara perhitungan OR antara dukungan sosial dengan
kelompok kasus dan kelompok kontrol memiliki kelompok kasus dan kontrol, didapatkan nilai OR
pendapatan < UMK (Tabel 4). sebesar 1,65, artinya penderita DM yang tidak
Didapatkan penderita DM dengan pendapatan mendapatkan dukungan sosial mempunyai risiko
< UMK sebanyak 30 penderita (83,33%) pada mengalami komplikasi ND sebesar 1,65 kali dari
kelompok kasus dengan dan 29 penderita (80,56%) penderita DM yang mendapatkan dukungan sosial.
pada kelompok kontrol.
Berdasarkan nilai contingency coefficient PEMBAHASAN
didapatkan nilai 0,036 di mana antara variabel
pendapatan dan kejadian ND mempunyai korelasi Nefropati diabetik (ND) merupakan salah
sangat lemah. Sedangkan berdasarkan perhitungan satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita
OR antara pendapatan dengan kelompok kasus diabetes. Nefropati diabetik didefinisikan sebagai
dan kontrol, didapatkan nilai OR sebesar 1,21, sindrom klinis pada penderita DM yang ditandai
artinya penderita DM dengan pendapatan < UMK dengan albuminuria menetap yaitu > 300 mg/24 jam
mempunyai risiko mengalami komplikasi ND pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun
sebesar 1,21 kali dari penderita DM yang memiliki waktu 3 sampai 6 bulan (Hendromartono, 2009).
pendapatan ≥ UMK. Oleh Mongensen dalam Hendromartono (2009),
perjalanan ND dibagi dalam beberapa tahap yaitu
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kejadian tahap I (hyperfiltration-hypertropy stage), pada
ND tahap ini LFG meningkat sampai dengan 40%
di atas normal yang disertai pembesaran ukuran
Pada variabel dukungan sosial yang ginjal dan peningkatan laju ekskresi albumin dalam
dihubungkan dengan kejadian ND didapatkan hasil urine. Tahap ini masih reversible dan berlangsung
bahwa sebagian besar responden antara kelompok 0–5 tahun sejak awal diagnosis DM ditegakkan.
kasus dan kelompok kontrol mendapatkan dukungan Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat,
sosial (Tabel 5). kelainan fungsi maupun struktur ginjal akan normal
kembali; tahap II (silent stage), terjadi setelah 5–10
Tabel 4. Hubungan Pendapatan dengan Kejadian tahun diagnosis DM tegak, saat perubahan struktur
ND ginjal berlanjut, dan LFG masih tetap meningkat
dengan tekanan darah normal. Laju ekskresi albumin
Kasus Kontrol dalam urine hanya akan meningkat setelah latihan
Pendapatan
n % n %
jasmani, keadaan stress atau kendali metabolik
< UMK 30 83,3 29 80,6
yang memburuk. Keadaan ini dapat berlangsung
≥ UMK 6 16,7 7 19,4
Jumlah 36 100 36 100 lama. Hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap
berikutnya. Progresivitas secara umum terkait
dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap
Tabel 5. Hubungan Dukungan Keluarga dengan ini selalu disebut sebagai tahap sepi (silent stage);
Kejadian ND tahap III (incipient diabetic nephropathy stage),
Kasus Kontrol ini adalah tahap awal nefropati (incipient diabetic
Dukungan Sosial nephropathy), saat mikroalbuminuria telah nyata
n % n %
Ya 22 61,1 26 72,2 (30–300 mg/24 jam). Tahap ini biasanya terjadi
Tidak 12 38,9 10 27,8 10–15 tahun diagnosis DM tegak. Secara
Jumlah 36 100 36 100 histopatologis, juga telah jelas penebalan membran
basalis glomerulus. LFG meningkat atau dapat
Rahmadany, Faktor Determinan Nefropati Diabetik … 115

menurun sampai derajat normal dan tekanan darah faktor genetis; kelainan hemodinamik (peningkatan
mulai meningkat. Keadaan ini dapat bertahan aliran darah ginjal dan LFG, peningkatan
bertahun-tahun dan progresivitas masih mungkin tekanan intraglomerulus); hipertensi sistemik;
dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan darah sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik);
yang kuat; tahap IV (overt diabetic nephropathy keradangan; perubahan permeabilitas pembuluh
stage), ini merupakan tahapan saat di mana ND darah; asupan protein berlebih; gangguan metabolik
bermanifestasi secara klinis dengan proteinuria yang (kelainan metabolisme polyol, pembentukan
nyata (0,5 g/24 jam), tekanan darah meningkat, LFG advanced glycation and products, peningkatan
yang menurun di bawah normal. Ini terjadi setelah produksi sitokin); pelepasan growth factors;
15–20 tahun DM tegak. kelainan metabolisme karbohidrat atau lemak atau
Patofisiologi ND adalah adanya hiperfiltrasi. protein; kelainan struktural (hipertrofi glomerulus,
Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap ekspansi mesangium, penebalan membrana basalis
sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju glomerulus); gangguan ion pumps (peningkatan
kerusakan ginjal. Mekanisme terjadinya peningkatan Na+ - H + pump dan penurunan Ca2+ – ATPase
LFG pada ND kemungkinan disebabkan oleh pump); dislipidemia (hiperkolesterolemia dan
dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung hipertrigliseride-mia); aktivasi protein kinase-C
glukosa, yang diperantarai hormon vasoaktif IGF-1, (Hendromartono, 2009).
Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek Konsep Hendrik L. Blum menjelaskan empat
langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan faktor determinan yang mempengaruhi timbulnya
hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta masalah kesehatan. Faktor tersebut antara lain
produksi TGF-β yang diperantarai oleh aktivasi faktor genetik/keturunan, faktor perilaku/gaya hidup
protein kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine- (meliputi diet, latihan fisik, dan kepatuhan berobat),
threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan
seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan kualitas, adanya penyuluhan), dan faktor lingkungan
permeabilitas kapiler. Hiperglikemi kronik dapat (sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya). Keempat
menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam faktor tersebut saling berinteraksi yang dapat
amino dan protein (reaksi Mallard dan Browning) mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat
(Hendromartono, 2009). kesehatan masyarakat (Endra, 2010).
Pada awalnya glukosa akan mengikat residu Pada faktor genetik yang harus diperhatikan
asam amino secara non enzimatik menjadi basa adalah status gizi pada masa balita, sebab pada
Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang masa ini perkembangan otak anak yang menjadi
untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi aset di masa mendatang. Namun masih banyak
masih reversibel dan disebut sebagai produk anak Indonesia yang mempunyai status gizi
amadori. Jika proses ini berlangsung terus akan kurang bahkan buruk. Oleh sebab itu program
terjadi Advance Glycation End Products (AGEs) penanggulangan kekurangan gizi dan peningkatan
yang irreversible. AGEs diperkirakan menjadi status gizi masyarakat masih tetap diperlukan, yang
perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti utama adalah program posyandu yang dilaksanakan
ekspresi adhesion molecules yang berperan dalam tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program
penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya ini maka akan terdeteksi secara dini status gizi
hipertrofi sel, sintesa sel matriks ekstraseluler, serta masyarakat dan cepat tertangani (Endra, 2010).
inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus Perilaku merupakan respon/reaksi seseorang
berlanjut sampai terjadi ekspansi sesuai tahap-tahap terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun
pada mogensen. Hipertensi yang timbul bersama dari dalam diri. Dalam teori HL. Blum, perilaku
dengan bertambahnya kerusakan ginjal juga akan mempunyai pengaruh besar pada status kesehatan
mendorong sklerosis pada ginjal pasien DM. individu maupun masyarakat.Faktor perilaku
Diperkirakan bahwa hipertensi pada DM terutama dikelompokkan menjadi 4 unsur pokok yaitu perilaku
disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior),
atau intraglomerulus (Hendromartono, 2009). Perilaku pencegahan penyakit (health preventiuon
Secara ringkas, beberapa faktor etiologis behavior), Perilaku mencari pengobatan (health
timbulnya ND adalah kurang terkendalinya kadar seeking behavior), Perilaku pemulihan kesehatan
gula darah (gula darah puasa > 140–160 mg/dl); (health rehabilitation behavior) (Noorkasiani dkk,
2009).
116 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 109–121

Kondisi pelayanan kesehatan turut menunjang berkenaan dengan kondisi sakitnya (Satiadarma,
derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan 2003).
yang berkualitas sangat diperlukan. Puskesmas Dukungan sosial berarti informasi (tindakan
sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan nyata/berupa potensi) yang membuat individu
masyarakat mempunyai peran yang sangat besar, berkeyakinan bahwa mereka disayangi, diperhatikan,
sebab di puskesmas akan ditangani masyarakat akan mendapat bantuan dari orang lain bila mereka
yang membutuhkan edukasi dan perawatan membutuhkannya. Dukungan sosial diartikan
primer. Peranan Sarjana Kesehatan Masyarakat sebagai sumber coping yang mempengaruhi situasi
yang memiliki kompetensi di bidang manajemen yang dinilai stressful dan membuat orang yang stres
kesehatan dibutuhkan dalam menyusun berbagai mampu mengubah situasi, mengubah arti situasi atau
program kesehatan, terutama program-program mengubah reaksi emosinya terhadap situasi yang ada
pencegahan penyakit yang bersifat preventif (Major dkk, 1997).
sehingga masyarakat tidak banyak yang jatuh sakit
(Endra, 2010). Hubungan Kepatuhan Berobat dengan Kejadian
Menurut Hendrik L. Blum, status kesehatan ND
individu atau masyarakat sangat ditentukan oleh Kepatuhan berobat penderita DM terdiri dari
faktor lingkungan. Lingkungan ini termasuk melakukan kontrol ke dokter/pelayanan kesehatan
lingkungan tempat tinggal dan sosial budaya. Sosial secara teratur setiap bulan, melakukan pemeriksaan
budaya meliputi sistem ekonomi, sistem pendidikan laboratorium secara teratur setiap bulan, dan disiplin
(formal maupun non formal), sistem religius, sistem dalam minum obat yang diresepkan dokter secara
pemerintahan, dan sistem norma. Perilaku individu teratur sesuai dengan aturan dokter (Safitri, 2013).
sangat dipengaruhi oleh sosial budaya tempat Berdasarkan dari hasil penelitian dapat diperoleh
individu tersebut berasal. Aspek sosial budaya informasi bahwa sebagian besar responden pada
akan berdampak pada status kesehatan, baik secara kelompok kasus tidak patuh melakukan pengobatan,
langsung maupun tidak langsung (Noorkasiani dkk, sedangkan responden pada kelompok kontrol
2009). sebagian besar patuh melakukan pengobatan seperti
Seseorang dengan golongan ekonomi kurang kontrol ke dokter/pelayanan kesehatan secara teratur
dan pendidikan rendah, rasa sakit sering tidak setiap bulan, melakukan pemeriksaan laboratorium
dirasakan karena adanya beban pekerjaan dan secara teratur setiap bulan, dan disiplin dalam
kurangnya pengetahuan. Di negara berkembang, minum obat yang diresepkan dokter secara teratur
termasuk di Indonesia, perilaku individu terhadap sesuai dengan aturan dokter.
sakit sering menjadikan kondisi kesehatannya Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 21
semakin parah ketika individu tersebut memutuskan penderita (58,33%) pada kelompok kasus tidak patuh
untuk berobat ke pelayanan kesehatan, hal demikian melakukan pengobatan. Ketidakpatuhan melakukan
dikarenakan keterlambatan penanganan oleh tenaga pengobatan tersebut dimulai saat pertama kali
medis (Noorkasiani dkk, 2009). terdiagnosa menderita DM sampai diketahui adanya
Penderita Diabetes Melitus mengalami banyak komplikasi. Hasil sebaliknya didapatkan pada
perubahan dalam hidupnya, mulai dari pengaturan kelompok kontrol. Penderita DM pada kelompok
pola makan, olahraga, kontrol gula darah, dan lain- kontrol sebagian besar patuh melakukan pengobatan
lain yang harus dilakukan sepanjang hidupnya. dengan jumlah sebanyak 24 penderita (66,67%)
Perubahan dalam hidup yang mendadak membuat patuh melakukan pengobatan. Penderita DM pada
penderita Diabetes Melitus menunjukkan beberapa kelompok kontrol patuh melakukan pengobatan
reaksi psikologis yang negatif di antaranya adalah mulai saat terdiagnosa menderita DM.
marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang Berdasarkan nilai contingency coefficient
meningkat dan depresi. Selain perubahan tersebut didapatkan nilai 0,243 di mana antara variabel
jika penderita Diabetes Melitus telah mengalami kepatuhan berobat dan kejadian ND mempunyai
komplikasi maka akan menambah depresi pada korelasi sangat lemah. Namun kepatuhan berobat
penderita karena dengan adanya komplikasi akan berperan dalam proses terjadinya komplikasi ND
membuat penderita mengeluarkan lebih banyak pada penderita DM. Berdasarkan perhitungan
biaya, pandangan negatif tentang masa depan, statistik didapatkan hasil OR sebesar 2,8 yang
dan lain-lain. Penderita sakit kronis cenderung berarti penderita DM yang tidak patuh melakukan
menunjukkan ekspresi emosi yang bersifat negatif pengobatan berisiko mengalami komplikasi ND
Rahmadany, Faktor Determinan Nefropati Diabetik … 117

sebesar 2,8 kali dari penderita DM yang patuh Sebagian besar penderita DM berpandangan
melakukan pengobatan. bahwa untuk datang kontrol ke dokter memerlukan
Penelitian serupa oleh Sudjatmiko (2011), dapat biaya yang cukup besar untuk perawatan dan
diketahui bahwa ketidakpatuhan berobat penderita transportasi. Kepatuhan berobat yang kurang pada
DM dapat berisiko sebesar 3,273 kali mengalami penderita DM dapat menimbulkan penyulit lain yang
komplikasi kronis dibandingkan dengan penderita dapat memperparah kesehatan penderita DM, yaitu
DM yang patuh melakukan pengobatan. komplikasi. Menurut WHO (2003), biaya langsung
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Patel yang dikeluarkan untuk pengobatan jika terkena
dkk (2008), pada 11.140 pasien DM tipe 2 untuk komplikasi akibat kurangnya kepatuhan berobat
menjalani kontrol glukosa darah secara intensif dapat meningkat sebesar 3–4 kali dibandingkan
didapatkan hasil kejadian komplikasi mikrovaskuler dengan kepatuhan berobat yang baik pada saat
dapat diturunkan sebesar 9,4% dan kejadian sebelum terkena komplikasi
komplikasi ND dapat diturunkan sebesar 4,1%.
Hubungan yang lemah antara kepatuhan berobat Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian
dan kejadian ND kemungkinan disebabkan oleh ND
faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian ND, Pendidikan yang pernah ditempuh oleh
seperti menurut WHO (2003), yaitu kepatuhan penderita DM terdiri dari berbagai macam tingkatan,
seorang penderita DM tidak hanya berupa namun dalam analisis statistik tingkat pendidikan
melakukan kontrol ke dokter/pelayanan kesehatan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu tingkat pendidikan
secara teratur setiap bulan, melakukan pemeriksaan rendah yakni tidak sekolah, tidak lulus SD, SD/
laboratorium secara teratur setiap bulan, dan disiplin sederajat, dan SMP/sederajat, dan tingkat pendidikan
dalam minum obat yang diresepkan dokter secara tinggi yang terdiri dari SMA/sederajat dan perguruan
teratur sesuai dengan aturan dokter harus, namun tinggi.
harus diimbangi dengan diet sesuai anjuran dokter Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
dan keteraturan melakukan olah raga, sehingga didapatkan hasil sebagian besar penderita DM
angka kejadian komplikasi pada penderita DM dapat berlatar belakang pendidikan rendah antara
dikurangi. kelompok kasus dan kelompok kontrol, didapatkan
Kepatuhan berobat merupakan salah satu jumlah sebanyak 27 penderita (75%) pada kelompok
perilaku responden. Perilaku tersebut berhubungan kasus dan 24 penderita (25%) pada kelompok
dengan tingkat pengetahuan/pengalaman seseorang. kontrol.
Pada situasi tertentu, orang lebih percaya kepada Tingkat pendidikan antara kelompok kasus dan
pengobatan alternatif. Misal pada kasus penyakit kelompok kontrol berbanding lurus. Pada kelompok
kronis, penderita mengalami putus asa karena kurang kasus dengan latar belakang pendidikan yang
informasi dari petugas kesehatan mengenai penyakit rendah mereka dapat mengalami komplikasi ND,
yang diderita, atau disebabkan oleh pengalaman adanya komplikasi ND kemungkinan disebabkan
yang kurang menyenangkan dengan pelayanan karena kurangnya pengetahuan mengenai penyakit
kesehatan (Noorkasiani dkk, 2009). DM dan kurangnya kemampuan mengendalikan
Pentingnya mengetahui kadar glukosa darah keinginan penderita DM untuk dapat melakukan
bagi penderita DM agar dapat dipastikan bahwa penatalaksanaan dan pengobatan DM dengan baik.
glukosa darah berada pada keadaan mendekati Sedangkan pada kelompok kontrol, meskipun
normal. Apabila glukosa darah tidak terkontrol sebagian besar penderita DM berlatar belakang
dengan baik, dapat menyebabkan penderita pendidikan rendah mereka mampu mengendalikan
DM berada pada tahap yang lebih parah, yaitu penyakit DM sehingga tidak menjadi parah dan
komplikasi, dalam hal ini adalah komplikasi ND. terjadi komplikasi.
Komplikasi ND termasuk dalam komplikasi kronis, Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011),
komplikasi kronis muncul secara perlahan dan sering faktor yang memengaruhi derajat kesehatan tidak
tidak disadari, tetapi akhirnya berangsur menjadi hanya pendidikan, ekonomi lingkungan, perilaku dan
semakin berat dan membahayakan. Kematian pelayanan kesehatan. Akan tetapi terdapat faktor lain
pada penderita DM terjadi tidak secara langsung yaitu: ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan,
akibat hiperglikemia, tetapi berhubungan dengan kebudayaan, keturunan, dan kontribusi sektor yang
komplikasi yang terjadi (Permana, 2009). terkait yang ikut memengaruhi derajat kesehatan
masyarakat.
118 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 109–121

Tingkat pendidikan penderita DM dapat Penyakit DM sering mendatangkan kecacatan


mempengaruhi seseorang dalam memberikan dengan berbagai macam komplikasi yang berat,
penilaian, termasuk mengartikan akan pentingnya termasuk kebutaan, penyakit jantung dan ginjal,
mengendalikan penyakit yang diderita. Selain serta neuropati. Beban yang harus ditanggung
itu pengetahuan tentang penyakit DM yang akibat penyakit DM cukup tinggi, termasuk beban
didapat dari membaca berbagai macam buku dan penderitaan, perawatan kesehatan, dan berkurangnya
mendapat informasi kesehatan dari berbagai media kemampuan untuk beraktivitas. Ketidakcukupan
atau melalui penyuluhan dari petugas kesehatan fasilitas dan kemampuan untuk pencegahan sekunder
dapat pula meningkatkan kemauan penderita DM dan tersier pada penderita DM berakibat pada
dalam mengendalikan penyakit DM agar tidak timbulnya penyulit kronis, yang kemudian berlanjut
menimbulkan penyulit yang dapat berakibat fatal, sebagai gangguan fungsi dini serta kecacatan pada
dalam hal ini komplikasi ND. sebagian penderita DM (WHO, 2000).
Berdasarkan nilai contingency coefficient Pendapatan antara kelompok kasus dan
didapatkan nilai 0,091 di mana antara variabel kelompok kontrol mempunyai nilai yang sebanding.
tingkat pendidikan dan kejadian ND mempunyai Penderita DM pada kelompok kasus dengan
korelasi sangat lemah, namun tingkat pendidikan pendapatan < UMK mereka dapat mengalami
berperan terhadap timbulnya komplikasi ND. komplikasi ND. Komplikasi ND dapat timbul
Berdasarkan perhitungan OR dapat disimpulkan kemungkinan disebabkan oleh beban pikiran yang
bahwa tingkat pendidikan rendah dapat berisiko dirasakan oleh penderita DM sebelum mengalami
mengalami komplikasi ND. Hal tersebut disimpulkan komplikasi ND, sehingga pengendalian penyakit
berdasarkan perhitungan OR antara tingkat DM kurang dilakukan dan timbul penyulit kronis.
pendidikan dengan kelompok kasus dan kontrol. Sedangkan penderita DM pada kelompok kontrol
Didapatkan nilai OR sebesar 1,5, artinya pada mereka mampu mengendalikan penyakit DM
penderita DM yang berlatar belakang pendidikan sehingga dapat mengurangi risiko mengalami
rendah mempunyai risiko mengalami komplikasi komplikasi ND. Sebagian besar penderita DM
ND sebesar 1,5 kali dari penderita DM yang berlatar pada kelompok kontrol mempunyai kesadaran dan
belakang pendidikan tinggi. rasa waspada terhadap penyakit DM yang diderita,
Penelitian terkait oleh Secrest dkk (2011), sehingga mereka mempunyai kemauan untuk
mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan mengendalikan penyakit DM secara dini agar tidak
kejadian gagal ginjal terminal pada penderita DM terjadi komplikasi. Adanya kesadaran dan kemauan
tipe 1 menunjukkan hasil risiko mengalami gagal untuk mengendalikan DM tersebut didukung oleh
ginjal terminal sebesar 2,9 kali pada penderita DM pengetahuan yang didapat oleh masing-masing
tipe 1 yang berpendidikan rendah dibandingkan penderita DM.
dengan penderita DM tipe 1 yang berpendidikan Berdasarkan nilai contingency coefficient
tinggi. didapatkan nilai 0,036 di mana antara variabel
pendapatan dan kejadian ND mempunyai
Hubungan Pendapatan dengan Kejadian ND korelasi sangat lemah, namun pendapatan dapat
Dalam penelitian ini pendapatan penderita mempengaruhi timbulnya komplikasi ND pada
DM digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu < UMK penderita DM. Berdasarkan penelitian didapatkan
dan ≥ UMK dengan nilai UMK sesuai penetapan perhitungan OR sebesar 1,21 yang artinya penderita
pemerintah kota Surabaya tahun 2014 yaitu sebesar DM dengan pendapatan < UMK mempunyai risiko
Rp2.200.000,-. mengalami komplikasi ND sebesar 1,21 kali dari
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui penderita DM yang memiliki pendapatan ≥ UMK.
bahwa sebagian besar penderita DM antara Hasil penelitian tersebut sebanding dengan
kelompok kasus dan kelompok kontrol memiliki penelitian oleh Secrest dkk (2011), mengenai
pendapatan < UMK yaitu < Rp2.200.000,. hubungan pendapatan dengan kejadian gagal ginjal
Didapatkan hasil sebanyak 30 penderita (83,33%) terminal pada penderita DM tipe 1 menunjukkan
pada kelompok kasus dan sebanyak 29 penderita hasil risiko mengalami gagal ginjal terminal sebesar
(80,56) pada kelompok kontrol. 1,7 kali pada penderita DM tipe 1 yang mempunyai
pendapatan rendah dibandingkan dengan penderita
DM tipe 1 yang mempunyai pendapatan tinggi.
Rahmadany, Faktor Determinan Nefropati Diabetik … 119

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kejadian penderita DM yaitu sebesar 83% penderita DM
ND sulit untuk mengubah gaya hidup seperti olah raga,
Dukungan sosial adalah dukungan yang sebesar 34,43% penderita DM sulit menjalankan
diberikan oleh keluarga/kerabat dekat dalam menu diet sehat, dan sebesar 33,87% penderita
pengendalian penyakit DM berupa dukungan DM bosan menjalani terapi dan berkendala dengan
informasi seperti mengingatkan jadwal untuk biaya pengobatan sebesar 32,26%. Kemungkinan
kontrol dan minum obat, dukungan penghargaan tersebut yang dapat menyebabkan penderita DM
seperti pemberian semangat dan dorongan untuk pada kelompok kasus dapat mengalami komplikasi
bisa mengendalikan penyakit DM, dukungan materi ND meskipun mendapat dukungan sosial yang baik
seperti penyediaan materi berupa uang maupun dari keluarga maupun kerabat.
barang kepada penderita DM, dukungan empati Berdasarkan nilai contingency coefficient
seperti memotivasi jika penderita DM mengalami didapatkan nilai 0,117 di mana antara variabel
kecemasan dan stres (Friedman dkk, 2010). dukungan sosial dan kejadian ND mempunyai
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa korelasi sangat lemah, namun dukungan keluarga
sebagian besar responden antara kelompok kasus dan mempunyai pengaruh terhadap kejadian komplikasi
kelompok kontrol mendapatkan dukungan sosial, ND. Berdasarkan perhitungan OR antara
dengan jumlah sebanyak 22 penderita (61,11%) pada dukungan sosial dengan kelompok kasus dan
kelompok kasus dan 26 penderita (72,22%) pada kontrol, didapatkan nilai OR sebesar 1,65, artinya
kelompok kontrol. penderita DM yang tidak mendapatkan dukungan
Dukungan sosial yang diperoleh antara penderita sosial mempunyai risiko mengalami komplikasi
DM pada kelompok kasus dan kelompok kontrol ND sebesar 1,65 kali dari penderita DM yang
diperoleh hasil yang sebanding. Namun penderita mendapatkan dukungan sosial.
DM pada kelompok kasus meskipun mendapatkan Penelitian yang dilakukan oleh Nicklett (2013),
dukungan sosial, mereka tetap mengalami mengenai hubungan dukungan sosial dengan status
komplikasi ND, sedangkan pada kelompok kontrol kesehatan penderita DM didapatkan hasil OR
mereka mampu mengendalikan penyakit DM dengan sebesar 1,22 untuk kepatuhan meminum obat, di
diimbangi oleh dukungan sosial yang didapatkan mana dapat diartikan bahwa sebesar 1,22 kali status
melalui keluarga atau kerabat dekat. kesehatan penderita DM meningkat dengan patuh
Kejenuhan yang dialami penderita DM mungkin meminum obat pada penderita DM yang mendapat
menjadi salah satu alasan dalam penanganan dukungan sosial. Sedangkan untuk melakukan
penyakit DM yang kurang, kejenuhan tersebut dapat aktivitas fisik didapatkan hasil OR sebesar 1,22
berupa lamanya waktu sakit yang bertahun-tahun dan yang berarti sebesar 1,22 kali status kesehatan
diharuskan mengubah pola makan dan pola hidup penderita DM meningkat dengan rutin melakukan
sehari-hari. Dukungan yang baik akan menurunkan aktivitas fisik pada penderita DM yang mendapat
kecemasan dan kejenuhan yang dirasakan penderita dukungan sosial. Rutin pergi ke pelayanan kesehatan
DM, tetapi faktor dari dalam diri merupakan faktor dapat meningkatkan status kesehatan penderita DM
dominan dalam menghadapi pemicu kecemasan sebesar 1,22 kali pada penderita DM yang mendapat
dan kejenuhan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dukungan sosial.
setiap individu mempunyai kemampuan koping
Keterbatasan Penelitian
yang berbeda dalam menghadapi kecemasan dan
kejenuhan. Sehingga adanya dukungan yang baik Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
harus disertai dengan kemampuan koping dari dalam peneliti mengalami hambatan saat proses wawancara
diri penderita DM untuk mengatasi dan menghadapi dengan penderita DM pada kelompok kasus, yaitu
pemicu kecemasan dan kejenuhan dalam penanganan peneliti harus mendatangi kediaman setiap penderita
penyakit DM (Major dkk, 1997). DM, dikarenakan penderita DM tidak setiap hari
Sebuah penelitian oleh Pratita (2012), mengenai datang untuk berobat di RSUD Dr. M. Soewandhie
beberapa faktor yang mempengaruhi kemauan Surabaya.
penderita DM dalam menangani penyakit DM Dalam penelitian ini faktor yang diteliti hanya
mendapatkan hasil penderita DM dapat mengikuti terdiri dari empat variabel, yaitu kepatuhan berobat,
saran dari dokter untuk melakukan proses pengobatan tingkat pendidikan, pendapatan, dan dukungan
DM, namun terdapat beberapa kendala yang dialami sosial, namun masih terdapat banyak faktor lain yang
120 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 109–121

dapat mempengaruhi kejadian ND pada penderita diet sesuai dengan anjuran dokter dan melakukan
DM, sehingga faktor kepatuhan berobat, tingkat olah raga ringan secara rutin, sehingga dapat
pendidikan, pendapatan, dan dukungan sosial bukan mencegah terjadinya komplikasi penyakit DM.
merupakan faktor utama yang dapat secara langsung Karena mencegah sejak awal lebih baik daripada
menimbulkan kejadian ND pada penderita DM. mengobati.
Pada variabel kepatuhan berobat dalam Bagi penderita DM dengan adanya komplikasi
penelitian ini hanya terbatas pada melakukan kontrol sebaiknya tetap mempunyai motivasi untuk
ke dokter/pelayanan kesehatan secara teratur setiap mengendalikan penyakit yang diderita agar tidak
bulan, melakukan pemeriksaan laboratorium secara menjadi lebih parah dan berakibat fatal.
teratur setiap bulan, dan disiplin dalam minum obat Bagi keluarga/kerabat penderita DM sebaiknya
yang diresepkan dokter secara teratur sesuai dengan selalu memberikan perhatian, motivasi, dan bantuan
aturan dokter. Sedangkan menurut WHO (2003), kepada penderita DM agar dalam diri penderita DM
kepatuhan seorang penderita DM harus diimbangi tersebut dapat timbul kesadaran untuk melakukan
dengan diet sesuai anjuran dokter dan keteraturan pengendalian penyakit DM dengan baik, sehingga
melakukan olah raga, sehingga angka kejadian dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
komplikasi pada penderita DM dapat dikurangi. komplikasi penyakit DM.
Penelitian ini dilakukan di rumah sakit umum Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan
daerah di mana terdapat fasilitas pemerintah yang konseling atau penyuluhan tentang tata cara yang
dapat dijangkau bagi pasien yang berasal dari tepat melakukan pengendalian penyakit DM agar
kalangan sosial ekonomi menengah ke bawah. terhindar dari komplikasi, dan selalu memberikan
motivasi dan dorongan kepada penderita DM baik
dengan komplikasi atau tanpa komplikasi untuk
SIMPULAN DAN SARAN
meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya
Simpulan pengendalian penyakit DM.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pada
penderita DM yang tidak patuh melakukan REFERENSI
pengobatan mempunyai risiko mengalami
Amalia, Riski. 2011. Gambaran Distribusi Komplikasi
komplikasi ND sebesar 2,8 kali dari penderita DM
Kronik Gangguan Vaskuler pada Penderita
yang patuh melakukan pengobatan.
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap
Pada penderita DM yang berlatar belakang
RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode Waktu
pendidikan rendah mempunyai risiko mengalami
1 April 2010–30 Juni 2010. Skripsi. Surabaya;
komplikasi ND sebesar 1,5 kali dari penderita DM
Universitas Airlangga.
yang berlatar belakang tinggi.
Endra, Febri. 2010. Paradigma Sehat. Jurnal Saintika
Pada penderita DM dengan pendapatan
Medika Universitas Muhammadiyah Malang, Vol.
< UMK mempunyai risiko mengalami komplikasi
6, No. 12 (2010). Malang.
ND sebesar 1,21 kali dari penderita DM yang
Friedman, M.M, Bowden, V.R. & Jones, E.G. 2010.
memiliki pendapatan ≥ UMK.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori
Pada penderita DM yang tidak mendapatkan
dan Praktik. Jakarta: EGC.
dukungan sosial mempunyai risiko mengalami
Hendromartono. 2009. Nefropati Diabetik, dalam
komplikasi ND sebesar 1,65 kali dari penderita DM
Sudoyo, Aru W Sudoyo dkk (eds) Buku Ajar Ilmu
yang mendapatkan dukungan sosial.
Penyakit Dalam, Edisi Kelima, Jilid III. Jakarta:
Saran Interna Publishing.
Kementerian Kesehatan RI. 2008. Laporan
Bagi penderita DM sebaiknya selalu Nasional 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
melakukan pengendalian penyakit DM yang Pengembangan Kesehatan Dasar Departemen
selalu dianjurkan oleh dokter, seperti melakukan Kesehatan Republik Indonesia.
kontrol rutin ke pelayanan kesehatan (dokter, Kementerian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan
puskesmas, rumah sakit) setiap bulan, melakukan Indonesia Tahun 2010. Jakarta: Kementerian
pemeriksaan laboratorium setiap bulan, meminum Kesehatan RI.
obat sesuai resep dokter secara rutin, melakukan
Rahmadany, Faktor Determinan Nefropati Diabetik … 121

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Buletin Jendela Sacher, Ronald A & Mc Pherson, Richard A. 2004.
Data dan Informasi Kesehatan, Penyakit Tidak Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Menular. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Jakarta: EGC.
Kemenkes RI Safitri, Inda Nofriani. 2013. Kepatuhan Penderita
Major, R., Cooper, M.L., Zubek, J.M., Cozzareli, Diabetes Mellitus Tipe II Ditinjau dari Locus
C., & Richards, C.1997. Mixed messages: Control. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol.
Implication of Social Conflict and Social Support 01, No. 02. Fakultas Psikologi Universitas
within Close Relationship for Adjustment to a Muhammadiyah Malang.
Stressfull Life Event. Journal of Personality and Satiadarma, M.P. 2003. Sikap bermusuhan dan
Social Psychology. Vol. 72. No. 6. Penyakit Kronis. Jurnal Psikologi Ilmiah. Vol.
Nicklett, E.J., Heisler, M.E,M., Spencer, M. & 8. No. 1. 1-14.
Rosland, A.M. 2013. Direct social support and Secrest, Aaron M., Costacou, Tina., Gutelius,
long-term health among middle-aged and older Bruce., Miller, Rachel G., Songer, Thomas J., &
adults with type 2 diabetes mellitus. Journals of Orchard, Trevor J. 2011. Associations between
Gerontology, Series B: Psychological Sciences Socioeconomic Status and Major Complications
and Social Sciences, 68(6). in Type 1 Diabetes: The Pittsburgh Epidemiology
Noorkasiani, Heryati, Rita Ismail. 2009. Sosiologi of Diabetes Complication (EDC) Study. NIHPA
Keperawatan. Jakarta: EGC 21(5).
Patel, A., MacMahon, S., Chalmers, J., Neal, B., Sudjatmiko, Andika. 2011. Faktor-Faktor yang
Billot, L., Woodward, M., dkk. 2008. Intensive Berhubungan dengan Kemunculan Komplikasi
Blood Glucose Control and Vascular Outcomes Kronik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe
in Patient with Type 2 Diabetes. New England 2 RSUD Kabupaten Kudus. Skripsi. Semarang;
Journal of Medicine, Vol. 358, Issue 24. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diponegoro.
Diabetes Melitus, dalam Sudoyo, Aru W Sudoyo Tjokroprawiro, Askandar., Boedi, Poernomo S.,
dkk (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Santoso, Djoko & Soegiarto, Gatot. 2007. Buku
Kelima, Jilid III. Jakarta: Interna Publishing. Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
Permana. 2009. Komplikasi Kronik dan Penyakit University Press.
Penyerta pada Diabetes. Tesis. Bandung; Divisi WHO. 2000. Pencegahan Diabetes Mellitus (Laporan
Endokrinologi dan Metabolisme Departmen Ilmu Studi Kelompok WHO). Jakarta: Hipokrates.
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas WHO. 2003. Adherence to Long-Term Therapies
Padjadjaran. (Evidence for action). WHO Library Cataloguing-
Pratita, Nurina Dewi. 2012. Hubungan Dukungan In-Publication Data
Pasangan dan Health Locus of Control dengan WHO. 2011. Diabetes Melitus. http://www.who.
Kepatuhan dalam Menjalani Proses Pengobatan int/topics/diabetes_melitus/en/ (sitasi 06 Juni
pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe-2. Jurnal 2014).
Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol. 1 Yulianti, Evy. 2009. Mikroalbuminuria pada
No. 1 Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Hipertensif.
Ritz E, Orth SR. 1999. Nephropathy in Patients with Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14, No.1, April
Type 2 Diabetes Mellitus. Massachusetts Medical 2009.
Society 341

Anda mungkin juga menyukai