Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Ekologi

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya
lainnya. Ekologi berasal dari kata Yunani oikos (“habitat”) dan logos (“ilmu”). Ekologi
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun
interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan
oleh Ernst Haeckel (1834 – 1914). Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan
atau sistem dengan lingkungannya.

Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen
penyusunnya yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban,
cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari
manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-
tingkatan organisasi makhluk hidup yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling
memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.

Secara  sederhana  ilmu  ekologi  diartikan  sebagai  ilmu  yang  mempelajari ekosistem. 
Secara  rinci, ia  juga  bisa  diartikan  sebagai  sebuah  studi  terhadap  hubungan timbal  balik
di  antara  organisme  dengan  organisme  lainnya  serta  benda-benda mati yang  ada  di
sekitarnya. Ekologi  sering  disebut  sebagai  ilmu dasar  lingkungan, meski harus diakui 
bahwa  lingkup ekologi jauh lebih  sempit ketimbang  ilmu  lingkungan.

Argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan

pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai

larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam

dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan

atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai

berikut :

NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+

KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+

KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]

Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat

digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap

ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena proper tersebut

dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam
suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion

komplek diamilum.

Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan

berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara

lain:

2.1.1 Metode Mohr

       Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl,

dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi

ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning

coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag 2CrO4, saat

hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl - hamper berikatan menjadi AgCl.

Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO 3, memiliki

normalitas 0,1 N atau 0,05 N.

Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran,

sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik

akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analit dengan Ag +.

Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:

      Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓

Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:

      2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓

      Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila

terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi

Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.

2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)

Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena

reaksi

2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)


Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul

endapannya atau sangat terlambat.

Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara

lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap

sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk

kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.

2.1.2 Metode Volhard (Penentuan zat warna yang mudah larut)

Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan

larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi

antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.

Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)

Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion

kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)

SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)

Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.

Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag +, maka dengan

cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag + dan

SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada

larutan X-ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu

dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag +. Maka titrant selain bereaksi dengan

Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:

Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓

Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓

SCN-(aq)  + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓

Anda mungkin juga menyukai