Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN ANTARA DA’I DAN MAD’U

Makalah Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Psikologi Dakwah


Dosen Pengampu :

Nasichah, M.A

Disusun Oleh :

Dwi Karniyanti Kadarkasih 11190530000157

Figa sari azzahra 11190530000174

Muhamad Nur Ichsan 11190530000180

PRODI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/ 2020 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan sebagaimana mestinya. Salam dan
shalawat semoga tetap tercurah kepada publik figurnya umat muslim yakni, Rasulullah
Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya, dan kepada umatnya hingga akhir zaman.

Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah psikologi
dakwah yakni Ibu Nascihah, M.A yang dengan kegigihan dan keikhlasannya membimbing
kami sehingga kami bisa mempelajari sedikit demi sedikit apa yang sebelumnya kami tidak
ketahui. Juga tak lupa teman-teman seperjuangan yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.

Sebelum dan sesudahnya, kami selaku kelompok pemakalah meminta maaf apabila
dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan, makalah ini memang tidak
sempurna karena kami masih dalam tahap pembelajaran, kami buat makalah ini dengan
sesederhana mungkin, kami berharap dan memohon saran serta kritikan dari para pembaca
demi kesempurnaan makalah ini ke depannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua, amin ya Rabb al-alamin.

Ciputat, 01 November 2020

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepemimpinan dalam dakwah adalah sifat dan ciri tingkah laku pemimpin
yang mengandung kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan daya
kemampuan seseorang atau kelompok guna mencapai tujuan dakwah yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain pemimpin dakwah adalah orang yang menggerakkan
orang lain yang ada di sekitarnya untuk mengikutinya dalam proses mencapai tujuan
dakwah. Seorang pemimpin dakwah harus berusaha mengembangkan motif-motif
dalam diri sasaran dakwah serta mengarahkan motif-motif tersebut kearah tujuan
dakwah. Seorang pemimpin dakwah harus memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri dinamis
yang dapat mempengaruhi dan menggerakkan orang kearah satu tujuan sehingga
terciptalah suatu dinamika di kalangan pengikutnya yang terarah dan bertujuan. Selain
ciri-ciri pemimpin secara umum islam menggariskan ciri pemimpin yang paling
esensial yaitu keimanan dan ketaatan kepada Allah.

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah da’i?
2. Siapakah mad’u?
3. Hubungan antara dai dan mad’u?
4. Model-Model hubungan dai dan mad’u?
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Dalam perjalanan sejarah selama abad-abad yang lalu psikologi ilmiah dan agama
telah saling bersentuhan. Perjumpaan itu tidak terlalu bersahabat. Penafsiran psikologis atas
agama kerap dilihat sebagai campur tangan yang tidak pada tempatnya, dan agama
memandang psikologi sebagai “ilmu nakal” yang menangani masalah manusia dengan
pandangan yang sempit. Sebaliknya psikologi kadang-kadang mencap agama sebagai gejala
ketidakdewasaan dalam hidup manusia. Dari perjumpaan itu, entah bersahabat atau tidak,
lahir kekayaan informasi yang bermanfaat. Informasi itu berkaitan dengan hubungan antara
sistem kepercayaan keagamaan dan hidup manusia sendiri sejauh mana kepercayaan
keagamaan menghambat atau mendukung hidup manusia.
Psikologi Dakwah merupakan ilmu yang mengkaji tentang gejala-gejala yang
berhubungan dengan Interaksi sosial kemasyarakatan antara da’i dan mad’u oleh karena itu
dalam diri manusia selalu terdapat beberapa elemen yang layak untuk kita ketahui bersama,
guna mempermudah kita sebagai makhluk sosial dalam bermasyarakat. Oleh karena itu
penting sekali mengkaji tentang unsur-unsur yang ada dalam diri manusia.
Dalam melaksanakan proses dakwah akan menghadapi berbagai keragaman dalam
berbagai hal, seperti pikiran-pikiran, pengalaman, kepribadian, dan lain-lain. Keragaman
tersebut akan memberikan corak dalam menerima pesan dakwah, karena itulah untuk
mengefektifkan sorang da’i ketika menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u diperlukan
memahami psikologi yang mempelajari tentang kejiwaan.
Psikologi dakwah juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
tingkah laku manusia yang merupakan cerminan hidup kejiwaannya untuk diajak kepada
pengalaman ajaran-ajaran islam demi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
Pada proses dakwah yang bermaksud untuk mengubah sikap kejiwaan seorang mad’u,
maka pengetahuan tentang psikologi dakwah menjadi sesuatu yang sangat penting. Jika
dilihat dari segi psikologi, bahwa dakwah dalam prosesnya dipandang sebagai pembawa
perubahan, atau suatu proses. Dari segi dakwah, psikologi banyak memberi jalan pada tujuan
dakwah pemilihan materi dan penetapan metodenya. Bagi seorang da’i dengan mempelajari
metode psikologi dapat memungkinkan mengenal berbagai aspek atau prinsip yang dapat
menolongnya dalam meneliti tingkah laku manusia dengan lebih kritis dan juga dapat
memberikan kepadanya pengertian yang lebih mendalam tentang tingkah laku. Psikologi
memberikan jalan bagaimana menyampaikan materi dan menetapkan metode dakwah kepada
individu manusia yang merupakan makhluk yang berjiwa dan memiliki kepribadian.
Dalam pembahasan kali ini mudah-mudahan dengan sedikit dikupas tentang masalah ini,
akan memberikan penerangan kepada kita semua.
PEMBAHASAN
1.      Siapakah Da’i
            Menurut Ahmad Suyuti Da’i atau mubaligh adalah berasal dari bahasa Arab “balagha
yubalighu” yang berarti orang yang menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat penerima
dakwah.
      Da’i dibagi menjadi dua kriteria yaitu umum dan khusus. Secara umum adalah setiap
muslim dan muslimat yang berdakwah menjadi kewajiban yang melekat tidak terpisahkan
dari misinya sebagai penganut Islam sesuai dengan perintah “sampaikanlah walau Cuma
satu ayat” Sedangkan secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus dalam
bidang dakwah Islam dengan kesungguhan dan qodrah khasanah.
      Da’i berfungsi sebagai penyampai kebenaran ajaran tauhid, dan membersihkan jiwa
manusia dari kepercayaan-kepercayaan yang keliru.
Sifat-sifat yang harus di miliki oleh seorang Da’i :
a.       iman dan taqwa kepada Allah
b.     Tulus ikhlas dan tidak mementingkan kepentingan diri pribadi
c.       Ramah dan penuh pengertian
d.      Tawadlu’ (rendah diri)
e.       Sederhana dan jujur
f.       Tidak memiliki sifat egoisme
g.      Sifat semangat
h.      Sabar dan tawakal

            Ulama, Mubaligh maupun Da’i harus bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahan


dan kekeliruan-kekeliruan yang merintangi jalannya risalah yang mereka emban untuk
diteruskan dalam peradaban manusia.
            Banyak para Da’i yang kehilangan metode untuk keberhasilan dakwah dan
mengislamkan manusia. Seandainya saja islam tidak mempunyai karakter menyebar dan
meluas karena kemudahan ajarannya dan respon dari naluri, tidak mustahil negeri-negeri
islam akan dirampas oleh orang lain.
            Penyebab utama permasalahan para Da’i ini adalah karena hampir mayoritas para
Da’i tidak memiliki profesionalitas dan tidak dibarengi dengan hikmah, keikhlasan dan
pengorbanan yang besar. 
Ini lah rahasia al-qur’an ketika memberikan orientasi pada proses dakwah pertama
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberikan
peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka” (QS. Al-Ghasiyyah: 21-22)
“Dan tidaklah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya,
melainkan dengan benar. Sesungguhnya saat kiamat itu pasti akan datang, maka maafkan
lah (mereka) dengan cara yang baik, (QS. Al-Hijr: 85)
“Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tunggulah, sesungguhnya mereka juga
menunggu,” (QS. As-Sajdah:30)
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara
yang baik,” (QS. Al-Muzammil: 10)

Berangkat dari sini kita akan mengetahui kenapa allah menuntut para Da’i untuk bersabar
dalam menerangkan metodenya, tidak mudah bosan mengajak orang-orang yang
kebingungan dan berani menanggung beban kesengsaraan dari akibat yang ditimbulkan
gesekan-gesekan tradisi, dengan harapan ia bisa mendapatkan kesempatan untuk
memasukkan cahaya petunjuk kedalam jiwa manusia.

2.      Siapakah Mad’u
Object Dakwah (mad’u) adalah merupakan sasaran dakwah. Yang tertuju pada
masyarakat luas, mulai diri pribadi, keluarga, kelompok, baik yang menganut Islam maupun
tidak.
berdasarkan data-data rumpun mad’u , dapat dikelompokkan dengan lima tinjauan, yaitu:
a)      Mad’u ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran Islam, terbagi dua, yaitu muslim
dan non-muslim.
b)      Mad’u ditinjau dari segi tingkat pengalaman ajaran agamanya, terbagi tiga, dzalimun
linafsih, muqtashid dan sabiqun bilkhaerat.
c)      Mad’u ditinjau dari tingkat pengetahuan agamanya, terbagi tiga, ulama, pembelajar dan
awam.
d)     Mad’u ditinjau dari struktur sosialnya, terbagi tiga; pemerintah (al-Mala’), masyarakat maju
(al-Mufrathin) dan terbelakang (al-Mustadh’afin).
e)      Mad’uditinjau dari priorotas dakwah, dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, dst.
Berdasarkan temuan psikologi agama, latar belakang psikologis, baik di peroleh
berdasarkan faktor intern maupun hasil pengaruh lingkungan memberi ciri pada pola tingkah
laku dan sikap seseorang dalam bertindak. Pola seperti itu memberi bekas pada sikap
seseorang terhadap agama. William James melihat adanya hubungan tingkah laku keagamaan
seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya itu.
            Dalam bukunya The Varietes Of Religious Experience William James menilai secara
garis besar sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokan menjadi 2 tipe, yaitu :
·         Tipe orang yang sakit jiwa
·         Tipe orang yang sehat jiwa
Kedua tipe ini menunjukan perilaku dan sikap keagamaan yang berbeda, begitu pula cara
penanganan bagi seorang Da’i.
·         TIPE ORANG YANG SAKIT JIWA
-          Temperamen
-          Gangguan jiwa
-          Konflik dan keraguan
-          Jauh dari Tuhan
Pada umumnya orang yang sakit jiwa cenderung menampilkan sikap pesimis. Dengan
demikian Da’i ditantang harus lebih extrim dalam menanganinya.
·         TIPE ORANG YANG SEHAT JIWA
-          Optimis dan gembira
-          Ekstrovet dan tak mendalam
-          Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal

3.      Hubungan Antara Da’i dan Mad’u


            Dalam kegiatan dakwah selalu terjadi proses interaksi sosial, yaitu hubungan antara
Da’i dan Mad’u. Interaksi sosial dalam proses dakwah ini ditujukan untuk mempengaruhi
mad’u yang akan membawa perubahan sikap prilaku seperti mempererat tali perasaudaraan
dengan silaturahmi dan meneladani kepribadian yang baik dari sang Da’i.
            Dakwah merupakan suatu upaya untuk merealisasikan ajaran Islam ke dalam
kehidupan manusia. Langkah pertama dalam sebuah dakwah yaitu hadirnya orang-orang
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang makruf dan mencegah yang munkar.
Kelompok inilah yang disebut subjek dakwah (da’i). Da’i adalah orang yang melaksanakan
dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan baik secara individu, kelompok, atau
berbentuk lembaga.
            Selain itu unsur kedua terwujudnya suatu kegiatan dakwah yaitu adanya orang yang
menjadi sasaran dakwah. kelompok atau orang inilah yang disebut dengan mad’u. Antara da’i
dan mad’u terdapat hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Seorang da’i dalam aktivitas
dakwahnya harus terlebih dahulu memahami kondisi dan karakter mad’u. Begitu pula
seorang mad’u harus memandang seorang da’i dari segi kredibilitas yang dimiliki oleh
seorang da’i.
            Dalam ilmu kedokteran dikenal istilah psikosomatik ( kejiwabadanan ). Dimaksudkan
dengan istilah tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara
jiwa dan badan. Jika jiwa berada dalam kondisi yang kurang normal seperti susah, cemas,
gelisah dan sebagainya maka badan turut menderita.
            Kesehatan mental adalah suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan
tenang, aman, dan tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan
antara lain melalui penyesuaian diri secara risignasi ( penyerahan diri sepenuhnya kepada
Tuhan ). Maka dari itu  Da’i sangat berperan dalam upaya tersebut.
            Citra da’i yang dijadikan panutan adalah mereka yang memiliki ketokohan karena
keulamaannya. Idealnya sikap seorang dai yang menjadi teladan itulah da’i yang memiliki
kecakapan, kedewasaan, kejujuran, keberanian dan kepantasan. Namun Problematika yang
sering muncul dalam pelaksanaan dakwah sekarang ini adanya mad’u yang memiliki tingkat
pemahaman yang kurang terhadap karakteristik da’i yang harus dijadikan suri tauladan.
            Secara fenomenal di era serba praktis dan ekonomis ini muncul realitas baru yang
menjadi warna tersendiri dalam dunia dakwah, yaitu da’i ngetren, popular, dan memiliki
penggemar layaknya seorang aktor dan aktris yang manggung di dunia selebritas. Hal itulah
yang menjadi pendorong minat mad’u untuk mengikuti kegiatan dakwah. Semakin tinggi
popularitas da’i akan akan semakin tinggi pula minat mad’u untuk mengikuti kegiatan
tabligh.
Seorang da’i manakala ingin agar pesan dakwahnya dipahami maka dakwahnya itu harus
disampaikan dengan pendekatan psikologis, yakni sesuai dengan tingkatan dan kebutuhan
jiwa mad’u. Dakwah seperti itulah yang disebut dakwah persuasif. Sesuai dengan ungkapan
Nabi yang artinya: “Berbicaralah kepada orang sesuai dengan kadar akal mereka.”
Kadar akal dapat dipahami sebagai tingkatan intelektual, biasa juga dipahami sebagai cara
berpikir, cara merasa dan kecendrungan kejiwaan yang lainnya.
jika seorang da’i berdakwah setiap hari, tetapi masyarakat tidak faham, malah mereka
jengkel kepadanya, mereka tidak membantu program-programnya, jurang pemisah kepada
mereka semakin lebar, itu semua merupakan indikasi bahwa dakwah dari da’i tersebut tidak
efektif.

4.      Model-model Hubungan Da’i dan Mad’u


A.    Motivasi Tingkah Laku
            Para psikologi membatasi konsep motivasi pada faktor-faktor yang menguatkan
perilaku dan memberikan arahan pada perilaku itu. Bahwa yang dimaksud dengan motivasi
adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah
laku ke suatu tujuan atau perangsang. Suatu organisme yang di motivasi akan melakukan
aktivitasnya secara lebih giat dan lebih efisien dibandingkan dengan organisme yang
beraktivitas tanpa motivasi.
B.     Interaksi Sosial
Interaksi sosial diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih. Dimana
tingkah laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain, perubahan tingkah laku tersebut
terjadi melalui dorongan antar pribadi dan respons antarpribadi yang bersifat biologis proses
tersebut berlangsung timbal balik

C.       Komunikasi
            Komunikasi adalah suatu faktor yang penting bagi perkembangan hidup manusia
sebagai makhluk sosial. Tanpa mengadakan komunikasi individu tidak mungkin dapat
berkembang dengan normal dalam lingkungan sosial
D.    Leadership (Kepemimpinan)
            Dalam kepemimpinan terdapat hubungan antar manusia, yaitu hubungan
memengaruhi dan hubungan kepatuhan ketaatan para pengikut kepada sang pemimpin.
Faktor-faktor adanya hubungan atau interaksi sosial :
a. Faktor Imitasi
            Imitasi memiliki nilai positif terutama dalam bidang pendidikan dan perkembangan
individu, dimana imitasi dapat merangsang perkembangan watak seseorang. Imitasi juga
dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan baik.
Sedngkan segi negatifnya, hal-hal yang salah ataupun secara moral ditolak selain itu, imitasi
ini menimbulkan terhambatnya perkembangan berfikir kritis artinya adanya peranan imitasi
dalam interaksi social dapat memajukan gejala-gejala kebiasaan malas berfikir kritis.
b. Factor Sugesti
            Factor sugesti memegang peranan penting baik dalam pandangan politik, orang tua,
pendidik, teman sebaya, yang ikut membantu dalam pembentukan norma kelompok dan
prasangka-prasangka social.
c. Factor Identifikasi
            Identifikasi adalah sebuah istilah dalam psikologi Sigmund freud untuk menguraikan
mengenai cara seorang anak belajar norma-norma social dari orangtuanya, yaitu
kecenderungan bersifat sadar bagi seorang anak.

d. Faktor Simpati
            Simpati dapat idartikan sebagai perasaan tertarik seseorang terhadap orang lain.
Seperti halnya prosesi identifikasi timbulnya simpati merupakan proses sadar bagi diri
mansuia yang merasa simpati terhadap orang lain. Peranan simpati terlihat dalam hubungan
persahabatan antara dua orang atau lebih.

  
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Interaksi adalah suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih dimana tingkah
laku seseorang diubah oleh tingkah laku yang lain dan dapat menibulkan berbagai dampak
dari interaksi timbal-balik antara satu dan yang lainnya, baik dampak positif maupun negatif
adapun kaitannya dengan para pegiat dakwah. Adapun factor dasar interaksi yaitu factor
imitasi, factor sugesti, factor identifikasi, dan factor simpati. Adapun bentu-bentuk intaraksi
meliputi motivasi tingkah laku, interaksi social, komunikasi, leadership (kepemimpinan).
            Dalam kegiatan dakwah selalu terjadi proses interaksi sosial, yaitu hubungan antara
Da’i dan Mad’u. Interaksi sosial dalam proses dakwah ini ditujukan untuk mempengaruhi
mad’u yang akan membawa perubahan sikap prilaku seperti mempererat tali perasaudaraan
dengan silaturahmi dan meneladani kepribadaian yang baik dari sang Da’i. Dengan demikian
tujuan dakwah yaitu mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin. 2004. Psikologi Agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Al-Ghazali, Muhammad. 2002. Memahami Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Jalaluddin & Ramayulis. 1989. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kalam Mulia
Crapps, Robert W.1993. Dialog Psikologi dan Agama. Yogyakarta: Kanisius
Thouless, Robert H. 1992. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Raja Wali Pres

Anda mungkin juga menyukai