Disusun Oleh :
Kelompok 5
Intan Duri Permatasari (190151602429)
Nabila Ainun Izza (190151602416)
Niken Mevinda Sari (190151602644)
Riko Donni Setiawan (190151602714)
Silvia Dewi Safhira (190151602722)
Vera Kurniawati (190151602456)
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................... 1
3.1 Simpulan....................................................................................... 18
3.2 Saran ............................................................................................. 19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang sangat penting bagi
manusia. Bahasa dianggap sebagai alat yang paling sempurna dan mampu
membawakan pikiran dan perasaan baik mengenai hal-hal yang bersifat konkrit
maupun yang bersifat abstrak. Bahasa sebagai alat komunikasi diperoleh manusia
sejak lahir sampai usia lima tahun, yang dikenal dengan istilah pemerolehan
bahasa. Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak mendasari
kemampuan mengajar bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah.
Pemerolehan Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat penting, terlebih
dalam proses pemerolehan bahasa pertama yang dimiliki langsung oleh anak
tanpa ada pembelajaran khusus mengenai bahasa tersebut kepada seorang anak
(Bayi). Seorang bayi hanya akan merespon ujaran-ujaran yang sering didengarnya
dari lingkungan sekitar, terutama adalah ujaran ibuya yang sangat sering didengar
oleh anak tersebut. Pada makalah ini, penulis akan membahas topik terkait dengan
pemerolehan bahasa anak.
1
2
PEMBAHASA
2) Berdasarkan Jumlah
a. Pemerolehan satu bahasa atau monolingual acquisition
Pemerolehan bahasa pertama adalah proses seorang anak baik laki-
laki atau perempuan belajar bahasa ibu mereka. Secara tradisional proses
itu terjadi pada masyarakat monolingual (menganut satu bahasa), jadi
orang tuanya sama-sama dari daerah yang sama, seumpama sunda, jadi
anak tersebut hanya memperoleh satu atau monolingual bahasa yaitu
bahasa sunda
3) Berdasarkan Media
a. Pemerolehan bahasa lisan atau oral language (speech) acquisition
Pada bayi awal mengoceh kebanyakan melatih bicara dengan lisan
seperti “mama” “papa” “ehhh” karena itu adalah dasar kata yang mudah
untuk merangsang perkembangan bayi saat awal kali mengoceh.
b. Pemerolehan bahasa tulis atau written language acquisition.
Selain dengan lisan juga ada yang dengan tulisan, ini biasanya
untuk melatih anak agar cepat hafal huruf, atau ada anak yang disabilitas
yang kurang lancar bicara akan menggunakan tulisan untuk mempermudah
berkomunikasi.
Tabel 1.1 Proses Perkembangan Bayi Secara Normal Dari Satu Hingga 12 Bulan.
1.3 Teori Pemerolehan Bahasa Anak
A. TEORI BEHAVIORISME
Teori ini berpendapat bahwa dalam setiap diri anak tersimpan sebagai
bawaan sejak lahir. Maka dalam kehidupan manusia hanya melatih apa yang
sebenarnya telah dia miliki di dalam otaknya. Chomsky merupakan penganut
dalam aliran nativisme. Menurut Chomsky Bahasa hanya dapat dikuasai oleh
manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai Bahasa manusia.
Nativisme berasal dari kata nativis yang berarti kelahiran. Teori ini muncul
dari filsafat nativisme (terlahir) sebagai suatu bentuk ari filsafat idealisme dan
menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh
hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran ini
adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880
dan Noam Chomsky pada awal tahun 1960.
Teori nativisme terbentuk sebagai bantahan terhadap teori behavioris.
Nativisme berpendapat bahwa dalam proses pemerolehan bahasa pertama, anak
perlahan menggunakan kemampuan lingualnya yang telah terprogram secara
genetis. Sehingga menurut para pakar teori ini, lingkungan tidak mempunyai
pengaruh dalam proses pemerolehan bahasa. Chomsky mengatakan bahwa bahasa
terlalu kompleks untuk dipelajari dalam waktu dekat melalui metode imitation.
Sehingga ia menegaskan bahwa bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia,
karena:
a) Perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), pola
perkembangan bahasa berlaku universal, dan lingkungannya hanya memiliki
peran kecil dalam proses pematangan bahasa. B) Bahasa dapat dikuasai dalam
waktu singkat, tidak bergantung pada lamanya latihan seperti pendapat kaum
behaviorisme.
Melalui teori ini Arthur Schopenhauer juga menegaskan bahwasanya yang
buruk akan menjadi buruk dan yang baik akan menjadi baik tanpa terpengaruh
lingkungan yang ada. Salah satu kontribusi praktis dari teori-teori nativis ini
adalah tentang sistem bahasa anak-anak bekerja. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa bahasa anak-anak pada tingkatan mana pun adalah suatu sistem yang
diakui. Perkembangan linguistik anak-anak bukanlah proses semakin
berkurangnya struktur-struktur yang tidak tepat bukan sebuah bahasa dimana
tahap sebelumnya mengandung lebih banyak kekeliruan ketimbang tahap
selanjutnya. Justru, bahasa anak-anak di setiap tahap adalah sistematis, dalam arti
anak-anak secara bertahap membentuk hipotesis-hipotesis itu dalam percakapan.
Ketika bahasa mereka berkembang maka hipotesis-hipotesis tersebut direvisi terus
menerus, dibentuk ulang atau ditinggalkan.
Teori ini menunjukkan beberapa kelebihan yaitu, mampu memunculkan
bakat yang dimiliki, mendorong manusia dalam menentukan pilihan, mendorong
manusia untuk mengembangkan potensi dalam diri seseorang, mendorong
manusia dalam mengenali bakat minat. Namun, teori ini memiliki pandangan
seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena telah ditentukan oleh
sifat-sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila dari
keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen
tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis
serta mendiskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan
yang tidak baik.
Implikasi dari teori ini adalah Ara memiliki ponakan dari kakak
pertamanya, dia sangat aktif dalam keseharian. Mereka juga bisa dibilang sering
mendapat juara kelas. Karena ibunya dari kecil memang sudah pandai dan sering
mendapat juara. Namun ada juga kemampuan lain yang sama dengan orang
tuanya, yaitu mereka sangat mahir dalam berbahasa Indonesia. Meskipun
umurnya masih 9 tahun, namun dia sudah lancar dan benar dalam berbahasa. Hal
ini ditraktor kan karena orang tuanya sudah mengajarkan, dan juga membiaskan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
C. TEORI KOGNITIVISME
mengungkapkan
pikiran dan perasaannya. Hasil dari aktivitas berfikir anak akan diekspresikan
dengan bahasa, dan berbagai perasaan yang melingkupi anak akan ditampilkan
dengan kemampuan berbahasanya pula. Hal itu menegaskan jika aspek berbahasa
pada anak usia dini juga berhubungan dengan aspek kognitif dan aspek emosi.
2. Bahasa merupakan alat untuk menjalin komunikasi anak dengan orang lain
3. Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh anak untuk hidup bersama
dengan orang lain di sekitarnya
Tidak ada seorang manusiapun yang bisa hidup sendirian. Selain sebagai
makhluk individu, manusia merupakan makhluk sosial yang sering diistilahkan
dengan makhluk mono-dualis. Seorang individu membutuhkan bantuan individu
lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, demikian juga dengan seorang anak. Anak juga membutuhkan orang
lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk kepentingan tersebut, maka
anak harus hidup bersama dengan orang lain di sekitarnya. Dalam kebersamaan
tersebut anak menjalin kerjasama di mana sukses atau tidaknya kerjasama diantara
mereka dipengaruhi oleh bahasa yang digunakannya. Tentu dapatlah dibayangkan
apa yang
akan terjadi jika seorang individu tidak pandai dalam berbahasa, khususnya dalam
berbicara.
Menurut penelitian (dalam Wiyani, 2014:98) terdapat empat aspek bahasa
yang harus dikuasai untuk dapat berkomunikasi dengan efektif, yaitu fonologi,
semantik, sintaksis dan pragmatik. Fonologi merupakan pengetahuan mengenai
sistem suara yang dipergunakan dalam bahasa dan merupakan aturan
untuk mengkombinasikan suara-suara tersebut. Semantik adalah pemahaman
tentang unit dasar bahasa (morfem) yang merepresentasikan arti kata dan arti
kalimat. Sintaksis merupakan aturan untuk mengkombinasikan kata-kata menjadi
frasa atau kalimat yang berarti. Sedangkan pragmatik merupakan prinsip
bagaimana bahasa dipergunakan dalam situasi sosial yang berbeda-beda. Sebelum
dapat berbicara umumnya seorang anak memiliki perilaku untuk mengeluarkan
suara-suara yang bersifat sederhana lalu berkembang secara kompleks dan
mengandung arti. Misalnya seorang anak menangis (crying), mendengkur
(cooing), mengoceh (babling), lalu ia akan dapat menirukan berbagai kata yang
didengar dari orang tua (lingkungannya) seperti kata mama, papa, makan, minum,
dan sebagainya. Kemampuan mengeluarkan suara seperti menangis, mendengkur,
mengoceh, meniru kata-kata sebelum anak dapat berbicara dengan jelas artinya
disebut dengan pre-linguistic speech. Seiring dengan bertambahnya usia anak,
kemampuan berbicara mereka akan berkembang. Untuk mengoptimalkan
perkembangan bahasa tersebut maka diperlukan pemberian stimulas berupa
pembelajaran bahasa bagi anak usia dini, terlebih lagi belajar bahasa yang sangat
krusial terjadi sebelum anak berusia 6 tahun.
Perkembangan bahasa terbagi atas dua periode besar, yaitu Prelinguistik
(0- 1 tahun) dan linguistik (1-5 tahun). Mulai periode linguistik inilah anak-anak
mulai mengucapkan kata-kata yang pertama (Sumantri dan Syaodih, 2007:2.30).
Tahap perkembangan bahasa anak dibagi ke dalam dua bagian, yaitu tahap
paralinguistik dan tahap linguistik.
Tahap meraba pertama dialami oleh anak usia 0-6 bulan. Pembagian
kelompok ini bersifat umum dan tidak berlaku persis pada setiap anak.
Usia 0 - 2 bulan sudah dapat mengetahui asal suara. Mereka sudah dapat
membedakan suku kata, mereka bisa merespons secara berbeda terhadap
kualitas emosional suara manusia misalnya, mereka akan tersenyum jika
mendengar suara yang ramah atau sebaliknya mereka akan menangis jika
mendengar suara dengan nada marah. Anak hanya dapat mengeluarkan
bunyi – bunyi refleksif untuk menyatakan rasa lapar, sakit atau
ketidaknyamanan yang menyebabkan anak menangis dan rewel, serta
bunyi vegetatif yang berkaitan dengan aktivitas tubuh seperti batuk, bersin,
sendawa, telanan (makanan), dan tegukan(menyusu atau minum).
Umumnya, bunyi seperti bunyi vokal dengan suara yang agak serak.
Sekalipun bunyi – bunyi itu tidak bermakna secara bahasa, tetapi bunyi –
bunyi itu merupakan bahan untuk tuturan selanjutnya.
Usia 2 - 5 bulan. Pada usia 3-4 bulan bayi dapat membedakan suara laki –
laki dan perempuan. Anak mulai mendekat dan mengeluarkan bunyi –
bunyi vokal yang bercampur dengan bunyi – bunyi mirip konsonan. Bunyi
ini biasanya muncul sebagai respons terhadap senyum atau ucapan ibunya
atau orang lain.
Pada usia 4 – 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh dengan
durasi (rentang waktu) yang lama. Bunyi mirip konsonan atau mirip
vokalnya lebih bervariasi. Konsonan nasal/m/n sudah mulai muncul.
2) Tahap Linguistik
Tahap linguistik adalah tahap perkembangan bahasa anak usia 1-5 tahun.
Pada tahapan ini anak mulai bisa mengucapkan bahasa seperti bahasa orang
dewasa. Tahap linguistik terbagi lagi ke dalam 4 tahapan, yakni:
Pada tahap ini anak sudah mulai mengucapkan suatu kata. Pada periode ini
disebut holofrasis, karena anak – anak menyatakan makna keseluruhan frase atau
kalimat dalam suatu kata yang diucapkannya itu.
Contoh :
Jariku sakit
Contoh :
Mamah, makan!
Mamah, bobo!
Bapa, ana?
Mau ueh!
Perkembangan anak pada tahap ini makin luar biasa. Perkembangan ini
ditandai dengan penggunaan kalimat dengan lebih dari dua kata. Tahap ini
umumnya dialami oleh anak usia sekitar 2 sampai 5 tahun.
Tahap perkembangan bahasa anak yang keempat ini biasanya dialami oleh
anak yang sudah berumur antara 5 – 10 tahun. Pada tahap ini anak – anak sudah
mulai menerapkan struktur tata bahasa yang rumit dan sudah mampu menyusun
kalimat yang lebih rumit.
Tahap – tahap perkembangan di atas, berkembang pula penguasaan mereka
atas sistem bahasa yang dipelajarinya. System bahasa itu, terdiri atas sub sistem
berikut:
1. Fonologi yaitu pengetahuan tentang pelafalan dan penggabungan bunyi –
bunyi tersebut sebagai sesuatu yang bermakna.
2. Gramatika (tata bahasa) yaitu pengetahuan tentang aturan pembentukan
unsur tuturan.
3. Semantik leksikal(kosa kata) yaitu pengetahuan tentang kata untuk mengacu
kepada sesuatu hal.
4. Pragmatik yaitu pengetahuan tentang penggunaan bahasa dalam berbagai
cara untuk berbagai keperluan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
18
19
3.2 Saran
Dini, Cakrawala. 2018, Pemerolehan Bahasa Pada Bayi dan Anak. (Online),
(https://media.neliti.com/media/publications/286334-pemerolehan-bahasa-
pada-bayi dan-anak-b59d48e8.pdf.) diakses pada 23 September 2020.
Pesona, Jurnal. 2015, Mekanisme Pemerolehan Bahasa pada Anak Usia Satu dan
Lima Tahun. (Online), (https://core.ac.uk/download/pdf/ 229584064.pdf),
diakses pada 23 September 2020.
Puspasari, Y. 2018. Hakikat dari Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Dini.
(Online), (http://3syamsijulianto.blogspot.com/2018/12/hakikat-dari-
perkembangan-bahasa-pada-anak), diakses pada tanggal 30 Sepember
2020.
20