Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

HAKIKAT PEMEROLEHAN BAHASA


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas Rendah”
Dosen Pengampu:
Dra. Sutansi, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Intan Duri Permatasari (190151602429)
Nabila Ainun Izza (190151602416)
Niken Mevinda Sari (190151602644)
Riko Donni Setiawan (190151602714)
Silvia Dewi Safhira (190151602722)
Vera Kurniawati (190151602456)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEPTEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Tim Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa atas rahmat dan karunia-Nya Tim Penulis dapat menyelesaikan makalah
Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas Rendah yang berjudul ”Hakikat
Pemerolehan Bahasa” sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Makalah ini disusun untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah
Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas Rendah. Makalah ini diharapkan dapat
digunakan untuk menunjang proses belajar dan menambah wawasan pengetahuan
bagi Tim Penulis dan Pembaca.
Atas dukungan moral dan materi yang di berikan dalam penyusunan
makalah ini, maka Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dra. Sutansi, M.Pd selaku dosen mata kuliah ini.
2. Kedua Orang Tua yang selalu memberikan motivasi belajar serta doa yang
tidak pernah berhenti mengalir untuk Tim Penulis.
3. Teman-teman offering A9, yang membantu memberikan masukan dan
saran.
Tim Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu Tim Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan dan penyampaian materi dalam makalah ini. Selanjutnya Tim Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita.

Malang, 21 Oktober 2020

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN..................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah ........................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN ...................................................................... 4

2.1 Konsep Dan Pengertian Pemerolehan Bahasa ............................ 3


2.2 Ragam Pemerolehan Bahasa ....................................................... 3
2.3 Teori Pemerolehan Bahasa Anak ................................................ 6
2.4 Startegi Pemerolehan Bahasa Anak ............................................ 10
2.5 Hakikat Perkembangan Bahasa Anak ......................................... 11
2.6 Tahap Perkembangan Bahasa Anak............................................ 13

Bab III. PENUTUP ............................................................................... 18

3.1 Simpulan....................................................................................... 18
3.2 Saran ............................................................................................. 19

DAFTAR RUJUKAN ........................................................................... 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang sangat penting bagi
manusia. Bahasa dianggap sebagai alat yang paling sempurna dan mampu
membawakan pikiran dan perasaan baik mengenai hal-hal yang bersifat konkrit
maupun yang bersifat abstrak. Bahasa sebagai alat komunikasi diperoleh manusia
sejak lahir sampai usia lima tahun, yang dikenal dengan istilah pemerolehan
bahasa. Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak mendasari
kemampuan mengajar bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah.
Pemerolehan Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat penting, terlebih
dalam proses pemerolehan bahasa pertama yang dimiliki langsung oleh anak
tanpa ada pembelajaran khusus mengenai bahasa tersebut kepada seorang anak
(Bayi). Seorang bayi hanya akan merespon ujaran-ujaran yang sering didengarnya
dari lingkungan sekitar, terutama adalah ujaran ibuya yang sangat sering didengar
oleh anak tersebut. Pada makalah ini, penulis akan membahas topik terkait dengan
pemerolehan bahasa anak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat


dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan konsep pemerolehan bahasa anak ?

2. Apa saja ragam Bahasa anak?

3. Apa saja teori pemerolehan bahasa anak ?

4. Bagaimana strategi pemerolehan bahasa anak ?

5. Apa yang di maksud dengan hakikat perkembangan bahasa anak ?

6. Bagaimana tahap-tahap perkembangan bahasa anak ?

1
2

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan makalah, dapat dirumuskan


tujuan pembahasan makalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari konsep pemerolehan bahasa anak.

2. Untuk mengetahui teori-teori dalam pemerolehan bahasa anak.

3. Untuk mengetahui strategi dalam pemerolehan bahasa anak.

4. Untuk mengetahui hakikat perkembangan bahasa anak.

5. Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan bahasa anak.


BAB II

PEMBAHASA

1.1 Konsep dan Pengertian Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa (bahasa Inggris: language acquisition) adalah proses


manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan
menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Pemerolehan bahasa yang
pertama dan paling penting adalah dari keluarga, karena anak mulai bayi sudah
pada lingkungan keluarga, orang tuanya melatihnya bicara dengan bahasa yang
baik dan benar, jadi keluarga merupakan lingkungan utama dan terpenting dalam
pemerolehan bahasa pada anak.
Pada pendapat Kiparsky dalam Tarigan (1998) mengatakan bahwa
pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk
menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat
memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa
yang bersangkutan.
1.2 Ragam Pemerolehan Bahasa

Ragam atau jenis – jenis pemerolehan bahasa. Tarigan ( 1988) menjelaskan


bahwa ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang:
1) Berdasarkan Bentuk
a. Pemerolehan Bahasa pertama
Pemerolehan bahasa pertama (B1) terjadi bila anak yang sejak
semula tanpa bahasa, kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa
pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi
daripada bentuk bahasanya dan melalui proses anak mulai mengenal
komunikasi dengan lingkungannya secara verbal. Pemerolehan bahasa
pertama sangat berpengaruh pada kognitif dan perkembangan sosial anak.
b. Pemerolehan Bahasa Kedua
Bahasa kedua adalah bahasa yang digunakan anak setelah ia
menguasai bahasa pertamanya. Pemerolehan bahasa kedua merupakan
3
4

proses pemerolehan bahasa yang kompleks dan bertahap, baik yang


dialami oleh anak maupun orang dewasa, baik bahasa lisan maupun
tulisan. Elis (1989)

2) Berdasarkan Jumlah
a. Pemerolehan satu bahasa atau monolingual acquisition
Pemerolehan bahasa pertama adalah proses seorang anak baik laki-
laki atau perempuan belajar bahasa ibu mereka. Secara tradisional proses
itu terjadi pada masyarakat monolingual (menganut satu bahasa), jadi
orang tuanya sama-sama dari daerah yang sama, seumpama sunda, jadi
anak tersebut hanya memperoleh satu atau monolingual bahasa yaitu
bahasa sunda

b. Pemerolehan dua bahasa atau bilingual acquisition.


Bilingual adalah pemerolehan bahasa anak dengan orang tua yang
berbeda daerah, seumpama mamanya dari Palembang Sumatra, papa nya
asli Jawa, nah anak tersebut akan memperoleh dua atau bilingual bahasa

3) Berdasarkan Media
a. Pemerolehan bahasa lisan atau oral language (speech) acquisition
Pada bayi awal mengoceh kebanyakan melatih bicara dengan lisan
seperti “mama” “papa” “ehhh” karena itu adalah dasar kata yang mudah
untuk merangsang perkembangan bayi saat awal kali mengoceh.
b. Pemerolehan bahasa tulis atau written language acquisition.
Selain dengan lisan juga ada yang dengan tulisan, ini biasanya
untuk melatih anak agar cepat hafal huruf, atau ada anak yang disabilitas
yang kurang lancar bicara akan menggunakan tulisan untuk mempermudah
berkomunikasi.
Tabel 1.1 Proses Perkembangan Bayi Secara Normal Dari Satu Hingga 12 Bulan.
1.3 Teori Pemerolehan Bahasa Anak

A. TEORI BEHAVIORISME

Menurut pandangan teori Behavioristik bahwa Bahasa akan dapat


diperoleh dan dikuasai karena faktor kebiasaan. Teori behaviorisme menyoroti
perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara
rangsangan (stimulus) dan reaksi (respons). Perilaku Bahasa yang efektif adalah
membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Jika rangsangan telah diamati
dan diketahui maka gerak balas pun dapat diprediksikan.
Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilang kali untuk barangkali.
Sudah pasti anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata
tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia
tidak akan mendapatkan kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi
seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan
dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan Bahasa pertama pada anak.
Dalam hal pemerolehan Bahasa kedua, teori behaviorisme yang menganggap
bahwa faktor pemerolehan Bahasa adalah faktor kebiasaan melalui proses
stimulus respons.
B.F Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Skinner menulis buku
Verbal Behavior (1957) yang digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran
behaviorisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang
lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku
itu akan terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu
akan ditinggalkan.
Namun demikian, banyak kritikan terhadap aliran ini. Chomsky
mengatakan bahwa teori yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak
bisa menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali dan
inilah yang kita kerjakan tiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini
dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini. Yang
dimana aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan
menjadi hubungan stimulus-respons. Hal tersebut tidak benar karena tidak semua
perilaku berasal dari stimulus-respons.
Contoh implikasi teori behaviorisme adalah di sekitar rumah Sarah,
terdapat anak berusia 2 tahun. Ibu dari anak tersebut memelihara seekor kucing.
Ketika ibu dari anak tersebut hendak memberi makan kucing, ia memanggil
kucing tersebut "meong-meong". Karena sang ibu terlalu sering memanggil
kucing dengan “meong-meong”, kini anak tersebut mengucap "meong-meong"
ketika melihat si kucing.
B. TEORI NATIVISME

Teori ini berpendapat bahwa dalam setiap diri anak tersimpan sebagai
bawaan sejak lahir. Maka dalam kehidupan manusia hanya melatih apa yang
sebenarnya telah dia miliki di dalam otaknya. Chomsky merupakan penganut
dalam aliran nativisme. Menurut Chomsky Bahasa hanya dapat dikuasai oleh
manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai Bahasa manusia.
Nativisme berasal dari kata nativis yang berarti kelahiran. Teori ini muncul
dari filsafat nativisme (terlahir) sebagai suatu bentuk ari filsafat idealisme dan
menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh
hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran ini
adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880
dan Noam Chomsky pada awal tahun 1960.
Teori nativisme terbentuk sebagai bantahan terhadap teori behavioris.
Nativisme berpendapat bahwa dalam proses pemerolehan bahasa pertama, anak
perlahan menggunakan kemampuan lingualnya yang telah terprogram secara
genetis. Sehingga menurut para pakar teori ini, lingkungan tidak mempunyai
pengaruh dalam proses pemerolehan bahasa. Chomsky mengatakan bahwa bahasa
terlalu kompleks untuk dipelajari dalam waktu dekat melalui metode imitation.
Sehingga ia menegaskan bahwa bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia,
karena:
a) Perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), pola
perkembangan bahasa berlaku universal, dan lingkungannya hanya memiliki
peran kecil dalam proses pematangan bahasa. B) Bahasa dapat dikuasai dalam
waktu singkat, tidak bergantung pada lamanya latihan seperti pendapat kaum
behaviorisme.
Melalui teori ini Arthur Schopenhauer juga menegaskan bahwasanya yang
buruk akan menjadi buruk dan yang baik akan menjadi baik tanpa terpengaruh
lingkungan yang ada. Salah satu kontribusi praktis dari teori-teori nativis ini
adalah tentang sistem bahasa anak-anak bekerja. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa bahasa anak-anak pada tingkatan mana pun adalah suatu sistem yang
diakui. Perkembangan linguistik anak-anak bukanlah proses semakin
berkurangnya struktur-struktur yang tidak tepat bukan sebuah bahasa dimana
tahap sebelumnya mengandung lebih banyak kekeliruan ketimbang tahap
selanjutnya. Justru, bahasa anak-anak di setiap tahap adalah sistematis, dalam arti
anak-anak secara bertahap membentuk hipotesis-hipotesis itu dalam percakapan.
Ketika bahasa mereka berkembang maka hipotesis-hipotesis tersebut direvisi terus
menerus, dibentuk ulang atau ditinggalkan.
Teori ini menunjukkan beberapa kelebihan yaitu, mampu memunculkan
bakat yang dimiliki, mendorong manusia dalam menentukan pilihan, mendorong
manusia untuk mengembangkan potensi dalam diri seseorang, mendorong
manusia dalam mengenali bakat minat. Namun, teori ini memiliki pandangan
seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena telah ditentukan oleh
sifat-sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila dari
keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen
tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis
serta mendiskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan
yang tidak baik.
Implikasi dari teori ini adalah Ara memiliki ponakan dari kakak
pertamanya, dia sangat aktif dalam keseharian. Mereka juga bisa dibilang sering
mendapat juara kelas. Karena ibunya dari kecil memang sudah pandai dan sering
mendapat juara. Namun ada juga kemampuan lain yang sama dengan orang
tuanya, yaitu mereka sangat mahir dalam berbahasa Indonesia. Meskipun
umurnya masih 9 tahun, namun dia sudah lancar dan benar dalam berbahasa. Hal
ini ditraktor kan karena orang tuanya sudah mengajarkan, dan juga membiaskan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

C. TEORI KOGNITIVISME

Aliran kognitivisme berawal dari pernyataan Jean Piaget (1926) yang


berbunyi “Logical thinking underlies both linguistic and nonlinguistic
developments.” Pernyataan ini memancing para ahli psikologi kognitif
menerangkan pertumbuhan kemampuan berbahasa karena menilai penjelasan
Chomsky tentang hal itu belum memuaskan. Teori kognitivisme menjelaskan
bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di
antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa
distrukturi oleh nalar.
Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih
mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan
kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer 2015). Hal ini tentu saja
berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum
dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang
kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa
harus diperoleh secara alamiah.
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa. Dari anak lahir hingga berumur18 bulan, bahasa
dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya
mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak
sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai
menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir di
hadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang
diucapkan anak.
Dapat dilihat contoh implikasi teori kognitivisme adalah apabila kita
adalah seorang ibu, pastinya kita dapat melihat perkembangan anak kita semenjak
ia masih berusia nol tahun hingga dewasa. Dalam perkembangan seorang anak,
pasti akan selalu diikuti dengan adanya proses belajar. Tanpa disadari tindakan-
tindakan yang dilakukan seorang anak akan menjadikan hal itu sebagai sebuah
pengalaman dan akan terus berkembang seiring dengan kemampuan kognitif
seorang anak pada usianya.
D. TEORI INTERAKSIONISME

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan


hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa.
Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara input dan
kemampuan internal yang dimiliki pembelajaran. Hal ini dibuktikan oleh berbagai
penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Howard
mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu
kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk.2006:2-
3). Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan, juga faktor yang
mempengaruhi kemampuan berbahasa si anak.
Setiap anak sudah memiliki Language Acquisition Device (LAD) sejak
lahir. Namun, tanpa adanya masukan yang sesuai tidak mungkin bagi anak dapat
menguasai bahasa tertentu secara otomatis. Lebih singkatnya teori ini merupakan
penggabungan antara teori nativisme dan kogintivisme.
Implikasi dalam teori interaksionisme ini adalah Dayu memiliki keponakan
berusia 4 tahun, memang setiap anak dibekali kecerdasan berbahasa sejak lahir.
Tetapi lingkungan juga faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa si anak.
Pada lingkungan Dayu biasanya jika ada orang tua duduk di bawah, harus
berbicara “amit sewu”, terekamlah di otak keponakan Dayu ini, setiap ada orang
yang lebih tua menyapu atau sekedar menjemur pakaian dia akan lewat dan
berkata “amit sewu.” Maka dari itu lingkungan juga berpengaruh bagi
perkembangan Bahasa anak.
1.4 Strategi Pemerolehan Bahasa Anak

a. Pemerolehan Bahasa Pertama.


Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara
verbal itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Jadi pemerolehan
bahasa pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini telah
memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa tersebut, bahasa anak
lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk atau struktur bahasanya.
Anak akan mengucapkan kata berikutnya untuk keperluan komunikasinya dengan
orang tua atau kerabat dekatnya. Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa
pada umumnya menggunakan 4 strategi.
1. Strategi pertama adalah meniru/imitasi. Berbagai penelitian menemukan
berbagai jenis peniruan atau imitasi, seperti: imitasi spontan, imitasi
perolehan, imitasi segera, imitasi lambat, imitasi perluasan.
2. Strategi kedua dalam pemerolehan bahasa adalah strategi produktivitas.
Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan
bahasa melalui sarana komunikasi linguistik dan non linguistik (mimik,
gerak, isyarat, suara).
3. Strategi ketiga adalah strategi umpan balik, yaitu umpan balik antara
strategi produksi ujaran (ucapan) dengan respons.
4. Strategi keempat adalah apa yang disebut prinsip operasi. Dalam strategi
ini anak dikenalkan dengan pedoman, ”Gunakan beberapa prinsip operasi
umum untuk memikirkan serta menggunakan bahasa” (seperti kata berajar
menjadi belajar).

b. Pemerolehan Bahasa Kedua


Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah
bahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa
pertamanya (bahasa ibu). Khusus bagi kondisi di Indonesia, istilah bahasa pertama
atau bahasa ibu, bahasa asli atau bahasa utama, berwujud dalam bahasa daerah
tertentu, sedangkan bahasa kedua berwujud dalam bahasa Indonesia dan bahasa
asing. Tujuan pengajaran bahasa asing kadang-kadang berbeda dengan pengajaran
bahasa kedua. Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu,
oleh karenanya bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik,
ekonomi dan pendidikan.
1.5 Hakikat Perkembangan Bahasa Anak

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang dalam


pergaulannya sehari-hari. Pada kamus besar bahasa Indonesia, bahasa diartikan
sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa
juga diartikan sebagai percakapan atau perkataan yang baik.
Penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu memerlukan
berkomunikasi dengan orang lain. Sejalan dengan hal tersebut, Sunarto dan
Hartono (2008:136) menyatakan bahwa sejak seorang bayi mulai berkomuniksai
dengan orang lain, maka sejak itu pula bahasa diperlukan. Semakin bayi itu
tumbuh dan
berkembang serta mulai mampu memahami lingkungan, maka bahasa mulai
berkembang dari tingkat yang sangat sederhana menuju ke bahasa yang kompleks.
Perkembangan bahasa pada anak usia dini adalah perubahan sistem
lambang bunyi yang berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak usia dini.
Melalui kemampuan berbicara, anak usia dini bisa mengidentifikasi dirinya, serta
berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Menurut Wiyani
(2014:97) setidaknya ada tiga fungsi bahasa bagi anak usia dini sebagai berikut.

1. Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan anak

Bahasa merupakan simbol yang digunakan oleh anak untuk

mengungkapkan
pikiran dan perasaannya. Hasil dari aktivitas berfikir anak akan diekspresikan
dengan bahasa, dan berbagai perasaan yang melingkupi anak akan ditampilkan
dengan kemampuan berbahasanya pula. Hal itu menegaskan jika aspek berbahasa
pada anak usia dini juga berhubungan dengan aspek kognitif dan aspek emosi.

2. Bahasa merupakan alat untuk menjalin komunikasi anak dengan orang lain

Sejak dilahirkan anak sudah bisa berkomunikasi dengan orang lain


meskipun dengan bahasa yang sangat sederhana, yaitu berupa tangisan. Pada saat
bayi merasa lapar, ia akan menangis agar ibunya menyusuinya. Pada saat bayi
merasa takut atau tidak nyaman, ia juga akan menangis agar ibunya
menggendongnya.

3. Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh anak untuk hidup bersama
dengan orang lain di sekitarnya

Tidak ada seorang manusiapun yang bisa hidup sendirian. Selain sebagai
makhluk individu, manusia merupakan makhluk sosial yang sering diistilahkan
dengan makhluk mono-dualis. Seorang individu membutuhkan bantuan individu
lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, demikian juga dengan seorang anak. Anak juga membutuhkan orang
lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk kepentingan tersebut, maka
anak harus hidup bersama dengan orang lain di sekitarnya. Dalam kebersamaan
tersebut anak menjalin kerjasama di mana sukses atau tidaknya kerjasama diantara
mereka dipengaruhi oleh bahasa yang digunakannya. Tentu dapatlah dibayangkan
apa yang
akan terjadi jika seorang individu tidak pandai dalam berbahasa, khususnya dalam
berbicara.
Menurut penelitian (dalam Wiyani, 2014:98) terdapat empat aspek bahasa
yang harus dikuasai untuk dapat berkomunikasi dengan efektif, yaitu fonologi,
semantik, sintaksis dan pragmatik. Fonologi merupakan pengetahuan mengenai
sistem suara yang dipergunakan dalam bahasa dan merupakan aturan
untuk mengkombinasikan suara-suara tersebut. Semantik adalah pemahaman
tentang unit dasar bahasa (morfem) yang merepresentasikan arti kata dan arti
kalimat. Sintaksis merupakan aturan untuk mengkombinasikan kata-kata menjadi
frasa atau kalimat yang berarti. Sedangkan pragmatik merupakan prinsip
bagaimana bahasa dipergunakan dalam situasi sosial yang berbeda-beda. Sebelum
dapat berbicara umumnya seorang anak memiliki perilaku untuk mengeluarkan
suara-suara yang bersifat sederhana lalu berkembang secara kompleks dan
mengandung arti. Misalnya seorang anak menangis (crying), mendengkur
(cooing), mengoceh (babling), lalu ia akan dapat menirukan berbagai kata yang
didengar dari orang tua (lingkungannya) seperti kata mama, papa, makan, minum,
dan sebagainya. Kemampuan mengeluarkan suara seperti menangis, mendengkur,
mengoceh, meniru kata-kata sebelum anak dapat berbicara dengan jelas artinya
disebut dengan pre-linguistic speech. Seiring dengan bertambahnya usia anak,
kemampuan berbicara mereka akan berkembang. Untuk mengoptimalkan
perkembangan bahasa tersebut maka diperlukan pemberian stimulas berupa
pembelajaran bahasa bagi anak usia dini, terlebih lagi belajar bahasa yang sangat
krusial terjadi sebelum anak berusia 6 tahun.
Perkembangan bahasa terbagi atas dua periode besar, yaitu Prelinguistik
(0- 1 tahun) dan linguistik (1-5 tahun). Mulai periode linguistik inilah anak-anak
mulai mengucapkan kata-kata yang pertama (Sumantri dan Syaodih, 2007:2.30).

1.6 Tahap Perkembangan Bahasa anak

Tahap perkembangan bahasa anak dibagi ke dalam dua bagian, yaitu tahap
paralinguistik dan tahap linguistik.

1) Tahap Paralinguistik(Masa Meraban)


Pada tahap ini, bunyi – bunyi bahasa yang dihasilkan anak belum lah
bermakna. Bunyi – bunyi itu memang telah menyerupai vokal atau konsonan
tertentu. Akan tetapi secara keseluruhan bunyi tersebut tidak mengacu pada kata
dan makna tertentu.
Tahap paralinguistik merupakan tahap perkembangan bahasa anak yang
dialami oleh anak yang berusia 0-1 tahun. Tahap paralinguistik dibagi lagi ke
dalam dua tahapan, yaitu:

a) Tahap Meraba Pertama

Tahap meraba pertama dialami oleh anak usia 0-6 bulan. Pembagian
kelompok ini bersifat umum dan tidak berlaku persis pada setiap anak.
 Usia 0 - 2 bulan sudah dapat mengetahui asal suara. Mereka sudah dapat
membedakan suku kata, mereka bisa merespons secara berbeda terhadap
kualitas emosional suara manusia misalnya, mereka akan tersenyum jika
mendengar suara yang ramah atau sebaliknya mereka akan menangis jika
mendengar suara dengan nada marah. Anak hanya dapat mengeluarkan
bunyi – bunyi refleksif untuk menyatakan rasa lapar, sakit atau
ketidaknyamanan yang menyebabkan anak menangis dan rewel, serta
bunyi vegetatif yang berkaitan dengan aktivitas tubuh seperti batuk, bersin,
sendawa, telanan (makanan), dan tegukan(menyusu atau minum).
Umumnya, bunyi seperti bunyi vokal dengan suara yang agak serak.
Sekalipun bunyi – bunyi itu tidak bermakna secara bahasa, tetapi bunyi –
bunyi itu merupakan bahan untuk tuturan selanjutnya.
 Usia 2 - 5 bulan. Pada usia 3-4 bulan bayi dapat membedakan suara laki –
laki dan perempuan. Anak mulai mendekat dan mengeluarkan bunyi –
bunyi vokal yang bercampur dengan bunyi – bunyi mirip konsonan. Bunyi
ini biasanya muncul sebagai respons terhadap senyum atau ucapan ibunya
atau orang lain.
 Pada usia 4 – 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi agak utuh dengan
durasi (rentang waktu) yang lama. Bunyi mirip konsonan atau mirip
vokalnya lebih bervariasi. Konsonan nasal/m/n sudah mulai muncul.

b) Tahap Meraba Kedua


Usia 6 – 12 bulan, anak mulai memperhatikan intonasi dan ritme dalam
ucapan. Pada tahap ini anak dapat berkomunikasi dan berceloteh. Celotehnya
berupa reduplikasi atau pengulangan konsonan dan vokal yang sama, seperti/ba
ba/,ma ma/, dad a da/. Vokal yang muncul adalah dasar /a/ dengan konsonan
hambat labial /p, b/ nasal /m, n, g/, dan alveolar /t, d/. selanjutnya celotehan
reduplikasi ini berubah lebuh bervariasi. Vokalnya sudah mulai menuju vokal /u/
dan /i/, dan konsonan frikatif pun, seperti /s/ sudah mulai muncul.
Pada tahap ini anak mulai aktif. Dialami oleh anak usia 6 bulan sampai
satu tahun. Secara fisik ia sudah mulai melakukan gerakan – gerakan. Cara
berkomunikasi pada tahapan ini lebih bervariatif, yaitu tidak hanya menoleh,
tersenyum dan menangis saja tapi ditambah dengan memegang, mengangkat atau
menunjuk.

2) Tahap Linguistik

Tahap linguistik adalah tahap perkembangan bahasa anak usia 1-5 tahun.
Pada tahapan ini anak mulai bisa mengucapkan bahasa seperti bahasa orang
dewasa. Tahap linguistik terbagi lagi ke dalam 4 tahapan, yakni:

a) Tahapan Holofrasis (tahap satu kata)

Pada tahap ini anak sudah mulai mengucapkan suatu kata. Pada periode ini
disebut holofrasis, karena anak – anak menyatakan makna keseluruhan frase atau
kalimat dalam suatu kata yang diucapkannya itu.

Contoh :

Mimi!(sambil menunjuk cangkirnya)

Minta (mau) minum

Akut! (sambil menunjuk belalang)

Saya takut belalang

Takit!(sambil mengacungkan jarinya)

Jariku sakit

b) Ucapan Dua Kata


Berlangsung sewaktu anak berusia 1,5 – 2 tahun. Tahap ini memasuki
tahap pertama kali mengucapkan dua holofrasis dalam rangkaian yang cepat.
Komunikasi yang ingin ia sampaikan adalah bertanya dan meminta.
Pada masa ini, kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat.
Tuturannya mulai bersifat telegrafi. Artinya apa yang dituturkan anak hanyalah
kata
– kata yang penting saja, seperti kata benda, kata sifat, dan kata kerja.

Contoh :

Mamah, makan!

Mama, saya mau makan

Mamah, bobo!

Mama mau tidur!

Bapa, ana?

Bapak mau pergi ke mana?

Mau ueh!

Saya mau kueh!

c) Pengembangan Tata Bahasa

Perkembangan anak pada tahap ini makin luar biasa. Perkembangan ini
ditandai dengan penggunaan kalimat dengan lebih dari dua kata. Tahap ini
umumnya dialami oleh anak usia sekitar 2 sampai 5 tahun.

d) Tata Bahasa Menjelang Dewasa

Tahap perkembangan bahasa anak yang keempat ini biasanya dialami oleh
anak yang sudah berumur antara 5 – 10 tahun. Pada tahap ini anak – anak sudah
mulai menerapkan struktur tata bahasa yang rumit dan sudah mampu menyusun
kalimat yang lebih rumit.
Tahap – tahap perkembangan di atas, berkembang pula penguasaan mereka
atas sistem bahasa yang dipelajarinya. System bahasa itu, terdiri atas sub sistem
berikut:
1. Fonologi yaitu pengetahuan tentang pelafalan dan penggabungan bunyi –
bunyi tersebut sebagai sesuatu yang bermakna.
2. Gramatika (tata bahasa) yaitu pengetahuan tentang aturan pembentukan
unsur tuturan.
3. Semantik leksikal(kosa kata) yaitu pengetahuan tentang kata untuk mengacu
kepada sesuatu hal.
4. Pragmatik yaitu pengetahuan tentang penggunaan bahasa dalam berbagai
cara untuk berbagai keperluan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Pemerolehan bahasa (bahasa Inggris: language acquisition) adalah proses


manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan
menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi.
Ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang
berdasarkan bentuk, berdasarkan jumlah, dan berdasarkan media. Berdasarkan
bentuk dibedakan menjadi dua, yaitu pemerolehan bahasa pertama dan
pemerolehan bahasa kedua. Berdasarkan jumlah dibedakan menjadi dua, yaitu
pemerolehan satu bahasa atau monolingual acquisition dan pemerolehan dua
bahasa atau bilingual acquisition. Sedangkan berdasarkan media dibagi menjadi
dua juga, yaitu pemerolehan bahasa lisan atau oral language (speech) acquisition
dan pemerolehan bahasa tulis atau written language acquisition.
Teori pemerolehan bahasa anak meliputi teori behaviorisme yang
menyoroti perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara
rangsangan (stimulus) dan reaksi (respons), teori nativisme berpendapat bahwa
dalam setiap diri anak tersimpan sebagai bawaan sejak lahir, teori kognitivisme
menjelaskan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah melainkan
salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif,
dan Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan
hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa.
Strategi pemerolehan bahasa anak terbagi menjadi dua proses yaitu
pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa
bahasa kini telah memperoleh satu bahasa dan Pemerolehan bahasa kedua
dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu ia
menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu).
Perkembangan bahasa pada anak usia dini adalah perubahan sistem
lambang bunyi yang berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak usia dini.
Melalui kemampuan berbicara, anak usia dini bisa mengidentifikasi dirinya, serta
berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.

18
19

Tahap perkembangan bahasa anak dibagi ke dalam dua bagian. Tahap


paralinguistik merupakan tahap perkembangan bahasa anak yang dialami oleh
anak yang berusia 0-1 tahun dan tahap linguistik merupakan tahap perkembangan
bahasa anak usia 1-5 tahun.
Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa Pemerolehan
bahasa adalah proses manusia mendapatkan/ mengolah kata untuk pemahaman
dan komunikasi. Terdapat pula beragam ragam, teori, strategi, dan tahapan
dalam mengolah kata.

3.2 Saran

Setelah mengetahui tentang pemerolehan bahasa yang telah dibahas pada


makalah ini, diharapkan dapat dijadikan bekal untuk kedepannya sebagai calon
pendidik agar pembelajaran dan penilaian bisa dilakukan secara tepat.
DAFTAR RUJUKAN

Chaer, A. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dini, Cakrawala. 2018, Pemerolehan Bahasa Pada Bayi dan Anak. (Online),
(https://media.neliti.com/media/publications/286334-pemerolehan-bahasa-
pada-bayi dan-anak-b59d48e8.pdf.) diakses pada 23 September 2020.

Mudini, dkk. 2016. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Menengah


Pertama (SMP). Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pesona, Jurnal. 2015, Mekanisme Pemerolehan Bahasa pada Anak Usia Satu dan
Lima Tahun. (Online), (https://core.ac.uk/download/pdf/ 229584064.pdf),
diakses pada 23 September 2020.

Puspasari, Y. 2018. Hakikat dari Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Dini.
(Online), (http://3syamsijulianto.blogspot.com/2018/12/hakikat-dari-
perkembangan-bahasa-pada-anak), diakses pada tanggal 30 Sepember
2020.

Rahayu, Vita. 2016, Informasi Kesehatan Terlengkap dan Terpercaya. (Online),


(https://www.alodokter.com/komunitas/reply/271307/), diakses pada 23
September 2020.

Rini, N. 2012. Tahap Perkembangan Bahasa Anak. (Online),


(http://nurmaidahrini.blogspot.com/2012/08/tahap-perkembangan-bahasa-
anak.html), diakses pada 29 September 2020.

Sintungtelu. 2014, Ragam Pemerolehan Bahasa. (Online),


(http://sintungtelu.blogspot.com/2014/10/ragam-pemerolehan-bahasa.html),
diakses pada 23 September 2020.

Solchan T. et al. 2017. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Tanggerang Selatan:


Universitas Terbuka.

Syah, Muhibbin, (2006), Psikologi Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

20

Anda mungkin juga menyukai