Anda di halaman 1dari 5

1.

Posisi Media Pembelajaran


Bruner (1966) mengungkapkan ada tiga tingkatan utama modus belajar, seperti :
enactive (pengalaman langsung), iconic (pengalaman piktorial atau gambar), dan symbolic
(pengalaman abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan serta perubahan sikap
dan perilaku dapat terjadi karena adanya interaksi antara pengalaman baru dengan
pengalaman yang telah dialami sebelumnya melalui proses belajar. Sebagai ilustrasi
misalnya, belajar untuk memahami apa dan bagaimana mencangkok. Dalam tingkatan
pengalaman langsung, untuk memperoleh pemahaman pebelajar secara langsung
mengerjakan atau membuat cangkokan. Pada tingkatan kedua, iconic, pemahaman tentang
mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau rekaman video. Selanjutnya pada
tingkatan pengalaman abstrak, siswa memahaminya lewat membaca atau mendengar dan
mencocokkannya dengan pengalaman melihat orang mencangkok atau dengan
pengalamannya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam proses belajar mengajar sebaiknya
diusahakan agar terjadi variasi aktivitas yang melibatkan semua alat indera pebelajar.
Semakin banyak alat indera yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi (isi
pelajaran), semakin besar kemungkinan isi pelajaran tersebut dapat dimengerti dan
dipertahankan dalam ingatan pebelajar. Jadi agar pesan-pesan dalam materi yang disajikan
dapat diterima dengan mudah (atau pembelajaran berhasil dengan baik), maka pengajar
harus berupaya menampilkan stimulus yang dapat diproses dengan berbagai indera
pebelajar. Pengertian stimulus dalam hal ini adalah suatu "perantara" yang menjembatani
antara penerima pesan (pebelajar) dan sumber pesan (pengajar) agar terjadi komunikasi
yang efektif.
Media pembelajaran merupakan suatu perantara seperti apa yang dimaksud pada
pernyataan di atas. Dalam kondisi ini, media yang digunakan memiliki posisi sebagai alat
bantu dalam kegiatan pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids).
Misalnya alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan
menyususn kembali informasi visual atau verbal. Sebagai alat bantu dalam mengajar,
media diharapkan dapat memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar,
mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Sehingga alat bantu yang banyak dan
sering digunakan adalah alat bantu visual, seperti gambar, model, objek tertentu, dan alat-
alat visual lainnya. Oleh karena dianggap sebagai alat bantu, guru atau orang yang
membuat media tersebut kurang memperhatikan aspek disainnya, pengembangan
pembelajarannya, dan evaluasinya.
Dengan kemajuan teknologi di berbagai bidang, misalnya dalam teknologi
komunikasi dan informasi pada saat ini, media pembelajaran memiliki posisi sentral dalam
proses belajar dan bukan semata-mata sebagai alat bantu. Media pembelajaran memainkan
peran yang cukup penting untuk mewujudkan kegiatan belajar menjadi lebih efektif dan
efisien. Dalam posisi seperti ini, penggunaan media pembelajaran dikaitkan dengan apa-
apa saja yang dapat dilakukan oleh media, yang mungkin tidak mampu dilakukan oleh
guru (atau guru melakukannya kurang efisien). Dengan kehadiran media pembelajaran
maka posisi guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator.
Bahkan pada saat ini media telah diyakini memiliki posisi sebagai sumber belajar yang
menyangkut keseluruhan lingkungan di sekitar pebelajar.

2. Landasan Penggunaan Media Pembelajaran


Ada beberapa tinjauan tentang landasan penggunaan media pembelajaran, antaralain
landasan filosofis, psikologis, teknologis, dan empiris.
A. Landasan Filosofis
Ada suatu pandangan, bahwa dengan digunakannya berbagai jenis media hasil
teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat pada proses pembelajaran yang kurang
manusiawi. Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akanterjadi
dehumanisasi. Benarkah pendapat tersebut? Bukankah dengan adanya berbagai media
pembelajaran justru siswa dapat mempunyai banyak pilihan untuk digunakan media
yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadinya? Dengan kata lain, siswa dihargai
harkat kemanusiaannya diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, baik cara maupun
alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, penerapan teknologi
tidak berarti dehumanisasi.
Sebenarnya perbedaan pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang
pentingbagaimana pandangan guru terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika
gurumenganggap siswa sebagai anak manusia yang memiliki kepribadian, harga
diri,motivasi, dan memiliki kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang lain, maka
baikmenggunakan media hasil teknologi baru atau tidak, proses pembelajaran yang
dilakukanakan tetap menggunakan pendekatan humanis.
B. Landasan Psikologis
Dengan memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan
pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangatberpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Di samping itu, persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar.
Oleh sebab itu, dalam pemilihan media, di samping memperhatikan kompleksitas dan
keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal agar
proses pembelajaran dapat berangsung secara efektif. Untuk maksud tersebut, perlu :
1. Diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perha-tian siswa
serta memberikan kejelasan obyek yang diamatinya.
2. Bahan pembelajaran yang akan diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa.
Kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang
konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan kontinuum konkrit-abstrak dan
kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat. Pertama,
Jerome Bruner, mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya menggu-
nakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic representation of experi-
ment) kemudian ke belajar dengan simbul, yaitu menggunakan kata-kata (symbolic
representation). Kedua, Charles F. Haban, mengemukakan bahwa sebenarnya nilai dari
media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia membuat
jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling abstrak. Ketiga,
Edgar Dale, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa
yangberpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa sebagai
pengamatkejadian nyata, dilanjutkan ke siwa sebagai pengamat terhadap kejadian yang
disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat kejadian yang disajikan
dengan simbul. Jenjang konkrit-abstrak ini ditunjukkan dengan bagan dalam bentuk
kerucut pengalaman (cone of experiment), seperti yang ditunjukkan pada Gambar.
Maksud dari gambar tersebut adalah hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari
pengalaman langsung (kongkret) berdasarkan kenyataan yang ada di lingkungan
hidupnya, kemudian melalui benda-benda tiruan, dan selanjutnya sampai kepada
lambang-lambang verbal (abstrak). Untuk kondisi seperti inilah kehadiran media
pembelajaran sangat bermanfaat. Dalam posisinya yang sedemikian rupa, media akan
dapat merangsang keterlibatan beberapa alat indera. Di samping itu, memberikan solusi
untuk memecahkan persoalan berdasarkan tingkat keabstrakan pengalaman yang
dihadapi pebelajar.
C. Landasan Teknologis
Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan,
penerapan, pengelolaan, dan penilaian proses dan sumber belajar. Jadi, teknologi
pembelajaran merupakan proses kompleks dan terpadu yang melibatkan orang,
prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari cara
pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah-masalah
dalam situasi di mana kegiatan belajar itu mempunyai tujuan dan terkontrol. Dalam
teknologi pembelajaran, pemecahan masalah dilakukan dalam bentuk kesatuan
komponen-komponen sistem pembelajaran yang telah disusun dalam fungsi desain atau
seleksi, dan dalam pemanfaatan serta dikombinasikan sehingga menjadi sistem
pembelajaran yang lengkap. Komponen-omponen ini termasuk pesan, orang, bahan,
media, peralatan, teknik, dan latar.
D. Landasan Empiris
Temuan-temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara
penggunaan media pembelajaran dan karakteristik belajar siswa dalam menentukan
hasil belajar siswa. Artinya, siswa akan mendapat keuntungan yang signifikan bila ia
belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan karakteristik tipe atau gaya
belajarnya. Siswa yang memiliki tipe belajar visual akan lebih memperoleh keuntungan
bila pembelajaran menggunakan media visual, seperti gambar, diagram, video, atau
film. Sementara siswa yang memiliki tipe belajar auditif, akan lebih suka belajar
dengan media audio, seperti radio, rekaman suara, atau ceramah guru. Akan lebih tepat
dan menguntungkan siswa dari kedua tipe belajar tersebut jika menggunakan media
audio-visual. Berdasarkan landasan rasional empiris tersebut, maka pemilihan media
pembelajaran hendaknya jangan atas dasar kesukaan guru, tetapi harus
mempertimbangkan kesesuaian antara karakteristik pebelajar, karakteristik materi
pelajaran, dan karakteristik media itu sendiri.
Daftar rujukan :

1. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/194704171973032
-MULIATI_PURWASASMITA/MEDIA_PEMBELAJARAN.pdf
2. https://www.kompasiana.com/ikpj/54ff4771a33311874a50fb9a/media-pembelajaran-
arti-posisi-fungsi-klasifikasi-dan-karakteristiknya?page=all
3. http://staffnew.uny.ac.id/upload/131872517/pendidikan/modul-mediaprihadi.pdf

Anda mungkin juga menyukai