Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KULIAH LAPANGAN

EKOLOGI HEWAN

Diajukan untuk memenuhi persyaratan mata kuliah ekologi hewan

Oleh
Kelompok 7
Nia Anggraini
Meliyani
Raysa Juwita
Vayolin Eroika
Witri Adriani

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
Kata Pengantar

Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia dari Allah SWT, penulisan Laporan
Kuliah Lapangan Ekologi Hewan telah dapat diselesaikan. Laporan ini ditulis dalam
rangka untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Ekologi Hewan. Salawat dan Salam
dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman
kebodohan kepada zaman yang penuh ilmu pengetahuan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. orangtua yang selalu mendoakan penulis
2. Drs. Ristiono, M.Pd selaku dosen yang telah membimbing kami dalam mata kuliah
Ekologi Hewan
3. Senior dan rekan-rekan yang telah membantu dalam pelaksanaan praktikum dan
kuliah lapangan.
Semua ilmu yang dipelajari tidak akan berguna jika tidak ada pelaksanaan dalam
kehidupan sehari-hari. Ilmu alam pun juga tidak dapat dibuktikan kebenarannya jika
tidak dipraktekkan dan dibuktikan langsung di alam, begitupun mata kuliah Ekologi
Hewan. Oleh karena itu, penulis berharap selain untuk memenuhi persyaratan mata
kuliah Ekologi Hewan, laporan ini juga dapat menambah wawasan tentang hubungan
hewan dengang lingkungannya.
Laporan ini ditulis berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada Kuliah Lapangan
Terpadu (KLT) jurusan Biologi di Kayu Tanam, Kab. Padang Pariaman pada tanggal 22
s/d 24 April 2017
Kami menyadari bahwa setiap pekerjaan tidak ada yang sempurna seperti yang
semestinya. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebenaran
informasi atau ilmu yang dipelajari, dan untuk perbaikan laporan ini di masa yang akan
datang. Kami berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca.

Padang, Mei 2017

Kelompok 7

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekologi Hewan adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara hewan dengan
lingkungannya. Hubungan tersebut dapat berlangsung secara timbal balik maupun
searah. Hubungan antara hewan dengan lingkungannya akan membentuk ekosistem.
Ekosistem hewan merupakan tempat berlangsungnya hubungan antara hewan dengan
lingkungannya. Oleh karena itu, kita perlu memahami tentang hewan dan ekosistem.
Hubungan antara hewan dengan lingkungannya tidak dapat diterka atau
dipelajari secara teori saja, maka dari itu perlu dilakukan pengamatan langsung
dilapangan.

B. Tujuan Kuliah Lapangan


Adapun tujuan dari Kuliah Lapangan dan pembuatan laporan ini diantaranya :
1. memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Hewan.
2. mahasiswa dapat mengenal habitat hewan.
3. mahasiswa dapat mengenal hubungan populasi hewan dengan lingkungannya
4. mahasiswa dapat menambah pengetahuan mengenai ekologi hewan

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Ekosistem


Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu
tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup
yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit
biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik
sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu
siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua
energi yang ada. Ilmu yang mempelajari ekosistem disebut ekologi. Ekologi berasal dari
dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu oikos dan logos. Oikos artinya rumah atau tempat
tinggal, dan logos artinya ilmu. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst
Haeckel (1834 - 1914).
Ekosistem memiliki dua komponen penyusun, yaitu komponen abiotik (tak hidup)
dan komponen biotik (hidup).
 Komponen abiotik
Komponen abiotik suatu ekosistem adalah seluruh benda yang tak hidup, yang
menyangkut fenomena kebendaan dan fenomena kejadian, yang mempengaruhi
ekosistem tersebut.
Misalnya : Cahaya Matahari, air, suhu, derajat keasaman (pH), kelembapan,
kadar garam, mineral, oksigen (O2), karbondioksida (CO2).

 Komponen Biotik
Komponen atau faktor-faktor biotik suatu ekosistem terdiri atas semua makhluk
hidup (organisme), seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme
yang hidup di dalamnya. Berdasarkan fungsi atau peranannya dalam ekosistem,
faktor-faktor biotik itu dapat dikelompokan menjadi produsen dan konsumen.

Keberadaan komponen abiotik dalam ekosistem sangat mempengaruhi


komponen biotik. Komponen abiotik dapat mempengaruhi komponen biotik. Begitu
juga komponen biotik dapat mempengaruhi komponen abiotik dalam ekosistem. Berikut
beberapa contoh pengaruh komponen abiotik terhadap komponen biotik:
 Pengaruh air terhadap makhluk hidup: air sangat berguna bagi makhluk hidup,
sebagai contoh perhatikan tanaman padi yang tumbuh di sawah. Akar padi
menembus ke dalam tanah untuk menyerap air dan zat-zat hara. Bila tanah
mengandung cukup air, maka padi akan tumbuh subur, sebaliknya bila
kekurangan air maka padi tidak akan tumbuh dengan baik.
 Pengaruh udara terhadap makhluk hidup: udara juga berguna bagi hewan
maupun tumbuhan. Udara mengandung antara lain: oksigen dan karbon
dioksida. Oksigen berguna untuk pernafasan baik manusia maupun hewan.

 Pengaruh tanaman terhadap tanah dan udara: adanya penanaman pohon yang
dapat hidup di tanah yang kurang subur, maka kondisi tanah tersebut dapat
diperbaiki. Pohon-pohon berpengaruh dengan cara mengubah struktur tanah dan
mengurangi erosi.
 Energi sinar matahari diperlukan oleh tumbuhan untuk melakukan proses
fotosintesis. Tumbuhan melakukan proses fotosintesis, hasilnya adalah makanan
dan oksigen. Oksigen dibuang ke udara, dan dipergunakan oleh makhluk hidup
lain untuk bernapas, sedangkan makanan yang terbentuk dimanfaatkan sebagai
makanan makhluk hidup yang lain.
 Ampas respirasi berupa CO2 dibuang ke udara, dipakai kembali oleh tumbuhan
untuk bahan dasar proses fotosintesis.
 Makhluk hidup (hewan) membuang kotoran dalam bentuk urine (air kencing)
dan tinja ke lingkungan (tanah) setelah terjadi penguraian kotoran tersebut
meresap ke dalam tanah dan menjadi sumber mineral bagi tumbuhan. Mineral-
mineral tersebut diserap kembali oleh tumbuhan melalui akar, untuk membantu
segala proses kehidupan tumbuhan

2.2 Populasi
Populasi adalah kumpulan individu dari suatu jenis organisme. Pengertian ini
dikemukakan untuk menjelaskan bahwa individu- individu suatu jenis organisme dapat
tersebar luas di muka bumi, namun tidak semuanya dapat saling berhubungan untuk
mengadakan perkawinan atau pertukaran informasi genetik, karena tempatnya terpisah.
Individu- individu yang hidup disuatu tempat tertentu dan antara sesamanya dapat
melakukan perkawinan sehingga dapat mengadakan pertukaran informasi genetik
dinyatakan sebagai satu kelompok yang disebut populasi.
Ada dua ciri dasar populasi, yaitu :

1. Ciri- ciri biologi


Seperti halnya suatu individu, suatu populasi pun mempunyai ciri- ciri biologi,
antara lain :
a. Mempunyai struktur dan organisasi tertentu, yang si fatnya ada yang konstan
dan ada pula yang berfluktuasi dengan berjalannya waktu (umur)
b. Ontogenetik, mempunyai sejarah kehidupan (lahir, tumbuh, berdiferensiasi,
menjadi tua  = senessens, dan mati)
c. Dapat dikenai dampak lingkungan dan memberikan respons terhadap
perubahan  lingkungan
d. Mempunyai hereditas
e. Terintegrasi oleh faktor- faktor hereditaa oleh faktor- fektor herediter
(genetik) dan ekologi (termasuk dalam hal ini adalah kemampuan
beradaptasi, ketegaran reproduktif dan persistensi. Persistensi dalam hal ini
adalah adanya kemungkinan untuk meninggalkan keturunanuntuk waktu
yang lama.

2. Ciri- ciri statistic


Ciri- ciri statistik merupakan ciri- ciri kelompok yang tidak dapat di terapkan
pada individu, melainkan merupakan hasil perjumpaan dari ciri- ciri individu itu
sendiri, antara lain:
a. Kerapatan (kepadatan) atau ukuran besar populasi berikut parameter-
parameter utama yang mempengaruhi seperti natalitas, mortalitas, migrasi,
imigrasi, emigrasi.
b. Sebaran (agihan, struktur) umur
c. Komposisi genetik (“gene pool” = ganangan gen)
d. Dispersi(sebaran individu intra populasi

Faktor-faktoryang mempengaruhi penyebaran populasi:


 Distribusi sumberdaya
 Perilaku sosial (pada hewan)
 Faktorlain (interaksiorganisme, tempat berlindung,oksigen terlarut, dll)

Faktor pembatas pertumbuhan populasi terdiri dari :


 Tergantung kepadatan : makanan dan ruangan
 Tidak tergantung kepadatan :iklim dan bencana alam

Faktor pembatas menyebabkan spesies menerapkan strategi untuk bertahan


hidup. Kelangkaan suatu hewan dapat ditinjau dari aspek kelimpahan, tepatnya
intensitas (kerapatan) dan prevalensi menunjukkan jumlah atau ukuran area-area yang di
tempati spesies itu atau cacah dan besarnya daerah yang dialami oleh makhluk di dalam
kawasan secara keseluruhan.
Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi (= prevalen) dapat lebih sering
dijumpai, sebab daerah penyebarannya luas, maka lebih sering dijumpai, sebab daerah
penyebarannya luas, maka lebih mudah di jumpai dimana-mana. Berbada halnya dengan
suatu spesies yang prevalensinya rendah, karena daerah penyebarannya sempit hanya
dapat di jumpai pada tempat-tempat tertentu saja (= terlokalisasi). Adapun faktor-faktor
penyebab punahnya hewan  yang berkaitan dengan  tindakan manusia itu antara lain
sebagai berikut:
1. Habitat hilang atau mengalami degradasi
Manusia banyak mengganggu habitat dalam melakukan tindakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Gangguan habitat itu ada yang sampai
menyebabkan habitat hilang, ada yang mengalami degradasi dan paling tidak ada
habitat yang terganggu.
Beberapa contoh habitat yang hilang, rusak atau terganggu karena terganggu
oleh perbuatan manusia adalah sebagai berikut.
a. Hutan di tebang untuk di jadikan daerah pemukiman. Ini merupakan
contoh hilangnya habitat. Perubahan hutan menjadi daerah perumahan,
terutama perumahan di daerah perkotaan menyebabkan pohon-pohonan
dan tumbuhan lain di tebang habis.
b. Kerusakan terumbu karang karena ledakan dinamit yang di gunakan
orang untuk menangkap ikan. Penangkapan ikan dengan menggunakan
dinamit pada umumnya di lakukan di daerah yang dangkal yang banyak
di huni oleh hewan-hewan karang. Ledakan dinamit di tempat tersebut
dapat merusak terumbu karang
2. Fragmentasi habitat
Pembuatan jalan, pengembangan daerah pertanian dan pembuatan daerah
pemukiman di lingkungan habitat yang luas tidak menghilangkan habitat secara
keseluruhan. Jalan, perkebunan, dan kota yang di bangun orang menyebabkan
habitat terpisah-terpisah. Pemisahan itu menyebabkan habitat terpecah menjadi
kecil-kecil, sehingga menyebabkan hewan terkungkung pada lingkungan sempit
yang tidak memungkinkan hewan tumbuh dan berkembangbiak secara optimal.
3. Pemburuan komersial.
Pemburuan komersial adalah pemburuan binatang sebagai upaya untuk
memperoleh penghasilan bukan untuk rekreasi.
4. Faktor lain
Di negara-negara yang wilayahnya luas, misalnya Amerika Serikat, jalan raya
yang menghubungkan kota dengan kota lain amat panjang. Jalan itu melintasi
tempat-tempat yang masih di huni oleh hewan liar, masalnya hutan dan padang
rumput. Jalan itu memisahkan kawasan tersebut menjadi dua bagian, yaitu di kiri
dan di kanan jalan. Hewan-hewan liar yang hidup di kawasan itu sering kali
menyeberang jalan pada malam hari. Di antara hewan-hewan itu banyak yang
terlindas kendaraan yang melintas di jalan tersebut.

2.3 Komunitas
Komunitas dalam arti Ekologi mengacu kepada kumpulan populasi yang terdiri
dari spesies yang berlainan, yang menempati suatu daerah tertentu. Sedangkan
pengertian komunitas secara umum sendiri adalah kumpulan populasi makhluk hidup
yang saling berinteraksi dan tinggal di suatu habitat. Setiap komunitas tidak harus
menempati daerah yang luas, artinya komunitas dapat mempunyai ukuran berapa pun.
Misalnya dalam  suatu aquarium yang terdiri dari ikan, siput, hydrilla sebagai
komponen biotik, serta air, bebatuan sebagai komponen abiotik dapat disebut sebagai
suatu komunitas. Komunitas tumbuhan di daerah trofik biasanya bersifat rumit dan
tidak mudah diberi nama menurut satu atau dua spesies yang paling berkuasa
sebagaimana yang umum di daerah yang beriklim sedang.

Berikut ini beberapa jenis interaksi yang terdapat pada komunitas:


1. Kompetisi
Kompetisi antar spesies adalah interaksi yang terjadi sewaktu individu-individu
spesies yang berbeda bersaing memperebutkan sumber daya yang membatasi
pertumbuhan dan kesintasan mereka. Misalnya, gulma yang tumbuh di kebun
bersaing dengan tumbuhan kebun memperebutkan nutrien tanah dan air.
Belalang dan bison di Great Plaints bersaing memperebutkan rumput yang
menjadi makanannya.Lynk dan rubah hutan utara Alaksara dan Kanada bersaing
memperebutkan makanan seperti terwelu sepatu-salju. Berkebalikan dengan itu,
sejumlah sumber daya, misalnya oksigen, jarang mengalami kelangkaan; dengan
demikian walaupun sebagian besar spesies menggunakan sumber daya ini,
jarang ada kompetisi memperebutkan oksigen.
2. Simbiosis
Sewaktu individu dari satu atau lebih spesies hidup dalam kontak langsung dan
akrab dengan satu sama lain, hubungan mereka dinamakan dengan simbiosis.
Definisi umum simbiosis yaitu mencakup semua interaksi semacamnya itu,
entah itu berbahaya, bermanfaat, atau netral. Macam-macam interaksi simbiosis,
yaitu sebagai berikut:
a. Parasitisme
parasitisme adalah interaksi simbiotik (+/-) dengan suatu organisme,
parasit memperoleh nutrien dari organisme lain, sang inang (host), yang
dirugikan dalam proses tersebut. Parasit yang hidup dalam tubuh inang,
misalnya cacing pita disebut endoparasit, sedangkan parasit yang makan
dipermukaan kulit disebut ektoparasit. Salah satu tipe khusus parasitisme,
serangga parasitoid–biasanya tawon kecil–bertelur pada atau dalam inang
yang masih hidup. Larva kemudian menyantap tubuh inang dan pada
akhirnya membunuhnya. Interaksi parasitisme ini merupakan interaksi
antara dua organisme yang satu untung dan yang satunya lagi dirugikan.
b. Mutualisme
simbiosis mutualistik, atau mutualisme adalah interaksi antar spesies
yang menguntungkan kedua spesies (+/+). Hubungan mutualisme
terkadang melibatkan evolusi adaptasi-adaptasi terkait pada kedua
spesies, dengan perubahan pada masing-masing spesies mungkin
mempengaruhi kesintasan dan reproduksi spesies yang satu lagi.
Misalnya, kebanyakan tumbuhan berbunga memiliki adaptasi-adaptasi
seperti nektar atau buah yang melibatlkan hewan yang berfungsi dalam
polinasi atau penyebaran biji.
Demikian pula banyak hewan yang memiliki adaptasi-adaptasi yang
membantu menemukan mengonsumsi nektar. Contoh dari simbiosis
mutualisme ini yaitu: fiksasi nitrogen oleh nodul akar polong-polongan,
pencernaan selulosa oleh mikroorganisme dalam sistem pencernaan
rayap dan mamalia pemamah-biak, dan interaksi antara rayap dan
mikroorganisme dalam pencernaan serangga tersebut.
c. Komensalisme
interaksi antara spesies yang menguntungkan yang satu namun tidak
merugikan atau membantu spesies yang satu lagi (+/0) disebut dengan
interaksi komensalisme. Interaksi komensal sulit didokumentasi di alam,
sebab asosiasi dekat antara spesies berkembangkinan mempengaruhi
kedua spesies, meskipun hanya sedikit. Misalnya, spesies “penumpang”,
seperti alga yang hidup di cangkang penyu air atau tertitip yang melekat
ke paus, terkadang dianggap komensal. Para penumpang memperoleh
tempat untuk tumbuh sementara tampaknya hanya berpengaruh kecil
pada hewan yang ditumpangi. Akan tetapi, para penumpang itu mungkin
sebenarnya sedikit mengurangi keberhasilan reproduksi inang, karena
mengurangi efisiensi pergerakan inang sewaktu mencari makan atau
meloloskan diri dari predator. Sebaliknya, para penumpang mungkin
memperoleh manfaat dalam bentuk kamuflase. Sejumlah asosiasi yang
mungkin komensalimse melibatkan satu spesies yang memperoleh
makanan yang tanpa sengaja tersingkapkan oleh spesies lain. Misaalnya,
cowbird dan kuntul kerbau memakan serangga yang berguguran dari
rumput yang dilahap oleh bison, sapi, kuda, dan herbivora lain. Karena
tingkat makan burung meningkat sewaktu mengikuti herbivora, jelas
burung memperoleh keuntungan dari asosiasi tersebut. Herbivora
mungkin nyaris selalu tidak dipengaruhi oleh hubungan semacam itu.
Akan tetapi herbivora mungkin terkadang memperoleh keuntungan;
burung cendrung merupakan pemakan oportunistik yang terkadang
mematuk dan memakan tungau dan ektoparasit lain dari herbivora.
Burung juga mungkin memberikan peringatan pada herbivora jika ada
predator mendekat.

Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar dapat


dibagi dalam dua bagian yaitu
1. Komunitas akuatik, komunitas ini misalnya yang terdapat di laut, di danau, di
sungai, di parit atau di kolam.
2. Komunitas terrestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di pekarangan, di
hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll.

Bagi tumbuhan akuatik, intensitas cahaya sangat menentukan penggunaan energi


untuk fotosintesis. Tumbuhan kekurangan energi jika intensitas cahaya berkurang.
Semakin cerah suatu perairan semakin jauh cahaya matahari yang dapat tembus
kedalam perairan dan dengan begitu akan banyak ditemukan tumbuhan laut seperti
lamun yang memerlukan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis
Pada umumnya perairan organik lebih cerah daripada perairan pantai yang
banyak bahan-bahan berbentuk partikel dan bahan terlarut yang terdapat didalamnya.
Berdasarkan bentuknya, waduk dapat diklasifikasikan atas waduk tipe danau (lake type),
tipe sungai (river type), tipe bercabang banyak (multiple branch type). Waduk Faperika
dapat digolongkan ke dalam tipe danau, karena terjadinya waduk ini akibat
pembendungan suatu dataran rendah dan bentuknya yang melebar
Sumber air ini adalah air yang mengalir dan meresap dari catchman area yang
ada disekitarnya karena tidak ada aliran sungai yang masuk ke waduk. Komunitas
adalah kumpulan populasi yang hidup didaerah tertentu atau habitat fisik tertentu
dengan satuan yang terorganisir. Selanjutnya, dikatakan bahwa komunitas merupakan
suatu system dari kumpulan populasi yang hidup pada areal tertentu dan terorganisasi
secara luas dengan karakteristik tertentu, serta berfungsi sebagai kesatuan transformasi
metabolis.
Beberapa karakteristik struktur komunitas yang biasanya dijadikan petunjuk
adanya derajad ketidakstabilan ekologis meliputi: keseragaman,dominansi, keragaman,
dan kelimpahan. Suhu air merupakan faktor yang cukup penting bagi lingkungan
perairan, kecerahan dan kekeruhan. Setiap spesies atau kelompok mempunyai batas
toleransi maksimum dan minimum untuk hidupnya. Kenaikan suhu akan menyebabkan
naiknya kebutuhan oksigen untuk reaksi metabolisme dalam tubuh organisme.
Kecerahan adalah suatu parameter  perairan yang merupakan suatu kedalaman dari
perairan atau lapisan perairan yang dapat ditembus oleh sinar matahari. Kecerahan
merupakan salah satu parameter dari produktivitas perairan karena kecerahan perairan
merupakan hubungan langsung dengan zona fotik
Suhu berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap organisme
perairan. Secara langsung suhu berpengaruh pada fisiologi fotosintesis, sedangkan
secara tak langsung suhu menentukan terjadinya stratifikasi atau pencampuran struktur
perairan yang menjadi habitat organisme perairan
Komunitas dapat dicatat dengan kategori utama dari bentuk-bentuk
pertumbuhan-pertumbuhan (pohon, semak, belikar, lumut dan alga) yang menyusun
struktur komunitas hewan dan tumbuhan secara fisik.
BAB III
METODE PENGAMATAN

A. Alat Dan Bahan


1. Membuat Pitfall Trap
a. Alat : - Botol plastik 4 buah
- Kertas kardus 4 buah ukuran 15cm X 30cm
- Bambu ukuran 20cm sebanyak 16 buah
- Pisau/golok
b. Bahan : - Air
- Sabun tombak
- Saka tebu
- Plastik dan karet gelang
- Label
- Alkohol
2. Membuat jebakan dengan lampu semprong
a. Alat : - Lampu semprong
- Baskom
- Kertas karton hitam
- Bambu ukuran 50 cm
b. Bahan : - Air
- Plastik dan karet gelang
- Minyak kerosin
- Label
- Alkohol
3. Menentukan kerapatan dengan insect net
a. Alat : - Insec net
- Pisau/golok
- Tali rafia yang dibatasi setiap 2m
b. Bahan : - Label
- Plastik dan karet gelang
B. Cara Kerja
1. Membuat Pitfall Trap
- Memotong seluruh botol menjadi dua bagian
- Membuat lubang pada tanah sedalam botol yang telah dipotong dan jangan
sampai berserakan tanah pada pinggiran lubang.
- Memasukkan botol tersebut kedalam lubang dan menimbun pinggiran lubang
yang tidak tertutupi
- Membuat larutan untuk dimasukkan kedalam botol. Larutan terdiri dari air+saka
tebu+sabun tombak. Lalu menghomogenkan larutan tersebut
- Memasukkan larutan kedalam botol hingga sepertiga botol
- Membuat atap dari kertas kardus dan setiap sudutnya diberi bambu sebagai
tiangnya dan menancapkannya ketanah sehingga lubang tersebut tertutupi
- Melakukan pengamatan tersebut sebanyak 4 kali pengulangan. Dan
menggunakan alat dan bahan yang baru
- Saat mengganti larutan berikutnya larutan yang sudah dibiarkan selama beberapa
waktu tersebut dimasukkan kedalam plastik dan diamati hewan aa saja yang ada
didalamnya
2. Membuat jebakan dengan lampu semprong
- Memasukan minyak kerosin kedalam wadah lampu semprong
- Mengisi baskom dengan air dan meletakkan lampu semprong didalamnya dan
memberi api pada sumbunya. Jarak pengamatan ini dengan pengamatan pertama
kurang lebih 1m.
- Membuat pembatas pada pinggiran baskom dengan menggunakan kertas karton
hitam dan memberi tiang berupa bambu. Sebelumnya bambu tersebut haruslah
terbelah dua hingga setenggahnya, untuk menjepit kertas tersebut
- Penggamatan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu dilakukan dimalam hari
- Setiap selesai pengamatan air yang ada didalam baskom dimasukkan kedalam
plastik dan mengamati hewan apa saja yang terperangkap didalamnya.
3. Menentukan kerapatan dengan insect net
- Membuat jarak dalam melakukan pengamatan dengan meggunakan tali rafia.
- Memasukan batu yang berukuran sedang kedalam insect net dan mengikatnya
dengan karet gelang
- Mengayunkan insect net kekiri dan kekanan disepanjang tali rafia
- Menutup insect net dengan cara memuratnya dan batu yang ada di bawah
otomasis menutup insect net
- Mengamati hewan apa saja yang terperangkan di dalam insect net tersebut dan
memasukan kedalam plastik
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan
1. Membuat Pitfall Trap
 Perlakuan 1 = semut, kumbang, kepinding
 Perlakuan 2 = semut, jangkrik
 Perlakuan 3 = semut, jangkrik, kumbang
 Perlakuan 4 = semut
2. Membuat jebakan dengan lampu semprong
 Malam 1 = laba-laba, nyamuk, jangkrik
 Malam 2 = jangkrik, kumbang, kunang-kunang
3. Menentukan kerapatan dengan insec net
 Lebah, capung
B. Pembahasan
Dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui banyak yang mempengaruhi dalam
berlangsungnya kehidupan. Ekologi adalah salah satu ilmu yang mempelajari tentang
hubungan makhluk hidup dengan lingkungannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
ekologi hewan adalah ilmu yang mengkaji hubungan hewan dengan hewan lainnya,
makhluk hidup dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya
diantaranya adalah komponen abiotik dan biotik. Jadi pada pengamatan kali ini akan
dilakukan pengamatan berdasarkan populasi dan komunitas hewan yang ada pada suatu
ekosistem serta kerapatan atau seberapa besar penguasaan hewan tersebut mendominasi
pada suatu daerah tersebut. Jadi pada pengamatan dilakukan tiga pengamataan dan
perlakuan yang berbeda-beda untuk dilihat hasilnya, diantaranya adalah :
1. Membuat Pitfall Trap
Pada saat membuat jebakan pada lubang dengan menggunakan larutan saka tebu dan
sabun tombak tujuannya agar ada hewan yang terjebak kedalamnya. Jadi kita bisa tahu
apa saja hewan yang ada pada daerah tersebut. Dan setelah dilakukan pengamatan
selama 3 hari dengan membuat sebanyak 4 perlakuan dengan waktu yang berbeda-beda,
maka didapat masing-masing perlakuannya adalah, pada perlakuan 1 hewan yang
terjebak didalamnya adalah semut, kumbang dan kepinding. Pada perlakuan 2 hewan
yang terjebak didalamnya adalah semut dan jangkrik. Pada perlakuan 3 hewan yang
terjebak didalamnya adalah semut, jangkrik dan kumbang. Dan yang terakhir pada
perlakuan 4 hewan yang terjebak didalamnya adalah semut saja. Jadi dari hasil
pengamatan yang diperoleh, semutlah yang selalu tertarik pada aroma larutan tersebut
sehingga terjebak didalamnya. Larutan tersebut sengaja dibuat dengan campuran air
saka dan sabun tombak supaya hewan disekitarnya bisa tertarik ke jebalan yang dibuat.
2. Membuat jebakan dengan lampu semprong
Pada perlakuan kali ini dibuat jebakan dengan menggunakan lampu semprong yang
diletakkan didalam baskom yang berisi air sehingga hewan disekitarnya dapat
terperangkap dan masuk kedalamnya. Perlakuan ini dilakukan paada malam hari selama
dua malam dan setiap pagi harinya di lihat apakah ada hewan yang terjebak didalamnya
dan kemudaian diamati. Jadi hasil pengamatan yang dilakukan selama dua malam
diantaranya adalah, pada malam pertama hewan yang terjebak didalamnya adalah laba-
laba, nyamuk dan jangkrik. Dan pada malam kedua hewan yang terjebak didalamnya
adalah jangkrik kumbang dan kunang-kunang. Itulah hewan yang terjebak kedalam
perangkap yang dibuat dengan menggunakan lampu semprong tersebut. Dan hewan
yang selalu terjebak pada setiap jebakan adalah jangkrik.
3. Menentukan kerapatan dengan insect net
Pengamatan ini adalah pengamatan terakhir pada praktikum lapangan, dimana
dilakukan pada siang hari, tujuan praktikum ini untuk melihat kerapatan jenis yang ada
pada komunitas didaerah tersebut. Digunakan tali rafia sebagai pembatas dan selakigus
plot untuk mengamati hewan yang ada di dalamnya dengan mengguanakan insect net.
Jadi setelah dilakukan pengamatan ternyata hewan yang terperangkap diantaranya
adalah lebah dn cabung. Namun, jika dilihat kembali capunglah yang mendominasi
keberadaanya di suatu komunitas tersebut. Karena dapat dilihat secara langsung
dilapangan bahwa capung banyak disana.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengematan pada saat praktikum dilpangan didapat kesimpulan
bahwa :
1. Beberapa karakteristik struktur komunitas yang biasanya dijadikan petunjuk
adanya derajad ketidakstabilan ekologis meliputi: keseragaman,dominansi,
keragaman, dan kelimpahan. Suhu air merupakan faktor yang cukup penting
bagi lingkungan perairan, kecerahan dan kekeruhan
2. Sewaktu individu dari satu atau lebih spesies hidup dalam kontak langsung dan
akrab dengan satu sama lain, hubungan mereka dinamakan dengan simbiosis.
3. komunitas secara umum sendiri adalah kumpulan populasi makhluk hidup yang
saling berinteraksi dan tinggal di suatu habitat.
4. Hewan yang di temukan pada masing-masing perlakuan dan pengamatan adalah
umumnya jenis serangga.

B. Saran
Ekologi hewan adalah matakuliah yang berhubungan dengan hewan dengan hewan
maupun hewan dengan lingkungannya. Pada praktikum dijelaskan bagaimana populasi
dan komunitas tersebut. Dan saran untuk praktikum lapangan selanjutnya adalah
semoga praktikum berjalan dengan baik dan waktunya juga sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell dkk.2003.Biology edition 3.Jakarta:Erlangga

Deshmukh, Lan, 1986. Ekologi dan Biologi Tropika. Blackwell Scientific Publications

Limited, Oxford.

Erawati, Nety V., dan Sih Kahono .2010. “J. Entomol. Indon” Keanekaragaman Dan

Kelimpahan Belalang Dan Kerabatnya (Orthoptera) Pada Ekosistem

Pegunungan Di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. September 2010,

Vol. 7, No. 2. Hal: 100-115.

Fried, George H & George J. Hademenos. 2005. Biologi Edisi Kedua. Jakarta :

Erlangga.

Indriyanto, 2010. Ekologi Hutan. Bumi Aksara, Jakarta.

Istamar, Syamsuri dkk.2004. Biologi.Jakarta:Erlangga

McKully, Kristin.2010.Abiotics factor marine.Melbourne:Melbourne University

Anda mungkin juga menyukai