Anda di halaman 1dari 12

Infeksi nosokomial adalah istilah yang merujuk pada suatu infeksi yang berkembang di

lingkungan rumah sakit. Artinya, seseorang dikatakan terkena infeksi nosokomial apabila
penularannya didapat ketika berada di rumah sakit. Termasuk juga infeksi yang terjadi di
rumah sakit dengan gejala yang baru muncul saat pasien pulang ke rumah, dan infeksi yang
terjadi pada pekerja di rumah sakit.
Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia dan berpengaruh buruk pada kondisi kesehatan di
negara-negara miskin dan berkembang. Selain itu, infeksi nosokomial termasuk salah satu
penyebab terbesar kematian pada pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit.

Infeksi nosokomial bisa menyebabkan pasien terkena bermacam-macam penyakit dengan


gejala yang berbeda-beda. Beberapa penyakit yang paling sering terjadi akibat infeksi
nosokomial adalah:

 Infeksi aliran darah primer (IADP).


 Pneumonia.
 Infeksi saluran kemih (ISK).
 Infeksi luka operasi (ILO).

Penyebab dan Faktor Risiko Infeksi Nosokomial


Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dapat terkena infeksi nosokomial adalah:
 Patogen (bakteri, jamur, virus, parasit)
Jumlah dan virulensi (kekuatan) bakteri yang tinggi, serta resistensi bakteri terhadap
antibiotik dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Umumnya,
infeksi nosokomial disebabkan oleh bakteri yang ada di rumah sakit. Bakteri tersebut
bisa didapat dari orang lain yang ada di rumah sakit, bakteri yang menjadi flora
normal (bakteri yang secara normal ada di dalam tubuh dan pada keadaan normal
tidak menyebabkan gangguan) orang itu sendiri, atau bakteri yang mengontaminasi
lingkungan dan alat-alat di rumah sakit. Selain bakteri, jamur dan virus atau parasit
juga dapat menjadi penyebab infeksi nosokomial.Yang dimaksud dengan bakteri yang
resisten adalah ketika antibiotik menjadi kurang efektif untuk membunuh bakteri
tersebut. Hal ini disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan
anjuran dokter. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan mengakibatkan bakteri
yang ada di dalam tubuh manusia berubah karakter dan menjadi tahan terhadap
antibiotik. Rumah sakit merupakan tempat beragam jenis pasien, sehingga bakteri
yang resisten tersebut dapat menyebar di lingkungan rumah sakit dan akan lebih sulit
untuk ditangani bila menjangkiti seseorang.
 Kondisi Pasien
Selain bakteri, kondisi dari pasien tersebut juga memengaruhi dapat atau tidaknya
terkena infeksi nosokomial. Beberapa kondisi pasien yang membuat lebih mudah
terserang infeksi nosokomial:
- Usia. Pasien lansia (usia di atas 70 tahun) dan bayi lebih mudah terserang infeksi
nosokomial.
- Daya tahan tubuh dan penyakit yang dimiliki. Pasien dengan penyakit kronis
seperti diabetes, gagal ginjal, dan kanker meningkatkan risiko seseorang terkena
infeksi nosokomial. Keadaan akut seperti koma, gagal ginjal akut, cedera berat
(seperti habis kecelakaan atau luka bakar), dan syok juga berkontribusi dalam
meningkatkan risiko infeksi nosokomial. Kondisi yang mengakibatkan daya tahan
tubuh turun seperti pada penyakit HIV/AIDS, malnutrisi, dan menggunakan obat-
obatan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh.
(misalnya: immnunosuppresant, kemoterapi) akan meningkatkan risiko terkena
infeksi nosokomial.
- Prosedur yang dilakukan terhadap pasien. Prosedur seperti tindakan operasi,
pemasangan alat bantu napas (ventilator), endoskopi, atau kateter meningkatkan
risiko seseorang untuk terkena infeksi nosokomial melalui kontaminasi langsung
dengan alat yang masuk ke dalam tubuh.

 Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah sakit yang padat, kegiatan memindahkan pasien dari satu unit ke
unit yang lain, dan penempatan pasien dengan kondisi yang mudah terserang infeksi
nosokomial (misalnya pada ruang perawatan intensif, ruang perawatan bayi, ruang
perawatan luka bakar) di satu tempat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi nosokomial. Lamanya waktu perawatan di rumah sakit juga semakin
meningkatkan risiko terkena penyakit nosokomial.

Gejala Infeksi Nosokomial


Gejala yang dialami sama dengan tanda-tanda infeksi lainnya seperti demam, takikardia,
sesak, dan lemas. Pada pneumonia dapat terjadi batuk dengan dahak yang kental dan pada
infeksi saluran kemih terdapat nyeri daerah punggung bawah atau perut bawah. Yang
terpenting, seluruh gejala ini timbul setelah perawatan di rumah sakit dan tidak sesuai dengan
keluhan awal saat masuk rumah sakit.

Diagnosis Infeksi Nosokomial


Dokter dapat mencurigai seorang pasien terkena infeksi nosokomial berdasarkan tanda-tanda
atau gejala yang dialaminya. Diagnosis infeksi nosokomial dipastikan dengan menemukan
bakteri penyebab dari tempat yang dicurigai mengalami infeksi. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan mengambil sampel urine, dahak, darah, atau cairan lainnya (misalnya cairan luka
operasi) untuk dibiakkan atau dikultur dalam sebuah medium untuk melihat adanya
pertumbuhan bakteri. Pemeriksaan kultur ini juga dapat dilakukan untuk jamur, bila dicurigai
penyebab infeksi nosokomial adalah jamur.
Selain pemeriksaan kultur, untuk mendiagnosis infeksi nosokomial juga didukung dari
pemeriksaan lain seperti:

 Analisis urine dan USG saluran kemih untuk mendeteksi terjadinya infeksi saluran
kemih.
 Foto Rontgen dada untuk mendeteksi pneumonia.

Pengobatan Infeksi Nosokomial


Sambil menunggu hasil kultur bakteri, pengobatan awal untuk infeksi nosokomial adalah
pemberian antibiotik secara empiris, yaitu pemberian antibiotik yang tidak spesifik sebelum
ada hasil dari kultur. Biasanya diberikan antibiotik dengan kemampuan luas yang dapat
menyerang hampir seluruh jenis bakteri. Setelah ada hasil pemeriksaan, pemberian antibiotik
akan disesuaikan dengan jenis bakteri secara lebih spesifik. Antijamur maupun antivirus juga
dapat diberikan bila dicurigai penyebabnya dari jamur atau virus.
Seluruh alat yang menempel pada tubuh dan mengakibatkan infeksi seperti kateter, selang
napas, selang infus, atau lainnya bila memungkinkan segera dicabut. Terapi suportif seperti
pemberian cairan, oksigen, atau obat untuk mengatasi demam dapat diberikan.
Prosedur operasi debridement dapat dilakukan untuk infeksi pada luka operasi, dengan cara
memmotong atau mengangkat jaringan yang tidak sehat.

Komplikasi Infeksi Nosokomial


Komplikasi yang dapat terjadi dari infeksi nosokomial adalah:

 Endokarditis.
 Gagal ginjal.
 Sepsis.

Pencegahan Infeksi Nosokomial


Langkah-langkah pencegahan infeksi nosokomial menjadi tanggung jawab seluruh orang
yang ada di rumah sakit termasuk petugas kesehatan, pasien dan orang yang berkunjung.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi ini adalah:

 Cuci tangan. Tangan merupakan media yang paling baik bagi kuman untuk
berpindah. Oleh karena itu penting bagi seluruh orang yang berada di rumah sakit
untuk mencuci tangan dengan cara dan waktu yang tepat. Terdapat lima saat yang
penting untuk melakukan cuci tangan:
o Sebelum memegang pasien.
o Sebelum melakukan prosedur kepada pasien.
o Setelah terpapar dengan cairan tubuh (misalnya darah, urin, atau feses).
o Setelah menyentuh pasien.
o Setelah menyentuh barang-barang di sekitar pasien.
 Menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit. Kebersihan lingkungan rumah sakit
dilakukan dengan cara membersihkan lingkungan rumah sakit dengan menggunakan
cairan pembersih atau disinfektan dengan frekuensi 2-3 kali per hari untuk lantai dan
2 minggu sekali untuk dinding.
 Penggunaan alat dan prosedur. Menggunakan alat atau selang yang menempel pada
tubuh seperti alat bantu napas atau kateter urine, serta melakukan tindakan medis
lainnya sesuai dengan indikasi (tepat guna).
 Penempatan pasien di ruang isolasi. Pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah
atau pasien yang berpotensi untuk menularkan penyakit diharuskan untuk
ditempatkan di ruang isolasi.
 Mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP). Bagi staf rumah sakit penting
untuk mengikuti SOP setiap melakukan tindakan seperti menggunakan pelindung
standar seperti sarung tangan, masker, atau perlengkapan lain yang dianjurkan.

2. Penularan Infeksi Nosokomial

Cara penularan infeksi nosokomial antara lain :

a. Penularan secara kontak Penularan ini dapat terjadi baik secara kontak langsung,
kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi
berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan
infeksi hepatitis A virus secara fekal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila
penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena
benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh sumber infeksi, misalnya kontaminasi
peralatan medis oleh mikroorganisme .

b. Penularan melalui common vehicle Penularan ini melalui benda mati yang telah
terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu
pejamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra
vena, obat-obatan, cairan antiseptik, dan sebagainya .

. c. Penularan melalui udara dan inhalasi Penularan ini terjadi bila mikroorganisme
mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak
yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat
dalam sel-sel kulit yang terlepas akan membentuk debu yang 10 dapat menyebar jauh
(Staphylococcus) dan tuberkulosis .

d. Penularan dengan perantara vektor Penularan ini dapat terjadi secara eksternal
maupun internal. Disebut penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan
secara mekanis dari mikroorganime yang menempel pada tubuh vektor, misalnya
shigella dan salmonella oleh lalat. Penularan secara internal bila mikroorganisme
masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan biologik, misalnya parasit
malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologik, misalnya Yersenia
pestis pada ginjal (flea) .

e. Penularan melalui makanan dan minuman Penyebaran mikroba patogen dapat


melalui makanan atau minuman yang disajikan untuk penderita.

3.Faktor yang menentukan infeksi nosokomial

Mikroba patogen dapat ikut Untuk keseragaman pemahaman, diperlukan adanya


definisi atau batasan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial menyangkut dua hal
pokok, yaitu penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit
dan adanya transmisi mikroba patogen ke penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan tersebut. Setiap penyakit memiliki masa inkubasi yang berbeda, oleh
karena itu perlu adanya penjabaran lebih spesifik mengenai manifestasi klinis.
Manifestasi klinis seperti telah disebutkan dapat muncul selama pasien dalam proses
perawatan ataupun setelah selesai menjalani proses perawatan / setelah pasien keluar
dari rumah sakit. Kadang terjadi penularan / infeksi, namun tidak ada manifestasi
klinis. Dalam hal ini sangat diperlukan penilaian laboratorium. Suatu infeksi dapat
dikatakan didapat dari rumah sakit apabila memiliki kriteria sebagai berikut:

: 1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda
klinik dari infeksi tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa
inkubasi dari infeksi tersebut.

3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam


sejak mulai perawatan. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan
menunjukkan tanda infeksi kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi
penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit (infeksi bukan berasal dari
rumah sakit)

. 4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa atau residual dari infeksi sebelumnya.

5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti
infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu
yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokmial.

6. Penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit dan
kemudian menderita keracunan makanan dengan penyebab bukan produk bakteri
tidak termasuk infeksi nosokomial.

7. Untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit dan kemudian timbul tanda-
tanda infeksi, dapat digolongkan sebagai infeksi nosokomial apabila infeksi tersebut
dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.

8. Infeksi yang terjadi pada petugas pelayanan medis serta keluarga / pengunjung
tidak termasuk infeksi nosokomial.

Mikroba patogen yang menimbulkan infeksi nosokomial akan masuk ke


penjamu melalui port d’entrée dan setelah melewati masa inkubasi akan timbul reaksi
sistemik pada penderita berupa manifestasi klinik ataupun laboratorium. Bakteremia
merupakan respon sistemik penderita terhadap infeksi, di mana mikroba atau
toksinnya berada di dalam aliran darah dan menimbulkan reaksi sistemik berupa
reaksi inflamasi. Proses inflamasi dapat berlanjut hingga menimbulkan sepsis
Berbagai faktor luar (faktor ekstrinsik) dapat digambarkan sebagai berikut :

.1. Faktor Ekstrinsik Terjadinya Infeksi Nosokomial Menurut Darmadi dan Trilla
selain faktor ekstrinsik yang telah dijabarkan, terdapat faktor-faktor lain yang juga
berperan memberi peluang timbulnya infeksi nosokomial, faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang ada pada diri penderita (faktor intrinsik) seperti umur, jenis
kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit lain
yang menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta komplikasinya.
Faktor-faktor ini merupakan presdiposisi.

2. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan, menurunnya standard


pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan.

3. Faktor mikroba patogen seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat


kemampuan merusak jaringan, lamanya pemaparan antara sumber penularan
(reservoir) dengan penderita. Berikut gambaran faktor-faktor yang berpengaruh
pada terjadinya infeksi nosokomial :

. Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial Mikroba


patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu penjamu yang
rentan dan melalui tiga tahap

. 1. mikroba patogen bergerak menuju ke penjamu / penderita dengan mekanisme


penyebaran (mode of transmission) terdiri dari penularan langsung dan tidak
langsung

. Penularan langsung : melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, keluarga /
pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan lain berupa darah saat transfusi
darah.

Penularan tidak langsung : vehicle-borne yatu penyebaran / penularan mikroba


patogen melalui benda-benda mati seperti peralatan medis, bahan-bahan / material
medis, atau peralatan lainnya.

Tindakan invasif seperti pemasangan kateter, vena pungsi, tindakan pembedahan,


proses dan tindakan medis lain berisiko untuk terjadinya infeksi nosokomial.
Vector-borne yaitu penyebaran / penularan mikroba patogen dengan perantara
seperti serangga. Luka terbuka, jaringan nekrosis, luka bakar, dan gangren adalah
kasus-kasus yang rentan dihinggapi lalat. Food-borne yaitu penyebaran /
penularan mikroba patogen melalui makanan dan minuman yang disajikan untuk
penderita.

Water-borne yaitu penyebaran / penularan mikroba patogen melalui air, namun


kemungkinannya kecil sekali karena air di rumah sakit biasanya sudah melalui uji
baku.

Air-borne yaitu penyebaran / penularan mikroba patogen melalui udara, peluang


terjadinya infeksi melalui cara ini cukup tinggi karena ruangan / bangsal yang
tertutup secara teknis kurang baik ventilasi dan pencahayaannya. Dari semua
kemungkinan penyebaran / penularan mikroba patogen,

maka penyebab infeksi nosokomial yang paling sering dilaporkan adalah tindakan
invasif melalui penggunaan berbagai instrumen medis . Tahap kedua adalah upaya
dari mikroba patogen untuk menginvasi ke jaringan / organ penjamu (pasien)
dengan cara mencari akses masuk seperti adanya kerusakan / lesi kulit atau
mukosa dari rongga hidung, mulut, orifisium uretra, dan sebagainya. Tahap ketiga
adalah mikroba patogen berkembang biak (melakukan multiplikasi) disertai
dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada upaya perlawanan
dari penjamu. Akibatnya terjadilah reaksi infeksi yang mengakibatkan perubahan
morfologis dan gangguan fisiologis jaringan. Reaksi infeksi yang terjadi pada
penjamu disebabkan adanya sifat spesifik dari mikroba patogen tersebut, yaitu :

1. Infektivitas yaitu kemampuan mikroba patogen untuk menginvasi yang


merupakan langkah awal melakukan serangan ke penjamu melalui akses masuk
yang tepat dan selanjutnya mencari jaringan yang cocok untuk melakukan
multiplikasi.

2. Virulensi yaitu langkah mikroba patogen untuk melakukan tindakan desturktif


terhadap jaringan dengan cara menggunakan enzim perusaknya, sehingga
menentukan luasnya kerusakan jaringan.

3. Antigenisitas yaitu kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya


mekanisme pertahanan imun melalui terbentuknya antibodi.

4. Toksigenisitas yaitu kemampuan mikroba patogen dalam menghasilkan toksin


yang sangat berpengaruh terhadap perjalanan penyakit.

5. Patogenisitas yaitu gabungan dari sifat infektivitas, virulensi, antigenisitas serta


toksigenitas mikroba patogen yang dinilai sebagai derajat keganasan mikroba
patogen atau respon tubuh terhadap masuknya mikroba patogen ini. Manifestasi
klinis yang timbul dapat berupa gejala (symptom) seperti demam, merasa lemah,
dan terasa tidak

enak (malaise), penurunan nafsu makan, dan sebagainya. Manifestasi khusus


timbul berdasarkan organ yang terserang. Berikut adalah kuman penyebab
infeksi nosokomial.

2. Disinfektan Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial sangat terkait


dengan uapaya untuk mengeliminasi mikroba patogen. Penderita akan selalu
terancam oleh kehadiran mikroba patogen yang bersarang pada benda-benda di
sekitarnya, seperti peralatan medis dan non medis yang ada di ruang perawatan.
Bahkan udara juga ikut memberikan kontribusi terjadinya infeksi noskomial,
termasuk juga petugas yang merawat pasien. Berikut adalah beberapa istilah yang
perlu diketahui untuk menghindari terjadinya kerancuan :

1. Aseptik merupakan kondisi relatif aman dari mikroba patogen setelah


dilakukan eliminasi terhadap mikroba patogen baik yang ada di jaringan hidup
ataupun objek / benda mati.
2. Disinfeksi merupakan tindakan / upaya untuk mendestruksi atau membunuh
mikroba patogen (bentuk vegetatif bukan endospora bakteri) dengan
memanfaatkan bahan kimia, baik yang ada pada jaringan hidup ataupun pada
benda mati.

3. Antisepsis merupakan upaya membuat kondisi bebas mikroba pada jaringan


hidup dengan menggunakan bahan kimia (antiseptik) atau membuat keadaan
bebas mikroba patogen pada jaringan hidup dengan cara disinfeksi

. 4. Disinfektan merupakan bahan kimia untuk disinfeksi pada benda mati

. 5. Antiseptik merupakan bahan kimia untuk tujuan antisepstik Jaringan hidup :


menggunakan antiseptik Disinfeksi Benda mati : menggunakan disinfektan Oleh
karena pada penelitian ini hanya akan dilakukan uji sterilisasi pada benda mati,
maka hanya akan dibahas mengenai disinfektan. Semua peralatan yang digunakan
di rumah sakit perlu didisinfeksi termasuk kamar dan peralatan yang tidak kontak
langsung dengan pasien seperti kamar bedah, ruangan / bangsal perawatan, meja
operasi, dan peralatan nonmedis lainnya

Faktor peralatan medis seperti perlakuan pada fase sebelumnya dimana faktor
pembersihan sangat penting dalam proses disinfeksi agar berlangsung optimal.
Beban kandungan materi organik pada peralatan mempengaruhi beban kerja
disinfektan karena ada materi organik yang mengikat zat disinfektan. Struktur
fisik yang rata atau rumit mempengaruhi kerja disinfektanan yang baik .

4.mikroba penyebab infeksi nosokomial

.Faktor mikroba yang tergantung dari jenis mikroba patStaphylococcus aureus,


Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus sapropthycus, Streptococcus sp.,
Salmonella sp., Shigella sp., Rhizopus sp., Aspergillus sp., dan Mucor sp. (Tutik,
2009).ogen dan jumlah mikroba patogen (bioburden). Beberapa jenis mikroba
patogen memiliki daya tahan yang lebih besar terhadap bahan disinfektan dari
pada mikroba patogen lainnya.

1 Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen


kuning, bersifat anaerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya
tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm. [1][2] S.
aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam.[3] S.
aureus merupakan mikroflora normal manusia[3]. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran
pernapasan atas dan kulit[1][4]. Keberadaan S. aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit
pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai
karier [1]. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan
hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang
memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang[1].
Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya
bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits[1]. Sebagian besar penyakit yang
disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut
piogenik[1]. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi
H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan
menggumpal[1]. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin
yang disebabkan oleh enzim ini
terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri
dan fagositosis terhambat[1].
2Staphylococcus epidermidis adalah salah
satu spesies bakteri dari genus Staphylococcus yang diketahui dapat
menyebabkan infeksi oportunistik (menyerang individu dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah).[1] Beberapa karakteristik bakteri ini
adalah fakultatif, koagulase negatif, katalase positif, gram-positif, berbentuk
kokus, dan berdiameter 0,5-1,5 µm.[2] Bakteri ini secara alami hidup
pada kulit dan membran mukosa manusia.[1] Infeksi S. epidermidis dapat
terjadi karena bakteri ini membentuk biofilm pada alat-alat medis di rumah
sakit dan menulari orang-orang di lingkungan rumah sakit tersebut (infeksi
nosokomial).[1] Secara klinis, bakteri ini menyerang orang-orang yang rentan
atau imunitas rendah, seperti penderita AIDS, pasien kritis, pengguna obat
terlarang (narkotika), bayi yang baru lahir, dan pasien rumah sakit yang
dirawat dalam waktu lama.[1]

3.staphylococcus saprophyticus

Pasien dengan infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh S. saprophyticus biasanya
hadir dengan sistitis simtomatik. Gejalanya meliputi sensasi terbakar ketika buang air
kecil, keinginan buang air kecil lebih sering dari biasanya, 'efek menetes' setelah buang
air kecil, kandung kemih lemah, perasaan kembung dengan nyeri pisau tajam di perut
bagian bawah di sekitar kandung kemih dan daerah ovarium, dan pisau cukur. seperti
rasa sakit saat berhubungan seksual. Nyeri panggul telah dicatat dan dapat dikacaukan
dengan gejala batu ginjal. Tanda dan gejala keterlibatan ginjal juga sering didaftar. [7]

4 .streptococcus

Infeksi Streptococcus adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus. Bakteri
Streptococcus terbagi menjadi dua tipe, yakni tipe A dan tipe B. Bakteri ini pada dasarnya
merupakan jenis bakteri yang dapat hidup dan tumbuh di tubuh manusia, serta tidak
menimbulkan penyakit yang serius. Namun, pada keadaan tertentu, bakteri ini dapat
menyebabkan infeksi yang menimbulkan gejala, mulai dari ringan hingga serius.
5. Salmonella adalah suatu genus bakteri enterobakteria gram-negatif berbentuk tongkat
yang menyebabkan tifoid, paratifod, dan penyakit foodborne.[1] Secara sederhana, Salmonella
ialah kelompok bakteri yang menyebabkan tifus dan juga menyebabkan makanan menjadi
beracun. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen
sulfida.[2] Salmonella dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika, walaupun
sebenarnya, rekannya Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis) yang
pertama kali menemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi.

6. shigella sp

Shiigella merupakan kuman patogen manusia dan jarang-jarang dipencilkan dari hawan-
hewan yang termasuk dalam tribe escherichine bersama genus esherichia, dan merupakan
kuman yang berbentuk batang gram-negatif ramping.

1. Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan


pigmen kuning. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit [1][4].
Keberadaan S. aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada individu jarang
menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier .Infeksi serius
akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon; adanya
penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi
imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.
Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya
bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang
disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik. .
aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O dan
O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal[1].
Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan
oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan
mencapai bakteri dan fagositosis terhambat.

2 .Staphylococcus epidermidis 
adalah salah satu spesies bakteri dari genus Staphylococcus yang diketahui dapat
menyebabkan infeksi oportunistik (menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang
lemah). Bakteri ini secara alami hidup pada kulit dan membran mukosa manusia. Infeksi S.
epidermidis dapat terjadi karena bakteri ini membentuk biofilm pada alat-alat medis di rumah
sakit dan menulari orang-orang di lingkungan rumah sakit tersebut (infeksi
nosokomial).] Secara klinis, bakteri ini menyerang orang-orang yang rentan atau imunitas
rendah, seperti penderita AIDS, pasien kritis, pengguna obat terlarang (narkotika), bayi yang
baru lahir, dan pasien rumah sakit yang dirawat dalam waktu lama.

3. Staphylococcus saprophyticus
Pasien dengan infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh S. saprophyticus biasanya
hadir dengan sistitis simtomatik. Gejalanya meliputi sensasi terbakar ketika buang air kecil,
keinginan buang air kecil lebih sering dari biasanya, 'efek menetes' setelah buang air kecil,
kandung kemih lemah, perasaan kembung dengan nyeri pisau tajam di perut bagian bawah di
sekitar kandung kemih dan daerah ovarium, dan pisau cukur. seperti rasa sakit saat
berhubungan seksual. Nyeri panggul telah dicatat dan dapat dikacaukan dengan gejala batu
ginjal. Tanda dan gejala keterlibatan ginjal juga sering didaftar.

4 . Streptococcus

Infeksi Streptococcus adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus.


Bakteri Streptococcus terbagi menjadi dua tipe, yakni tipe A dan tipe B. Bakteri ini pada
dasarnya merupakan jenis bakteri yang dapat hidup dan tumbuh di tubuh manusia, serta tidak
menimbulkan penyakit yang serius.

Anda mungkin juga menyukai