341 734 1 PB PDF
341 734 1 PB PDF
ABSTRAK
1 Penulis adalah Dosen Tetap pada Prodi PGSD Fakultas Pendidikan Dasar dan Menengah Universitas
Majalengka
13
Jurnal Cakrawala Pendas, Volume I, No. 1 Januari 2015 ISSN: 2442-7470
14
Jurnal Cakrawala Pendas, Volume I, No. 1 Januari 2015 ISSN: 2442-7470
jumlah peserta seluruhnya 43 negara. ini memperlihatkan hasil rata-rata skor tes
Dalam studi tersebut, Indonesia hanya kemampuan berpikir kritis hanya sebesar
memperoleh skor 386 jauh di bawah rata- 58,18 dengan sekitar 85,72% siswa masuk
rata skor internasional, yaitu 500. Dari dalam kategori di bawah cukup.
studi tersebut juga terungkap bahwa siswa
Indonesia masih lemah dalam Dari temuan-temuan di atas
menyelesaikan soal-soal tidak rutin yang menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
berkaitan dengan pembuktian,pemecahan kritis dan penalaran matematis siswa
masalah yang memerlukan penalaran memang tidak dibiasakan untuk
matematika, menemukan generalisasi atau dikembangkan sejak sekolah dasar.
konjektur, dan menemukan hubungan Sehingga tampak dengan jelasketika siswa
antara data-data atau fakta yang diberikan. beranjak ke tingkat menengah kemampuan
Berdasarkan fakta di atas,dapat dikatakan kemampuan berpikir kritis dan penalaran
bahwa kemampuan pemecahan masalah, matematis menjadi masalah terhadap siswa
kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan itu sendiri. Hal ini akan menjadi sebuah
reflektif siswa pada umumnya masih kekhawatiran yang sangat besar jika
rendah. kemampuan tersebut tidak dikembangkan
sejak sekolah dasar. Dengan demikian
Dalam Program for International pengembangan kemampuan berpikir kritis
Students Assessment (PISA) yang dan penalaran siswa sekolah dasar perlu
diselenggarakan pada tahun 2009, segera diperhatikan, karena akan
sebagaimana dikutip dari Badan Penelitian berdampak pada jenjang pendidikan
dan Pengembangan (LITBANG) berikutnya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/s Berdasarkan fakta-fakta tersebut di
urvei-internasional-pisa), diketahui negara atas, maka guru sebagai ujung tombak
Indonesia hanya menduduki posisi 61 dari pendidikan mempunyai peran yang sangat
jumlah peserta sebanyak 65 negara. penting dalam mendorong terciptanya
Kemampuan dalam bidang matematika proses belajar secara optimal sehingga
Indonesia menunjukkan skor yang sangat siswa belajar secara aktif dan memiliki
rendah, yaitu 371 masih berada di bawah kemampuan berpikir kritis serta penalaran
rata-rata Organization for Economic matematis. Namun demikian, kenyataan di
Cooperation and Development(OECD). lapangan guru masih mengalami kesulitan
Padahal soal-soal matematika dalam PISA bagaimana menyelenggarakan pem-
mengukur kemampuan komunikasi, belajaran yang efektif. Seperti dikemukakan
menalar, representasi, pemecahan Zamroni (Hadi, 2003: 1), orientasi
masalah, berargumentasi, berkomunikasi pendidikan di Indonesia pada umumnya
dan berpikir tingkat tinggi. mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1)
cenderung memperlakukan siswa berstatus
Hasil Penelitian dari Windayana pada sebagai obyek; (2) guru berfungsi sebagai
tahun 2007 memperlihatkan bahwa pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan
kemampuan berpikir kritis siswa sekolah indoktrinator; (3) materi bersifat subject-
dasar masih rendah. Hal ini ditunjukkan oriented; dan (4) manajemen bersifat
dengan rata-rata skor tes awal siswa yang sentralistis.
hanya memperoleh 5,80. Rendahnya
kemampuan berpikir kritis siswa juga Masalah yang timbul dari kurangnya
terungkap dari penelitian yang dilakukan aktivitas atau peran aktif siswa dalam
oleh Arvyaty dan Saputra pada tahun 2012. pembelajaran dapat diatasi dengan suatu
Penelitian yang dilakukan pada siswa SMP model maupun pendekatan pembelajaran
15
Jurnal Cakrawala Pendas, Volume I, No. 1 Januari 2015 ISSN: 2442-7470
yang mengubah aktivitas belajar siswa yang manusia. Berbeda dari metode kurikulum
pasif menjadi aktif. Dengan kata lain, siswa saat ini, pembelajaran berbasis otak
aktif dalam mengkonstruksikan konsep- menekankan pembelajaran bermakna
konsep yang didukung oleh keseimbangan bukan menghapal”. Menurut Gulpinar
dalam pengetahuan, keterampilan dan (2005:302), yang membedakan BBL
sesuai dengan karakteristik siswa. Aktivitas dengan model pembelajaran yang lain
belajar seperti ini dapat menghindarkan adalah BBL memiliki ciri khas
siswa dari rasa bosan, sehingga tercipta pembelajaran yang rileks, pembelajaran
suasana belajar yang nyaman dan yang konstruktivistik, pembelajaran yang
menyenangkan. Suasana pembelajaran menekankan aspek kerjasama antarsiswa,
yang nyaman dan menyenangkan adanya cukup waktu bagi siswa untuk
hendaknya diusahakan pendidik dengan merefleksikan materi yang telah
memperhatikan struktur dan fungsi otak, diterimanya, pembelajaran yang bermakna
karena otak merupakan bagian terpenting dan kontekstual. Hal yang sama juga
dalam kegiatan belajar dan pembelajaran. dikemukakan oleh Bilal (2013: 2) bahwa
Rakhmat (2005:13) menyatakan bahwa pembelajaran BBL sangat menekankan
“belajar itu harus berbasis otak. Dengan pada bagaimana siswa dapat belajar lebih
kata lain revolusi belajar dimulai dari otak. bermakna, karena hal ini dapat memperkaya
Otak adalah organ paling vital manusia pengalaman siswa. BBL menyediakan
yang selama ini kurang dipedulikan oleh pembelajaran yang nyaman bagi siswa serta
guru dalam pembelajaran”. Desmita kesempatan untuk belajar secara lebih
menambahkan (2012:94) bahwa “otak anak bermakna.
mempunyai kemampuan besar untuk
menyusun ribuan sambungan antarneuron. Caine dan Caine (dalam Hasliza,
Namun, kemampuan itu berhenti pada usia 2012:5) juga mengatakan bahwa
10-11 tahun jika tidak dikembangkan dan mengoptimalkan penggunaan otak berarti
digunakan”. Oleh sebab itu, untuk terus menggunakan kapasitas otak yang tak
meningkatkan kemampuan-kemampuan terbatas untuk membuat koneksi dan
kognitif anak, proses pematangan otak memahami kondisi seperti apa yang akan
harus dilaksanakan secara terus-menerus memaksimalkan proses ini. Mereka
serta diiringi dengan peluang-peluang untuk mengidentifikasi tiga elemen interaktif dan
mengenal dan mengalami dunia yang makin saling mendukung yang harus ada agar
luas. pembelajaran yang kompleks terjadi. Ketiga
elemen tersebut adalah Relaxed alertness,
Berdasarkan pemaparan di atas, maka Orchestrated immerson dan Active
diperlukan suatu model pembelajaran yang proessing. Selanjutnya Safa’at
mengoptimalkan kerja otak serta (Abdurahman, 2013:2) mendefinisikan
diperkirakan dapat meningkatkan ketiga elemen tersebut sebagai berikut:
kemampuan berpikir kritis dan dan
penalaran matematis siswa. Salah satu 1. Menciptakan lingkungan belajar yang
alternatif model pembelajaran yang dapat menantang kemampuan berpikir siswa.
meningkatkan kemampuan berpikir kritis Dalam setiap kegiatan pembelajaran,
dan penalaran matematis siswa serta sering-seringlah guru memberikan soal-
menciptakan kondisi belajar yang soal materi pelajaran yang memfasilitasi
menyenangkan dan aktif melibatkan siswa kemampuan berpikir siswa dari mulai
adalah model Brain-Based Learning tahap pengetahuan (knowledge) sampai
(BBL).Menurut Akyurek (2013: 105) “BBL tahap evaluasi menurut tahapan berpikir
adalah pendekatan pembelajaran yang berdasarkan Taxonomy Bloom. Soal-
didasarkan pada struktur dan fungsi otak soal pelajaran dikemas seatraktif dan
16
Jurnal Cakrawala Pendas, Volume I, No. 1 Januari 2015 ISSN: 2442-7470
semenarik mungkin, misal melalui teka- berbentuk desain kelompok kontrol non
teki, simulasi games, dan sebagainya, ekuivalen. Peneliti memilih kuasi
agar siswa dapat terbiasa untuk eksperimen karena pemilihan sampel tidak
mengembangkan kemampuan berpi- secara random tetapi menerima keadaan
kirya dalam konteks pemberdayaan sampel seadanya. Hal ini dikarenakan
potensi otak siswa. eksperimen yang menjadikan manusia
2. Menciptakan lingkungan pembelajaran sebagai objek, seringkali dijumpai kondisi
yang menyenangkan. Hindarilah situasi yang kurang memungkinkan peneliti
pembelajaran yang membuat siswa melaksanakan penugasan random yang
merasa tidak nyaman dan tidak senang disebabkan oleh aturan administratif dan
terlibat di dalamnya. Lakukan disebabkan tidak alaminya situasi kelompok
pembelajaran di luar kelas pada saat- subjek apabila penugasan random
saat tertentu, iringi kegiatan dilakukan.
pembelajaran dengan musik yang
didesain secara tepat sesuai kebutuhan Peneliti memilih desain kelompok
di kelas, lakukan kegiatan pembelajaran kontrol non ekuivalen karena desain ini
dengan diskusi kelompok yang diselingi merupakan bagian dari bentuk kuasi
dengan permainan-permainan menarik, eksperimen dengan jumlah kelas yang
dan upaya-upaya lainnya yang digunakan sebanyak dua kelas. Satu kelas
mengeliminasi rasa tidak nyaman pada dijadikan sebagai kelompok eksperimen
diri siswa. dan satu kelas lainnya dijadikan sebagai
kelompok kontrol. Terhadap kedua
Menciptakan situasi pembelajaran kelompok ini, sebelum pelaksanaan
yang aktif dan bermakna bagi siswa (active pemberian perlakuan, dilakukan
learning). Siswa sebagai pembelajar pengukuran perlakuan awal atau pretes (O).
dirangsang melalui kegiatan pembelajaran Selanjutnya terhadap kelompok eksperimen
untuk dapat membangun pengetahuan diberi perlakuan model Brain Based
mereka melalui proses belajar aktif yang Learning (BBL) (X), sedangkan untuk
mereka lakukan sendiri. Bangun situasi kelompok kontrol tidak diberi perlakuan.
pembelajaran yang memungkinkan seluruh Setelah itu, terhadap kedua kelompok diberi
anggota badan siswa beraktivitas secara perlakuan pasca pemberian perlakuan atau
optimal, misal mata siswa digunakan untuk postes (O).
membaca dan mengamati, tangan siswa
bergerak untuk menulis, kaki siswa Populasi dalam penelitian ini adalah
bergerak untuk mengikuti permainan dalam seluruh siswa kelas V SD di Kabupaten
pembelajaran, mulut siswa aktif bertanya Majalengka pada tahun ajaran 2013/2014.
dan berdiskusi, dan aktivitas produktif Dari populasi tersebut selanjutnya peneliti
anggota badan lainnya. Merujuk pada mengambil sampel. Peneliti memilih kelas
konsep konstruktivisme pendidikan, V sebagai subjek penelitian di SD Negeri
keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh Cijati, yaitu kelas V-A sebagai kelas
seberapa mampu mereka membangun eksperimen (Kelas yang memperoleh
pengetahuan dan pemahaman tentang suatu pembelajaran Model BBL) dan kelas V-B
materi pelajaran berdasarkan pengalaman sebagai kelas kontrol (kelas yang
belajar yang mereka alami sendiri. memperoleh pembelajaran konvensional).
17
Jurnal Cakrawala Pendas, Volume I, No. 1 Januari 2015 ISSN: 2442-7470
matematis siswa. Adapun soal tes ini kelas BBL dan kelas konvensional berbeda,
berbentuk soal uraian. Pemilihan bentuk dimana nilai rata-rata kelas BBL lebih
tes uraian ini bertujuan melihat proses tinggi daripada nilai rata-rata pada kelas
pengerjaan yang dilakukan siswa agar dapat konvensional.
diketahui sejauh mana siswa mampu
berpikir kritis dan bernalar matematis. Setelah dilakukan analisis deskriptif
data, dilakukan uji prasyarat yaitu uji
Data kuantitatif dalam penelitian ini normalitas dan uji homogenitas. Untuk
diperoleh melalui pretes maupun postes melakukan uji normalitas dari dua kelas tes
kemampuan berpikir kritis dan penalaran kemampuan berpikir kritis (eksperimen dan
matematis. Pretes dan postes diberikan kontrol) peneliti menggunakan statistik
kepada dua kelompok siswa, yaitu yang Shapiro-Wilks. Dari perhitungan
terdiri dari 33 siswa yang mendapat menggunakan SPSS 20 terungkap bahwa
pembelajaran dengan BBL (kelas nilai signifikansi berada di atas 0,05 untuk
eksperimen), dan 34 siswa yang mendapat semua unit analisis. Hal ini menunjukkan
pembelajaran secara konvensional (kelas bahwa sebaran data pada dua kelompok
kontrol). Adapun untuk mengetahui berdistribusi normal. Sedangkan uji
peningkatan kemampuan berpikir kritis dan homogenitas dari kedua kelas menggunakan
penalaran matematis siswa setelah Levene’s test. Berdasarkan perhitungan
mendapatkan perlakuan, pada kelas SPSS 20, diperoleh nilai signifikansi
eksperimen pembelajaran melalui BBL dan Levene’s test untuk data N-gain
pada kelas kontrol pembelajaran kemampuan berpikir kritis siswa adalah
konvensional, dilakukan analisis terhadap 0,69, lebih besar dari nilai .
data data N-Gain. Seluruh perhitungan Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
statistika dalam analisis ini menggunakan pada tingkat kepercayaan 95%, varians data
bantuan software SPSS 20 dan Microsoft N-gain kemampuan berpikir kritis siswa
Office Excel 2013, dengan tingkat matematis pada kedua kelas adalah
signifikansi 5%. Apabila data berdistribusi homogen.
normal dan homogen, maka uji hipotesis
penelitian akan menggunakan uji t Hasil analisis uji normalitas dan uji
independent sample test, adapun apabila homogenitas menunjukkan bahwa data N-
data berdistribusi normal dan tidak gain kemampuan berpikir kritis siswa pada
homogen, maka uji hipotesis penelitian kedua kelas berdistribusi normal dan
dilakukan dengan menggunakan uji t’ memiliki varians homogen. Dengan
independen sample test, adapun apabila demikian, asumsi statistik untuk melakukan
data tidak berdistribusi normal, maka uji uji perbedaan dua rata-rata secara
hipotesis penelitian dilakukan dengan parametrik telah terpenuhi. Adapun dalam
menggunakan uji non parametrik Mann- melakukan uji perbedaan dua rata-rata,
Whitney U. dikarenakan data kedua kelas saling
independen, maka untuk melihat bagaimana
Hasil Penelitian dan Pembahasan peningkatan kemampuan berpikir kritis
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh siswa pada kedua kelas dilakukan
rata-rata skor N-gain(peningkatan) menggunakan uji t independent sample test.
kemampuan berpikir kritis siswa kelas Dengan perhitangan menggunakan SPSS
eksperimen sebesar 0,528, sedangkan rata- 20 diperoleh nilai signifikansi 1-tailed uji t
rata skor N-gain kemampuan berpikir kritis independent sample test data N-gain
siswa kelas kontrol sebesar 0,407. Secara kemampuan berpikir kritis siswa adalah
deskriptif, dapat diketahui bahwa rata-rata sebesar 0,0005 dan lebih kecil dari nilai
N-gain kemampuan berpikir kritis siswa .Jadi, secara signifikan rata-rata
18
Jurnal Cakrawala Pendas, Volume I, No. 1 Januari 2015 ISSN: 2442-7470
N-gain kemampuan berpikir kritis siswa Dengan demikian, untuk melihat bagaimana
yang mendapatkan pembelajaran BBLlebih peningkatan kemampuan penalaran
tinggi daripada siswa yang mendapatkan matematis siswa pada kedua kelas
pembelajaran konvensional. Hal ini berarti dilakukan menggunakan uji t’ independent
pada tingkat kepercayaan 95%, peningkatan sample test. Berdasarkan perhitungan SPSS
kemampuan berpikir kritis siswa yang 20, diperoleh nilai signifikansi 1-tailed uji
mendapatkan pembelajaran BBL lebih baik t’ independent sample test data N-gain
daripada siswa yang mendapatkan kemampuan penalaran matematis siswa
pembelajaran konvensional. adalah sebesar 0,006 dan lebih kecil dari
nilai sehingga secara signifikan
Adapun untuk analisis deskriptif rata-rata N-gain kemampuan penalaran
kemampuan penalaran matematis diperoleh matematis siswa yang mendapatkan
rata-rata skor N-gain kemampuan penalaran pembelajaran BBL lebih tinggi daripada
matematis siswa kelas eksperimen sebesar siswa yang mendapatkan pembelajaran
0,556. Adapun rata-rata skor N-gain konvensional. Hal ini berarti pada tingkat
kemampuan penalaran matematis siswa kepercayaan 95%, peningkatan kemam-
kelas kontrol sebesar 0,407. Sehingga puan penalaran matematis siswa yang
secara deskriptif, dapat disimpulkan bahwa mendapatkan pembelajaran BBL lebih baik
rata-rata N-gain kemampuan penalaran daripada siswa yang mendapatkan
matematis pada siswa kelas eksperimen pembelajaran konvensional.
dan kelas kontrol berbeda, dimana nilai
rata-rata peningkatan kelas eksperimen, Dari paparan di atas, maka dapat
yaitu kelas yang memperoleh pembelajaran disimpulkan bahwa pengaruh model BBL
BBL, lebih tinggi daripada nilai rata-rata terhadap peningkatan kemampuan berpikir
peningkatan kelas kontrol, yaitu kelas yang kritis matematis siswa lebih tinggi
memperoleh pembelajaran konvensional. dibanding dengan pembelajaran
konvensional. Hal ini dikarenakan banyak
Sementara dalam uji normalitas, sekali aktivitas-aktivitas belajar pada model
diperoleh bahwa nilai signifikansi berada di BBL yang dapat menunjang terhadap
atas 0,05 untuk semua unit analisis. Hal ini pengembangan kemampuan berpikir kritis
menunjukkan bahwa sebaran data pada dua siswa. Beberapa aktivitas belajar siswa
kelompok berdistribusi normal. Sedangkan yang sangat menunjang dalam
uji homogenitas dari kedua kelas pengembangan kemampuan berpikir kritis
menggunakan Levene’s test. Berdasarkan diantaranya adalah para siswa dibimbing
perhitungan SPSS 20, diperoleh nilai guru berdiskusi secara kelompok untuk
signifikansi Levene’s test untuk data N-gain memahami materi yang diberikan. Cara
kemampuan berpikir kritis siswa adalah belajar seperti ini dapat menuntut siswa
0,01, lebih kecil dari nilai . untuk menjadi lebih aktif dalam belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Selain itu, dalam pembelajaran BBL siswa
pada tingkat kepercayaan 95%, varians data diberikan proyek, dalam bentuk LKS, teka-
N-gain kemampuan penalaran matematis teki maupun permainan, yang fungsinya
siswa pada kedua kelas adalah tidak untuk memfasilitasi siswa membangun
homogen. pengetahuan dan pemahamannya berda-
sarkan pengalaman belajar mereka sendiri.
Hasil analisis uji normalitas dan uji Aktivitas-aktivitas belajar siswa dengan
homogenitas menunjukkan bahwa data N- menggunakan BBL sangat bertolak
gain kemampuan penalaran matematis belakang dengan menggunakan model
siswa pada kedua kelas berdistribusi normal pembelajaran konvensional. Aktivitas
dan memiliki varians yang tidak homogen. belajar siswa dengan menggunakan
19
Jurnal Cakrawala Pendas, Volume I, No. 1 Januari 2015 ISSN: 2442-7470
20
Jurnal Cakrawala Pendas, Volume I, No. 1 Januari 2015 ISSN: 2442-7470
21
Jurnal Cakrawala Pendas, Volume I, No. 1 Januari 2015 ISSN: 2442-7470
22