Anda di halaman 1dari 42

Makalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Luka Bakar

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan kritis

Disusun oleh :
1. Dewi Wahyuningtyas (20210109205)
2. Dinda Shagun Tri S (20210109337)
3. Efi Eka Nofitasari (20210109278)
4. Eka Yulia Riska N (20210109486)
5. Elinda Miftahur R (20210109408)
6. Endah Dwi Astuti (20210109267)
7. Faishol Afifi (20210109175)
8. Faza Lailatul H (20210109118)
9. Fina Trihastuti (20210109499)
10. Fitri Mulyasari (20210109194)
11. Hany Suryani (20210109336)
12. Indah Nur’aini (20210109507)
13. Karlina Oktaviani A (20210109613)
14. Liana Nur Fadhilah (20210109169)

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat
meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka
secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh
dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu,
seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami
komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal
ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa
dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan
merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar
95% yang diselamatkan.
Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini
untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka
dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-
rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan
khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab (etiologi)
dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang
besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan
yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka
bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai
perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang
disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi.
Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda
dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar
yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar
daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau
tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan
tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain.
Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka
bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar
tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya
komplikasi multi organ yang menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung
dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status
kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka
bakar dan pengaruh lain yang menyertai.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan luka bakar?
2. Bagaimana etiologi dari luka bakar?
3. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari luka bakar?
5. Bagaimana penatalaksanaan medis dari luka bakar?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari luka bakar?
7. Bagaimana komplikasi dari luka bakar?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari luka bakar?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari luka bakar
2. Untuk mengetahui etiologi dari luka bakar
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari luka bakar
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari luka bakar
5. Untuk mengeatahui penatalaksanaan medis dari luka bakar
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari luka bakar
7. Untuk mengetahui komplikasi dari luka bakar
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari luka bakar
9.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Luka Bakar


1. Definisi
Luka bakar adalah luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka
yang lain karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati
(eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama
(Marwansyah, 2013)
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi (NANDA, 2015)
Derajat luka bakar manurut luas permukaan tubuh (BSA/body
surface area) dapat diukur dengan Rule of Nines:
2. Etiologi
Luka bakar terjadi saat ada perpindahan energi ke kulit karena
paparan zat yang panas, kimia, radiasi atau listrik. Paparan akan merusak
lapisan kulit dan menghancurkan jaringan serta menimbulkan respon
inflamasi. Luka bakar diklasifikasikan sesuai dengan penyebab, lokasi,
permukaan tubuh yang terbakar dan kedalaman. Lokasi adalah tempat
terjadinya luka bakar di tubuh. Luka bakar di daerah kepala, wajah, saluran
pernapasan dan genitalia dikategorikan sebagai hal yang parah karena
menyebabkan kerusakan ventilasi dan/atau menyebabkan infeksi.
Karbonmonoksida yang dihirup bersaing dengan oksigen dalam molekul
hemoglobin, menyebabkan hipoksemia.
Menghirup materi yang sangat panas dapat menyebabkan
kerusakan sistem aliran pernapasan yang menyebabkan pembengkakan
dan
kemungkinan tertutupnya saluran pernapasan. Jaringan yang rusak dapat
menyebabkan infeksi karena mekanisme perlindungan kulit yang tidak
berfungsi.
Luka bakar sirkumferensial yang terjadi disekeliling ekstremitas
dapat menjadi bengkak dan mengakibatkan disfungsi dan/atau
berkurangnya suplai darah. Pada kasus luka bakar sirkumferensial di dada,
pembengkakan menyebabkan ketidakmampuan pengembangan dada dan
inhalasi.
Penyebab Luka Bakar
Tipe Penyebab Contoh
Termal (paling Paparan panas/api Rasa terbakar akibat cairan
sering terjadi) atau uap panas; cedera akibat
api yang berasal dari
kebakaran bangunan
Listrik Arus bolak-balik pada Memasukkan benda pada
perabotan rumah stop kontak
tangga atau paparan
voltase yang tinggi
saat bekerja
Kimiawi Paparan zat alkali atau Cairan pembersih alat rumah
asam yang kuat tangga
Radiasi Paparan matahari atau Terbakar sinar matahari;
paparan radiasi saat pembangkit listrik tenaga
bekerja nuklir; kecelakaan medis
atau industri
Terry (2013)

3. Patofisiologi dan Pathway


Menurut Corwin dalam Audina (2017) Berat ringannya luka bakar
tergantung pada faktor, agent, lamanya terpapar, area yang terkena,
kedalamannya, bersamaan dengan trauma, usia dan kondisi penyakit
sebelumnya.
Derajat luka bakar terbagi menjadi tiga bagian; derajat satu
(superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema,
nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan
terbakar mata hari ringan.  Tampak 24 jam setelah terpapar dan fase
penyembuhan 3-5 hari.  Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis dan
epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula dan bula,
nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis.  Fase penyembuhan tanpa
infeksi 7-21 hari.  Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai
seluruh lapisan epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel
epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa nyeri,
warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai jaringan termasuk
(fascia, otot, tendon dan tulang).
Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam
sirkulasi kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem
kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan
cairan akan lolos atau hilang dari compartment intravaskuler kedalam
jaringan interstisial.  Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan
menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit.  Darah dan cairan
akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh
mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal
yang mana dapat terjadi ilius paralitik, tachycardia dan tachypnea
merupakan kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan
meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan dan perubahan
sistem.  Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi
vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan
oliguri.
Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital
dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital.
Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang
merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan
katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme,
hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan
metabolik yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan
nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan.
Kerusakan pada sel darah merah dan hemolisis menimbulkan anemia,
yang kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan
perfusi.
Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan
karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak.Pembentukan
edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada saat
yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler.  Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal
antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk
kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel.  Dengan demikian
mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler. Skema berikut
menyajikan mekanisme respon luka bakar terhadap injury pada anak/orang
dewasa dan perpindahan cairan setelah injury thermal.
Pathway
Hudak & Gallo dalam Nursing begin (2018)

4. Manifestasi Klinik
a. Hidung dan membran mukosa kemerahan mengindikasikan cedera
inhalasi akibat karbonmonoksida
b. Kulit dapat dikaji menggunakan kedalaman kulit berdasarkan BSA.
Kedalaman luka bakar dikenal dengan luka bakar superfisial (derajat
1), partial thickness (derajat 2), full thickness (derajat 3) dan luka
bakar derajat 4
(Terry, 2013)

5. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)


Dalam Suryani (2017) disebutkan bahwa prinsip penanganan luka
bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi,
mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital
dan elemen di dalamnya dan pembatasan pembentukan jaringan parut. 
a. Pertolongan pertama (penanganan darurat di tempat kejadian)
1) Tidak panik, untuk memudahkan tindakan selanjutnya pertolongan
diberikan untuk mengurangi akibat yang terjadi kemudian.
2) Mengurangi berat luka bakar
3) Jauhkan benda panas : api dipadamkan (pakaian penderita
ditanggalkan)
4) Dinginkan tubuh
5) Panas akan menetap pada kulit selama 15 menit dan akan menjalar
ke bagian yang lebih dalam, menyiram dengan air dingin 20° - 30
°C dan bersih sangat menolong, karena:
 Menurunkan suhu, sehingga mengurangi dalamnya
lukmengurangi nyeri
 Mengurangi oedem
 Mengurangi kehilangan protein
 Mengurangi rasa nyeri
6) Analgetik dapat diberikan secara oral atau suntikan (morfin /
petidin) dan meletakkan bagian yang terbakar pada posisi yang
lebih tinggi.
7) Jalan nafas diperiksa, bila dijumpai obstruksi jalan nafas, lakukan
pembersihan dan pemberian O2.
8) Mencegah shock yaitu Pemasangan infus dilakukan untuk
mencegah shock. Luka bakar kurang dari 30% diberikan 500 ml
RL/jam, luka bakar lebih dari 30% diberikan 100 ml RL/jam. Pada
luka bakar > 30% biasanya fungsi usus menjadi tidak baik
sehingga cairan tidak diserap dan mengakibatkan perut menjadi
kembung.
9) Mencegah infeksi yaitu Luka bakar sebaiknya jangan diberi bahan-
bahan yang kotor dan sukar larut dalam air seperti mentega, kecap,
telur atau bahan yang lengket misalnya kapas. Luka ditutup dengan
kain bersih. Jika ada bula, jangan dipecahkan karena merupakan
pelindung sementara sebelum dilakukan perawatan luka di rumah
sakit.
10) Pengiriman penderita ke rumah sakit sesegera mungkin. 
11) Penanganan di Rumah Sakit
Melakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi, yaitu :
 Periksa jalan nafas
 Bila dijumpai obstruksi, jalan nafas dibuka dengan
pembersihan, bila perlu tracheostomi atau intubasi.
 Berikan oksigen 100%.
 Pasang IV line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk
mengatasi syok.
 Pasang kateter buli-buli untuk memantau diuresis.
 Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama
ada ileus paralitik.
 Pasang pemantau tekanan vena sentral (CVP) untuk
pemantauan sirkulasi darah.
 Resusitasi cairan
b. Periksa cidera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistematis untuk
menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar.
Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk
resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar
derajat II atau III dengan luas > 25%, atau bila pasien tidak dapat
minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat
1) Berikan analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau
petidin, diberikan secara iv. Hati-hati dengan pemberian IM (akibat
sirkulasi yang terganggu akan terjadi penimbunan di dalam otot). 
2) Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka
dilakukan dengan melakukan debridement dan memandikan pasien
menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung
larutan antiseptik (lokal) Betadine atau nitras argenti 0,5%.
3) Pemberian antibiotika pasca pencucian luka dengan tujuan untuk
mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Silver
nitrate 0,5%, mafinide asetate 10%, silver sulfadiazin 1%, atau
gentamisin sulfat. 
4) Balut luka dengan menggunakan kasa gulung kering dan steril.
5) Anti tetanus : diberikan pada LB derajat II dan III
6) Serum ATS : 1500 iu dewasa – 750 iu anak-anak
7) Toxoid : 1 cc dewasa – 0,5 cc anak-anak
8) Diberikan sebagai “Booster” atau imunisasi dasar
9) Sebagai imunisasi dasar, pemberian ATS dilakukan 3x masing-
masing dengan interval 1 bulan.

6. Pemeriksaan Penunjang
Dalam Messakh (2015) disebutkan bahwa luka bakar dapat menyebabkan
gangguan fungsi organ dan memerlukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium dasar (baseline laboratory test):
a. Hematocrit
b. Darah lengkap (hb)
c. Albumin
d. Rft dan lft
e. Elektrolit, na, k, cl, hco3
f. Blood urea nitrogen
g. Urinalysis
h. Foto thorak
i. Arterial blood gases (trauma inhalasi)
j. Carboxy hemoglobin
k. Ecg (trauma listrik)

7. Komplikasi
Dalam Suryani (2017) disebutkan beberapa komplikasi dari luka bakar:
a. Infeksi : Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka
penderita dapat mengalami sepsis. Berikan antibiotika berspektrum
luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan
diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali
pada keadaan tertentu, misalnya pda edema larings berat demi
kepentingan penyelamatan jiwa penderita.
b. Curling’s ulcer (ulkus Curling) : Ini merupakan komplikasi serius,
biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus pada duodenum atau
lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus
diberikan secara rutin pada penderita luka bakar sedang hingga berat.
Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di
duodenum.
c. Gangguan Jalan nafas : Paling dini muncul dibandingkan komplikasi
lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi,
edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan
nafas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid
dosis tinggi dan antibiotika.
d. Konvulsi : Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah
konvulsi. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit,
hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin)
dan 33% oleh sebab yang tak diketahui.

8. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Combustio/ Luka Bakar


a. Pengkajian
Proses keperawatan dalam mengumpulkan informasi atau data
tentang klien, agar dapat mengindentifikasi, mengenali masalah-
masalah, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan klien, baik
fisik,mental,sosial dan lingkungan.
b. Pengumpulan data
1. Biodata Terdiri
Atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt,
tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian
klita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya
mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur
2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi
terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data
pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi
terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi
ynag tepat dalam pendekatan.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio)
adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi
terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas
yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka
bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga
timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru
berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb
lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan
klien selama menjalan perawatanketika dilakukan pengkajian.
Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam
pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama
beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang).
4. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh
klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan
meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler,
paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol.
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit
yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah
anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan,
tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta
kemungkinan penyakit turunan.
6. Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila
terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada
pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia,
mual, dan muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan
mengalami penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri.
Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal ini
disebabkan karena adanya rasa nyeri.
7. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri
body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik
mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga
membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien
dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa
cemas, dan takut.
8. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak
pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
9. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih
dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia
(syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
10.Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik
diri, marah.
11.Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak
ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
12.Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

13.Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek,
perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal;
kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik);
ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik
pada aliran saraf).
14.Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan
perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat
nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.
15.Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii;
partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi
oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak
mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas
atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme,
oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor
(oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
16.Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin
dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam
sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan
bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut
dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen
penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti
kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal.
Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan
dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah
cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih
sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat
meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari
gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi
(jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan
dengan syok listrik).
17.Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh
panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan
tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup
berat.
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan
lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah
pada 48 jam pertama.

c. Pemeriksaan kepala dan leher


1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna
rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka
bakar, grade dan luas luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata,
lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan
penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas,
bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan
dan bulu hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir
kering karena intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen
6) Leher
a) Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami
peningkatan sebagai
b) Kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi
dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena
cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi,
suara nafas tambahan ronchi.

e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi
adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi
adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka
baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen
nyeri.
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS.
Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok
hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka
bakar (luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran
prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund
and Browder) sebagai berikut :

BAGIAN TUBUH 1 TH 2 TH DEWASA


Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas (kanan dan
18% 18% 18%
kiri)
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ekstrimitas bawah (kanan dan
27% 31% 30%
kiri)
Genetelia 1% 1% 1%

c. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan

Kriteria Hasil Intervensi Rasional


a. Menyatakan 1. Tutup luka sesegera 1. Suhu berubah dan
nyeri berkurang mungkin, kecuali tekanan udara dapat
atau terkontrol perawatan luka bakar menyebabkan nyeri
b. Menunjukkan metode pemejanan hebat pada
ekspresi wajah pada udara terbuka pemajanan ujung
atau postur tubuh 2. Ubah pasien yang saraf
rileks sering dan rentang 2. Gerakan dan latihan
Berpartisipasi gerak aktif dan pasif menurunkan
dalam aktivitas sesuai indikasi kekuatan sendi dan
dari tidur atau 3. Pertahankan suhu kekuatan otot tetapi
istirahat dengan lingkungan nyaman, tipe latihan
tepat berikan lampu tergantung indikasi
penghangat dan dan luas cedera
penutup tubuh 3. Pengaturan suhu
4. Kaji keluhan nyeri dapat hilang karena
pertahankan lokasi, luka bakar mayor,
karakteristik dan sumber panas
intensitas (skala 0-10) eksternal perlu untuk
5. Dorong ekspresi mencegah menggigil
perasaan tentang 4. Nyeri hampir selalu
nyeri ada pada derajat
6. Dorong penggunaan beratnya,
tehnik manajemen keterlibatan jaringan
stress, contoh atau kerusakan tetapi
relaksasi, nafas biasanya paling
dalam, bimbingan berat selama
imajinatif dan penggantian balutan
visualisasi. dan debridement
7. Kolaborasi pemberian 5. Pernyataan
analgetik memungkinkan
pengungkapan
emosi dan dapat
meningkatkan
mekanisme koping
6. Memfokuskan
kembali perhatian,
memperhatikan
relaksasi dan
meningkatkan rasa
control yang dapat
menurunkan
ketergantungan
farmakologi
7. Dapat
menghilangkan
nyeri

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui


rute abnormal luka.

Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Menunjukkan 1. Awasi tanda-tanda 1. Memberikan
perbaikan vital, perhatikan pedoman untuk
keseimbangan pengisian kapiler dan penggantian cairan
cairan dibuktikan kekuatan nadi perifer dan mengkaji respon
oleh haluaran urine 2. Awasi haluaran urine kardiovaskuler
individu, tanda- dan berat jenis, 2. Secara umum
tanda vital stabil, observasi warna dan penggantian cairan
membran mukosa hemates sesuai harus difiltrasi untuk
lembab indikasi meyakinkan rata-rata
3. Perkirakan deranase haluaran urine 30-50
luka dan kehilangan ml / jam (pada orang
yang tak tampak dewasa).
4. Timbang berat badan 3. Peningkatan
tiap hari permeabilitas kapiler,
5. Selidiki perubahan perpindahan protein,
mental proses inflamasi dan
6. Observasi distensi kehilangan melalui
abdomen, evaporasi besar
hematemesess, feses mempengaruhi
hitam, hemates volume sirkulasi dan
drainase NG dan haluaran urine,
feses secara periodik. khususnya selama 24-
7. Kolaborasi kateter 72 jam pertama
urine setelah terbakar.
4. Pergantian cairan
tergantung pada berat
badan pertama dan
perubahan
selanjutnya.
Peningkatan berat
badan 15-20% pada
72 jam pertama
selama pergantian
cairan dapat
diantisipasi untuk
mengembalikan
keberat sebelum
terbakar kira-kira 10
hari setelah terbakar
5. Penyimpangan pada
tingkat kesadaran
dapat
mengindikasikan
ketidakadekuatan
volume sirkulasi atau
penurunan perfusi
serebral
6. Stress (curling) ulkus
terjadi pada setengah
dan semua pasien
pada luka bakar berat
(dapat terjadi pada
awal minggu
pertama).
7. Memungkinkan
observasi ketat fungsi
ginjal dan menengah
stasis atau reflek
urine, potensi urine
dengan produk sel
jaringan yang rusak
dapat menimbulkan
disfungsi dan infeksi
ginjal.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma

Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Menunjukkan 1. Kaji atau catat 1. Memberikan
regenerasi ukuran warna informasi dasar
jaringan kedalaman luka, tentang kebutuhan
2. Mencapai perhatikan jaringan penanaman kulit dan
penyembuhan metabolik dan kemungkinan
tepat waktu pada kondisi sekitar luka petunjuk tentang
area luka bakar 2. Berikan perawatan sirkulasi pada area
luka bakar yang tepat grafik.
dan tindakan control 2. Menyiapkan jaringan
infeksi tubuh untuk
penanaman dan
menurunkan resiko
infeksi.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer


tidak adekuat kerusakan perlindungan kulit

Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Tidak ada tanda- 1. Implementasikan 1. Tergantung tipe atau
tanda infeksi tehnik isolasi yang luasnya luka untuk
tepat sesuai indikasi menurunkan resiko
2. Tekankan kontaminasi silang
pentingnya tehnik atau terpajan pada
cuci tangan yang flora bakteri multiple.
baik untuk semua 2. Mencegah
individu yang datang kontaminasi silang
kontak ke pasien 3. Rambut media baik
3. Cukur rambut untuk pertumbuhan
disekitar area yang bakteri
terbakar meliputi 1 4. Infeksi oportunistik
inci dari batas yang (misal : Jamur)
terbakar seringkali terjadi
4. Periksa area yang sehubungan dengan
tidak terbakar depresi sistem imun
(lipatan paha, lipatan atau proliferasi flora
leher, membran normal tubuh selama
mukosa ) terapi antibiotik
5. Bersihkan jaringan sistematik.
nekrotik yang lepas 5. Meningkatkan
(termasuk pecahnya penyembuhan
lepuh) dengan 6. Mencegah terjadinya
gunting dan forcep. infeksi
6. Kolaborasi
pemberian antibiotik

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan


ketahanan

Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Menyatakan dan 1. Pertahankan posisi 1. Meningkatkan posisi
menunjukkan tubuh tepat dengan fungsional pada
keinginan dukungan atau ekstermitas dan
berpartisipasi khususnya untuk mencegah kontraktor
dalam aktivitas, luka bakar diatas yang lebih mungkin
mempertahankan sendi. diatas sendi
posisi, fungsi 2. Lakukan latihan 2. Mencegah secara
dibuktikan oleh rentang gerak secara progresif,
tidak adanya konsisten, diawali mengencangkan
kontraktor, pasif kemudian aktif jaringan parut dan
mempertahankan 3. Instruksikan dan kontraktor,
atau meningkatkan Bantu dalam meningkatkan
kekuatan dan mobilitas, contoh pemeliharaan fungsi
fungsi yang sakit tingkat walker secara otot atau sendi dan
dan atau tepat. menurunkan
menunjukkan kehilangan kalsium
tehnik atau perilaku dan tulang
yang memampukan 3. Meningkatkan
aktivitas. keamanan ambulasi
BAB 3
ANALISIS JURNAL
A. Topik ke-1
1. Judul Jurnal
Analisis Korelasi Waktu Pemberian Resusitasi Cairan Terhadap Mortalitas
Pasien Luka Bakar Berat Fase Emergency
2. Penulis
Ida Ayu Agung Laksmi (Program Studi S1 Keperawatan STIKES Bina
Usada Bali)
3. Analisis Jurnal
ASPEK URAIAN
PROBLEM Luka bakar merupakan suatu jenis cedera traumatik
yang paling berat dibandingkan dengan jenis trauma
lainnya dengan tingkat morbiditas dan mortalitas
yang tinggi (Dunne & Rawlins, 2014). Menurut
data dari World Health Organization (2016), luka
bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang sangat serius di seluruh dunia yang
diiperkirakan setiap tahunnya mencapai 265.000
kematian. Di RSUP Sanglah, didapatkan bahwa
angka mortalitas pasien luka bakar yang dirawat di
Burn Unit selama periode tahun 2013 sampai tahun
2014 sebesar 10,07 %.
Menurut Marx, Hockberger & Walls, (2009) luka
bakar berat adalah luka dengan luas permukaan
luka >10% dari total luas permukaan tubuh pada
anak-anak dan usia lanjut, sedangkan pada orang
dewasa luka bakar berat adalah luka dengan luas
permukaan luka >20% dari total luas permukaan
tubuh dan luas luka >5% pada luka bakar full
thicknes (derajat 3) di segala usia.
Resusitasi cairan didefiniskan sebagai terapi cairan
yang dilakukan untuk mengganti volume cairan
intravaskular (perfusi) atau volume cairan
interstitial (dehidrasi), atau untuk memperbaiki
abnormalitas elektrolit dengan pemberian cairan
pengganti dapat bersifat kristaloid ataupun koloid
secara agresif (Stewart, 2003).
INTERVENTION Penelitian ini merupakan penelitian analitik
observasional dengan rancangan kohort
retrospektif.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah Bali
selama periode 2 tahun terakhir (2014-2016).
Populasi dan Sample
Sample yang digunakan dala penelitian ini
berjumlah 78 sampel rekam medis di RSUP
Sanglah Bali. Pengumpulan data menggunakan
teknik purposive sampling.
Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien
luka bakar berat dengan luas > 20% dari total luas
permukaan tubuh yang disebabkan karena cedera
termal.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah uji korelasi
Spearman dengan tingkat kepercayaan 95%. Oleh
karena itu, dilakukan sebuah penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui korelasi antara waktu
pemberian resusitasi cairan terhadap mortalitas
pasien luka bakar berat pada fase emergency.
COMPARISON Penelitian ini merupakan penelitian analitik
observasional dengan rancangan kohort
retrospektif. Instrumen menggunakan lembar
pengumpulan data dengan meneliti waktu
pemberian resusitasi cairan sebagai variabel
independen dan mortalitas sebagai variabel
dependen. Uji yang digunakan untuk pengolahan
data dengan menggunakan uji korelasi Spearman
pada waktu resusitasi terhadap mortalitas.
OUTCOME Penelitian yang telah dianalisa menunjukkan bahwa
rata-rata responden dalam penelitian ini mengalami
perubahan respon fisiologi pada sistem
kardiovaskuler yang menyebabkan adanya
peningkatan kebutuhan cairan tubuh selama fase
emergency berlangsung.
Pada penelitian ini juga ditemukan angka mortalitas
pasien luka bakar berat pada fase emergency secara
retrospektif dari periode Maret 2014 sampai dengan
Maret 2016 mencapai 12.82% yang berarti bahwa
tingkat survival pasien luka bakar berat selama fase
emergency di RSUP Sanglah cukup tinggi. Setelah
diuji menghasilkan angka survival pasien luka
bakar berat yang cukup tinggi yaitu 87,18%. Hal ini
disebabkan rata – rata rentang waktu pemberian
resusitasi cairan dari terapaparnya luka bakar pada
penelitian 60.13 menit, yang berarti belum berisiko
meningkatkan mortalitas pasien.
Setelah dilakukan uji data dengan korelasi
Spearman dan dipadukan dengan teori yang ada
didapatkan kesimpulan bahwa waktu pemberian
resusitasi cairan berkorelasi terhadap mortalitas
pasien luka bakar berat pada fase emergency.

B. Topik 2
1. Judul Jurnal
Analisa Jurnal Studi Penggunaan Terapi Cairan Pada Pasien Luka Bakar
Di Rsud Dr. Soetomo
2. Penulis
Yulimda risma
3. Analisis Jurnal
ASPEK URAIAN
PROBLEM Di Indonesia angka kematian akibat luka bakar
masih tinggi yaitu sekitar 40%, terutama
diakibatkan oleh luka bakar berat. Di Unit Luka
Bakar Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dari
Januari 2011 hingga Desember 2012, terdapat 275
pasien luka bakar dengan 203 diantaranya adalah
dewasa. Dari studi tersebut jumlah kematian akibat
luka bakar keseluruhan ialah 93 pasien dengan
orang dewasa sebanyak 76 pasien.
Sebanyak 78% dari jumlah kematian tersebut
disebabkan terbakar. Penyebab lain yaitu listrik
(14%), air panas (4%), kimia (3%) dan metal (1%)
(Martina dan Wardhana, 2013). Faktor risiko
kematian pada pasien luka bakar adalah usia,
persentase luas area terbakar dan penyakit kronis.
Kegagalan organ dan sepsis adalah penyebab
kematian yang sering dilaporkan. Penyebab
kematian pada fase akut (48 jam pertama) ialah
syok luka bakar dan inhalation injury (Brusselaers,
2010)
Ketika terjadi luka bakar, salah satu terapi
pertolongan awal yang diberikan adalah resusitasi
cairan. Pemberian resusitasi cairan ialah pada 24
hingga 48 jam pertama periode hipovolemia.
Resusitasi cairan bertujuan untuk mempertahankan
perfusi organ secara menyeluruh dan menghadapi
inflamasi sistemik yang nvasi serta hipovolemia
cairan nvasive ular dan ekstravaskular
(Tricklebank, 2008).
INTERVENTION Jenis penelitian ini adalah deskriptif observasional
prospektif dengan metode pengambilan sampel
terbatas waktu yang dilakukan pada tanggal 4
Maret-4 Juni 2016.
Kriteria inklusi adalah pasien luka bakar yang
dirawat inap dan
diobati dengan terapi cairan pada periode tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
profil jenis, dosis, frekuensi dan waktu penggunaan
terapi cairan, serta mengkaji hubungan profil
penggunaan cairan dengan hasil terapi melalui data
laboratorium dan data klinis pasien.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan secara prospektif pada periode
4 Maret sampai 4 Juni 2016 di RSUD Dr. Soetomo.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
luka bakar yang dirawat inap dan diobati dengan
terapi cairan pada periode 4 Maret sampai 4 Juni
2016. Dalam penelitian ini peneliti menetapkan
jumlah sampel sebanyak 12 orang.
Kriteria inklusi sebagai sampel penelitian adalah
semua pasien luka bakar yang mendapat terapi
cairan dan menjalani perawatan di RSUD Dr.
Soetomo serta memiliki data rekam nvas yang
lengkap.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini dilakukan denganmengidentifikasi
penggunaan cairan pada pasien luka bakar.
Analisa Data
Terapi cairan yang digunakan adalah kristaloid,
koloid dan TPN.
Cairan yang banyak digunakan, berdasarkan
jenisnya yaitu Jenis cairan kristaloid: NS
(100%), RL (100%) dan RD5 (75%), Jenis
cairan koloid: albumin 20% (50%), FFP
(33,33%) dan Gelofusin® (33,33%) Jenis cairan
TPN: Clinimix® 20E (41,67%), Ivelip® 20%
(33,33%) dan Clinimix® 15E (25%)
Cairan yang banyak digunakan, berdasarkan
waktu penggunaan yaitu Fase awal: RL
(91,67%) dan RA (50%), Fase pemeliharaan: NS
(58,3%), D5½NS (50%), dan RD5 (50%) dan
Ketika terjadi tindakan: RL (100%), NS (75%)
dan Gelofusin® (33,33%)
Jenis, dosis, dan frekuensi penggunaan terapi
cairan tergantung dari kondisi klinis dan data
laboratorium pasien.
COMPARISON Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
profil jenis, dosis, frekuensi dan waktu penggunaan
terapi cairan, serta mengkaji hubungan profil
penggunaan cairan dengan hasil terapi melalui data
laboratorium dan data klinis pasien. Penelitian
dilakukan secara prospektif pada periode 4 Maret
sampai 4 Juni 2016 di RSUD Dr. Soetomo.
Penelitian ini telah disetujui Komite Etik Penelitian
Kesehatan RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
OUTCOME Hasil penelitian dari 12 pasien diketahui bahwa
pasien dengan jenis kelamin laki-laki (75%) lebih
banyak daripada pasien perempuan (25%) dengan
rentang usia paling banyak adalah 25-44 tahun
sebesar 50%. Termis (66,67%) merupakan
penyebab luka bakar terbanyak diikuti oleh elektris
(33,33%). Penyebab termis ialah ledakan LPG
(50%) dan scald (16,67%). Pasien dengan luka
bakar derajat II sebesar 66,67%, sedangkan pasien
dengan luka bakar derajat II dan III sebesar 33,33%.
Komplikasi yang paling banyak adalah
hipoalbuminemia sebesar 100%.
Terapi cairan yang digunakan adalah kristaloid,
koloid dan TPN (Total Parenteral Nutrition).
Terdapat 12 jenis cairan kristaloid yang digunakan
yaitu NS (100%), RL (100%), RD5 (75%), D5½NS
(58,33%), RA (25%), D5 (16,67%), KaenMg3®
(16,67%), Triofusin® E1000 (16,67%), NaCl 3%
(8,33%), D5NS (8,33%), D5¼NS(8,33%), dan
Tutofusin® (8,33%). Jenis koloid yang diberikan
ada 4 yaitu albumin 20% (50%), FFP (Fresh Frozen
Plasma) (33,33%), Gelofusin® (33,33%), dan
dextran (8,33%). Jenis TPN yang digunakan ialah
Clinimix® 20E (41,67%), Ivelip® 20% (33,33%)
Clinimix® 15E (25%), Kalbamin® (16,67%),
Aminofluid® (8,33%), dan Ivelip® 10% (8,33%).
Penggunaan terapi cairan dibagi menjadi 2 fase
yaitu fase resusitasi atau awal dan fase
pemeliharaan. Pada fase awal, pasien dewasa
dengan luas luka bakar <15% TBSA (Total Body
Surface Area) dan pasien anak dengan luas luka
bakar <10% TBSA membutuhkan cairan sebanyak
kebutuhan fisiologi tubuh dan IWL (Insensible
Water Loss). Pada fase resusitasi, pasien dewasa
dengan luas luka bakar >15% TBSA dan pasien
anak dengan luas luka bakar >10% TBSA
membutuhkan cairan dengan jumlah berdasarkan
rumus Baxter. Pada fase pemeliharaan, pasien
mendapatkan cairan dengan jumlah berdasarkan
kebutuhan cairan fisiologi dan IWL. Jenis cairan
RL (91,67%) dan RA (50%) banyak digunakan saat
fase awal, sedangkan pada fase pemeliharaan lebih
banyak digunakan NS (58,33%), D5½NS (50%)
dan RD5 (50%). Jenis cairan yang banyak diberikan
saat terjadi tindakan ialah RL (100%), NS (75%)
dan Gelofusin® (33,33%). Jenis, dosis dan
frekuensi penggunaan terapi cairan tergantung dari
kondisi pasien. Monitoring terapi cairan dilakukan
melalui pemantauan produksi urin, data klinik yang
meliputi tanda vital dan CVP (Central Venous
Pressure) serta data laboratorium seperti kadar
albumin, natrium, dan kalium.
C. Topik 3
1. Judul Jurnal
Fluid Resuscitation management in patient with burns update
2. Penulis
P. Guilabert1,*, G. Usúa1, N. Martín1, L. Abarca1, J. P. Barret2 and M. J.
Colomina1
3. Analisis Jurnal
ASPEK URAIAN
PROBLEM Pada tahun 1968, Baxter dan Shires
mengembangkan formula Parkland, yang paling
banyak digunakan saat ini untuk resusitasi cairan
pada pasien luka bakar. Sesuai dengan indikasi
Advanced
Burn Life Support programme of the American
Burn Association, formula ini sekarang menetapkan
2-4 ml Ringer’slaktat (RL) solu- tion per kilogram
berat per persentase wajah tubuh terbakar area pada
orang dewasa. Hal ini dimaksudkan untuk
disesuaikan dengan perubahan permeabilitas
pembuluh darah untuk menghindari cairan berlebih
(fenomena yang dikenal sebagai ‘fluid creep’), 8-10
dan jumlah yang harus diperbaiki sesuai dengan
output urin, yang akhirnya mengarah ke variabilitas
substansial dalam jumlah cairan yang diberikan.
Terkadang proses ini tidak tepat karena perhitungan
luas permukaan tubuh tidak selalu dapat diandalkan
(misalnya pada pasien obesitas).
Setelah bertahun-tahun mempelajari patofisiologi
pasien luka bakar dan hasilnya, sekarang jelas
bahwa kecepatan resusitasi cairan sangat penting
untuk kelangsungan hidup pada pasien ini. Sejak
implementasi dari yang efisien, dinamis cairan
pengganti, lebih sedikit pasien meninggal di 24-48
jam pertama. Ini adalah prioritas untuk
mempertahankan nvasive ular volume dan organ
perfusi meskipun edema yang disebabkan oleh
intensitas resusitasi cairan. Ketika resusitasi tidak
optimal, kedalaman luka bakar meningkat dan
periode syok lebih lama, menyebabkan kematian
yang lebih besar. Namun, dapatkah kita yakin
bahwa resusitasi dilakukan dengan benar?
INTERVENTION Jenis penelitian ini adalah systemic review
Instrumen Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan
mengidentifikasi penggunaan cairan pada pasien
luka bakar.
Analisa Data
Terapi cairan yang digunakan adalah kristaloid,
HES dan koloid. Resusitasi awal didasarkan
pada kristaloid. Meskipun demikian terbukti
bahwa larutan ini memiliki ekspansi volume
yang lebih kecil efek dari koloid, karena
peningkatan kapiler permeabilitas yang terjadi
selama 24 jam pertama, koloid akan lolos ruang
ekstravaskular, memberikan efek onkotik, dan
menyebabkan paradoks augmentasi dari apa
yang biasa disebut ketiga ruang. Meskipun studi
terbaru mengklaim bahwa permeabilitas
meningkat dimulai pada 2 jam pasca luka bakar
dan berlangsung selama 5 jam, penggunaan
koloid pada pasien luka bakar masih
kontroversial.

COMPARISON Literature review ini bertujuan untuk


mendeskripsikan profil jenis, frekuensi dan waktu
penggunaan terapi cairan, serta mengkaji hubungan
profil penggunaan cairan dengan hasil terapi
melalui data laboratorium dan data klinis pasien.
Membandingkan keefektifan penggunaan koloid,
HES dan kritaloid. Derta pengaruh kecepatan
resusitasi dengan penyembuhan luka.
OUTCOME Resusitasi cairan yang kurang optimal pada pasien
luka bakar menyebabkan lebih besar kedalaman
luka bakar dan perpanjangan periode shock, yang
biasanya berlangsung dalam 24-48 jam pertama.
Menurut hasil tujuan terarah studi terapi, jumlah
cairan yang diberikan pertama 24 jam seharusnya
lebih tinggi dari yang diperkirakan oleh Parkland’s
rumus.
Resusitasi luka bakar besar idealnya dilakukan
sesuai untuk terapi yang diarahkan pada tujuan
dengan metode termodilusi karena mereka kurang
nvasive dibandingkan PAC dan sehat divalidasi
dalam luka bakar. Beberapa penelitian
menunjukkan peningkatan dalam indeks jantung,
ScvO2, pengiriman oksigen, dan MODS saat
resusitasi didasarkan pada TTD dan mengakhiri
ITBV dan EVLWaspoin; Meskipun demikian,
parameter yang optimal tetap menjadi ditentukan.
Cairan resusitasi awal harus berupa kristaloid
seimbang. Koloid tampaknya tidak sesuai selama
jam-jam pertama karena peningkatan permeabilitas
kapiler pasien. Ringer’s acetate tampaknya
melindungi keseimbangan elektrolitik dalam
penggantian besar, dan mungkin kristaloid pilihan
untuk resusitasi awal pada pasien luka bakar.
Meskipun ada laporan hasil yang lebih buruk pada
pasien sepsis dengan penggunaan HES, bukti ilmiah
saat ini melakukannya tidak cukup untuk
mendukung kontraindikasi khusus untuk
penggunaan HES di pasien luka bakar. Seperti
praktik di banyak unit luka bakar, kami sebelumnya
menggunakan HES setelah 24 jam pertama saat
diperlukan dan kami tidak memiliki kesan bahwa
hasilnya lebih buruk pada pasien kami, tetapi ini
adalah evaluasi subjektif.
Gelatin belum menunjukkan keunggulan
dibandingkan kristaloid di dalamnya kapasitas
ekspansi, dan keamanannya masih belum pasti.
Larutan hipertonik, albumin, dan plasma telah
dikaitkan dengan persyaratan volume yang lebih
rendah untuk resusitasi awal, menurunkan tekanan
intraabdomen, dan insidensi kompartemen yang
lebih rendah sindroma; karenanya, solusi-solusi ini
dapat memiliki tempat dalam resusitasi luka bakar,
tetapi bukti tambahan diperlukan untuk mendukung
penggunaannya.
Uji coba terkontrol acak multisenter pada resusitasi
cairan pada luka bakar mayor masih diperlukan
untuk menentukan terapi cairan yang terbaik dalam
populasi ini. Data kurang tentang titik akhir yang
optimal untuk TTD, perbedaan antara resusitasi
awal dengan Ringer laktat atau Ringer’s asetat,
waktu yang tepat untuk memulai koloid, dan kinerja
komparatif dari alam yang berbeda dan koloid
sintetis pada pasien luka bakar.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai