Disusun oleh :
1. Dewi Wahyuningtyas (20210109205)
2. Dinda Shagun Tri S (20210109337)
3. Efi Eka Nofitasari (20210109278)
4. Eka Yulia Riska N (20210109486)
5. Elinda Miftahur R (20210109408)
6. Endah Dwi Astuti (20210109267)
7. Faishol Afifi (20210109175)
8. Faza Lailatul H (20210109118)
9. Fina Trihastuti (20210109499)
10. Fitri Mulyasari (20210109194)
11. Hany Suryani (20210109336)
12. Indah Nur’aini (20210109507)
13. Karlina Oktaviani A (20210109613)
14. Liana Nur Fadhilah (20210109169)
A. Latar Belakang
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat
meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka
secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh
dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu,
seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami
komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal
ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa
dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan
merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar
95% yang diselamatkan.
Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini
untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka
dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-
rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan
khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab (etiologi)
dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang
besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan
yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka
bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai
perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang
disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi.
Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda
dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar
yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar
daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau
tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan
tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain.
Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka
bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar
tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya
komplikasi multi organ yang menyertai.
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung
dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status
kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka
bakar dan pengaruh lain yang menyertai.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan luka bakar?
2. Bagaimana etiologi dari luka bakar?
3. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari luka bakar?
5. Bagaimana penatalaksanaan medis dari luka bakar?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari luka bakar?
7. Bagaimana komplikasi dari luka bakar?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari luka bakar?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari luka bakar
2. Untuk mengetahui etiologi dari luka bakar
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari luka bakar
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari luka bakar
5. Untuk mengeatahui penatalaksanaan medis dari luka bakar
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari luka bakar
7. Untuk mengetahui komplikasi dari luka bakar
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari luka bakar
9.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. Manifestasi Klinik
a. Hidung dan membran mukosa kemerahan mengindikasikan cedera
inhalasi akibat karbonmonoksida
b. Kulit dapat dikaji menggunakan kedalaman kulit berdasarkan BSA.
Kedalaman luka bakar dikenal dengan luka bakar superfisial (derajat
1), partial thickness (derajat 2), full thickness (derajat 3) dan luka
bakar derajat 4
(Terry, 2013)
6. Pemeriksaan Penunjang
Dalam Messakh (2015) disebutkan bahwa luka bakar dapat menyebabkan
gangguan fungsi organ dan memerlukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium dasar (baseline laboratory test):
a. Hematocrit
b. Darah lengkap (hb)
c. Albumin
d. Rft dan lft
e. Elektrolit, na, k, cl, hco3
f. Blood urea nitrogen
g. Urinalysis
h. Foto thorak
i. Arterial blood gases (trauma inhalasi)
j. Carboxy hemoglobin
k. Ecg (trauma listrik)
7. Komplikasi
Dalam Suryani (2017) disebutkan beberapa komplikasi dari luka bakar:
a. Infeksi : Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka
penderita dapat mengalami sepsis. Berikan antibiotika berspektrum
luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan
diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali
pada keadaan tertentu, misalnya pda edema larings berat demi
kepentingan penyelamatan jiwa penderita.
b. Curling’s ulcer (ulkus Curling) : Ini merupakan komplikasi serius,
biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus pada duodenum atau
lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus
diberikan secara rutin pada penderita luka bakar sedang hingga berat.
Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di
duodenum.
c. Gangguan Jalan nafas : Paling dini muncul dibandingkan komplikasi
lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi,
edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan
nafas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid
dosis tinggi dan antibiotika.
d. Konvulsi : Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah
konvulsi. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit,
hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin)
dan 33% oleh sebab yang tak diketahui.
13.Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek,
perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal;
kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik);
ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik
pada aliran saraf).
14.Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan
perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat
nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.
15.Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii;
partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi
oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak
mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas
atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme,
oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor
(oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
16.Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin
dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam
sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan
bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut
dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen
penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti
kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal.
Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan
dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah
cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih
sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat
meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari
gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi
(jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan
dengan syok listrik).
17.Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh
panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan
tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup
berat.
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan
lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah
pada 48 jam pertama.
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi
adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi
adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka
baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen
nyeri.
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS.
Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok
hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka
bakar (luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran
prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund
and Browder) sebagai berikut :
c. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan
B. Topik 2
1. Judul Jurnal
Analisa Jurnal Studi Penggunaan Terapi Cairan Pada Pasien Luka Bakar
Di Rsud Dr. Soetomo
2. Penulis
Yulimda risma
3. Analisis Jurnal
ASPEK URAIAN
PROBLEM Di Indonesia angka kematian akibat luka bakar
masih tinggi yaitu sekitar 40%, terutama
diakibatkan oleh luka bakar berat. Di Unit Luka
Bakar Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dari
Januari 2011 hingga Desember 2012, terdapat 275
pasien luka bakar dengan 203 diantaranya adalah
dewasa. Dari studi tersebut jumlah kematian akibat
luka bakar keseluruhan ialah 93 pasien dengan
orang dewasa sebanyak 76 pasien.
Sebanyak 78% dari jumlah kematian tersebut
disebabkan terbakar. Penyebab lain yaitu listrik
(14%), air panas (4%), kimia (3%) dan metal (1%)
(Martina dan Wardhana, 2013). Faktor risiko
kematian pada pasien luka bakar adalah usia,
persentase luas area terbakar dan penyakit kronis.
Kegagalan organ dan sepsis adalah penyebab
kematian yang sering dilaporkan. Penyebab
kematian pada fase akut (48 jam pertama) ialah
syok luka bakar dan inhalation injury (Brusselaers,
2010)
Ketika terjadi luka bakar, salah satu terapi
pertolongan awal yang diberikan adalah resusitasi
cairan. Pemberian resusitasi cairan ialah pada 24
hingga 48 jam pertama periode hipovolemia.
Resusitasi cairan bertujuan untuk mempertahankan
perfusi organ secara menyeluruh dan menghadapi
inflamasi sistemik yang nvasi serta hipovolemia
cairan nvasive ular dan ekstravaskular
(Tricklebank, 2008).
INTERVENTION Jenis penelitian ini adalah deskriptif observasional
prospektif dengan metode pengambilan sampel
terbatas waktu yang dilakukan pada tanggal 4
Maret-4 Juni 2016.
Kriteria inklusi adalah pasien luka bakar yang
dirawat inap dan
diobati dengan terapi cairan pada periode tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
profil jenis, dosis, frekuensi dan waktu penggunaan
terapi cairan, serta mengkaji hubungan profil
penggunaan cairan dengan hasil terapi melalui data
laboratorium dan data klinis pasien.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan secara prospektif pada periode
4 Maret sampai 4 Juni 2016 di RSUD Dr. Soetomo.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
luka bakar yang dirawat inap dan diobati dengan
terapi cairan pada periode 4 Maret sampai 4 Juni
2016. Dalam penelitian ini peneliti menetapkan
jumlah sampel sebanyak 12 orang.
Kriteria inklusi sebagai sampel penelitian adalah
semua pasien luka bakar yang mendapat terapi
cairan dan menjalani perawatan di RSUD Dr.
Soetomo serta memiliki data rekam nvas yang
lengkap.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini dilakukan denganmengidentifikasi
penggunaan cairan pada pasien luka bakar.
Analisa Data
Terapi cairan yang digunakan adalah kristaloid,
koloid dan TPN.
Cairan yang banyak digunakan, berdasarkan
jenisnya yaitu Jenis cairan kristaloid: NS
(100%), RL (100%) dan RD5 (75%), Jenis
cairan koloid: albumin 20% (50%), FFP
(33,33%) dan Gelofusin® (33,33%) Jenis cairan
TPN: Clinimix® 20E (41,67%), Ivelip® 20%
(33,33%) dan Clinimix® 15E (25%)
Cairan yang banyak digunakan, berdasarkan
waktu penggunaan yaitu Fase awal: RL
(91,67%) dan RA (50%), Fase pemeliharaan: NS
(58,3%), D5½NS (50%), dan RD5 (50%) dan
Ketika terjadi tindakan: RL (100%), NS (75%)
dan Gelofusin® (33,33%)
Jenis, dosis, dan frekuensi penggunaan terapi
cairan tergantung dari kondisi klinis dan data
laboratorium pasien.
COMPARISON Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
profil jenis, dosis, frekuensi dan waktu penggunaan
terapi cairan, serta mengkaji hubungan profil
penggunaan cairan dengan hasil terapi melalui data
laboratorium dan data klinis pasien. Penelitian
dilakukan secara prospektif pada periode 4 Maret
sampai 4 Juni 2016 di RSUD Dr. Soetomo.
Penelitian ini telah disetujui Komite Etik Penelitian
Kesehatan RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
OUTCOME Hasil penelitian dari 12 pasien diketahui bahwa
pasien dengan jenis kelamin laki-laki (75%) lebih
banyak daripada pasien perempuan (25%) dengan
rentang usia paling banyak adalah 25-44 tahun
sebesar 50%. Termis (66,67%) merupakan
penyebab luka bakar terbanyak diikuti oleh elektris
(33,33%). Penyebab termis ialah ledakan LPG
(50%) dan scald (16,67%). Pasien dengan luka
bakar derajat II sebesar 66,67%, sedangkan pasien
dengan luka bakar derajat II dan III sebesar 33,33%.
Komplikasi yang paling banyak adalah
hipoalbuminemia sebesar 100%.
Terapi cairan yang digunakan adalah kristaloid,
koloid dan TPN (Total Parenteral Nutrition).
Terdapat 12 jenis cairan kristaloid yang digunakan
yaitu NS (100%), RL (100%), RD5 (75%), D5½NS
(58,33%), RA (25%), D5 (16,67%), KaenMg3®
(16,67%), Triofusin® E1000 (16,67%), NaCl 3%
(8,33%), D5NS (8,33%), D5¼NS(8,33%), dan
Tutofusin® (8,33%). Jenis koloid yang diberikan
ada 4 yaitu albumin 20% (50%), FFP (Fresh Frozen
Plasma) (33,33%), Gelofusin® (33,33%), dan
dextran (8,33%). Jenis TPN yang digunakan ialah
Clinimix® 20E (41,67%), Ivelip® 20% (33,33%)
Clinimix® 15E (25%), Kalbamin® (16,67%),
Aminofluid® (8,33%), dan Ivelip® 10% (8,33%).
Penggunaan terapi cairan dibagi menjadi 2 fase
yaitu fase resusitasi atau awal dan fase
pemeliharaan. Pada fase awal, pasien dewasa
dengan luas luka bakar <15% TBSA (Total Body
Surface Area) dan pasien anak dengan luas luka
bakar <10% TBSA membutuhkan cairan sebanyak
kebutuhan fisiologi tubuh dan IWL (Insensible
Water Loss). Pada fase resusitasi, pasien dewasa
dengan luas luka bakar >15% TBSA dan pasien
anak dengan luas luka bakar >10% TBSA
membutuhkan cairan dengan jumlah berdasarkan
rumus Baxter. Pada fase pemeliharaan, pasien
mendapatkan cairan dengan jumlah berdasarkan
kebutuhan cairan fisiologi dan IWL. Jenis cairan
RL (91,67%) dan RA (50%) banyak digunakan saat
fase awal, sedangkan pada fase pemeliharaan lebih
banyak digunakan NS (58,33%), D5½NS (50%)
dan RD5 (50%). Jenis cairan yang banyak diberikan
saat terjadi tindakan ialah RL (100%), NS (75%)
dan Gelofusin® (33,33%). Jenis, dosis dan
frekuensi penggunaan terapi cairan tergantung dari
kondisi pasien. Monitoring terapi cairan dilakukan
melalui pemantauan produksi urin, data klinik yang
meliputi tanda vital dan CVP (Central Venous
Pressure) serta data laboratorium seperti kadar
albumin, natrium, dan kalium.
C. Topik 3
1. Judul Jurnal
Fluid Resuscitation management in patient with burns update
2. Penulis
P. Guilabert1,*, G. Usúa1, N. Martín1, L. Abarca1, J. P. Barret2 and M. J.
Colomina1
3. Analisis Jurnal
ASPEK URAIAN
PROBLEM Pada tahun 1968, Baxter dan Shires
mengembangkan formula Parkland, yang paling
banyak digunakan saat ini untuk resusitasi cairan
pada pasien luka bakar. Sesuai dengan indikasi
Advanced
Burn Life Support programme of the American
Burn Association, formula ini sekarang menetapkan
2-4 ml Ringer’slaktat (RL) solu- tion per kilogram
berat per persentase wajah tubuh terbakar area pada
orang dewasa. Hal ini dimaksudkan untuk
disesuaikan dengan perubahan permeabilitas
pembuluh darah untuk menghindari cairan berlebih
(fenomena yang dikenal sebagai ‘fluid creep’), 8-10
dan jumlah yang harus diperbaiki sesuai dengan
output urin, yang akhirnya mengarah ke variabilitas
substansial dalam jumlah cairan yang diberikan.
Terkadang proses ini tidak tepat karena perhitungan
luas permukaan tubuh tidak selalu dapat diandalkan
(misalnya pada pasien obesitas).
Setelah bertahun-tahun mempelajari patofisiologi
pasien luka bakar dan hasilnya, sekarang jelas
bahwa kecepatan resusitasi cairan sangat penting
untuk kelangsungan hidup pada pasien ini. Sejak
implementasi dari yang efisien, dinamis cairan
pengganti, lebih sedikit pasien meninggal di 24-48
jam pertama. Ini adalah prioritas untuk
mempertahankan nvasive ular volume dan organ
perfusi meskipun edema yang disebabkan oleh
intensitas resusitasi cairan. Ketika resusitasi tidak
optimal, kedalaman luka bakar meningkat dan
periode syok lebih lama, menyebabkan kematian
yang lebih besar. Namun, dapatkah kita yakin
bahwa resusitasi dilakukan dengan benar?
INTERVENTION Jenis penelitian ini adalah systemic review
Instrumen Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan
mengidentifikasi penggunaan cairan pada pasien
luka bakar.
Analisa Data
Terapi cairan yang digunakan adalah kristaloid,
HES dan koloid. Resusitasi awal didasarkan
pada kristaloid. Meskipun demikian terbukti
bahwa larutan ini memiliki ekspansi volume
yang lebih kecil efek dari koloid, karena
peningkatan kapiler permeabilitas yang terjadi
selama 24 jam pertama, koloid akan lolos ruang
ekstravaskular, memberikan efek onkotik, dan
menyebabkan paradoks augmentasi dari apa
yang biasa disebut ketiga ruang. Meskipun studi
terbaru mengklaim bahwa permeabilitas
meningkat dimulai pada 2 jam pasca luka bakar
dan berlangsung selama 5 jam, penggunaan
koloid pada pasien luka bakar masih
kontroversial.