Anda di halaman 1dari 55

Tugas Rutin

(Diajukan untuk memenuhi tugas M.Kuliah Penelitian Dasar Pengelasan)

DISUSUN OLEH:

NAMA : Ekklesia Ade Pratiwi Sihombing


Candres Atur H. Silaban
Marto Dedek Simbolon
Hadiansyah Putra
Lois Manullang
KELAS :PTM A (Reguler)

MATA KULIAH : Penelitian Dasar Pengelasan

DOSEN PENGAMPU:Dr.R.Mursid,.ST.,M.Pd.

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


393
FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana atas cinta
dan kasih-Nya, serta perlindungan-Nya masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas
yaitu membuat Tugas Rutin yang bersangkut paut dengan Penelitian Dasar Pengelasan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan Tugas Rutin ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi penulisan, penggunaan bahasa / kalimat, serta isi dari penjelasan
pembahasan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi mencapai perbaikan untuk kesempurnaan di masa akan datang.
Akhir kata kami berharap semoga tugas rutin yang disusun oleh penulis dapat
memberikan faedah bagi kita semua baik bagi penulis maupun pembaca dan apabila terdapat
banyak kesalahan penulis mohon maaf sebesar-besarnya. Sekian dan terima kasih.

394
Medan, November 2020

(Kelompok 2)

BAB I
PENDAHULUAN

Rasionalisasi pentingnya Tugas Rutin


TR atau Tugas Rutin adalah salah satu tugas yang diberikan kepadamahasiswa, yang
intinya adalah membuat makalah satu atau lebih buku/artikel yang relevan terhadap mata kuliah
yang bersangkutan. Dengan adanya TR ini mahasiswa jadi mendapat banyak pengetahuan
mengenai mata kuliah yang bersangkutan.

Tujuan penulisan Tugas Rutin


Tujuan dari penulisan TR ini yaitu karena sebagai salah satu pemenuhan dari tugasyang
diberikan oleh dosen pengampu, sebagaimana TR ini dibuat untuk menambahpemahaman mata
kuliah dengan cara mencari point – point yang terpenting saja, danmeningkatkan kesadaran para
pembaca mengenai materi yang bersangkutan sertamenguatkan pemahaman akan mata kuliah
terkait.

Manfaat Tugas Rutin


TR ini bermanfaat bagi pembaca, karena TR ini membantu kita untuk memahamisuatu
materi pada mata kuliah dengan cara yang sangat mudah dengan lebihmendalam.

395
BAB II
ISI
ARTIKEL I (NASIONAL)

VARIASI ARUS TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN BENDING PADA HASIL


PENGELASAN SM490

Awal Syahrani*, Alimuddin Sam**, Chairulnas***


*&** Dosen Jurusan Teknik Mesin, Univ. Tadulako
*** Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Univ. Tadulako
*Email : awsyahrani@yahoo.com

Abstract

This study aimed to determine the effect of variations in welding current on tensile strength and bending the
steel SM490, with the variation of welding current 140 A, 150 A, and 160 A. Electrodes used were E 7018,
with the hem V angle 70o, SMAW welding methods. Tests performed are tensile and bending tests. The
research was conducted at the department of materials science laboratory machine tadulako university
engineering faculty. Ultimate tensile strength of welded joints occur at 160 A current variation with an
average value of 626.35 MPa tensile stress and the lowest in the group of 140 A current variation of 468.85
MPa, and for an extension or tensile strain is highest value at 160 A by 14.33% and the lowest at 140 A
current variation of 9.25%. To the elasticity of the welding process with a variation of the current value of
140 A bona fide high of 3260.03 MPa and the lowest was at 160 A current variation in the amount of
3040.64 MPa. Highest bending stress values contained in the variation of welding current 160 A of 45.069
MPa and the lowest was at 140 A current variation of 40.635 Mpa. Deflection value that occurs in the
bending test is highest value at 160 A current variation of 34.333 mm and the lowest was at 140 A current
variation of 32.77 mm.

Keywords: SMAW, Carbon SteelSM490, Tensile Strength, Bending.

proses pengelasan perlu diperhatikan beberapa


PENDAHULUAN parameter proses pengelasan yang berhubungan
dengan kualitas hasil las, seperti pemilihan mesin
Salah satu proses penyambungan logam las, penunjukan juru las, pemilihan kuat arus,
dengan logam yang lain adalah proses pengelasan, pemilihan elektroda, dan pemilihan jarak pengelasan
dimana proses pengelasan sangat berhubungan erat serta penggunaan jenis kampuh las.
dengan energy termal (panas), sehingga dalam Dalam proses pengelasan penyetelan besar-
prosesnya akan dapat mengubah sifat dasar dari kecilnya arus sangat berpengaruh terhadap hasil
material dasar (based material ), untuk itu dalam pengelasan yang diinginkan. Hasil pengelasan yang

396
diharapkan tidak saja bentuk kampuh

lasnya yang baik, tetapi juga kekuatan dari


sambungan las yang didapat harus baik dan kuat.
Perbandingan besar kecilnya arus tergantung dari
jenis kawat las yang digunakan, posisi pengelasan
serta tebal bahan dasar atau tebal benda kerja yang
akan dilas. Besar arus, kecepatan pengelasan,
besarnya penembusan dan jarak pengelasan serta
polaritas listrik mempengaruhi kekuatan hasil lasan
dan efisiensi pekerjaan dalam proses pengelasan.

TEORI DASAR

1. Pengertian Las
Definisi pengelasan menurut DIN
(Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam

397
atau logam paduan yang dilaksanakan dalam selama pengelasan akan mengalami pencairan
keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las bersama-sama dengan logam induk yang menjadi
merupakan sambungan setempat dari beberapa bagian kampuh las. Dengan adanya pencairan ini
batang logam dengan menggunakan energi panas. maka kampuh las akan terisi oleh logam cair yang
Mengelas adalah suatu aktifitas berasal dari elektroda dan logam induk. Untuk
menyambung dua bagian logam atau lebih dengan dapat mengelas dengan proses SMAW diperlukan
cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari baberapa peralatan, seperti mesin las, kabel
keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu elektroda dan pemegang elektroda. Peralatan lain
seperti benda utuh. Penyambungan bisa dengan yang juga perlu disediakan adalah topeng las
atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama (welding mask), sarung tangan dan jas pelindung.
atau berbeda titik cair maupun strukturnya. Proses Pengelasan SMAW selain mencairkan
Pengelasan dapat diartikan dengan proses kawat las yang nantinya akan membeku menjadi
penyambungan dua buah logam sampai titik logam las, busur listrik juga ikut mencairkan fluks.
rekristalisasi logam, dengan atau tanpa
Karena massa jenisnya yang kecil dari
menggunakan bahan tambah dan menggunakan
energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. logam las maka fluks berada diatas logam las pada
Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan saat cair. Kemudian setelah membeku fluks cair ini
tetap dari benda atau logam yang dipanaskan. menjadi terak yang membentuk logam las. Dengan
Mengelas bukan hanya memanaskan dua demikian, fluks cair akan melindungi kubangan las
bagian benda sampai mencair dan membiarkan selama mencair dan terak melindungi logam las
membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh selama pembekuan. Terak ini nantinya harus
dengan cara memberikan bahan tambah atau dihilangkan dari permukaan logam las dengan
elektroda pada waktu dipanaskan sehingga menggunakan palu atau digerinda
mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki.
Kekuatan sambungan las dipengaruhi beberapa 3. Besar Arus Listrik
faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan,
Besarnya arus pengelasan yang diperlukan
elektroda dan jenis kampuh yang digunakan.
tergantung pada diameter elektroda, tebal bahan
yang dilas, jenis elektroda yang digunakan,
2. Las Busur Listrik Terlindung geometri sambungan, diameter inti elektroda dan
Proses SMAW (Shieled Metal Arc posisi pengelasan. Daerah las mempunyai kapasitas
Welding) atau pengelasan busur listrik elektroda panas tinggi maka diperlukan arus yang tinggi.
terbungkus. Proses SMAW juga dikenal dengan Arus las merupakan parameter las yang
langsung mempengaruhi penembusan dan
istilah proses MMAW (Manual Metal Arc
kecepatan pencairan logam induk. Makin tinggi
Welding). Dalam pengelasan ini, logam induk arus las makin besar penembusan dan kecepatan
mengalami pencairan akibat pemanasan dari busur pencairannya. Besar arus pada pengelasan
listrik yang timbul antara ujung elektroda dan mempengaruhi hasil las bila arus terlalu rendah
permukaan benda kerja. Busur listrik yang ada maka perpindahan cairan dari ujung elektroda yang
dibangkitkan dari suatu mesin las.
digunakan sangat sulit dan busur listrik yang terjadi
Elektroda yang dipakai berupa kawat yang
tidak stabil. panas yang terjadi tidak cukup untuk
dibungkus oleh pelindung berupa fluks dan karena melelehkan
itu elektroda las kadang- kadang disebut kawat las.
Elektroda
logam dasar, sehingga menghasilkan bentuk rigi- sebagai sumber panas.
rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan Di dalam las elektroda terbungkus fluks
kurang dalam. Jika arus terlalu besar, maka akan memegang peranan penting karena flusk dapat
menghasilkan manik melebar, butiran percikan bertindak sebagai :
kecil, penetrasi dalam serta peguatan matrik las
tinggi.

4. Elektroda Las
Mengelas dengan las listrik memerlukan
kawat las (elektroda) yang terbuat dari suatu logam
yang dilapisi dengan suatu lapisan yang terdiri dari
campuran beberapa zat kimia. Elektroda adalah
bagian ujung (yang berhubungan dengan
bendakerja) rangkaian penghantar arus listrik
1. Pemantap busur dan penyebab kelancaran Bahan-bahan yang digunakan dapat di golongkan
pemindahan butir-butir cairan logam. dalam bahan pemantapan busur. Pembuat terak,
2. Sumber terak atau gas yang dapat penghasil gas, deoksidator, unsur paduan dan bahan
melindungi logam cair terhadap udara di pengikat. Bahan-bahan tersebut antara lain oksida-
oksida logam, karbonat, silikat, fluorida, zat
sekitarnya.
organik, baja paduan dan serbuk besi.
3. Pengatur penggunaan. Berdasarkan jenis elektroda dan diameter
4. Sumber unsur –unsur paduan. kawat inti elektroda dapat ditentukan arus dalam
Fluks biasanya terdiri dari bahan- bahan ampere dari mesin las seperti pada tabel dibawah
tertentu dengan perbandingan yang tertentu pula. ini:

Tabel 1. Spesifikasi arus menurut tipe elektroda dan diameter.


Diameter Tipe elektroda dan amper yang digunakan

Mm Inch E 6010 E 6014 E 7018 E 7024 E 7027 E 7028

2,5 3/32 - 80-125 70-100 70-145 - -

3.2 1/8 80-120 110-160 115-165 140-190 125-185 140-190

4 3/32 120-160 150-210 150-220 180-250 160-240 180-250

5 3/16 150-200 200-275 200-275 230-305 210-300 230-250

5.5 7/32 - 260-340 360-340 275-375 250-350 275-365

6.3 ¼ - 330-415 315-400 335-430 300-420 335-430

8 5/16 - 90-500 375-470 - - -

E7018 adalah suatu jenis elektroda yang


70:Tegangan tarik minimum dari hasil pengelasan
mempunyai spesifikasi tertentu. Dalam penelitian (70.000 Ksi) atau sama dengan 492 MPa.
ini yang dimaksud dengan E7018 adalah :
1 :Posisi pengelasan (angka 1 berarti dapat dipakai
dalam semua posisi pengelasan).
E :Elektroda las listrik (E7018 diameter 4,0 mm)
8 :Menunjukkan jenis selaput serbuk besi hidrogen
rendah dan interval arus las yang cocok untuk
pengelasan.

Gambar 1. Elektroda terbungkus

5. Metalurgi Las waktu/lamanya temperatur itu terjadi dan


Aspek metalurgi adalah meliputi siklus kecepatan pendinginan. Faktor utama yang
termal dan pengaruhnya terhadap perubahan mengontrol perubahan struktur tersebut adalah
struktur mikro serta faktor- faktor yang besarnya masukan panas (heat input) yang
mempengaruhi sifat mampu las (weldability) dari diberikan kepada sambungan logam (termasuk
logam yang disambung. Kualitas sambungan las kalau ada pemanasan mula). Kecepatan
biasanya dikaitkan dengan kekuatan, ketangguhan pendinginan mempengaruhi sifat-sifat mekanis
atau sifat mekanis lainnya, maka perlu dibahas sesuai dengan jenis fasa dan butiran logam yang
hubungan antara struktur mikro dengan sifat-sifat terbentuk. Pendinginan yang cepat menghasilkan
terhadap tekanan dan kekerasan dari sambungan struktur yang kuat, keras dan kurang ulet.
las. Pendinginan yang lambat menghasilkan
Siklus termal akan dapat menimbulkan sifat-sifat sebaliknya. Menahan logam pada
perubahan-perubahan metalurgi yang rumit, temperatur tinggi (di atas temperatur kritis) untuk
deformasi dan tegangan-tegangan termal ataupun waktu yang lama dapat menghasilkan struktur
cacat pada logam las. Perubahan yang paling dengan butiran yang kasar, namun demikian selama
penting dalam pengelasan adalah perubahan pengelasan berlangsung ada bagian logam yang
struktur-mikro yang akan menentukan sifat-sifat letaknya bersebelahan dengan las berada pada
mekanis sambungan las. Pada umumnya struktur temparatur tinggi untuk waktu yang sangat singkat.
mikro yang terjadi tergantung pada komposisi (Santoso, J., 2006)
kimia dari logam induk, kondisi logam induk
seperti geometri atau proses pengerjaan 6. Pengujian kekuatan sambungan
sebelumnya, teknik pengelasan yang diterapkan,
serta perlakuan panas yang diberikan. Kekuatan Tarik
Tingkat perubahan mikro struktur yang Pengujian tarik bertujuan untuk
terjadi disamping dipengaruhi oleh faktor-faktor mengetahui sifat-sifat mekanik dan perubahan-
dari material yang dilas juga tergantung pada perubahannya dari suatu logam terhadap
temperatur maksimum yang dicapai ketika pembebanan tarik seperti tegangan, regangan, dan
pengelasan, modulus elastisitas. Pengujian tarik merupakan
jenis pengujian yang paling banyak
dilakukan karena mampu memberikan informasi Beban uji yang telah dinormalisasikan
perilaku mekanis material. Pengujian ini umumnya ukurannya dipasang pada mesin tarik, kemudian
diperuntukan bagi pengujian beban - beban statik. diberi beban (gaya tarik) secara perlahan-lahan dari
Beban tarik tersebut dimulai dari nol dan berhenti nol hingga maksimum. Pengujian tarik dilakukan
pada beban atau tegangan patah tarik (Ultimate dengan mesin uji tarik atau dengan universal
Strenght) dari logam yang bersangkutan. testing machine. Hubungan antara tegangan dan
regangan pada beban tarik ditentukan dengan rumus
sebagai berikut.
Dimana: perbandingan antara tegangan dan regangan dan
F = Beban (N) dapat dihitung dengan persamaan:
= Luas penampang (mm2)
σ = Tegangan (N/mm2).
Kemudian besarnya regangan adalah
jumlah pertambahan panjang karena pembebanan Dimana :
dibandingkan dengan panjang daerah ukur ( gage E = Modulus elastisitas tarik
length). (N/m2).
σ = Tegangan (N/m2). ε =
Regangan (%).
Lo = panjang mula-mula (mm). L =
Dimana :
Perubahan panjang (mm).
ε = Regangan (%).
Kekuatan Bending
ΔL = Perubahan panjang (mm). Lo =
Untuk mengetahui kekuatan lentur
panjang mula-mula (mm).
Modulus Elastisitas adalah perbandingan (bending) suatu material dapat dilakukan dengan
antara tegangan dan regangan dari suatu benda. pengujian lentur terhadap spesimen tersebut.
Besarnya nilai modulus elastisitas yang juga Kekuatan bending atau kekuatan lengkung adalah
merupakan tegangan bending terbesar yang dapat diterima
P akibat pembebanan luar tanpa mengalami
deformasi yang besar atau kegagalan. Besar
kekuatan bending tergantung pada jenis spesimen
dan pembebanan. Akibat pengujian bending, bagian
atas spesimen mengalami tekanan, sedangkan
½L ½L bagian bawah akan mengalami tegangan tarik.
L Dalam material logam kekuatan tekannya
lebih tinggi dari pada kekuatan tariknya. Karena
Gambar 2. Metode three-point Bending tidak mampu menahan tegangan tarik yang
diterima, spesimen tersebut akan patah, hal tersebut
mengakibatkan kegagalan pada pengujian material.
Kekuatan bending pada sisi bagian atas sama nilai
dengan kekuatan bending pada sisi bagian bawah.
Pengujian dilakukan three point bending.

M= ........(4)
Sehingga kekuatan bending dapat dirumuskan
sebagai sebagai berikut :
................................(5)
Dimana :
Momen yang terjadi pada material dapat dihitung b = kekuatan bending (Mpa) P
dengan persamaan : = beban /load (N)
L = panjang span / support span (mm)
b = lebar/ width (mm) dilakukan pengelasan dengan variasi arus
d = tebal / depth (mm) 140 A, 150 A dan 160 A. Pembentukan spesimen
uji dilakukan pada tahap berikutnya, spesimen uji
tarik dan spesimen uji kekerasan dengan standar
ASTM. Pengambilan data adalah langkah
METODE PENELITIAN selanjutnya.

Proses pengelasan penelitian ini dilakukan


di PT.POSO ENERGY yang terletak di Desa
Sulewana Kecamatan Pamona Utara Kabupaten
Poso sedangkan untuk Pengujian tarik dan bending
dilakukan di Laboratorium Pengujian Bahan
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Tadulako Palu.
Alat yang digunakan adalah : mesin las
listrik, mesin perkakas (sekrap, gergaji dan
gerinda), tensil test dan hardness test. Bahan yang
digunakan SM490 tebal 14 mm, elektroda 2,6
E7018. Pengerjaan penelitian ini dimulai dengan
memotong bahan dengan ukuran 270 x 50 mm,
kemudian dilakukan pembentukan kampuh V
dengan sudut 70o . Selanjutnya

Gambar 3. Spesimen uji tarik standar ASME Section IX 462.1

Gambar 4. Spesimen uji bending standar ASME Section IX 462.2


HASIL DAN PEMBAHASAN
kelompok variasi arus pengelasan yang sudah
diperoleh kemudian dimasukan kedalam persamaan
Hasil Pengujian Tarik yang ada. Data-data tersebut selanjutnya dapat
Data-data hasil pengujian tarik dilihat pada tabel 2 di bawah.
pada kelompok raw material dan
Tabel 2. Hasil Pengujian tarik
Spesimen
Parameter
Raw Material Arus 150 A Arus 160 A
Tegangan Rata-rata
418.55 468.85 587.44 626.35
(σ)(Mpa)
Regangan Rata-rata
14.79 9.25 12.04 14.33
(ɛ)(%)
Elastisitas Rata rata
2832.97 3260.03 3192.98 3040.64
(E)(Mpa)

Data dari tabel di atas hasil pengujian tarik selanjutnya dimasukan ke dalam diagram batang seperti
dibawah ini:

Gambar 5. Diagram kekuatan tarik

Gambar 6. Diagram regangan


Gambar 7. Diagram elastisitas

Hasil Pengujian Bending tegangan lentur maksimum. Dari tiap


Pada data hasil pengujian bending diambil variable pengujian terdapat tiga sampel spesimen.
dari sample hasil pengujian yang hasilnya berupa Berikut ini merupakan hasil dari perhitungan data
grafik yang menunjukan besarnya harga gaya yang didapat pada saat pengujian tekuk yang
beban max saat menekuk. Dari pengujian tekuk dikelompokkan berdasarkan arus pengelasan.
tersebut didapatkan harga gaya beban dan

Tabel 3. Data pengujian bending


Spesimen
Parameter
Raw Material Arus 140 A Arus 150 A Arus 160 A

Defleksi Rata-rata (mm) 34,666 32,77 30,933 34,333

Rata-rata (Mpa) 38,436 40,635 42,484 45,069

Data dari tabel di atas hasil pengujian bending selanjutnya dimasukan ke dalam diagram batang seperti
dibawah ini:

Gambar 8. Diagram uji bending

Pembahasan 2, hasil kekuatan tarik pada bahan SM490 hasil


Berdasarkan hasil pengujian tarik pada tabel pengelasan SMAW dengan variasi arus adalah :
- Untuk spesimen Raw Material menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik dan
didapatkan nilai rata kekuatan tarik (σ u) busur listrik yang terjadi tidak stabil. Panas yang
=418.55Mpa, regangan/elongasi (ε) = dihasilkan tidak cukup untuk melelehkan elektroda
14.79 % dan elastisitas (E) = 2832.97 dan raw materials serta penembusan yang terjadi
Mpa. kurang maksimal.
Pengujian yang kedua adalah pengujian tarik
- Untuk spesimen 140 A didapatkan nilai
untuk variasi arus pengelasan 150 A. Nilai
rata kekuatan tarik (σu) = 468.85 Mpa, kekuatan tarik dan regangan mempunyai nilai yang
regangan/elongasi (ε) = 9,25 % dan yang lebih besar dibanding kelompok variasi arus
elastisitas (E) = 3260,03 Mpa, posisi 140 Amper dan kelompok raw materials, tetapi
patah terjadi pada daerah HAZ. lebih rendah dibanding kelompok 160 A. Pada
- untuk spesimen 150 A didapatkan nilai kelompok 160 A ini, arus yang terjadi cukup stabil
rata kekuatan tarik (σu) dibanding kelompok 140 A dan 150 A, Arus yang
=587.44Mpa, regangan/elongasi (ε) = stabil ini menyebabkan penembusan dan nyala
12.04 % dan elastisitas (E) = 3192.98 Mpa, busur yang baik sehingga dengan panas yang
masuk pada 160 A itu cukup tinggi membuat
posisi patah terjadi pada daerah HAZ.
strutur butirnya lebih halus dan rapat dibanding
- untuk spesimen 160 A didapatkan nilai arus 140 A dan 150 A.
rata kekuatan tarik (σu) dari hasil pengujian bending diketahui
=626.35Mpa, regangan/elongasi (ε) = 14.33% bahwa nilai untuk 140 Amengalami penurunan
dan elastisitas (E) = 3040.64 Mpa, posisi dibanding dengan variasi arus pengelasan 150 A
patah terjadi pada daerah HAZ. dan 160 A, hal ini dikarenakan panas yang
Berdasarkan hasil pengujian tarik pada tabel dihasilkan pada arus 150 A dan 160 A
3, hasil kekuatan bending pada bahan SM490 hasil menyebabkan bahan makin ulet sehingga kekuatan
pengelasan SMAW dengan variasi arus adalah : bending yang dihasilkan semakin tinggi. Nilai
- Untuk spesimen Raw Material kekuatan bending untuk arus 160 A lebih tinggi
didapatkan nilai rata kekuatan tarik (σ b) dibandingkan dengan kelompok spesimen variasi
=38,436Mpa. arus pengelasan 140 A dan 150 A, karena semakin
- Untuk spesimen 140 A didapatkan nilai tinggi panas yang masuk dan semakin lama pula
rata kekuatan tarik (σb) pendinginannya maka struktur mikronya makin
halus dan rapat, sehingga kekuatan bendingnya
=40,635Mpa.
meningkat.
- untuk spesimen 150 A didapatkan nilai
rata kekuatan tarik (σb) KESIMPULAN
=42,484Mpa. Berdasarkan hasil penelitian tentang
- untuk spesimen 160 A didapatkan nilai pengaruh variasi arus pengelasan SMAW terhadap
rata kekuatan tarik (σb) kekuatan tarik dan bending pada baja karbon SM
=45,069Mpa. 490 dapat disimpulkan :
Pengujian yang pertama adalah pengujian - Pengaruh variasi arus terhadap kekuatan
tarik untuk variasi arus pengelasan 140 A. Nilai tarik dan bending adalah semakin besar
kekuatan tarik 140 A mempunyai nilai yang paling arus yang digunakan maka nilai dari
kecil di antara variasi arus pengelasan yaitu 150 A kekuatan tarik dan bending semakin naik,
dan 160 A. Pada kelompok variasi 140 A, arus demikian pula sebaliknya.
yang terjadi terlalu rendah

- Semakin besar arus yang digunakan maka semakin besar pula panas yang ditimbulkan yang dapat
menimbulkan peningkatan kekuatan tarik dan bending bahan hasil pengelasan SMAW.

DAFTAR PUSTAKA

Amin A, 2012, Pengaruh Besar Arus Temper Bead Welding Terhadap Ketangguhan Hasil Las SMAW Pada Baja
ST37, Media Sains, 16
– 24.

ASME Sections IX, 2002, Qualification Standard For Welding And Brazing Procedures, Welders, Brazers, And
Welding And Brazing Operators, Andeda
Putra DP, 2011, Analisa Hasil Pengelasan SMAW Pada Baja Tahan Karat Feritik Dengan Variasi
Arus Dan Elektroda, Jurnal Teknik Material dan Metalurgi, 1 – 7.

Malau, V., 2003, Diktat Kuliah Teknologi Pengelasan Logam, Yogyakarta.

Purti F, 2009, Pengaruh Besar Arus Listrik dan Panjang Busur Api Terhadap hasil Penelasan, Jurnal Austenit.
1-6.

Santoso, J., 2006, “Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan Las SMAW Dengan
Elektroda E7018”, Skripsi, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Negeri Semarang.

Sonawan, H., Suratman, R., 2004, Pengantar Untuk Memahami Pengelasan Logam, Αlfa Beta,
Bandung.

Sumarji, 2010, Pengaruh Besar Arus Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja AISI 1020
dengan Proses Pengelasan SMAW, Jurnal Rekayasa, 11 – 17.

Wiryosumarto, Harsono, Prof., Dr., Ir., dan Toshie Okomura, Prof., Dr., (2000), Teknologi
Pengelasan Logam, Jakarta, PT. Pradnya Paramita

ARTIKEL II(NASIONAL)

ANALISIS KEKUATAN SAMBUNGAN LAS SMAW ( SHIELDED METAL ARC WELDING


) PADA MARINE PLATE ST 42 AKIBAT FAKTOR CACAT POROSITAS DAN
INCOMPLETE PENETRATION

Ir. Imam Pujo M, Ir. Sarjito J.S


Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
ABSTRACT
At this moment, weld engineering is applied widely in tacking on joints at construction of
steel building, especially at ship building. All important in weld engineering is when process
tacking on weld metal with steel metal to be one unities. It mean, the strength of metal result
by welded must equal to the original metal. Generally, that thing is inaccessible cause by
weld defect formed. Result of survey in JMI indicates that often happened problem at weld
joint part of construction of hull causing existence of fraction or crack at the division.
Because, hull is main part which received many forces, in water compressive force
( hydrostatic ) and ship attractive force on top of wave ( sagging ) and or in trough of wave
( hogging ). Even, at the moment of ship in full cargo condition or when at dock, ship must
can maintain the selfish strength.
In the research, will be checked weld defect influence incomplete penetration and
porosity formed at SMAW method, evaluated from tensile and compressive strength as the
application of force received by ship.from the result, indicates that tensile strength is optimum
happened at the normal joint plate without heat treatment about 464, 50 Mpa, while tensile
strength is lowest at joint plate condition of heat treatment 600 0 C about 351,23 Mpa. for
optimal of compressive strength happened at normal joint of plate without heat treatment
about 872, 17 N/mm2, while compressive strength is lowest at joint plate condition of heat
treatment 3000 C about 684 N/mm2. In this experiment, weld defect of incomplete penetration
and porosity is not too effect a weld joint strength caused all to fracture happen in base metal
is not it in weld joint or weld metal, however for all weld defect must be minimizes.

Keyword : SMAW method, porosity, incomplete penetration, yield strength, yield bent.

I. PENDAHULUAN dengan logam baja menjadi satu kesatuan.Yang


artinya, kekuatan logam hasil las harus sama
Dalam pengelasan hal yang memang dengan logam baja yang digunakan. Umumnya,
menjadi perhatian lebih adalah ketika proses kekuatan hasil las tidak sesuai dengan yang
penyambungan logam las
ditargetkan karena rentan dengan cacat las yang puncak gelombang ( sagging ) ataupun pada kondisi
terbentuk. Walaupun, cacat las memang tidak dilembah gelombang ( hogging ). Bahkan pada saat kapal
direncanakan dalam proses pengelasan, aktualnya bermuatan penuh atau pada saat di dok, kapal harus dapat
sering terjadi ketika pengelasan. Hasil survey mempertahankan kekuatannya.
lapangan di PT. Jasa Marina Indah Semarang
menunjukan bahwa, umumnya sering terjadi Dalam penelitian ini penulis ingin mengamati
masalah pada sambungan las bagian konstruksi sifat fisis dan mekanis hasil sambungan las pada baja
badan kapal, hal ini mengakibatkan adanya karbon rendah jenis ST 42 akibat cacat porositas dan
retakan atau pecahan pada sambungan las di incomplete penetration yang terbentuk dari pengelasan
bagian badan kapal. Karena memang bagian metode SMAW ( Sheild Metal Arc Welding ) dengan
badan kapal bekerja dengan menerima banyak sarana pengujian radiografi, ultrasonic test, dan
gaya, baik itu gaya tekan air ( hidrostatis ) dan pemotretan struktur mikro ( metallografi ), karena
gaya tarik silih berganti akibat kapal di kondisi memang cacat porositas dan incomplete penetration
sering ada pada hasil las-lasan dengan metode Dari pengujian tersebut akan diketahui secara
SMAW. Bahan baja yang digunakan dalam fisis ukuran cacat porositas dan incomplete
penelitian ini adalah baja karbon rendah jenis ST penetration yang terbentuk dan sifat komponen
42, karena 90% di galangan, khususnya di PT. baja, sehingga dapat ditentukan mekanis
Jasa Marina Indah Semarang menggunakan baja besarnya pengaruh cacat porositas dan
karbon rendah untuk konstruksi umum. incomplete penetration terhadap kekuatan
sambungan las. Penelitian ini juga dimaksudkan
untuk mencari kondisi hasil sambungan las
paduan baja karbon rendah ST 42 yang optimal
secara mekanis dengan menentukan variabel nilai
kekuatan tarik / tekuk pada sambungan las yang
terindikasi cacat porositas dan incomplete
penetration dengan kekuatan tarik / tekuk pada
sambungan las yang normal, baik sebelum
ataupun sesudah diberikan perlakuan panas ( heat
treatment ) pada sampel uji pengelasan sebagai
acuan akhir pengerjaan penelitian. Dari
penelitian ini memungkinkan terwujudnya
standar- standar teknik dalam pengelasan sesuai
perkembangan teknologi dan menjadi bagian
penting dalam masyarakat industri modern,
khususnya teknologi perkapalan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Penggunaan las dalam konstruksi kapal
sangat penting dan saat ini semua kapal baja
menggunakan pengelasan dalam penyambungan
bagian – bagiannya. Oleh karena itu, perlu
adanya pengkajian dan penelitian secara terus
menerus untuk memperbaiki dan
mengembangkan teknik
– teknik pengelasan.
A. Cacat Las
Cacat las secara aktual sering kali terjadi dalam las. Incomplete penetration yaitu cacat las yang
penyambungan las,diantaranya adalah : crack disebabkan karena
( retak ) yaitu cacat las yang disebabkan oleh ketidaksempurnaan pengisian las pada kaki las. Undercut
goncangan pada waktu proses pengelasan yaitu cacat las yang disebabkan karena termakannya
sehingga terjadi retak pada daerah las-lasan. metal induk pada waktu proses pengelasan sehingga
Crater yaitu cacat las yang disebabkan karena menjadi lekukan pada kaki pinggiran metal induk. Worm
mengkerutnya metal las pada akhir perjalanan hole yaitu cacat las yang disebabkan karena
proses pengelasan ( akibat panas las berkurang ). tertangkapnya gas pada proses pengelasan, sehingga
Porosity yaitu cacat las yang disebabkan oleh berbentuk rongga memanjang seperti tabung. ( handbook
udara atau gas yang terkurung oleh las, sehingga Quality control PT. JMI ). Gambar cacat las dapat dilihat
dalam las terjadi rongga- rongga besar ataupun pada gambar berikut ini.
kecil. Slag yaitu cacat las yang disebabkan
karena tertinggalnya slag atau metal lain dalam
Jenis cacat incomplete penetration

Jenis cacat porositas

Jenis cacat crack ( retak pada las )

B. Las SMAW
Pengelasan metode SMAW merupakan
pengelasan dengan elektroda terbungkus, metode
ini sangat banyak digunakan dalam
pembangunan kapal dan reparasi kapal,
disamping harga yang terjangkau, juga
dikarenakan pengelasan dengan metode SMAW
sangat fleksibel dalam penggunaannya. Baik itu
pengelasan dengan posisi datar, horizontal, tegak
( vertikal ), ataupun posisi diatas kepala
( overhead ).
Dalam pengelasan, ada beberapa bagian
bahan yang mempunyai sifat kekuatan bahan
akibat proses pengelasan, diantaranya adalah :
(1). Base metal ( logam induk ) merupakan
bagian logam yang tidak mengalami perubahan
struktur akibat pengelasan, (2). HAZ ( Heat
Affected Zone ) merupakan daerah terpengaruh
panas, daerah ini adalah yang paling lemah baik
kekerasannya, keuletan dan tegangannya, karena
struktur kristalnya banyak berubah, (3) Weld
metal
( logam las ) merupakan logam las yang mencair Weld metal
dan melebur bersama logam induk, daerah ini
adalah yang paling baik kekerasan dan tegangan
tarik jika dalam pelaksanaan pengelasan HAZ
memenuhi standard. Base metal Bentuk
penampang las Menurut Ir. Soeweify, M.Eng. pengelasan
dengan metode SMAW ( Sheild Metal Arc
Prinsip kerja las busur listrik elektrode Welding ) mempunyai beberapa keuntungan,
terbungkus ( SMAW ) yaitu dimulai ketika nyala sehingga penggunaannya cukup luas, diantaranya
api elektrik menyentuh ujung elektrode dengan adalah :
benda kerja. Dua logam yang konduktif jika  Cara pengelasan ini dapat
dialiri listrik dengan tegangan yang relatif rendah
dikatakan cukup fleksibel, dapat
akan menghasilkan loncatan elektron yang
menimbulkan panas yang sangat tinggi, dapat menyambung logam yang
mencapai 50000C yang dapat mencairkan kedua mempunyai ketebalan tipis
logam tersebut. Ilustrasi pengelasan dengan hingga tebal dengan bermacam –
elektrode terbungkus ( SMAW ) dapat dilihat
macam posisi pengelasan.
pada gambar berikut.
 Lebih ekonomis karena modal
yang diperlukan relatif kecil serta
biaya pemeliharaannya lebih
murah.
 Penggunaannya lebih mudah,
sehingga tidak terlalu sukar untuk
melatih calon welder yang belum
biasa.

Las busur elektrode terbungkus

C. Bentuk patahan material


Baja yang lunak biasanya juga liat atau
ulet, kalau ditarik maka patahnya baru terjadi
setelah penampangnya mengecil dan akhirnya
meninggalkan bentuk patahan yang berserat,
bergaris, membentuk corong (cup – cone). Hal
yang mirip masih terjadi pada baja dengan
kriteria sedang (mild steel), yang menunjukkkan
corong juga, tapi sering tidak utuh (partial cup
cone). Bila permukaan rata, tanpa corong,
mendekati tegak lurus arah tarikan, agak berbutir
, kadang berkelip karena tersebarnya bidang
– bidang pantul yang kecil – kecil
dipermukaan patah, maka bisa dipastikan
bahannya getas. Bahan yang
pernah
mengalami tempa, diroll atau ekstrusi melewati Frakture).
lubang yang lebih kecil, biasanya penampang
patahnya tegak lurus juga seperti gelas, tapi ada D. Perlakuan panas pada material
garis –garis radial dari tengah ketepi (Star
Heat treatment atau perlakuan panas yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan
pada material pelat ST 42 sangat erat dimana deformasi plastis mulai terjadi dan sukar
hubungannya dengan pengetahuan tentang bahan ditentukan secara teliti. Tegangan luluh, biasanya
tersebut, karena pada proses pembuatan material didefinisikan sebagai tegangan luluh offset,
tersebut mengalami perlakuan panas. Perlakuan adalah tegangan yang dibutuhkan untuk
panas pada material pelat ST 42 yang telah menghasilkan sejumlah kecil deformasi plastis
mengalami pemanasan tinggi akibat proses yang ditetapkan. Tegangan luluh offset
penyambungan dengan pengelasan adalah suatu ditentukan dengan mengukur perpotongan antara
proses untuk merubah sifat mekanis logam kurva tegangan – regangan dengan garis sejajar
tersebut dengan memberikan kombinasi denga elastis offset regangan tertentu, pada
pemanasan dan pendinginan dengan tujuan untuk umumnya garis offset diambil sebesar 0,2 % atau
melunakan, meliatkan, melepas tegangan sisa, 0,1 % ( Dieter, 1996 ).
serta menambah kekuatan bahan. Temperatur
F. Pengujian mutu hasil las
pemanasan dan penahanan suhu pemanasan serta
Ada 2 cara dalam pengujian mutu hasil
pendinginan sangat tergantung dari sifat bahan
las :
yang diinginkan.
1. Pengujian tanpa merusak
2. Pengujian dengan merusak
E. Kekuatan sambungan las
1. Pengujian tanpa merusak
Kekuatan sambungan las dihitung
Pengujian dengan cara ini, bahan atau
berdasarkan tegangan boleh dengan anggapan
specimen tidak mengalami kerusakan. Peralatan
bahwa hubungan antara tegangan dengan
yang digunakan adalah menggunakan komponen
regangan mengikuti hukum Hooke dengan syarat
gelombang elektromagnetik, gelombang suara,
bahwa tegangan terbesar yang terjadi tidak
penyinaran dengan sinar tertentu dan cairan
melebihi tegangan boleh yang telah ditentukan.
tertentu. Pengujian ini untuk mengetahui cacat
Sebagian besar bahan mengalami
luar maupun cacat dalam.
perubahan sifat dari elastis menjadi plastis
2. Pengujian dengan merusak
Pengujian dengan cara ini, bahan atau
specimen dirusak dengan alat tertentu untuk
mendapatkan data yang dikehendaki. Pengujian
ini terdiri dari pengujian tarik, tekuk, charpy,
hardness.

III. METODOLOGI PENELITIAN prosedur pengelasan yang sudah digunakan oleh


START
pihak galangan dengan personel / operator las
galangan dengan sertifikat BKI.
PENGUMPULAN DATA

MEMBUAT SPECIMEN UJI


PELAT ST 42 STANDARD
ASTM E8M
PENGUJIAN
Mengelas pelat yang akan diuji.
Melakukan perlakuan panas 3000 c dan 6000
c. Dan tanpa perlakuan panas.
Gambar rencana sambungan las
Pengujian radiografi, UT dan struktur mikro
Melakukan uji tarik dan bending. Speciment yang digunakan
dalam pengujian berjumlah 60,
dengan ketentusn standar pengrujian ASTM E
8M

ANALISA
Menganalisa hasil out put b
daripengujian, yait Lo
analisisapakah u NO Lc
pengaruh cacat porositas
ada
dan incomplete
penetration las terhadap
kekuatan sambungan las.
Dimension Specimen proportional test

b 12,5 mm

Lo 50 mm
KESIMPULAN
Lc 57 mm

FINISH
r 12,5 mm

t 10 mm
Diagram Alir Penelitian

Persiapan dan pelaksanaan pengelasan


dilakukan dibengkel tertutup pada galangan kapal
PT. Jasa Marina Indah Semarang, dengan metode IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN
pengelasan SMAW secara manual. Menggunakan Batas izin cacat las
trafo merk Panasonic, arus bolak balik dengan berdasarkan ASME SEC. IX
polaritas lurus. Dalam pengelasan ini
menggunakan metode dan
Jenis Cacat Las Ketentuan Umum
Tidak mengizinkan atau ditolak
Incomplete
berapa pun besarnya.
Penetration

Ukuran total porositas maksimal Hasil uji tarik sambungan las pada pelat
Porositas ST 42 grade A dalam kondisi cacat incomplete
20 % dari ketebalan material di
tiap 6 in panjang pengelasan, penetration dan porositas tanpa perlakuan panas (
raw material ) kekuatan tarik rata – ratanya
atau ukuran total porositas
adalah 362,91 Mpa dengan simpangannya  6,60
maksimal 1/8 in di tiap 6 in
dari rata – rata kuat tarik raw material. Hasil uji
panjang pengelasan.
tarik sambungan las pada pelat ST 42 grade A
dalam kondisi cacat incomplete penetration dan
porositas dengan perlakuan panas 3000 C
A. Analisis hasil kekuatan tarik kekuatan tarik rata
– ratanya adalah 391,34 Mpa dengan
Perbandingan Kuat Tarik Sambungan Las
simpangannya  25,12 dari rata – rata
464.5 456.43 450.25
500
362.91
391.34
351.23
kuat tarik heat traetment 3000 C dalam
400

Tegangan Tarik 300


kondisi cacat . Sedangkan hasil uji tarik
( MPa ) 200 sambungan las pada pelat ST 42 grade A
100
0
dalam kondisi cacat incomplete
raw material 300 600
Heat Treatment ( celcius )
penetration dan porositas dengan
NORMAL CACAT
perlakuan panas 6000 C kekuatan tarik
Hasil uji tarik sambungan las, bahan
rata
pelat ST 42 grade A dalam kondisi normal ( tidak –ratanya adalah 351,23 Mpa dengan
cacat ) dan tanpa perlakuan panas ( raw ), simpangannya  6,57 dari kuat tarik rata
kekuatan tarik rata –ratanya adalah 464,50 Mpa – rata heat treatment 6000 C dalam
dengan simpangannya kondisi cacat.
 1,91 dari rata – rata kuat tarik raw
material. Hasil uji tarik sambungan las, Dari hasil perbandingan dua kondisi
bahan pelat ST 42 grade A dalam kondisi normal pelat tersebut yaitu, pelat dalam kondisi normal
( tidak cacat ) dengan perlakuan panas 3000 C, ( tidak cacat ) dengan pelat dalam kondisi cacat,
kekuatan tarik rata – ratanya adalah 456,43 Mpa baik itu cacat incomplete penetration maupun
dengan simpangannya cacat porositas, maka didapatkan suatu
 1,04 dari rata – rata kuat tarik heat treatment kesimpulan bahwa kekuatan tarik pelat normal
3000 C . Sedangkan hasil uji tarik sambungan las, lebih baik ( lebih besar ) daripada pelat dalam
bahan pelat ST 42 grade A dalam kondisi normal ( kondisi cacat. Dan dari pemberian perbedaaan
tidak cacat ) dengan perlakuan panas 6000 C, perlakuan panas pun pelat normal lebih unggul
kekuatan tarik rata – ratanya adalah 450,25 Mpa dari pada pelat dalam kondisi cacat.
dengan simpangannya  2,22 dari kuat tarik rata –
rata heat treatment 6000 C .
B. Analisis hasil kekuatan tekuk
Perbandingan Kuat las pada pelat ST 42 grade A dalam kondisi cacat
Tekuk Sambungan Las incomplete penetration dan porositas dengan
10 perlakuan panas 3000 C kekuatan tekuk rata –
872.17
00 81 785 ratanya adalah 684 N/mm2. Sedangkan hasil uji
761.25
3 68 .5 717.
80 4 67 tekuk sambungan las pada pelat ST 42 grade A
Tegan 060
gan 0 dalam kondisi cacat incomplete penetration dan
Tekuk NOR
( N/mm2 ) 400 MAL porositas dengan perlakuan panas 6000 C
200
CAC kekuatan tekuk rata –ratanya adalah 717,67
AT
0 raw material300600 N/mm2 dengan simpangannya  11,44 dari rata –
rata kuat tekuknya.
Heat Treatment
( Celcius ) Dari hasil perbandingan dua kondisi
Hasil uji tekuk sambungan las, bahan pelat tersebut yaitu, pelat dalam kondisi normal
pelat ST 42 grade A dalam kondisi normal ( tidak ( tidak cacat ) dengan pelat dalam kondisi cacat,
cacat ) dan tanpa perlakuan panas ( raw ), baik itu cacat incomplete penetration maupun
kekuatan tekuk rata –ratanya adalah 872,17 cacat porositas, maka didapatkan suatu
N/mm2 dengan simpangannya  1,75 dari rata – kesimpulan bahwa kekuatan tekuk pelat normal
rat kuat tekuknya. Hasil uji tekuk sambungan las, lebih baik ( lebih besar ) daripada pelat dalam
bahan pelat ST 42 grade A dalam kondisi normal kondisi cacat. Dan dari pemberian perbedaaan
( tidak cacat ) dengan perlakuan panas 300 0 C, perlakuan panas pun pelat normal lebih unggul
kekuatan tekuk rata – ratanya adalah 813 N/mm 2 dari pada pelat dalam kondisi cacat.
dengan simpangannya  2,59 dari rata – rata kuat
tekuknya. Sedangkan hasil uji tekuk sambungan C. Analisis Metallografi
las, bahan pelat ST 42 grade A dalam kondisi
1. Struktur mikro logam induk
normal ( tidak cacat ) dengan perlakuan panas
6000 C, kekuatan tekuk rata – ratanya adalah Pada daerah ini temperatur yang
785,5 N/mm2 dengan simpangannya  1,82 dari digunakan untuk sampel pengujian adalah tanpa
rata – rata kuat tekuknya. perlakuan panas ( raw ), heat treatment 300 0 C
Hasil uji tekuk sambungan las pada pelat dan heat treatment 6000
ST 42 grade A dalam kondisi cacat incomplete C. Struktur mikro pada daerah ini yang terbentuk
penetration dan porositas tanpa perlakuan panas tanpa perlakuan panas dan perlakuan panas
kekuatan tekuk rata – ratanya adalah 761,25 adalah martensit. Hal ini terjadi karena logam
N/mm2 dengan simpangannya  14,29 dari rata – induk mempunyai dasar bahan dengan butiran
rata kuat tekuknya. Hasil uji tekuk sambungan halus, dan bagian ini jika diberi perlakuan
panas

ataupun tidak diberi perlakuan panas, sedikit hal itu juga dipengaruhi dengan adanya laju pendinginan
mempengaruhi bentuk fisis struktur mikro bahan, yang diterima oleh daerah ini begitu cepat.

Struktur mikro bahan tanpa perlakuan panas

Struktur mikro bahan dengan heat treatment 3000 C


treatment 3000 C dan heat treatment 6000
C. Struktur mikro yang terjadi pada daerah ini
adalah perlit dan bainit. Hal ini terjadi karena
bentuk struktur mikro bahan yang terjadi
berbentuk pecahan padat. Pecahan padat ini juga
terbentuk karena daerah ini menerima panas
cukup besar dan daerah ini sangat berdekatan
dengan daerah lebur yang mempunyai temperatur
sangat tinggi serta proses pendinginannya sedikit
Struktur mikro bahan dengan heat
treatment 6000 C lambat. Perbedaan perlakuan panas yang
dilakukan sedikit begitu berpengaruh pada
2. Struktur mikro pada HAZ bentuk struktur mikro bahan. Alternatif
Pada daerah ini temperatur yang kemungkinan adalah range perlakuan panas tidak
digunakan untuk sampel pengujian adalah tanpa begitu besar, sehingga struktur mikro yang
perlakuan panas ( raw ), heat terjadi tidak begitu mengalami banyak
perubahan.

Struktur mikro bahan tanpa perlakuan


panas ( raw )

Struktur mikro bahan dengan heat


treatment 3000 C
Struktur mikro bahan tanpa perlakuan
panas

Struktur mikro bahan dengan heat


treatment 6000 C

3. Struktur mikro logam las Struktur mikro bahan dengan heat


Pada daerah ini temperatur yang treatment 3000 C
digunakan untuk sampel pengujian adalah tanpa
perlakuan panas ( raw ), heat treatment 300 0 C
dan heat treatment 6000
C. Struktur mikro yang terjadi pada daerah ini
adalah ferit dalam bentuk kolumnar ( pilar –
pilar ). Hal ini terjadi karena tingginya masukan
panas dari pengelasan dan penambahan perlakuan
panas bahan, sehingga menyebabkan struktur
pilar semakin besar dan kasar. Dan disebabkan Struktur mikro bahan dengan heat
pula oleh proses pendinginan pada daerah ini treatment 6000 C
begitu lambat, sehingga daerah ini rentan getas.
Sama halnya dengan daerah HAZ dan logam
induk, proses perlakuan panas dan tanpa V. KESIMPULAN
perlakuan panas yang tidak begitu besar range- Dari hasil perhitungan, eksperimen dan
nya pada daerah logam las tidak terjadi analisis data – data pengujian maka dapat
perubahan yang signifikan terhadap struktur disimpulkan sebagai berikut :
mikro yang terjadi.

1. Hasil pengujian non – destructive


test ( NDT ) dengan
menggunakan radiografi dan
ultrasonic test, jumlah specimen
yang terindikasi cacat berjumlah
16 specimen dari
60 speciment. Semua yang terindikasi
cacat tidak memenuhi standar ASME
SEC. IX. Hal tersebut dikarenakan
range ukuran

total cacat porositas dan incomplete tarik semua sambungan las terputus di logam
penetration tidak memenuhi ukuran yang induk dan hal tersebut tidak membuktikan adanya
di ijinkan. Akan tetapi, dalam pengujian pengaruh cacat incomplete penetration dan cacat
porositas dalam pengujian ini.
3. Untuk pengujian
2. Hasil uji kekuatan tarik
metallografi ( struktur mikro
sambungan las rata – rata
bahan ) di bagia logam induk,
optimum adalah pada sambungan
logam pengaruh panas las
normal dengan kondisi tanpa
( HAZ ), dan bagian logam las.
perlakuan panas dengan kuat
Di dapatkan hasil struktur mikro
tarik rata – rata sebesar 464,50
yang berbeda – beda di setiap
N / mm2. Kekuatan tarik terendah
bagiannya. Akan tetapi, untuk
pada sambungan las tidak normal
pemberian perlakuan panas pada
dengan kondisi heat treatment
bahan tidak menghasilkan
6000 C harga kekuatan tarik rata –
perbedaan struktur mikro yang
ratanya sebesar 351, 23 N / mm2.
signifikan dikarenakan perbedaan
Dan hasil uji kekuatan tekuk
temperatur yang diberikan tidak
sambungan las rata – rata
terlalu besar. Pada logam induk
optimum adalah pada sambungan
terbentuk struktur mikro
normal dengan kondisi tanpa
martensit, di bagian logam
perlakuan panas dengan kuat
terpengaruh panas las ( HAZ )
tekuk rata – rata sebesar 872,17 N
terbentuk struktur mikro perlit
/ mm2. Kekuatan tekuk terendah
dan bainit, sedangkan pada
pada sambungan las tidak normal
logam las terbentuk struktur
dengan kondisi heat treatment
mikro ferit.
0
300 C harga kekuatan tekuk rata
– ratanya sebesar 684 N
/ mm2.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rosyid, D.M dan Setyawan,


Dony., ” Kekuatan Struktur
Kapal”.Pradnya Paramita; 1999
2. Rudolph Szilard, Dr. –ing, PE, “Teori
dan Analisis Pelat”, Erlangga, Jakarta,
1989.
3. Van Vlack H., Lawrence; Djaprie,
Sriati., “Ilmu dan Teknologi Bahan “,
Erlangga, Jakarta, 1995
4. Wiryosumarto, Harsono Prof,
Dr, Ir dan Okumura, Toshie,
Prof, Dr, Teknologi Pengelasan
Logam, Pradnya Paramita.
Jakarta. 2000
5. Ananto, Hari Drs, dan Daryanto
Drs, ” Ilmu Bahan ”. Bumi
Aksara, Jakarta, 1999.
6. ASME Sec IX, ” Qualification
Standard for Welding and
Brazing Procedures, Welders,
Brazers, and Welding and
Brazing Operators ”, ASME,
New York, 1995.
7. Smallman R. E, dan Bishop R.
J, ” Metalurgi Fisik Modern
dan Rekayasa Material ”.
Erlangga, Jakarta; 2000
8. Honeycombe, RWK,” Steels
Microstructure and
Properties”, Edward Arnold,
London; 1982.
9. Hanson, Albert dan Parr,
Gordon, J,” The Engineer’s
Guide to Steel ”, Addison
Wesley, Amerika; 1965.
10. Handbook Quality Control PT. JMI

ARTIKEL III (INTERNASIONAL)


JMEL 1 (1) (2012)

Journal of Mechanical Engineering Learning


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jmel

PENGARUH PROSES ANNEALINGPADA SAMBUNGAN LAS SMAW


TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN BAJA S45C
Miftakhudin,Rusiyanto,Masugino

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh proses annealing pada pengelasan baja S45C terhadap
Diterima struktur mikro dan kekerasannya. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah baja S45C yang diproduksi oleh PT.
Disetujui Bohler. Kadar karbon pada baja S45C sebesar 0,52%. Baja S45C mempunyai nilai kekerasan 175,6 VHN. Spesimen uji
untuk pengamatan struktur mikro menggunakan standar ASTM E8 dan uji kekerasan menggunakan JIS Z 2201 1981.
Dipublikasikan
Proses annealing yang digunakan dalam penelitian ada tiga variasi, yaitu anil suhu kritis, anil iso termal dan anil penuh.
Pada pengelasan logam tanpa anil nilai kekerasannya meningkat 6,1% dari daerah logam tanpa pengelasan.
Peningkatan nilai kekerasan tertinggi pada daerah HAZ. Pada daerah logam induk pengelasan tanpa anil hampir tidak
Keywords: terjadi perubahan struktur mikro. Pada daerah logam pengelasan dengan anil suhu kritis nilai kekerasannya sudah
Proses Annealing, Las sesuai yang diharapkan yaitu mendekati nilai kekerasan logam tanpa pengelasan, namun nilai kekerasan pada masing-
SMAW, Struktur Mikro, masing daerah las, HAZ dan logam induk belum homogen. Pada daerah pengelasan logam dengan anil iso termal nilai
Kekerasan kekerasan masing- masing daerah las, HAZ dan logam induk lebih homogen, namun struktur mikronya masih sedikit
kasar. Pada pengelasan logam dengan anil penuh struktur mikronya sudah halus dan homogen. Pada daerah pengelasan
logam dengan anil penuh terjadi penurunan nilai kekerasan tertinggi yaitu sebesar 28,3% dari nilai kekerasan daerah
logam pengelasan tanpa proses anil. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses anil dapat menghomogenkan struktur
mikro dan menurunkan kembali nilai kekerasan logam akibat pengaruh proses pengelasan.
Abstract

The objective of this study is to determine the effect of annealing process in the joint welding of S45C steel to the micro
structure and hardness. The materials used in the study is S45C steel produced by PT. Bohler. Carbon content in S45C
steel is 0.52%. S45C steel has a hardness value of 175.6 VHN. The test specimens for the observation o f the
microstructure uses the standard of ASTM E8 and the hardness test used JIS Z 2201 1981. There are three variations
of annealing process used in this study; they are critical temperature annealing, iso thermal annealing, and full
annealing. In the metal welding without annealing, the hardness value increases 6.1% from the metal area without the
welding. The highest hardness value increase in the HAZ area. In the main metal welding without annealing area;
almost there is no alteration in the microstructure. In the metal welding with critical temperature annealing area, the
hardness value has been compatible with the expectation that is close to the hardness value of the metal without
welding, but the hardness value of each weld area, HAZ and main metal haven’t been homogeneous. In the metal
welding with iso thermal annealing, there is a decrease of the average hardness value of 14.85% of the hardness value
of the weld area without the annealing process. In the metal welding with iso thermal annealing area, the hardness
value of each weld area, HAZ and main metal is more homogeneous, yet the micro structure is still a little rough. In
the metal welding with full annealing, the micro structure has been refined and homogeneous. In the metal welding
with full annealing area, there is a decrease of the highest hardness value to 28.3% of the hardness value of the metal
welding without the annealing process. The results shows that the annealing process may homogenize the
microstructure and decrease the metal hardness value back due to the influence of metal welding process

© 2012 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-651X
Gedung E9 Lantai 2 FT Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-
mail: miftakhudin1@gmail.com
Miftakhudin/ Journal of Mechanical Engineering Learning 1 (1) (2012)

Pendahuluan

Perkembangan produksi manufaktur rancang antara lain praktis, mudah pengoperasiannya, dapat
bangun sekarang ini semakin maju. Beberapa digunakan untuk segala macam posisi pengelasan
produksi rancang bangun yang rumit tidak bisa di dan lebih efisien.
kerjakan dalam satu proses produksi, sehingga salah
Proses pengelasan menyebabkan terjadinya
satunya caranya dengan proses pengelasan.
tegangan sisa dan kekerasan yang tinggi pada baja
lasan sehingga membuat rancang bangun logam
Baja S45C merupakan baja yang termasuk
menjadi getas, tidak tahan getaran dan
kelompok baja karbon sedang. Baja S45C
menimbulkan korosi.
mempunyai kandungan karbon 0,52 %. Berikut ini
Terdapat dua cara pembebasan tegangan sisa,
unsur-unsur lain yang terkandung pada baja S45C:
yaitu cara mekanik dan cara termal. Dari kedua cara
Tabel 1. Komposisi kimia baja S45C (Bohler:
ini yang paling banyak dilaksanakan adalah cara
Sertifikat baja S45C PT. Bhinneka Bajanas). termal dengan proses anil (Wiryosumarto dan
Okumura, 2004: 144). Penelitian ini menggunakan
C Si Mn P S Cu proses annealing. Proses anil yang digunakan dalam
0,520 0,310 0,650 0,19 0,02 0,010 penelitian ini yaitu anil penuh, anil iso termal dan a
nil suhu kritis agar dapat diketahui bagaimana
pengaruh variasi suhu nya.
SDSBaja S45C mempunyai sifat-sifat berdasarkan uraian latar belakang yang
pengerjaan dan kekuatan yang sangat baik. Baja menjadi perhatian adalah pengaruh proses
inisering digunakan untuk komponen yang tidak annealing pada sambungan las SMAW terhadap
membutuhkan kekerasan yang tinggi misalnya struktur mikro dan kekerasan baja S45Cakibat
konstruksi alat pertanian, semua jenis perkakas pengaruh proses pengelasan.
tangan dan alat-alat pertanian (Katalog Bohlindo: Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1)
19). Mengetahui pengaruh proses annealing terhadap
Pengelasan dengan menggunakan metode struktur mikro daerah lasan baja S45C akibat proses
shielded metal arc welding (SMAW) sangat luas pengelasan. 2) Mengetahui pengaruh proses
sekali penggunaannya dan lebih sering digunakan annealing terhadap kekerasan daerah lasan baja
karena mempunyai banyak kelebihan S45C akibat proses pengelasan.

yang digunakan yaitu jenis las SMAW. c) Bahan


Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu baja
S45C. d) Elektroda yang digunakan yaitu E7018
Metode pengumpulan data dalam untuk pengelasan dan E7018U untuk penetrasi
penelitian ini adalah dengan metode eksperimental dengan diameter 3,2 mm standar ASTM . 3)
yaitu digunakan untuk mengumpulkan data primer Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu struktur
di laboratorium atau data skunder dari peneliti lain. mikro dan nilai kekerasan mikro dari pengaruh
(Suharto dkk, 2004: 99). proses annealing.
Variabel dalam penelitian ini adalah : 1)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi
anil antara lain, anil suhu kritis 650 0C, anil iso
termal 6950C dan anil penuh 7400C. 2) Variabel
kontrol dalam penelitian adalah: a) Prosedur
pengelasan yang baik dan benar. b) Pengelasan

2
Miftakhudin/ Journal of Mechanical Engineering Learning 1 (1) (2012)

Langkah- langkah proses anil untuk baja S45C untuk ukuran spesimen uji:
Gambar 1. Siklus Thermal Post Weld Heat Treatment

(Purwaningrum, 2006: 235).

Metode analisa data yang digunakan dalam dari pengujian, kemudian diolah dalam persamaan
penelitian ini adalah teknik analisis statistik statistika yaitu persamaan nilai tengah.
deskriptis data mentah yang diperoleh

Hasil Penelitian

a) Data hasil pengamatan struktur mikro

1. Spesimen logam tanpa pengelasan

Gambar 2. Logam tanpa pengelasan.


2. Spesimen pengelasan tanpa perlakuan anil

3
Miftakhudin/ Journal of Mechanical Engineering Learning 1 (1) (2012)

Gambar 3. Logam induk Gambar 4. Daerah HAZ Gambar 5. Daerah las

3. Spesimen pengelasan dengan anil suhu kritis 6500C

Gambar 6. Logam induk Gambar 7. Daerah HAZ Gambar 8. Daerah las

4. Spesimen pengelasan dengan anil iso termal 6950C

Gambar 9. Logam induk Gambar 10. Daerah HAZGambar 11. Daerah las

5. Spesimen pengelasan anil penuh 7400C

4
Gambar 12. Logam induk Gambar 13. Daerah HAZGambar 14. Daerah las

B. Data hasil pengujian kekerasan mikro vickers

Titik daerah pengujian kekerasan seperti terlihat pada gambar 15 berikut ini:

Gambar 15. Daerah pengujian kekerasan mikro vickers.

1. Hasil rata-rata nilai kekerasan

Tabel 2. Hasil rata-rata nilai kekerasan tiap variasi.


Logam Anil Anil
Pengelasan Anil
Daerah uji tanpa suhu iso
No. tanpa anil penuh
pengelasan kritis termal
1 1 157,5 155,6 155,0 114,5
Las
2 2 135,6 158,4 130,5 118,5
3 3 166,9 157,9 136,3 105,1
4 1 209,2 195,2 170,1 133,5
5 HAZ 2 221,3 200,7 170,9 133,4
6 3 219,2 196,4 167,5 132,5

7 1 171,5 184,2 175,9 174,2 167,9


Logam
8 2 167,9 184,7 150,0 162,1 149,3
induk
9 3 187,3 203,8 167,6 166,0 152,3

2. Hasil rata-rata nilai kekerasan seluruh variasi


Tabel 3. Hasil rata-rata nilai kekerasan seluruh variasi.

Raw Spesi
material Spesimen Spesimen Spesimen men
peng
tanpa pengelasan pengelasan pengelasan elasan
pengelas anil
0 0 0
an tanpa anil anil 650 C anil 695 C 740 C
13
VHN 175.6 186.9774 173.1 159.2 4.1

Pembahasan

Gambar 16. Rata-rata nilai kekerasan.

Pada hasil pengamatan menunjukan Pada tabel dan grafik diatas dapat dilihat
bahwa proses pengelasan mempengaruhi s truktur bahwa spesimen logam tanpa pengelasan, anil suhu
mikro spesimen. Perbedaan sruktur tersebut kritis, anil iso termal dan anil penuh kekerasannya
dikarenakan adanya perbedaan masukan panas. lebih rendah dibanding spesimen pengelasan tanpa
Dari pengamatan struktur mikro dapat diketahui anil. Hal itu menunjukan bahwa pengelasan
struktur ferit dan perlitnya. mengakibatkan terjadinya
efek tegangan sisa yang menyebabkan kekerasan dikarenakan pada daerah ini telah menerima
yang tinggi pada daerah HAZ karena masukan pa nas dari perambatan panas daerah las.
pemanasansetempat dan pendinginan yang cepat.
Rincian masing- masing pembahasan struktur Pada daerah logam induk pengelasan nilai
mikro dan persentase nilai kekerasannya adalah rata-rata kekerasannya adalah 190,9
sebagai berikut:
VHN. Pada daerah logam induk dengan
A. Daerah logam tanpa pengelasan pengelasan nilai kekerasannya meningkat 8,71
9 % dari nilai kekerasan rata-rata daerah logam
Daerah logam tanpa pengelasan adalah logam yang tanpa pengelasan. Peningkatan ini terjadi karena
tidak dikenai pengaruh panas dari proses pada logam induk pengelasan telah terkena
pengelasan. Pada daerah logam tanpa pengelasan pengaruh panas dari proses pengelasan.
struktur masih didominasi oleh perlit (gelap) dan
2. Daerah HAZ
sedikit ferit (terang). Pada spesimen tanpa
pengelasan ukuran perlit nya lebih besar dibanding
Daerah HAZ yaitu daerah pengaruh panas atau
ferit
logam dasar yang bersebelahan dengan logam las
yang selama proses pengelasan mengalami siklus
Pada daerah logam tanpa pengelasan nilai
termal pemanasan dan pendinginan cepat
kekerasan rata-rata nya adalah 175,6
(Wiryosumarto dan Okumura, 2004: 56) sehingga
pada daerah ini terjadi kekerasan yang tinggi. Pada
VHN. Nilai kekerasan ini merupakan nilai daerah HAZ pengalasan tanpa anil sudah terjadi
kekerasan dari baja karbon sedang S45C. perubahan struktur mikro. Perubahan ini ditandai
dengan pertumbahan butir kristal. Pada daerah ini
B. Logam pengelasan strukturnya berbentuk martensit karena
strukturnya berbentuk kecil dan memanjang.
Pada daerah logam pengelasan nilai
kekerasan rata-ratanya adalah 186.97 VHN.
Pada daerah HAZ nilai kekerasannya rata- ratanya
216,6 VHN. Pada daerah HAZ nilai kekerasannya
Pada daerah ini nilai kekerasan rata- ratanya meningkat 23,4 % dari nilai kekerasan ra ta-rata
meningkat sebesar 6,1 % dari daerah logam tanpa daerah logam tanpa pengelasan. Peningkatan nilai
pengelasan. Peningkatan ini terjadi karena pada kekerasan pada daerah HAZ adalah yang paling
daerah logam pengelasan terjadi siklus termal yang tinggi. Peningkatan nilai kekerasan yang tinggi ini
tinggi. Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada daerah terjadi karena pada daerah ini terjadi siklus termal
HAZ karena pada daerah ini terjadi proses pemanasan dan pendinginan yang cepat.
pemanasan dan pendinginan yang cepat. Rincian
struktur mikro, persentase peningkatan dan 3. Daerah las
penurunan nilai kekerasannya adalah sebagai
berikut: Logam las adalah bagian dari logam yang pada
waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku
1. Daerah logam induk (Wiryosumarto dan Okumura, 2004: 56). Pada
daerah las struktur mikronya berbentuk perlit. Pada
Logam induk pengelasan adalah bagian logam daerah ini jarak strukturnya masih rapat.
dasar dimana panas dan suhu pengelasan tidak
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan
struktur dan sifat (Wiryosumarto dan Okumura,
2004: 56). Pada daerah logam induk pengelasan
tanpa anil struktur mikronya tidak berubah.
Nilai kekerasan pada daerah ini meningkat
Pada daerah las nilai kekerasannya adalah 153,4 Pada daerah HAZ pengelasan dengan anil suhu
VHN. Pada daerah las nilai kekerasannya menurun kritis strukturnya sudah mulai berubah. Perubahan
12,6 % dari nilai kekerasan rata-rata daerah logam ini ditandai dengan munculnya pertumbuhan butir
tanpa pengelasan. Penurunan kekerasan ini terjadi kristal perlit. Pada daerah ini struktur ferit lebih
karena pada daerah las terjadi siklus pemanasan besar dibanding perlit.
dan pendinginan yang lebih lama. Pada daerah HAZ dengan anil suhu kritis nilai
C. Logam pengelasan dengan anil suhu kritis kekerasannya adalah 197,4 VHN.
6500C
Pada daerah ini terjadi penurunan nilai
Pada daerah logam pengelasan dengan anil suhu kekerasan sebesar 8,9 % dari daerah HAZ tanpa
kritis nilai kekerasan rata-ratanya adalah 173,1 anil.
VHN. Pada daerah ini terjadi penurunan nilai
kekerasan sebesar 7,4 %. Pada daerah ini nilai 3. Daerah las
kekerasan rata-ratanya hampir sama dengan nilai
kekerasan rata-rata logam tanpa pengelasan dan Pada daerah las pengelasan dengan anil suhu kritis
hanya menurun sedikit yaitu sebesar 1,4 %. Pada struktur mikronya hanya sedikit mengalami
daerah ini nilai kekerasan rata-ratanya telah sesuai perubahan sehingga pada daerah las nilai
yang diharapkan yaitu mendekati nilai kekerasan kekerasannya belum turun secara signifikan.
logam tanpa pengelasan namun nilai kekerasan Perubahan ini hanya ditandai dengan mulai
pada masing masing daerah las ini belum menjauhnya jarak antar struktur mikronya karena
mendekati homogen. Homogenitas ini terlihat dari pendinginan dari proses anil yang secara lambat.
peningkatan nilai kekersan rata-rata daerah las Pada daerah las dengan anil suhu kritis nilai
pengelasan dengan anil suhu kritis. Rincian kekerasannya adalah 157,3 VHN. Pada daerah ini
struktur mikro, persentase peningkatan dan terjadi peningkatan nilai kekerasan sebesar 2,54 %
penurunan nilai kekerasannya adalah sebagai dari daerah las ta npa proses anil. Pada daerah las
berikut: ini peningkatan hanya sedikit. Pada daerah ini
belum terjadi penurunan, karena tujuan utama dari
1. Daerah logam induk proses anil suhu kritis adalah untuk menghilangkan
tegangan dalam.
Pada daerah logam induk pengelasan dengan anil
suhu kritis struktur mikronya tidak banyak D. Logam pengelasan dengan anil iso termal
berubah. Perubahan ini hanya pada ukuran ferit 6950C
yang mulai membesar. Perubahan ukuran ferit
yang membesar menyebabkan nilai kekerasan pada Pada daerah pengelasan dengan anil iso termal nilai
daerah logam induk pengelasan dengan anil suhu kekerasan rata-ratanya adalah 159,2 VHN. Pada
kritis menurun dibanding daerah logam induk daerah ini terjadi penurunan nilai kekerasan rata-
pengelasan tanpa anil. rata sebesar 14,85 % dari nilai kekerasan rata-rata
daerah las tanpa proses anil. Pada grafik nilai
Pada daerah logam induk pengelasan dengan anil kekersan rata-rata menunjukan bahwa pada daerah
suhu kritis nilai kekerasannya adalah 164,5 VHN. ini nilai kekerasannya lebih homogen namun nilai
Pada daerah ini terjadi penurunan nilai kekerasan kekerasan rata-ratanya menurun 9,3 % dari nilai
sebesar 13,8 % dari dari daerah logam induk kekerasan rata-rata daerah logam tanpa pengelasan.
pengelasan dan menurun 6,3 % dari daerah logam Rincian struktur mikro dan persentase penurunan
tanpa pengelasan. nilai kekerasannya adalah sebagai berikut:

2. Daerah HAZ 1. Daerah logam induk


iso termal struktur mikronya tidak banyak berubah.
Pada daerah logam induk pengelasan dengan anil Perubahan hanya ditandai pada bentuk ukuran ferit yang
sedikitmembesar. Sehingga pada daerah ini nilai Pada daerah pengelasan dengan anil penuh struktur
kekerasannya hampir sama dengan anil suhu kritis. mikronya sudah halus. Antara daerah logam induk,
HAZ dan las struktur mikronya sudah mulai
Pada daerah logam induk pengelasan dengan anil seragam namun struktur
iso termal nilai kekerasannya adalah 167,4 VHN. mikro dengan butiran terhalus terdapat pada daerah
Pada daerah ini nilai kekerasan menurun 12,3 % HAZ. Nilai kekerasan pada daerah ini menurun
dari daerah logam induk pengelasan tanpa proses karena struktur mikro pada daerah ini tidak
anil. menimbulka n martensit.

2. Daerah HAZ Pada daerah logam pengelasan dengan anil penuh


nilai kekerasan rata-ratanya adalah 134,1 VHN.
Pada daerah HAZ pengelasan dengan anil iso Pada daerah ini terjadi penurunan nilai kekerasan
termal struktur mikronya sudah mulai berubah. rata-rata tertinggi yaitu sebesar 28,3 % dari nilai
Perubahan ini ditandai dengan makin halusnya kekerasan rata-rata daerah logam pengelasan tanpa
struktur ukuran butir kristal ferit dan mengecilnya proses anil. Pada daerah ini nilai kekerasannya
perlit sehingga pada daerah ini nilai kekerasannya kurang homogen dan nilai kekerasan rata-ratanya
menurun secara signifikan dibanding daerah HAZ pun jauh dari nilai kekerasan rata-rata logam tanpa
tanpa proses anil. pengelasan yaitu menurun sebesar 23,6 %. Rincian
Pada daerah HAZ dengan anil iso termal persentase penurunan nilai kekerasannya adalah
nilai kekerasannya adalah 169,5 VHN.
sebagai berikut:
Pada daerah ini terjadi penurunan nilai
kekerasan sebesar 21,7 % dari daerah HAZ tanpa
1. Daerah logam induk
proses anil.
Pada daerah logam induk pengelasan dengan anil
3. Daerah las
penuh struktur mikronya sudah halus, bahkan
paling halus diantara variasi anil lainnya. Perubahan
Pada daerah las pengelasan dengan anil iso termal
ini dikarenakan pada anil penuh telah terjadi
struktur mikronya sudah mulai berubah. Perubahan
pertumbuhan butir kristal.
ini ditandai dengan butiran struktur mikro yang
makin halus. Pada daerah ini ukuran ferit mulai
Pada daerah logam induk pengelasan dengan
mengecil hampir menyerupai struktur mikro daerah
proses anil penuh nilai kekerasannya adalah 156,5
VHN. Pada daerah ini terjadi penurunan nilai
HAZ pengelasan dengan anil iso termal.
kekerasan tertinggi sebesar 18 % dari logam induk
pengelasan tanpa proses anil.
Pada daerah las dengan anil iso termal nilai
kekerasannya adalah 140,6 VHN. Pada daerah
2. Daerah HAZ

Pada daerah HAZ pengelasan dengan anil penuh


struktur mikronya sudah halus, bahkan paling halus
diantara variasi anil lainnya.pada daerah HAZ
pengelasan dengan anil struktur perlitnya
ini terjadi penurunan nilai kekerasan sebesar 8,3 % sudah berkurang dibanding pengelasan tanpa
dari daerah las tanpa proses anil. proses anil.

E. Logam pengelasan dengan anil penuh Pada daerah HAZ anil penuh nilai kekerasannya
0
740 C adalah 133,1 VHN. Pada daerah ini terjadi
penurunan nilai kekerasan tertinggi yaitu sebesar
38,5 % dari daerah HAZ pengelasan tanpa proses anil .
3. Daerah las
Pada daerah las pengelasan dengan proses anil penuh struktur mikronya sudah halus. Struktur mikro daerah las
pengelasan dengan anil penuh paling halus diantara variasi anil lainnya. Struktur mikro daerah ini hampir sama
dengan daerah HAZ dan logam induk pengelasan dengan anil penuh.
Pada daerah las anil penuh nilai kekerasannya adalah 112,7 VHN. Pada daerah ini terjadi penurunan nilai
kekerasan tertinggi yaitu sebesar 26,5 % dari daerah las pengelasan tanpa proses anil.
Pengamatan struktur mikro menunjukan bahwa daerah pengelasan dengan anil penuh struktur mikro daerah las,
HAZ dan logam induk hampir seragam. Pada daerah pengelasan dengan anil penuh struktur mikronya lebih halus
dan seragam dibanding variasi anil lainnya. Semakin tinggi suhu anil struktur mikronya semakin halus dan
seragam.
Rata-rata nilai kekerasan diatas juga menunjukan bahwa spesimen dengan a nil iso termal 695 0C kekerasannya
hampir seragam (homogen) namun nilai kekerasan rata-rata yang mendekati nilai kekerasan logam tanpa
pengelasan adalah spesimen dengan anil suhu kritis.
Dari data diatas secara keseluruhan menunjukan bahwa proses anil dapat melunakan sifat keras dan
menghomogenkan kembali kekerasan yang berbeda-beda ditiap daerah pengelasan akibat pengaruh proses
pengelasan.

Simpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Proses annealing mempengaruhi struktur mikro baja S45C akibat pengaruh proses pengelasan SMAW
menjadi halus dan relatif homogen pada perbandingan struktur antara daerah las, HAZ dan logam induk
terutama pada proses anil penuh 7400C.
2. Proses annealing mempengaruhi nilai kekerasan spesimen pengelasan menjad i menurun (lunak)
terutama pada proses anil 7400C yang penurunan nilai kekerasan rata-ratanya sangat signifikan
yaitu menurun 28,3 % dari nilai kekerasan rata-rata daerah logam
pengelasan tanpa proses anil dan nilai kekerasannya menjadi relatif homogen ter utama pada proses
anil iso termal 6950C dengan nilai kekerasan rata-rata sebesar 159,2 VHN .
Dari penelitian ini, saran yang diberikan adalah

1. Perlu dilakukan penelitian lanjut dengan menambahkan variasi waktu anil.

2. Perlu dilakukan uji komposisi baja walaupun dalam perdagangan di industri telah menyertakan
sertifikat.

3. Perlu dilakukan pengujian tambahan seperti pengujian puntir dan impact.

DAFTAR PUSTAKA

Bohler. 2012. Test Certificate. Jakarta: PT. Bhinneka Bajanas.

Bohlindo. Bohler Special Steel Manual. Jakarta: PT. Bhinneka Bajanas.

Purwaningrum, Yustiasih. 2006. Karakterisasi Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las SMAW Baja A-287 Sebelum
dan Sesudah PWHT. Jurnal TEKNOIN. Vol.11, No.3: 233-242.

Suharto, Buana Girisuta dan Arry Miryanti. 2004. Perekayasaan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi

Wiryosumarto, Harsono dan Toshie Okumura. 2004. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Jurnal Dinamika Vokasional Teknik Mesin Volume 3 ISSN 2548-7590 (media
Nomor 1 April 2018 Hal 1-6 Pengaruh Kuat Arus (Dody Prayitno, Harry Daniel Hutagalung,
online)Daisman
ISSN 2598-392X
P.B. Aji) 1
https://journal.uny.ac.id/index.php/dynamika/issue/ (media cetak)
view/1521

ARTIKEL IV(NASIONAL)
PENGARUH KUAT ARUS LISTRIK PENGELASAN TERHADAP
KEKERASAN LAPISAN LASAN PADA BAJA ASTM A316

Dody Prayitno1, Harry Daniel Hutagalung2, Daisman P.B. Aji3


Teknik Mesin
Universitas
Trisakti Email:
dodyprayitno@tris
akti.ac.id

ABSTRACT
Seat and plug are components of control valve that are always in friction contact. The plug
usually wears out. One of the efforts in battling this wear is hardfacing, a process of cladding the
base metal to increase its surface hardness using SMAW. This research is aimed to investigate the
effect of welding current on weld surface hardness. The experiments used stainless steel (ASTM
A316) for the plug materials and Stellite 6, which was an electrode with 3.2 mm in diameter, for
the filler metal. Flat welding position was used. The current was varied from 120 A to 140 A and
then to 160 A. Results of the hardness tests done on the weld surface show that when the welding
current was increased from 120 A to 140 A, it increased the surface hardness from 465 HV to
514.7 HV. Subsequent current increase from 140 A to 160 A decreased the surface hardness from
514.7 HV to 423 HV.

Keywords: SMAW, stellite, surface hardness, current capacity, weld, heat-affected zone

ABSTRAK
Sebuah control valve memiliki seat dan plug yang selalu bergesekan, sehingga plug
sering mengalami keausan. Salah satu upaya untuk mengurangi keausan dengan cara hardfacing,
yaitu penambahan material (cladding) pada logam induk dengan maksud meningkatkan kekerasan
permukaan. Penambahan material dapat dilakukan dengan pengelasan SMAW, dimana salah satu
parameter yang berpengaruh terhadap kekerasan lapisan lasan adalah besarnya arus listrik
pengelasan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh arus listrik pengelasan terhadap
kekerasan lapisan lasan. Metode penelitian dimulai dengan menyiapkan baja tahan karat (ASTM
A316) digunakan sebagai material plug dan material stillite 6 sebagai material penambah yang
berupa berupa elektroda berdiameter 3.2 mm. Pengelasan dengan posisi datar dengan variasi arus
pengelasan adalah 120 A, 140 A dan 160 A. Hasil pengujian kekerasan menunjukkan bahwa
peningkatan arus lasan dari 120 A ke 140 A meningkatkan kekerasan permukaan lasan dari 465
HV menjadi 514.7 HV. Peningkatan arus lasan berikutnya dari 140 A ke 160 A menyebabkan
terjadinya penurunan kekerasan permukaan lasan dari 514.7 HV menjadi 423 HV.

Kata kunci: las SMAW, stellite 6, kekerasan, kuat arus listrik, pengelasan, heat-affected zone
PENDAHULUAN
yang berpengaruh terhadap kekerasan weld
Pengaturan aliran fluida pada suatu metal. Peningkatan arus listrik akan
instalasi pipa dilakukan oleh sebuah control meningkatkan kekerasan weld metal atau
valve seperti pada Gambar 1. Pada sebuah lapisan lasan. Dengan arus pengelalsan
control valve terdapat seat dan plug yang sebesar 80 Ampere, kekerasn weld metal
selalu bergesekan. Plug sering mengalami pada sambungan ST 37 dan SS 304 adalah
keausan atau tererosi. Salah satu upaya untuk 92.5 HRB (Yogi Nasrul, 2016). Peningkatan
mengurangi keausan lakukan hardfacing arus ampere dari 110 A ke 130 A akan
(Linconn Electric Company, 2014). meningkatkan kekerasan weld metal dari
Hardfacing merupakan penambahan material 105 H ke 140 HB (Ridway Balaka, 2016).
pada logam induk dengan maksud Tujuan penelitian adalah untuk
meningkatkan kekerasan permukaan base mengetahui pengaruh arus listrik pengelasan
metal. Penambahan material dapat dilakukan terhadap kekerasan lapisan lasan. Metode
dengan pengelasan SMAW. Arus listrik penelitian dimulai dengan menyiapkan baja
merupakan salah satu parameter tahan karat (ASTM A316) digunakan
sebagai
Pengaruh Kuat Arus (Dody Prayitno, Harry Daniel Hutagalung, Daisman P.B. Aji) 2

material plug dan material stillite 6 sebagai material Tabel 1. Spesifikasi material Stainless Steel 316
penambah. Stillite 6 berupa elektroda berdiameter M C M N
% C Si P N
n r o i
3.2 mm. Pengelasan dengan posisi datar digunakan 1 1
sebagai proses cladding. Variasi arus pengelasan Min. - - - - 6 2 0 -
adalah 120 A, 140 A dan 160 A. Pengujian Max 0.0
2
0.04 0.0 1
3
1 0.
. 8 5 3 8 4 1
kekerasan dilakukan permukaan lapisan lasan.
Hardfacing merupakan penambahan material
Material elektroda stellite 6 merupakan jenis
pada logam induk dengan maksud meningkatkan
kekerasan permukaan base metal. Penambahan baja tahan aus HSLA (High Strength Low Alloy).
Baja ini tergolong ke dalam jenis material baru
material bisa dilakukan dengan pengelasan SMAW.
Beberapa keuntungan dari penggunaan pelapisan sehingga tidak memiliki equivalent di dalam ASTM
ataupun standar material lainnya. Material elektroda
permukaan hardfacing (Davis, 1993) adalah hasil
logam lasnya mempunyai ketahanan yang tinggi stellite 6 ideal untuk aplikasi pada industri
pertambangan, industri semen, pembuatan baja, dan
terhadap aus dan memungkinkan digunakan pada
semua kondisi yang mengalami aus. mesin-mesin dan komponen dari valve. Jenis
material ini sesuai untuk semua tipe abrasi, geser
atau impak pada media kering atau basah, termasuk
juga abrasi temperatur tinggi (hingga 3500°C).
kekerasan baja ini sekitar 380 -490 HV. Komposisi
kimia elektroda stellite 6 ditampilkan pada Tabel 2
(Delero, 2017).

Tabel 2. Spesifikasi elektroda stellite 6


% Cr W C Ni Mo Fe Si
Min. - 4 - - - - -
Max. 30 5 1.2 3 1 3 2
Gambar 1. Ilustrasi sebuah control valve (ISA
Interchange, 2017) Shielded Metal Arc Welding adalah proses
pengelasan manual dimana busur listrik tercipta
Baja tahan karat merupakan kelompok dari diantara benda kerja dan elektroda termakan yang
baja paduan yang mempunyai sifat atau karakterisasi dibungkus terak. Proses ini menggunakan
khusus. Ciri umum dari baja tahan karat adalah dekomposisi terak guna menciptakan gas pelindung
kadar kromium (Cr) yang tinggi tidak kurang dari dan menyediakan elemen terak untuk melindungi
16%. Kromium (Cr) dengan besi (Fe) dalam baja lelehan logam lasan. Proses pengelasan dan diagram
membentuk larutan padat dan solid. Sifat utama dari sirkuit SMAW ditunjukkan pada Gambar 2.
baja tahan karat adalah ketahanannya yang tinggi Peralatan SMAW meliputi sumber daya, kabel
terhadap korosi, disamping memiliki sifat elektroda, kabel kerja, pemengang elektroda,
ketangguhan yang tinggi, mudah dibentuk, dan penjepit, dan elektroda. Elektroda dan sistem kerja
mempunyai sifat mampu las yang tinggi. Spesifikasi adalah bagian dari rangkaian listrik.
baja tahan karat stainless steel yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 1.
sehingga kekuatan sambungan menurun, disamping
mengakibatkan masukan panas yang diterima
persatuan panjang akan menjadi lebih kecil.
Kecepatan pengelasan yang tidak juga berdampak
terjadinya pendinginan yang cepat sehingga dapat
memperkeras daerah terpengaruh panas. Kecepatan
las yang terlalu tinggi akan berpengaruh pada bentuk
manik las yang menyempit dan penguatan manik
yang rendah. Selain itu dapat merubah sifat mekanik
daerah lasan yang berupa naiknya kekuatan tarik dan
perpanjangan yang rendah (Wiryosumarto, 2008).
Pengaruh kecepatan pengelasan dapat dilihat
pada Tabel 3. Peningkatan kecepatan pengelasan
Gambar 2. Elektroda dan sistem kerja SMAW menurunkan kekuatan tarik lasan (Mohruni, 2013).
(Suratman, 2001)
Tabel 3. Pengaruh kecepatan pengelasan terhadap
Besarnya arus pengelasan yang diperlukan
kekuatan tarik [11]
tergantung pada diameter elektroda, tebal bahan
yang dilas, jenis elektroda yang digunakan, geometri
sambungan, diameter inti elektroda, posisi
pengelasan. Daerah las mempunyai kapasitas panas
tinggi maka diperlukan arus yang tinggi. Arus las
merupakan parameter las yang langsung
mempengaruhi penembusan dan kecepatan
pencairan logam induk. Makin tinggi arus las makin METODE
besar penembusan dan kecepatan pencairannya.
Besar arus pada pengelasan mempengaruhi Penelitian ini menggunakan metode
hasil las bila arus terlalu rendah maka perpindahan eksperimen dengan diagram alir penelitian seperti
cairan dari ujung elektroda yang digunakan sangat pada Gambar 3. Penelitian dimulai dengan
sulit dan busur listrik yang terjadi tidak stabil. Panas menyiapkan materail plug yaitu baja tahan karat
yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan logam ASTM A316. Sampel plug berbentuk selinder
dasar, sehingga menghasilkan bentuk rigi-rigi las berdiameter 2 cm dan tinggi 1.5 cm. Permukaan
yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang sampel plug kemudian dibersihkan dari kotoran dan
dalam. Jika arus terlalu besar, maka akan oli yang melekat.
menghasilkan manik melebar, butiran kecil, Material elektroda adalah material yang
penetrasi dalam, serta penguatan matrik las tinggi digunakan untuk melapis permukaan material plug.
(Suratman, 2001). Kekuatan tarik meningkat dengan Material elektroda adalah stellite 6. Proses cladding
meningkatnya arus pengelasan dari 100 A ke 160 A dilakukan dengan metode pengelasan (SMAW).
sebagaimana hasil penelitian Joko Santoso (2006) Variasi arus pengelasan yaitu 120 A, 140 A dan 160
dan Trinova Budi Santoso (2015). A.. Posisi pengelasan adalah datar (flat). Uji
Kecepatan pengelasan sangat sangat kekerasan mikrovickers dilakukan pada permukaan
dipengaruhi oleh besar kuat arus yang dipakai, jenis lapisan las dan material plug sebagai base metal
elektroda, diameter inti elektroda, metal yang akan (Gambar 4). Pengujian kekerasan dilakukan pada 3
dilas, dan bentuk geometri sambungan. Kecepatan titik lokasi untuk setiap sampel dengan jarak interval
pengelasan yang tinggi akan berdampak pada antar titik 0.5 cm.
berkurangnya penetrasi,
masing masing adalah 259.7 HV dan 242.3 HV.
Nilai rata-rata kekersan base metal dengan arus
Mulai Persiapan material
pengelasan 160 A adalah 252 HV. Peningkatan arus
Material Plug Material Elektroda pengelasan dari 120 A ke 140 A menyebabkan nilai
(ASTM 316) (stellite 6)
kekerasan base metal menurun dari 259.7 HV ke
Pengelasan (SMAW) 242.3 H atau turun
120 A
140 A
160 A 6.7 persen. Penurunan sebesar 6.7 persen dapat
Pemotongan sampel
dikatakan tidak signifikan. Perubahan arus
pengelasan berikutnya dari 140 A ke 160 A
Uji kekerasan
pada Cladding menyebabkan kekerasan base metal meningkat
Data dan Analisa secara dari 242.3 HV menjadi 252 HV atau naik 4
Simpulan persen. Peningkatan sebesar 4 persen dapat
Selesai diabaikan. Peningkatan arus pengelasan dari 120 A
menjadi 140 A hingga mencapai 160 A tidak
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian berdampak pada nilai kekerasan base metal. Nilai
rata-rata kekerasan base metal realtif tetap sekitar
242-259.7 HV

Gambar 4. Ilustrasi Lokasi Uji Kekerasan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 5. Tampak atas lokasi pengujian kekerasan
Gambar 5 memperlihatkan lokasi pengujian pada lapisan lasan
kekerasan mikrovicker pada lapisan lasa. Hasil uji
kekerasan pada lapisan lasan dan material plug Tabel 10 Hasil uji Kekerasan mikrovicker (HV)
terlihat pada tabel 10. Hasil rata- rata kekerasan Lokasi No Arus pengelasan (Ampere)
untuk Lapisan lasan dan material plug disajikan pada 120 140 160
Gambar 6. 1 454 530 395
Lapisan 2 478 533 438
Nilai rata-rata kekerasan lapisan lasan dengan
lasan
arus pengelasan sebesar 120 A dan 140 A masing – 3 464 481 436
masing adalah 465 HV dan 514.7 HV. Bila arus Rata- 465 514.7 423
pengelasannya 160 A maka nilai rata-rata kekerasan rata
lapisan lasan adalah 423 HV. Peningkatan arus 1 253 250 245
pengelasan dari 120 A menjadi 140 A akan Material 2 263 243 247
menaikkan kekerasan lapisan lasan dari 465 Hv plug
3 264 234 264
menjadi 514.7 H atau naik 11 persen. Penambahan
Rata- 259.7 242.3 252
arus pengelalsan berikutnya dari 140 A ke 160 A rata
menyebabkan kekerasan lapisan las menurun dari
514.7 HV menjadi 423 HV atau turun sebesar 18 Penambahan material stellite 6 sebagai
persen. lapisan las dengan metode pengelasan mampu
Nilai rata-rata kekerasan material plug meningkatkan kekerasan base metal secara
akibat pengelasan dengan arus 120 A dan 140 A
signifikan bergantung pada arus pengelasan yang 140 A menyebabkan kekerasan base metal
digunakan. Pengaplikasian arus pengelasan sebesar meningkat 110 persen. Penambahan arus pengelasan
12 Ampere mampu meningkatkan kekerasan base menjadi 160 A menyebabkan kekerasan base mental
metal sebesar 80 persen. Sementara penggunaan arus
Kekerasan mikrovicker (HV) naik 70 Persen
pengelasan sebesar
600

500

400

300
Lapisan Lasan
200 Material plug

100

0
120 140 160
Arus Pengelasan (Ampere)

Gambar 6. Nilai rata- rata kekerasan pada lapisan lasan dan material plug

Gambar 7. Persentase kenaikan kekerasan dari base metal ke lapisan lasan

SIMPULAN Penambahan arus pengelasan dari 140 A ke


160 A akan menurunkan kekerasan dari 51.47 HV
Berdasarkan penyajian data dan pembahasan ke 423 HV, dan 4) Kekerasan tidak berubah dengan
di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1) meningkatkan arus pengelasan dari 120 A ke 160 A.
Penambahan material stellite 6 dengan
menggunakan metode pengelasan SMAW mampu
meningkatkan kekerasan permukaan material plug,
2) Peningkatan arus pengelasan dari 120 A ke 140 A DAFTAR RUJUKAN
mampu meningkatkan kekerasan dari 465 H ke Linconn Electric Company (2014), “Hardfacing
514.7 HV, 3) product and procedure Selection,” Bucklet,

diakses tanggal 26 November 2017 dari http://www.lincolnelectric.com


ISA Interchange (2017), “Autoquiz20150612”, diakses tanggal 26 Oktober 2017 dari
https://automation.isa.org/2015/06/what-is- the-process-of-grinding-the-plug-and-seat-of- a-valve-
called/autoquiz20150612/
M. Yogi Nasrul L., Heru Suryanto, Abdul Qolik (2016), “ Pengaruh Variasi Arus Las Smaw Terhadap Kekerasan Dan Kekuatan
Tarik Sambungan Dissimilar Stainless Steel 304 Dan St 37, Jurnal Teknik Mesin, No. 1, April 2016, Hal 1-12 , diakses
tanggal 10 novemer 2017 dari
https://www.researchgate.net/publication/315 779962_PENGARUH_VARIASI_ARUS_L
AS_SMAW_TERHADAP_KEKERASAN_ DAN_KEKUATAN_TARIK_SAMBUNGA
N_DISSIMILAR_STAINLESS_STEEL_304
_DAN_ST_37
Ridway Balaka, Abd. Kadir, Dedi Saputra Tolantomo(2016), “Analisis Pengaruh Arus Pengelasan Pada Sudut Elektroda 70°
Terhadap Sifat Kekerasan Dan Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Menggunakan Jig Welding”, Jurnal Enthalpy – E-
ISSN :2502- 8944, Vol. 2, No.2 November 2016 hal 50-55
. diakses tanggal 10 novemver 2047 dari http://www.Ojs.Uho.Ac.Id/Index.Php/Enthalp y/Article/Download/1775/1256.
American Society of Materials International (1993), ASM Handbook Vol. 8: Mechanical Testing and Evaluation, ASM
International, United State ofAmerica.
Davis, J.R., Hardfacing (1993), Weld Cladding, and Dissimilar Metal Joining. ASM Handbook Vol. 6: Welding,
Brazing and Soldering (pp.1967- 2061). ASM International.
Delero (2017), “STELLITE TM 6 ALLOY,”
techincal data diakses tanggal 11 november 2017 dari https://deloro-test-
bed.squarespace.com/s/Deloro-MDS- Stellite6-rev00.pd
Suratman, M. (2001),” Teknik Mengelas Asetilen, Brazing dan Busur Listrik, Pustaka Grafika, Bandung..
Joko Santoso, (2006), ” Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan Las Smaw
Dengan Elektroda E7018”, Skripsi, Universitas Negeri Semarang,
Trinova Budi Santoso, Solichin, Prihanto Tri Hutomo, (2015), “ Pengaruh Kuat Arus Listrik Pengelasan
Terhadap Kekuatan Tarik Dan Struktur Mikro Las Smaw Dengan Elektroda E7016, Jurnal Teknik Mesin,
Tahun 23, No. 1, April 2015, Hal 59- 64
A. S. Mohruni, B. H. Kembaren, (2013) “Pengaruh Variasi Kecepatan Dan Kuat Arus Terhadap Kekerasan,
Tegangan Tarik, Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Dengan Elektroda E6013”, Jurnal Rekayasa Mesin
Vol. 13 No. 1 Maret 2013, Hal 1-8,
Wiryosumarto, H dan Okumura, T, (2008) Teknologi Pengelasan Logam. PT. Pradnya Paramitha, Jakarta,

ARTIKEL V(NASIONAL)

Pengaruh Kuat Arus dan Waktu Pengelasan Pada Proses Las Titik (Spot Welding) Terhadap
Kekuatan Tarik dan Mikrostruktur Hasil Las
Dari Baja Fasa Ganda (Ferrite-Martensite)
Lisa Agustriyana1), Yudy Surya Irawan2), Sugiarto2)
Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang1)
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang 2) Jl. MT.Haryono 167
Malang 65145, Indonesia
E-Mail: lisa_agustriyana@yahoo.com

Abstract
This research was conducted to investigate the appropiate spot welding variable to get the maximum tensile strength.
The highest of tensile strength referred as good quality of weldment. The plate was made from low carbon steel with phase
ferrite and martensite. The current of welding used 0.9 kA, 1.6 kA, dan 1.85 kA with welding time were 0.25, 0.5 , 0.75 and 1
second. Mechanical properties testing done involved tensile strength to know shear strength of weld joint. Microstructure test
used optical microscope.The results show that spot welding with the current of 1.85kA and welding time of 1 second has the
highest tensile strength (about 237.04 N/mm2). On the other hand, the lowest tensile strength (150 N/mm 2) was produced by
combination of 0.9 kA and 0.25 second welding time. It was caused by recrystallization phase deformation on steel.

Keywords: current, welding time, tensile strength, spot weld

PENDAHULUAN meskipun beberapa masalah masih terjadi ketika mengelas


baja ini, misalnya terdapat daerah yang lebih lunak pada
Latar Belakang daerah pengaruh panas (HAZ).
Tuntutan bagi perusahaan otomotif dalam memenuhi Resistance spot welding (RSW) merupakan salah satu
permintaan pasar untuk menghasilkan produk yang metode pengelasan yang sering digunakan untuk proses
berkualitas merupakan aspek penting yang menjadi target penyambungan dalam industri otomotif dimana hampir tiap
perusahaan saat ini. Setiap material yang ditujukan untuk bagian kendaraan khususnya untuk panel body menggunakan
penggunaan otomotif khususnya pada bagian panel body proses ini. Menurut hukum Joule’s dalam Pires [2] bahwa
harus memiliki kriteria mampu bentuk (formable), mampu sebenarnya parameter pengelasan RSW dapat mempengaruhi
las (weldable), coatable (tahan terhadap korosi) dan mampu hasil las (sifat mekanik, diameter nugget, bentuk patahan)
diperbaiki (repairable). Salah satu kelompok material yang seperti besar arus, waktu pengelasan dan tahanan listrik.
memenuhi semua persyaratan diatas adalah baja fasa ganda. Untuk memperkuat penelitian tentang RSW pada baja fasa
Beberapa karakteristik yang membuat baja fasa ganda ganda diperkuat juga oleh Cortez dan Valdes [3] dengan
menarik untuk aplikasi otomotif dijelaskan oleh Tumuluru melakukan penelitian untuk mendapatkan pemahaman
(2006) yakni baja fasa ganda mampu mencapai penguatan tentang isu mampu las (weldability) dari tipe baja Advanced
melalui transformasi fase, yaitu transformasi dari austenite High Strength Steel untuk industri otomotif dengan tensile
ke martensit. Tingkat kekuatan,baja fasa ganda tergantung strength 900 MPa dan yield strength 700 MPa, melalui
kandungan martensit dalam matriks ferit (10% sampai 40%). pengaturan parameter pengelasan (kuat arus dan waktu
Menurut analisa Xiaoyan Li.[1], weldability dari baja pengelasan spot weld).
fasa ganda lebih baik dibandingkan baja TRIP yang Berdasarkan latar belakang mengenai baja fasa ganda
dilakukan dengan menggunakan metode las laser, dan proses las tahanan (spot
welding), maka rumusan masalah dari penelitian ukuran diameter lebih besar maka semakin besar
ini adalah bagaimana pengaruh kuat arus dan beban tariknya.
waktu las terhadap karakteristik hasil las dalam hal Cortéz dan Valdés [3] melakukan penelitian
ini kekuatan sambungan dari hasil pengelasan baja tentang pengelasan tahanan (RSW) pada baja fasa
fasa ganda (ferite- martensite) melalui proses ganda untuk aplikasi industri otomotif, latar
pengelasan tahanan (spot welding). belakang penelitian adalah tuntutan industri
otomotif untuk mencari material yang memiliki
TINJAUAN PUSTAKA karakteristik lebih dibandingkan pemakaian
material baja karbon dan baja paduan kekuatan
Penelitian Terdahulu tinggi (HSLA) tetapi tetap memiliki sifat mampu
Tumuluru [4] meneliti tentang metode las. Metodenya : material yang digunakan adalah
pengelasan tahanan (spot welding) pada baja fasa baja MS 900T/700Y atau baja martensite dengan
ganda, latar belakang penelitian adalah: karena nilai minimum ultimate strengthnya 900 MPa dan
beberapa karakteristik baja dual phasa yang minimum yield strengthnya 700 MPa. Metode
atraktif untuk aplikasi otomotif sehingga Murali pengelasan yang digunakan adalah las tahanan
dkk tertarik untuk menggunakan material ini dengan variasi kuat arus dan waktu las. Hasil
dalam penelitiannya dengan metode pengelasan penelitian: diameter, ukuran kedalaman serta
spot welding karena metode pengelasan ini paling kekuatan geser hasil las sebanding dengan heat
banyak digunakan di industri otomotif. Metode input yang diberikan namun dalam level yang
penelitian: material yang digunakan adalah baja tinggi peningkatan kekuatan sedikit sekali bahkan
fasa ganda dengan kekuatan tarik 590, 780, dan cenderung menurun, kemudian hasil uji kekerasan
980 MPa dengan tebal 1.6 mm, untuk mengetahui dan mikrostruktur menunjukkan bahwa rendahnya
pengaruh arus pengelasan dan kekuatan tarik las nilai kekerasan pada daerah HAZ dibandingkan
pada baja fasa ganda grade 780 digunakan plat logam induk dan logam las karena terdapat fase
tebal 2 mm. Sebagai pembanding digunakan baja lunak (ferritic) pada daerah ini sebagai akibat heat
DQSK (draw-quality special-killed) yang sering input.
digunakan untuk body kendaraan yang memiliki Berdasarkan riset yang telah dijabarkan
kekuatan tarik yang lebih rendah yaitu 300 MPa. diatas dapat menjadi dasar pijakan untuk
Parameter las yang digunakan: diameter elektrode melakukan penelitian tentang pengelasan tahanan
7 mm untuk tebal plat 1.6 mm dan diameter 8 mm (RSW) dengan parameter lasnya untuk material
untuk baja 780 MPa tebal 2 mm, besar gaya tipe sama (fasa ganda) namun berbeda sifat
elektrode 4.2 kN untuk baja fasa ganda 590 dan mekanik dan komposisi kimianya yaitu baja
5.3 kN untuk baja 780 dan 980 MPa, besar amper karbon rendah fasa ganda (ferite-martensite).
18 cycle untuk tebal plat 1.6 mm dan 23 cycle
untuk tebal plat 2 mm (sheet). Hasil penelitian: Dual Phase Steel
menunjukkan bahwa pada range kuat arus 2.2 kA Seperti yang telah dibahas sebelumnya, dual
untuk baja grade 590 dan 780 menunjukkan phase steel merupakan salah satu material yang
ukuran lebar las yang optimum (dengan ukuran sangat popular saat ini di dalam industri otomotif.
yang diijinkan 6.7 mm sebagai sampel uji yang Tepatnya baja ini paling banyak digunakan dalam
diijinkan untuk pengujian tarik) sedangkan untuk aplikasi struktur dimana material ini mampu
grade 980 MPa kondisi lebar las yang optimum menggantikan baja HSLA.
terjadi pada range kuat arus 2.5 kA, hal ini Bentuk mikrostruktur dari dual phase steels
menunjukkan keberhasilan pengelasan pada baja terdiri atas matrik ferrite dengan sedikit
fasa ganda tersebut, dimana dengan meningkatnya martensite pada batas butirnya (Gambar 1).
ukuran diameter sampe 8 mm maka kekuatan las Partikel martensit akan mempengaruhi
juga meningkat yaitu dari 18 kN menjadi 35 kN kekuatannya sedangkan matriks ferrite
hal ini karena dengan memberikan formability yang baik, sehingga
campuran ferrite-martensite pada dual phase
seperti partikel composite
yang bertolak belakang. Phase ferrite yang lunak
Pendinginan cepat dari temperature 8000C akan
akan membuat baja ini memiliki keuletan yang
menghasilkan struktur martensit dalam matrik
baik.
ferit, dimana butir ferit yang terbentuk setelah
proses pembentukan fasa ganda adalah poligonal
(memiliki sisi banyak). Sedangkan proses heat
treatmentnya dapat ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses heat treatment pada dual


Gambar 1. Mikrostruktur Dual phase steel, phase steels

Metode untuk menghasilkan mikrostruktur


dual phase adalah baja hypoeutectoid dipanaskan Resistance spot welding (RSW)
di antara temperature kritis atas (A 3) dan Spot welding merupakan proses pengelasan
temperatur kritis bawah (A1) (Gambar 2), tahanan yang paling banyak digunakan dalam
kemudian didinginkan dengan cepat melebihi laju aplikasi di seluruh dunia. Proses pengelasan ini
pendinginan kritisnya maka akan didapat baja fasa secara umum dapat ditunjukkan seperti Gambar 4.
ganda (dual phase).

Gambar 2. Diagram fasa Fe-C Sebagai


Gambar 4. Skema dari proses spot welding. R1-
contoh baja dengan kadar R5 resistansi antara Elektroda-benda kerja, R2
karbon 0,2% dipanaskan sampai temperatur 800 0C dan R4-benda kerja, R3-resistansi antar
maka baja tersebut setelah kesetimbangan akan permukaan
terdiri dari 50% ferit (α) dan 50% austenite ( γ )
yang mengandung 0,4% C seperti terlihat Panas yang dihasilkan pada dasarnya
pada gambar 5. tergantung pada besarnya arus listrik dan
waktu yang digunakan serta sifat tahanan listrik temperatur dari temperatur ruang hingga titik
dari material diantara elektroda. leleh, ∆V volume nugget las, dan H panas laten
Menurut hukum Joule’s, yang dinyatakan dari fusi per unit volume. Dengan
oleh persamaan di bawah, Q adalah panas yang mengkombinasikan persamaan 3 dan 5 maka
dihasilkan, I adalah kuat arus dan t adalah waktu didapatkan hubungan:
saat arus listrik mengalir:
I2 t = (1+f) ∆V......................................(5)
Q = I 2Rt.................................(1)

Pembentukan nugget las tergantung pada Adapun proses pengelasan tahanan ini terdiri
panas yang diberikan dan panas dissipasi pada dari tiga langkah atau tahap yaitu tahap squeezing,
elektrode dan benda kerja. Secara matematis dapat welding dan holding seperti yang ditunjukkan
menuliskan hubungan antara panas yang pada Gambar 5.
dihasilkan QG dengan panas yang dibutuhkan QN
serta losses selama pengelasan QL sebagai berikut:

QG=QN + QL.......................... (2)

Dimana, QG adalah panas yang dihasilkan,QN


adalah total panas yang dibutuhkan untuk
membentuk nugget las, dan QL adalah heat losses
yang dihantarkan melalui benda kerja dan
elektrode dimana ditentukan oleh besarnya
konduktifitas termal bahan, bentuk geometri benda
kerja dan elektrode. Jika diasumsikan QL = f.QN,
maka persamaan 2 menjadi:

QG = (1+f)QN.........................(3) Gambar 5. Siklus resistance spot


welding
Dimana f merupakan ratio yang ditentukan oleh
besarnya perbandingan antara QL dan QN, dan
panas yang dihasilkan menurut persamaan 1 dimana tahap-tahapnya dapat dijelaskan sebagai
adalah Q= I2Rt, dimana panas yang dihasilkan berikut:
tergantung oleh parameter las (welding current  Tahap 1 merupakan kondisi awal dimana
dan welding time) dan resistifitas bahan serta kedua bahan belum dijepit oleh kedua
bentuk geometri benda kerja, maka total panas elektroda.
yang dibutuhkan untuk membentuk nugget las  Tahap 2 merupakan tahap Squeezing terdiri
meliputi: pertama untuk memanaskan logam las dari penerapan gaya pengelasan untuk benda
hingga mencapai titik leleh dan kedua untuk kerja sehingga mendapatkan jumlah tekanan
mencairkan logam las hingga membentuk logam yang sesuai, sebelum pengelasan.
las (faktor lain seperti over heat pada logam cair  Tahap 3 dan 4 merupakan tahap pengelasan
diabaikan untuk analisis) sehingga: dimana selama tahap ini arus listrik mengalir
melalui benda kerja, sedangkan gaya
QN =qN∆V = (ρCp∆T+ρH)∆V...............(4) pengelasan dipertahankan, sehingga
menghasilkan panas.
Dimana, qN total panas untuk membentuk nugget  Dalam tahap 5 yaitu holding time arus listrik
las per unit volume, ρ densitas dari logam las, Cp sudah dimatikan dan gaya las dipertahankan,
panas spesifik, ∆T kenaikan sehingga memungkinkan lasan tetap tertekan
dan mengalami pendinginan di bawah
tekanan.
 Tahap 6 merupakan tahap akhir ketika (furnace) untuk memudahkan pengontrolan
nugget las sudah terbentuk. 0
temperatur hingga mencapai temperatur 800 C
selanjutnya di holding selama 30 menit kemudian
METODE PENELITIAN di quenching dalam air tanpa
agitasi, kemudian dilakukan proses pengelasan
Tempat dan Waktu Penelitian
specimen dengan menggunakan las tahanan
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian (RSW).
experimental. Penelitian dan perlakuan panas Rancangan diagram waktu vs suhu untuk
dilakukan di bengkel las Jurusan Teknik Mesin treatment pembentukan fasa ganda dapat
Politeknik Negeri Malang. ditunjukkan Gambar 6.
Bahan dan Peralatan Penelitian
Adapun komposisi kimia bahan dapat ditunjukkan
Dalam penelitian ini bahan yang digunakan pada Tabel 1.
adalah lembaran plat AISI 1005 dengan tebal 1
mm yang telah ditreatment menjadi baja fasa
Tabel 1. Komposisi kimia plat baja AISI 1005
ganda. Material %C %Si %Mn %P %S

Variabel Penelitian
SPCC 0.03 0.01 0.233 0.008 0.013
Variabel dalam penelitian ini meliputi:
a. Variabel bebas (independent) adalah besar
arus yaitu 900 A,1600 A,1850 A. dan waktu
penahanan selama proses pengelasan yaitu , Bentuk dan ukuran specimen uji tarik mengikuti
0.25 detik, 0.5 detik, standar AWS D8.9-97 yang dapat ditunjukkan
0.75 detik,dan 1 detik. seperti Gambar 7.
b. Variabel terikat (dependent) adalah kekuatan 120 mm
sambungan dan bentuk mikrostruktur yang
dihasilkan dari proses pengelasan RSW pada
baja fasa ganda.
c. Variabel terkontrol adalah gaya tekan
elektrode pada benda kerja saat pengelasan. 38 mm

Rancangan Penelitian 19 mm

Bahan spesimen adalah lembaran plat baja


karbon rendah AISI 1005 tebal 1 mm menjadi baja
fasa ganda melalui heat treatment dimana
pemanasan dilakukan dengan menggunakan dapur
pemanasan 19 mm
Gambar 7. Bentuk rancangan spesimen uji
tarik

Holding selama
30 menit HASIL DAN PEMBAHASAN
8000C
Data Hasil Penelitian
Data hasil kekuatan tarik geser sambungan
las (N/mm2) dapat disajikan dalam Tabel 2. Jika
di tampilkan dalam bentuk grafik pengaruh kuat
arus dan waktu pengelasan terhadap kekuatan
tarik (dalam hal ini adalah kekuatan geser)
sambungan las dapat disajikan seperti dalam
Gambar 8.
Waktu
Gambar 6. heat treatment pembentukan baja
fasa ganda (ferit+martensit)
pengelasan) maka menghasilkan ukuran diameter
Tabel 2. Hasil uji tarik sambungan las dari nugget spot weld semakin meningkat hal ini yang
spesimen las kemungkinan menyebabkan tensile shear forcenya
0.25 det 0.5 det 0.75 det 1 det
meningkat, dan kekuatan maksimum ditunjukkan
pada kuat arus 1.85 kA dan waktu pengelasan 1
0.9 kA 145.433 186.249 193.966 231.285 detik yaitu sebesar 237,0724 N/mm 2 hal ini karena
1.6 kA 177.270 236.986 197.564 195.862 besarnya gaya tarik geser hasil pengelasan pada
1.85
kA 189.712 197.030 207.690 237.072 titik tersebut yang paling besar dibandingkan
diantara beberapa variasi parameter pengelasan
yang digunakan yaitu sebesar 2700 N. Sedangkan
pada variasi waktu pengelasan pada kuat arus 1.6
kA rata-rata kuatan tariknya meningkat tetapi pada
waktu las 0.5 detik menunjukkan kekuatan tarik
yang paling besar, ini berarti pada titik tersebut
besarnya heat input mampu menghasilkan
sambungan yang ditunjukkan oleh ukuran nugget
las yang lebih besar sehingga menyebabkan gaya
tariknya yang besar pula.
Kemudian ditinjau dalam prosentase yang
ditunjukkan oleh Gambar 9, jika dibandingkan di
Gambar 8. Pengaruh kuat arus dan waktu
antara beberapa variasi kuat arus dan waktu
pengelasan terhadap kekuatan tarik hasil las
pengelasan kekuatan tarik sambungan pada kuat
arus 1.85 kA menunjukkan prosentase yang paling
Jika ditunjukkan dalam grafik prosentase
besar dalam berbagai range waktu pengelasan
luasan seperti Gambar 9.
dibanding variasi kuat arus yang lain ini berarti
pada kuat arus tersebut meskipun dilakukan dalam
waktu yang lebih singkat dapat menghasilkan
kekuatan las yang besar yang ditunjukkan oleh
besarnya gaya tarik geser yang besar pula
dibandingkan yang lain,sehingga melihat hal ini
dapat disimpulkan bahwa nilai optimum dari
pengelasan spot welding pada baja fasa ganda ini
diperoleh pada kuat arus 1.85 kA dan waktu
pengelasan 1 detik.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik suatu


Gambar 9. Prosentase kekuatan tarik
sambungan las dari beberapa variasi kesimpulan bahwa dengan semakin besar kuat arus
dan waktu pengelasan pada proses spot welding
parameter pengelasan
pada baja fasa ganda maka dihasilkan kekuatan
Pembahasan tarik yang semakin besar dan nilai optimum di
Dari gambar 8 terlihat bahwa secara garis dapat pada kuat arus 1.85 kA dengan variasi yang
terbaik juga didapat pada kuat arus ini dalam
besar dengan bertambah besar kuat arus dan
semakin lama waktu pengelasan rata-rata dari berbagai waktu pengelasan dan ditunjukkan pada
ketiga variasi kuat arus (0.9 kA;1.6 kA dan 1.85
kA) menunjukkan bahwa kekuatan tarik
sambungan las dalam hal ini adalah kekuatan
gesernya rata-rata meningkat yang berarti semakin
besar heat input (akibat perubahan kuat arus dan
lama

luasan daerah kekuatan tarik yang terbesar yaitu sekitar 40%.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Xiaoyan Li, 2005. Weldability of Dual Phase Steel and TRIP Steel, tesis submitted to the Department
of Mechanical and Materials Engineering, Queen’s University
Kingston,Ontario,Canada.
[2] Pires.N., 2006, Technology,System Issues and Aplication, Springer Verlag London Limited.pg.54-60.
[3] Cortez V.H.L and F.A.R. Valdes.,2008, ”Understanding Resistance Spot Welding of
Advanced High-Strength Steels”,Weld.J,pg 36-40.
[4] Tumuluru. M.D.,2006, ”Resistance Spot Welding of Coated High-Strength Dual- Phase Steels”,
Weld.J.,Vol.85(8),pg.31- 37.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hasil pengujian non – destructive test ( NDT ) dengan menggunakan
radiografi dan ultrasonic test, jumlah specimen yang terindikasi cacat berjumlah 16
specimen dari 60 speciment. Semua yang terindikasi cacat tidak memenuhi standar
ASME SEC. IX. Hal tersebut dikarenakan range ukuran Total cacat porositas dan
incomplete penetration tidak memenuhi ukuran yang di ijinkan. Akan tetapi, dalam
pengujian tarik semua sambungan las terputus di logam induk dan hal tersebut tidak
membuktikan adanya pengaruh cacat incomplete penetration dan cacat porositas
dalam pengujian ini.
Hasil uji kekuatan tarik sambungan las rata – rata optimum adalah pada
sambungan normal dengan kondisi tanpa perlakuan panas dengan kuat tarik rata – rata
sebesar 464,50 N / mm2. Kekuatan tarik terendah pada sambungan las tidak normal dengan
kondisi heat treatment 6000 C harga kekuatan tarik rata – ratanya sebesar 351, 23 N / mm 2.
Dan hasil uji kekuatan tekuk sambungan las rata – rata optimum adalah pada sambungan
normal dengan kondisi tanpa perlakuan panas dengan kuat tekuk rata – rata sebesar 872,17
N / mm2. Kekuatan tekuk terendah pada sambungan las tidak normal dengan kondisi heat
treatment 3000 C harga kekuatan tekuk rata – ratanya sebesar 684 N/ mm2.Untuk
pengujian metallografi ( struktur mikro bahan ) di bagia logam induk, logam pengaruh
panas las ( HAZ ), dan bagian logam las. Di dapatkan hasil struktur mikro yang berbeda –
beda di setiap bagiannya. Akan tetapi, untuk pemberian perlakuan panas pada bahan tidak
menghasilkan perbedaan struktur mikro yang signifikan dikarenakan perbedaan temperatur
yang diberikan tidak terlalu besar. Pada logam induk terbentuk struktur mikro martensit, di
bagian logam terpengaruh panas las ( HAZ ) terbentuk struktur mikro perlit dan bainit,
sedangkan pada logam las terbentuk struktur mikro ferit.

Untuk pengujian metallografi ( struktur mikro bahan ) di bagia logam


induk, logam pengaruh panas las ( HAZ ), dan bagian logam las. Di dapatkan hasil
struktur mikro yang berbeda – beda di setiap bagiannya. Akan tetapi, untuk
pemberian perlakuan panas pada bahan tidak menghasilkan perbedaan struktur mikro
yang signifikan dikarenakan perbedaan temperatur yang diberikan tidak terlalu besar.
Pada logam induk terbentuk struktur mikro martensit, di bagian logam terpengaruh
panas las ( HAZ ) terbentuk struktur mikro perlit dan bainit, sedangkan pada logam
las terbentuk struktur mikro feri

Anda mungkin juga menyukai