Anda di halaman 1dari 4

VII.

HORMON
Banyak penyakit autoimun menunjukan prevalensi yang lebih tinggi pada wanita
dibanding pria. Esterogen diduga berperan dalam memodulasi imunitas seluler selama
hamil. Efek esterogen terhadap respon imun, yang difokuskan kepada diferensiasi sel T
CD4+ dan produksi sitokin, fungsi sel B dan produksi AA, diferensiasi sel hematopoietic
dan metabolit esterogen proinflamasi. LES 10x lebih banyak pada wanita dibanding pria.
Puncak awitan penyakit autoimun ditemukan pada periode reproduksi diduga dipicu
esterogen.

Kadar prolactin yang timbul tiba-tiba setelah kehamilan cenderung menimbulakn


penyakit autoimun AR. Hormon pituitary prolactin menunjukan efek imunostimulan sel
T. Pengangkatan ovarium pada hewan dapat mencegah terjadinya autoimun spontan
terutama LES.

VIII. OBAT

Beberapa obat dapat menginduksi produksi ANA dan anti-DNA, tetapi jarang
diserai lES klinis. Sejumlah obat dihubungkan dengan ANCA. Kebanyakan kasus akan
ringan, membaik dan antibodi menghilang bila obat tersebut dihentikan.

IX. MAKANAN
A. Gluten
Gluten merupakan protein yang dapta ditemukan dalam gandum, barley, spelt,
rye. Dan banyak dihubungkan dengan peningkatan resiko autoimunitas. Penyakit
Celiac diduga ditimbulkan oleh intoleransi terhadap gluten. Sensitivitas terhadap
gluten dapat menimbulkan pembentukan antibodi yang memicu autoimun. Gluten
terdapat dalam aneka saos, bir, alcohol, permen karet, kecap, salsa, pewarna makanan
buatan, sayuran dalam kaleng, minuman instan, sirop, sup kaleng atau beku, perasa,
MSG, sosis, pengawet dan lainnya. Makanan lain juga dapat bereaksi silang dengan
glutenyang dapat menyebabkan reaksi tubuh. Gluten juga dapat ditemukan dalam
produk kosmetik, preparat rambut, dermatologidan lem amplop. Menyebabkan
autoimunitas jaringan dalam otak, tiroid, pancreas, kardiak, sendi, hati, kulit, adrenal
dan lambung.
B. Toksin
Penelitian menunjukan toksin berperan pada kasus autoimunseperti tiroiditis
autoimun. Aril Hydrocarbon Receptor (AHR) adalah transcription factor yang
diketahui berperan dalam toksisitas hidrokarbon aromatik seperti dioksin; aktivasinya
menimbulkan produksi enzim detoksifikasi. Peran AHR dalam mempertahanakan
keseimbangan antara 2 populasi limfosit Treg dam Th17 yang merupakan sebagian
dari regulasi sistem imun dalam toleransi self-antigen dan klirens patogen.
C. Nightshades
Kulit kelompok sayuran seperti tomat, paprika, terong, kentang dan beberapa
rempah mengandung alkaloid yang dapat menimbulkan respon inflamasi dalam
tubuh.
D. Leaky gut syndrome

Berbagai penyakit dapat terjadi kibat adanya ganguan pada sawar mukosa atau
perubahan regulasi imunitas mukosa terhadap makanan atau komponen microbiota.
Beberapa ahli berpendapat peningkatan permeabilitas di usus atau leaky gut
merupakan precursor autoimunitas. Sindrom leaky gut dapat menjadi pemicu juga
dapat menjadi merupakan efek dari reaksi autoimun. Bila urus mengalami kerusakan,
protein makanan tidak dicerna dan endotoksi menembus sawar usus dan memicu
autoimun di seluruh tubuh.

X. SINAR ULTRA VIOLET

Sinar UV dapat memicu inflamasi kulit, memperburuk LES melalui berbagai


mekanisme. Fotosensitizer dapat berikatan dengan sinar UV yang menginisiasi respon
imun.

XI. LOGAM

Berbagai logam yang dapat menimbulkan ekspresi AA dan penyakit autoimun.


Salah satu yang sudah banyak diteliti adalah silicon. Inhalasi debu silicon dilingkungan
pekerja dapat menimbulkan silicosis. Silika juga dapat memacu produksi ANA, RF,
gejala LES atau sindrom scleroderma dengan endapan kompleks imun di glomerulus dan
glomerulosklerosis lokal.

XII. ROKOK

Rokok berperan pada kanker, penyakit paru, kardiovaskuler dan diduga memacu produksi
antibody yang mengenal CCP pada artritis rheumatoid atau meningkatka titer anti-
dsDNA pada LES.

XIII. VITAMIN D
Peran vitamin D sudah diketahui dalam metabolism kalsium dan kesehatan
tulang. Penelitian akhir menunjukan adanya reseptor vitamin D dalam kadar tinggi di
nucleus semua sel imun termasuk APC, sel NK, sel B dan sel T dan tertinggi pada sel
imatur di timus dan limfosit CD8 matang. Berbagai penelitian menunjukan hubungan
antara defisiensi vitamin D dan peran potensialnya dalam pathogenesis penyakit
autoimun seperti sclerosis multiple, artritis rheumatoid, DM tipe 1 dan LES.

Vitamin d digambarkan sebagai modulator imun alamiah dan melalui aktivasi


reseptornya, mengatir metabolism kalsium, proliferasi, apoptosis dan fungsi sel imun.
Data epidemiologis menunjukan hubungan antara defisiensi vitamin D dan peningkatan
risiko penyakit inflamasi kronis. Peran penting vitamin D sebagai imunosupresan selektif
tergambar dari kemampuannya yang mencegah dan jelas menekan model penyakit
autoimun pada hewan seperti EAE, RA, LES, diabetes tipe I dan IBD.

XIV. OKSIGEN RADIKAL BEBAS

Kerusakan self molekul oleh radikal bebas oksigen yang menimbulkan sebagian
proses inflamasi dapat mengubah imunogenisitas, terutama self antigen. Oksigen reaktif
yang dilepas dalam berbagai reaksi metabolik dan biokimia menunjukan berbagai efek
oksidatif yang merusak DNA dengan akibat berbagai penyakit degeneratif dan autoimun.

XV. FAKTOR LAIN


A. Kanker
Gejala paraneoplastic oleh keganasan tidak berhubungan langsung dengan invasi
tumor atau metastatis, tetapi disebabkan sejumlah bahan biologis asal tumor seperti
hormone, peptide, antibody, limfosit, sitotoksik, mediator autokrin dan parakrin. Obat
sitotoksik yang digunakan pada pengobata reumatik seperti metotreksat,
siklofosfamid, azatioprin atau anti-TNF juga dapat memacu berkembangnya tumor.
Antigen yang berhubungan dengan tumor dapat pula diproduksi sel inflamasi.
B. Stress
Stress fisik dan psikis diduga ikut berperan dalam timbulnya penyakit autoimun.
Faktor psikis berperan dalam timbulnya penyakit autoimun dan sebaliknya. Hormon
yang dipacu oleh faktor psikoneuroendokrin diduga menimbulkan disregulasi imun
yang akhirnya memacu penyakit autiumun melalui perubahan dan peningkatan
produksi sitokin.
C. Imunisasi
Vaksinasi merupakan strategi yang sudah terbukti dapat mencegah penyakit infeksi
dalam populasi dan penderita penyakit autoimun yang beresiko tinggi terhadap
komplikasi. Vaksinasi sebaiknya dilakukan pada saat kondisi autoimun terkontrol
dengan baik. Vaksi hidup merupakan kontraindikasi untuk diberikan kepada individu
dengan autoimun tetapi vaksin mati dapat diberikan dengan aman.

Anda mungkin juga menyukai