Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

1. Pengertian

Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak


berarti, rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri
dan kemampuan diri (keliat, 2011).
Harga diri rendah situasional merupakan perkembangan persepsi
negatif tentang harga diri sebagai respons seseorang terhadap situasi yang
sedang dialami.
(Wilkinson, 2012).
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang
diri atau kemampuan diri yang negative terhadap diri sendiri, hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan
(Herman, 2011).
Gangguan harga diri dapat dijabarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, yang menjadikan hilangnya rasa percaya diri
seseorang karena merasa tidak mampu dalam mencapai keinginan.
(Fitria, 2009).
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu
dimana individu mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya
sendiri dan kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa
kepercayaan diri akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu
yang lama karena merasa gagal dalam mencapai keinginan

2. Penyebab

Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang


tua, harapan orang tua ang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pda orang
lain dan ideal diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus munkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal, seperti : trauma fisik maupun psikis, ketegangan peran, transisi
peran situasi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluargamelalui kelahiran atau kematian, serta transisi peran sehat sakit
sebagai transisi dari keadaan sehat dan keadaan sakit.

3. Faktor
Predispzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
zzzzzzzzm.osisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronik adalah


penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
ideal diri yang tidak realistis (Fitria, 2009).
4. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk
tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas (Fitria,
2009).

5. Manifestasi Klinis
Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang
berhubungan dengan harga diri rendah antara lain :
Mengkritik diri sendiri
a. Menarik diri dari hubungan social
b. Pandangan hidup yang pesimis
c. Perasaan lemah dan takut
d. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
e. Pengurangan diri/mengejek diri sendirig.
f. Hidup yang berpolarisasi
g. Ketidakmampuan menentukan tujuan
h. Merasionalisasi penolakan
i. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
j. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )
Sedangkan menurut Stuart (2006) tanda-tanda klien dengan hargadiri
rendah yaitu :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. Merendahkan martabat
d. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
e. Percaya diri kurang
f. Menciderai diri

6. Penatalaksanaan
Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah
dikembnagkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi dari pada masa sebelumnya. Terapi yang
dimaksud meliputi :
a. PsikofarmakaBerbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar
dipasaran yang hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi
dalam 2 golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan
golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi
pertama misalnya chlorpromazine HCL(psikotropik untuk
menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol(mengobati kondisi
gugup). Obat yang termasuk generasi kedua misalnya,
Risperidone(untuk ansietas), Aripiprazole(untuk antipsikotik).
(Hawari,2001)
b. PsikoterapiTerapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita
bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter,
maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia
menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005)
c. Terapi ModalitasTerapi modalitas/ perilaku merupakan rencana
pengobatan untuk skizofrenia yang ditunjukan pada kemampuan dan
kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan latihan
keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.
Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam
komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi skizofrenia biasnya
memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan
yang nyata.( Eko P,2014)
d. Terapi Kejang Listrik (Electro Confulsive Terapi)ECT adalah
pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara artifisial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu
atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis
terapi kejang listrik 4 –5 joule/detik. (Maramis, 2005)

7. Psikopatologi

RESPON ADATIF                                                    RESPON


MALADATIF

Aktualisasi Diri Konsep Diri Positif HDR Kekacauan     


Depersonalisasi

a. Respon adaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta
bersifat membangun (konstruktif) dalam usaha mengatasi stressor
yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri.
b. Respon maladaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta
bersifat merusak (destruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang
menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri.
c. Aktualisasi diri : Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat
mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya.
d. Konsep diri positif : Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan
kelemahannya secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu
berpikir secara positif dan realistis.
e. Harga diri rendah : Transisi antara respon konsep diri adaptif dan
maladaptif.
f. Kekacauan identitas : Suatu kegagalan individu untuk
mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam
kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
g. Depersonalisasi : Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan
dirinya dari lingkungan. Hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas
panik dan kegagalan dalam uji realitas. Individu mengalami kesulitan
dalam membedakan diri sendiri dan orang lain, dan tubuhnya sendiri
terasa tidak nyata dan asing baginya.

8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
- Factor Predisposisi
( Factor predisposisi citra tubuh )
1) Kehilangan atau kerusakan organ tubuh (anatomi dan fungsi)
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh
3) Proses patalogik penyakit dan dampaknya terhadap struktur
maupun fungsi tubuh
4) Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi dan transpantasi
( Factor predisposisi harga diri )
1) Penolakan dari orang lain
2) Kurang penghargaan
3) Pola asuh yang salah yaitu terlalu dilarang , terlalu dikontrol,
terlalu diturut, terlalu dituntut dan tidak konsisten
( Faktor predisposisi peran )
1) Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan,
perubahan situai dan sehat-sakit
2) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan
yang bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi.
3) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang
harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku
yang sesuai
4) Peran yang terlalu banyak
( Factor predisposisi identitas diri )
1) Ketidak percayaan orang tua dan anak
2) Tekanan dari teman sebaya
3) Perubahan dari struktur sosial
- Factor Presipitasi
1) Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri situasi
yang membuat individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dat
menerima khususnya trauma emosi seperti penganiayaan fisik,
seksual, dan psikologis pada masa anak-anak atau merasa
terancam kehidupannya atau menyaksikan kejadian berupa
tindakan kejahatan.
2) Ketegangan peran
Pada perjalanan hidup individu sering menghadapi Transisi
peran yang beragam, transisi peran yang sering terjadi adalah
perkembangan, situasi, dan sehat sakit.
b. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan konsep diri : Harga diri rendah.

c. Fokus Intervensi

Tg No Perencanaan
Dx
Tujuan Kreteria Intervensi
l Dx
keperawatan
Evaluasi
Gangguan TUM: 1.      Klien
1.      Membina
konsep diri: Klien menunjukan hubungan saling
harga diri memiliki ekspresi wajah percaya dengan
rendah konsep diri bersahabat, menggunakan
yang positif menunjukan prinsip
TUK: rasa senang, ada komunikasi
1.      Klien kontak mata, terapeutik :
dapat mau berjabat          Sapa klien
membina tangan, mau dengan ramah
hubungan menyebutkan baik verbal
saling nama, mau maupun non
percaya menjawab verbal.
dengan salam, klien          Perkenalkan
perawat mau duduk diri dengan sopan.
berdampingan           Tanyakan
dengan perawat, nama lengkap dan
mau nama panggilan
mengutarakan yang disukai
masalah yang klien.
dihadapi           Jelaskan
tujuan pertemuan
          Jujur dan
menepati janji
          Tunjukan
sikap empati dan
menerima klien
apa adanya.
          Beri perhatian
dan perhatikan
kebutuhan dasar
klien.
2.      Klien
2.      Klien
2.1  Diskusikan
dapat menyebutkan: dengan klien
mengdentifi          Aspek positif tentang:
kasi aspek dan kemampuan          Aspek positif
positif dan yang dimiliki yang dimiliki
kemampuan klien klien, keluarga,
yang           Aspek positif lingkungan.
dimiliki keluarga           Kemampuan
          Aspek positif yang dimiliki
lingkungan klien klien.
2.2  Bersama klien
buat daftar
tentang:
          Aspek positif
klien, keluarga,
lingkungan
          Kemampuan
yang dimiliki
klien
2.3  Beri pujian yang
realistis,
hindarkan
memberi
penilaian negatif.
3.      Klien
3.0  Klien mampu
2.4  Diskusikan
dapat menyebutkan dengan klien
menilai kemampuan kemampuan yang
kemampuan yang dapat dapat
yang dilaksanakan. dilaksanakan
dimiliki 2.5  Diskusikan
untuk kemampuan yang
dilaksanaka dapat dilanjutkan
n pelaksanaanya.
4.      Klien
4.0  Klien mampu
4.1  Rencanakan
dapat membuat bersama klien
merencanak rencana kegiatan aktivitas yang
an kegiatan harian dapat dilakukan
sesuai klien sesuai
dengan dengan
kemampuan kemampuan
yang klien:
dimiliki           Kegiatan
mandiri
          Kegiatan
dengan bantuan
4.2  Tingkatkan
kegiatan sesuai
kondisi klien.
4.3  Beri contoh cara
pelaksanaan
kegiatan yang
dapat klien
lakukan.
5.      Klien
5.0  Klien dapat
5.1  Anjurkan klien
dapat melakukan untuk
melakukan kegiatan sesuai melaksanakan
kegiatan jadwal yang kegiatan yang
sesuai dibuat. telah
rencana direncanakan.
yang dibuat. 5.2  Pantau kegiatan
yang
dilaksanakan
klien.
5.3  Beri pujian atas
usaha yang
dilakukan klien.
5.4  Diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan
kegiatan setelah
pulang.
6.      Klien
6.0  Klien mampu
6.1  Beri pendidikan
dapat memanfaatkan kesehatan kepada
memanfaatk sistem keluarga tentang
an sistem pendukung yang cara merawar
pendukung ada dikeluarga klien dengan
yang ada harga diri rendah.
6.2  Bantu keluarga
memberikan
dukungan selama
klien dirawat.
6.3  Bantu klien
menyiapkan
lingkungan
dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2011. Standar Pedoman Perawatan jiwa.

Keliat. B.A. 2011. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2012. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Nurjanah, Intansari S.Kep. 2013. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.


Yogyakarta : Momedia

Perry, Potter. 2011 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2012. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Santosa, Budi. 2013. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2014 – 2015.


Jakarta : Prima Medika

Stuart, Sudden, 2014. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2012).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2015).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah


(Stuart, 2017).

Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai


halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi
adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada
stimulus atau rangsangan yang nyata.

2. Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik,
sterss berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik
diri (Townsend, M.C, 2011). Menurut Carpetino, L.J (2014) isolasi sosial
merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Sedangkan
menurut Rawlins, R.P dan Heacock, P.E (2013), isolasi sosial menarik diri
merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang
lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai
kesempatan dalam berpikir, berperasaan. Berprestasi, atau selalu dalam
kegagalan.
Isolasi sosial menarik diri sering ditunjukkan adanya perilaku
(Carpentino, L.J 2014) :

Data subjektif :

a. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan


b. Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tak berguna

Data objektif :

a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama


b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain

3. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2017), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang


lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

4. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2016).

Menurut Stuart (2017), faktor presipitasi terjadinya gangguan


halusinasi adalah:

a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

5. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum
atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa
yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 2016) :

a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan


Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Rentang Respon Halusinasi


a. Tahap I ( Non – psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mamapu memberikan rasa nyaman pada
klien, tingkat orientasi sedang. Secara unum pada tahap ini merupakan
hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilagkan
kecemasan
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol
kesadaran.

Prilaku yang muncul :

(a) Tersenyum atau tertawa sendiri


(b) Menggerakkan bibir tanpa suara
(c) Pergerakan mata yang cepat
(d) Respon verbal rambat, diam, dan berkonsentrasi

b. Tahap II ( Non – psikotik )


Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan berat. Secara umum hausinasi yang ada dapat
menyebabkan antipati.
Karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut
2) Mulai merasa kehilangan kontrol
3) Menarik diri dari orang lain

Prilaku yang muncul :

(a) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan TD


(b) Perhatian terhadap lingkunagn menurun
(c) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
(d) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinai
dan realita

c. Tahap III ( Psikotik )


Klien biasanya tidak dapat mengontrol didinya sendiri, tingkat
kecemasnan berat, dan halusiansi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik :
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
2) Isi halusinasi menjadi atraktif
3) Klien menjasi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir

Prilaku yang muncul :

(a) Klien menuruti perintah halusinasi


(b) Sulit berhubungan dengan orang lain
(c) Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
(d) Tidak mampu emngikuti perintah yang nyata
(e) Klien tampak temor dan berkeringat

d. Tahap IV ( Psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat
panik.
Prilaku yang muncul :
1) Risiko tinggi mencederai
2) Agitasi / kataton
3) Tidak mampu merespons rangsang yang ada
Pohon masalah

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa
pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik
atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri
dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

7. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik
dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang
normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam
tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang
lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada
sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis,
maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa
dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah
retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan
tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

Isi pengkajian meliputi :

a. Identitas klien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Tanggal Masuk, Informan,
Tanggal Pengkajian, No. Rekam medik.                        
b. Keluhan utama atau alasan masuk
c.  Faktor predisposisi
d.  Aspek pemeriksaan fisik atau biologis
e.  Aspek psikososial

Genogram, Konsep diri, Hubungan sosial dan spiritual.

a. Status mental
Penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek
(ekspresi wajah), interaksi saat wawancara, persepsi, proses berfikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
b. Kebutuhan persiapan pulang
Makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian/berhias, istirahat dan tidur,
penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas didalam rumah,
aktivitas diluar rumah,
c.  Mekanisme koping
d.   Masalah psikososial dan lingkungan
e.  Aspek medik

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul klien dengan masalah utama perubahan
persepsi sensori : halusinasi menurut Yosep (2009) adalah sebagai berikut :
a. Perilaku kekerasan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan persepsi sensori
c. Isolasi sosial
d. Gangguan konsep diri
e. Koping individu tidak efektif

3. FOKUS INTERVENSI

DIAGNOSA 1 : Perilaku kekerasan mencederai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan
TUJUAN UMUM : Klien dapat mengenal hakusinasinya sehingga tidak
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
TUJUAN KHUSUS: KRITERIA HASIL : INTERVENSI
TUK 1 : 1.1 Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling
Klien dapat membina bersahabat, menunjukan percaya dengan
hubungan saling rasa senang, ada kontak menggunakan prinsip
percaya. mata, mau berjabat tangan, komunikasi terapeutik.
mau menyebutkan nama, 2. Sapa klien dengan
mau menjawab salam, ramah baik verbal
klien duduk berdampingan maupun non verbal.
dengan perawat, mau 3. Tanyakan nama
mengutarakan masalah lengkap klien dan
yang dihadapinya. nama panggilan yang
disukai klien.
4. Tunjukan sikap empati
dan menerima klien
TUK 2 : apa adanya.
Klien dapat mengenal 5. Beri perhatian kepada
halusinasinya. 2.1 Klien dapat klien dan perhatikan
menyebutkan waktu, isi, kebutuhan dasar klien.
frekuensi timbulnya
halusinasi. 1. Adakan kontak sering
dan singkat secara
bertahap.
2. Observasi tingkah laku
klien terkait dengan
halusinasi-nya
3. Bantu klien mengenal
halusinasinya.
4. Jika menemukan klien
yang sedang
halusinasi-nya,
tanyakan apakah ada
suara yang didengar.
Jika klien menjawab
ada, lanjutkan; apa
2.2 Klien dapat yang dikatakan.
mengungkapkan perasaan 5. Katakan bahwa
terhadap halusinasinya. perawat percaya klien
mendengar suara itu,
namun perawat sendiri
TUK 3 : tidak mendengarnya
Klien dapat mengontrol (dengan nada
halusinasinya. bersahabat tanpa
3.1 Klien dapat menuduh atau
menyebutkan tindakan menghakimi
yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan 1. Diskusikan dengan
halusinasinya. klien apa yang
dirasakan jika
terjadinya halusinasi
(marah/takut, sedih,
senang) beri
3.2 Klien dapat memilih kesempatan
cara mengatasi halusinasi mengungkapkan
seperti yang telah perasaan.
didiskusikan dengan klien.
1. Identifikasi bersama
TUK 4: 3.3 Klien dapat klien cara tindakan
Klien dapat dukungan melaksanakan cara yang yang dilakukan jika
dari keluarga dalam telah dipilih untuk terjadi halusinasinya
mengonrol mengendalikan (tidur, marah,
halusinasinya. halusinasinya. menyibukan diri, dll).
2. Diskusikan manfaat
TUK 5 : 4.1 Keluarga dapat dan cara yang
Klien dapat membina hubungan saling digunakan klien, jika
memanfaatkan obat percaya dengan perawat. bermanfaat beri pujian.
dengan baik.
1. Bantu klien memilih
5.1 Klien dan keluarga dan melatih cara
dapat menyebutkan memutus halusinasi
manfaat, dosis dan efek secara bertahap.
samping obat.

1. Beri kesempatan untuk


5.2 Klien memahami melakukan cara yang
akibat berhentinya minum telah dilatih. Evaluasi
obat tanpa konsultasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil.

1. Anjurkan klien untuk


memberi tahu keluarga
jika mengalami
halusinasi.

1. Diskusikan dengan
klien dan keluarga
tentang dosis,
frekuensi dan manfaat
obat.

1. Diskusikan akibat
berhentinya minum
obat-obat tanpa
konsultasi.
DIAGNOSA II : Perubahan persepsi-sensorik
TUJUAN UMUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak
terjadi halusinasi.

DIAGNOSA III : Isolasi  sosial


TUJUAN UMUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal.

TUJUAN KHUSUS KRITERIA HASIL INTERVENSI


TUK 1 : 1.1 Setelah 4x pertemuan 1. Diskusikan
Klien dapat klien dapat kemampuan dan aspek
mengidentifikasi mengidentifikasi positif yang dimiliki
kemampuan dan aspek kemampuan dan aspek klien.
positif yang dimiliki positif yang dimiliki : 2. Setiap bertemu klien
o Aspek intelektua dihindari memberi
o Aspek sosial budaya. penilaian negatif.
o Aspek fisik. 3. Utamakan memberi
TUK 2 : o Aspek emosional/ke- pujian yang realistis.
Klien dapat menilai pribadian klien.
kemampuan yang
digunakan 2.1 Setelah 6X pertemuan 1. Diskusikan dengan
klien dapat klien kemampuan yang
menyebutkan masih dapat digunakan
kemampuan yang dapat selama sakit.
digunakan. 2. Diskusikan
TUK 3 : kemampuan yang
Klien dapat melakukan dapat dilanjutkan
kegiatan sesuai kondisi penggunaannya.
sakit dan 3.1 Setelah 10 kali
kemampuannya pertemuan klien dapat 1. Beri kesempatan pada
melakukan kegiatan sesuai klien untuk mencoba
kondisi sakit dan kegiatan yang telah
kemampuan. direncanakan.
2. Beri pujian atas
TUK 4 : keberhasilan klien.
Klien dapat 3. Diskusikan
memanfaatkan sistem kemungkinan
pendukung yang ada. 4.1 Setelah 12 kali pelaksanaan di rumah.
pertemuan klien dapat
memanfaatkan sistem 1. Beri pendidikan
pendukung yang ada di kesehatan pada
keluarga. keluarga tentang cara
merawat klien dengan
harga diri rendah.
2. Bantu keluarga
memberikan dukungan
selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga
menyiapkan
lingkungan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998. Psychiatric Nuersing cotemporary PracEdisi
9th. Philadelphis: Lippincott Raven Publisrs,.

Carpenito, L.J, . Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8,


Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2013. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2015. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2016. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Kusuma, W.2011. Dari A sampai Z Kedaruratan Psiciatric dalam Praktek,


Edisi I. Jakarta: Profesional Books.
Maramis, W.f. 2015. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya:
Airlangga University Press Rasmun. 2011. Keperawatan Kesehatan
Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV.
Sagung Seto.

Rawlins, R.P & Heacock, PE. 2011. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing,
Edisi 1. Toronto: the C.V Mosby Company.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2016. Buku Saku Keperawatan Jiwa
(Terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2017. Buku Saku Keperawatan Jiwa
(Terjemahan). Jakarta: EGC

Townsend, M.C. 2016. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan


Psikiatri (terjemahan), Edisi 3. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktifitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene),
berpakaian/berhias, makan dan BAB atau BAK (toileting).
Defisit perawatan diri adalah Salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya,
kesehatannya,dan kesejaterannya, sesuaia dengan kondisi kesehtannya.
Klien dinyatakan terganggu perawtaan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan dirinya.
1. Proses Terjadinya Masalah
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah:
a. Data subyektif
1) Pasien merasa lemah
2) Malas untuk beraktivitas
3) Merasa tidak berdaya.
b. Data obyektif
1) Rambut kotor, acak – acakan
2) Badan dan pakaian kotor dan bau
3) Mulut dan gigi bau.
4) Kulit kusam dan kotor
5) Kuku panjang dan tidak terawat
2. Rentang Respon Deficit Perawatan Diri :
Respon adaptif Respon maladaptive

Pola perawatan diri 3. Kadang 4. Tidak melakukan


seimbang, saat klien perawatan diri perawatan diri, klien
mendapatkan stressor kadang tidak, menyatakan dia tidak
dan mampu saat klien peduli dan tidak bias
berperilaku adaptif, mendapatkan melakykan perawatan
maka pola perawatan stressor kadang saat stressor
yang dilakukan klien klien tidak
seimbang, klien masih memperhatikan
melakukan perawatan perawatan
diri. dirinya

3. Fase
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa
tidak aman berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari
lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana-
mana, tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional, dan
hubungan positif dengan orang lain yang melibatkan diri dalam situasi
yang baru. Ia terus berusaha mendapatkan rasa aman. Begitu menyakitkan
sehingga rasa nyaman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia
membayangkan nasionalisasi dan mengaburkan realitas dari pada
kenyataan. Keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko
mengalami suatu ketidakmampuan dalam mengalami stressor interval atau
lingkungan dengan adekuatnya.

B. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2007) penyebab kurang
perawatan diri adalah sebagai berikut :

    1.   Kelelahan fisik


    2.   Penurunan kesadaran

C. Faktor Predisposisi
1. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu
2. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri
3. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwadengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya danlingkungan termasuk
perawatan diri
4. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuanperawatan diri
lingkungannya. Situasilingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri

D. Faktor Predispitasi
Merupakan factor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah,
lemas yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
Depkes (2006) factor- factor yang mempengaruhi personal
hygienea adalah:
1. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan
diri misalnya: dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli kebersihan.
2. Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan personal hygiene
3. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerluka alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
shampo dan alat mandi semuanya memerluka uang untuk
menyediakannya.

4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita
diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya
5. Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tidak boleh dimandikan
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan seorang mengunakan produk tertentu dalam perawatan
diri seperti penggunaan sabun , shampo dan lain-lain
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk melakukannya

E. Manifestasi Klinis
Menurut Depkes (2008: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah :
1. Fisik               
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor.
d. Gigi kotor disertai mulut bau.
e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri

F. Penatalaksanaan
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
2. Membimbing dan menolong klien dalam perawatan diri
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung

G. Psikopatologi
Banyak faktor yang mendukung timbulnya gangguan jiwa yang
merupakan perpaduan dari beberapa aspek yang saling mendukung yang
meliputi Biologis, psikologis, sosial budaya. Tidak seperti pada penyakit
jasmaniah, sebab- sebab gangguan jiwa adalah kompleks. Pada seseorang
dapat terjadi penyebab satu atau beberapa faktor dan biasanya jarang
berdiri sendiri. Melalui psikodinamika, akan dikaitkan beberapa faktor
baik internal maupun eksternal individu dengan menggunakan model
stress adaptasi Struart & Laraia, sedangkan psikopatologi pada defisit
perawatan diri terdapat pada konteks penilaian terhadap stressor sebagai
tanda dan gejalanya (Stuart & Laraia, 2005).

1. Jenis-Jenis Perawatan Diri


a. Kurang perawatan diri : Mandi atau kebersihan
Gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi maupun
kebersihan diri
b. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian atau berhias
Gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktifitas berdanadan
sendiri
c. Kurang perawatan diri : Makan
Gangguan kemampuan untuk menunjukan aktifitas makan
d. Kurang perawatan diri : Toileting
Gangguan kemampuanuntuk melakukan atau menyelesaikan
toileting sendiri.

2. Mekanisme Koping
a. Regresi
b. Penyangkalan
c. Isolasi diri, menarik diri
d. Intelektualisasi
3. Masalah keperawatan
Defisit perawatan diri

4. Pohon masalah/Pathway

Efek Perawatan diri kurang

Core Problem Menurunnya motivasi perawtan diri

Etiologi Isolasi sosial : menarik diri

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) Pola kebersihan tubuh
2) Perlengkapan personal hygine yang dipakai
3) Faktor -faktor yang mempengaruhi personal hygine
b. Alasan masuk rumah sakit
Defisit dalam merawat diri, dari perawatan perawatan diri yang
biasa dilakukan, dan sekarang jarang dilakukan dengan diawali
masalah seperti senang menyendiri, tidak mau banyak berbicara
dengan orang lain, terlihat murung.
c. Faktor yang mempengaruhi
1) Faktor prediposisi
a) Biologis
Riwayat kesehatan struktur dilobus frontal, dimana lobus
tersebut berpengaruh kepada proses kognitif, ada riwayat
keluarga yang menderita gangguan jiwa, gangguan sistem
limbic akan berpengaruh pada fungsi perhatian, memori dan
suplai oksigen serta glukosa terganggu.
b) Kemampuan psikologi turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang meyebabkan ketidakpedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.

4. Pemeriksaan fisik
a. Rambut: Keadaan kesuburan rambut, keadaan rambut yang
mudah rontok, keadaan rambut yang kusam, keadaan tekstur.
b. Kepala: Adanya botak atau alopesia, ketombe, berkutu,
kebersihan.
c. Mata : Periksa kebersihan mata, mata gatal atau mata merah
d. Hidung: Lihat kebersihan hidung, membran mukosa
e. Mulut: Lihat keadaan mukosa mulut, kelembabannya,
kebersihan
f. Gigi: Lihat adakah karang gigi, adakah karies, kelengkapan gigi
g. Telinga: Lihat adakah kotoran, adakah lesi, adakah infeksi
h. Kulit: Lihat kebersihan, adakah lesi, warna kulit, teksturnya,
pertumbuhan bulu.
i. Genetalia: Lihat kebersihan, keadaan kulit, keadaan lubang
uretra, keadaan skrotum, testis pada pria, cairan yang
dikeluarkan

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Depkes diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
defisit perawatan diri yaitu:
Defisit perawatan diri.

3. Fokus Intervensi

PERENCANAAN
N DIAGNOS
KRITERIA INTERVENSI
O A KEP. TUJUAN
EVALUASI

1 Defisit TUM : Ekspresi wajah Bina hubungan


perawatan bersahabat, saling percaya
Pasien dapat
diri menunjukan rasa dengan prinsip
memelihara
senang, klien komunikasi
kebersihan
bersedia berjabat terapeutik
diri secara
tangan, klien
mandiri 1. Sapa klien
bersedia
dengan ramah
TUK : menyebutkan
baik verbal
nama, ada kontak
1.Klien dapat maupun
mata, klien
Membina nonverbal
bersedia duduk
hubungan
berdampingan 2. Perkenalkan diri
saling
dengan perawat, dengan sopan
percaya
klien bersedia
3. Tanyakan nama
mengutarakan
lengkap klien
masalah yang
dan nama
dihadapinya
panggilan
4. Jelaskan tujuan
pertemuan

5. Jujur dan
menempati janji

6. Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya

7. Beri perhatian
pada
pemenuhan
kebutuhan dasar
klien

2. Dapat Klien dapat 1. Kaji


mengidentifi menyebutkan pengetahuan
kasi klien tentang
kebersihan
kebersihan kebersihan diri
dirinya
diri klien dan tandanya

2. Beri
kesempatan
klien untuk
menjawab
pertanyaan

3. Berikan pujian
terhadap
kemampuan
klien menjawab
pertanyaan
Menjelaskan Klien dapat 1.Menjelaskan
memahami pentingnya
pentingya
pentingnya kebersihan diri
kebersihan kebersihan diri
2. Meminta klien
diri
menjelaskan
kembali
pentingnya
kebersihan diri

3.Diskusikan
dengan klien
tentang
kebersihan diri

4.Beri penguatan
positif atas
jawabannya

Menjelaskan Klien dapat 1.Menjelaskan alat


peralatan menyebutkan dan yang
yang dapat dibutuhkan dan
digunakan mendemonstrasik cara
untuk an dengan alat membersihkan
menjaga kebersihan diri
kebersihan
2.Memperagakan
diri dan cara
cara
melakukan
membersihkan
kebersihan
diri dan
diri
mempergunakan
alat untuk
membersihkan
diri

3.Meminta klien
untuk
memperagakan
ulang alat dan
cara kebersihan
diri

4.Beri pujian
positif terhadap
klien

Menjelaskan Klien dapat 1.Menjelaskan cara


cara makan mengerti cara makan yang
yang benar makan yang benar benar

2.Beri kesempatan
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasik
an cara yang
benar

3. Memberi pujian
positif terhadap
klien

Menjelaskan Klien dapat 1.Menjelaskan cara


cara mandi mengerti cara mandi yang
yang benar mandi yang benar benar

2. Beri kesempatan
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara yang
benar
3. Memberi pujian
positif terhadap
klien

Menjelaskan Klien dapat 1.Menjelaskan cara


cara mengerti cara berdandan yang
benar
berdandan berdandan yang
yang benar 2. Beri kesempatan
klien untuk
benar
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara yang
benar

3. Memberi pujian
positif terhadap
klien

Menjelaskan Klien dapat 1.Menjelaskan cara


cara mengerti cara toileting yang
benar
toileting yang toileting yang
benar 2. Beri kesempatan
benar
klien untuk
bertanya dan
mendemonstrasi
kan cara yang
benar

3. Memberi pujian
positif terhadap
klien

Mendiskusik Keluarga dapat 1.Menjelaskan


an mengerti tentang kepada keluarga
tentang
masalah yang merawat klien pengertian tanda
dan gejala
dirasakan
deficit
keluarga
perawatan diri,
dalam
dan jenis defisit
merawat perawatan diri
pasien yang dialami
pasien beserta
proses
terjadinya

2.Menjelaskan
kepada keluarga
cara – cara
merawat pasien
defisit
perawatan diri

3. Beri kesempatan
keluaraga untuk
bertanya

4.Beri pujian
positif terhadap
keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2011. Standar Pedoman Perawatan jiwa.

Keliat. B.A. 2011. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2012. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC


Nurjanah, Intansari S.Kep. 2013. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia

Perry, Potter. 2011 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2012. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Santosa, Budi. 2013. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2014 – 2015.


Jakarta : Prima Medika

Stuart, Sudden, 2014. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai