Anda di halaman 1dari 103

LITERATUR REVIEW ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DENGAN


MASALAH HAMBATAN MOBILITAS FISIK
DENGAN PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION

Proposal
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh predikat Ahli Madya Keperawatan

Oleh :
IVANA SILVANI ANDREA
NIM : P07120118071

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LITERATUR REVIEW ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DENGAN
MASALAH HAMBATAN MOBILITAS FISIK
DENGAN PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION

Proposal
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh predikat Ahli Madya Keperawatan

Oleh :
IVANA SILVANI ANDREA
NIM : P07120118071

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA
JURUSAN KEPERAWATAN
2021

ii
iii
@ 2021
Hak Cipta pada Penulis

ii
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
Jalan Haji Mistar Cokrokusumo No. 1A Banjarbaru 70714
Telp. (0511) 4773267 - 4780516 - 4781619 Fax (0511) 4772288
e-mail: poltekkes_banjarmasin@yahoo.co.id, kepeg_poltekesbjm@yahoo.co.id
Jurusan Kesehatan Lingkungan (0511) 4781131;Keperawatan (0511) 4772517;Kebidanan (0511) 3268018;
Gizi (0511) 4368621 : Kesehatan Gigi (0511) 4772721; Analis Kesehatan (0511) 4772718

LEMBAR PENGESAHAN SEBELUM UJIAN PROPOSAL

Proposal berjudul “Literature Review Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke

Non Hemoragik dengan Masalah Hambatan Mobilitas Fisik dengan Penerapan Latihan

Range Of Motion” telah disetujui untuk diajukan dihadapan Tim Penguji Proposal Karya

Tulis Ilmiah Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Program Studi Diploma III

Keperawatan.

Banjarbaru, April 2021

Pembimbing I , Pembimbing II

Agus Rachmadi, S. Pd., A. Kep., M. Si. Med Marwansyah, S. Kep, Ns., M. Kep
NIP. 196808101990031004 NIP. 197412032002121002

iii
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
Jalan Haji Mistar Cokrokusumo No. 1A Banjarbaru 70714
Telp. (0511) 4773267 - 4780516 - 4781619 Fax (0511) 4772288
e-mail: poltekkes_banjarmasin@yahoo.co.id, kepeg_poltekesbjm@yahoo.co.id
Jurusan Kesehatan Lingkungan (0511) 4781131;Keperawatan (0511) 4772517;Kebidanan (0511) 3268018;
Gizi (0511) 4368621 : Kesehatan Gigi (0511) 4772721; Analis Kesehatan (0511) 4772718

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL KTI

Proposal berjudul “Literature Review Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke


Non Hemoragik dengan Masalah Hambatan Mobilitas Fisik dengan Penerapan Latihan
Range Of Motion” oleh Ivana Silvani Andrea, NIM. P07120118071 telah dipertahankan di
hadapan Tim Penguji Proposal Karya Tulis Ilmiah Poltekkes Kemenkes Banjarmasin
Program Studi Diploma III Jurusan Keperawatan dalam rangka memperoleh predikat Ahli
Madya Keperawatan.
Banjarbaru, April 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Agus Rachmadi, S. Pd., A. Kep., M. Si. Med


NIP. 196808101990031004 Marwansyah, S. Kep, Ns., M. Kep
NIP. 197412032002121002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

Agus Rachmadi, S. Pd., A. Kep., M. Si. Med


NIP. 196808101990031004

Susunan Tim Penguji Proposal

1. Agus Rachmadi, S. Pd., A. Kep., M. Si. Med: (…………………..)


2. Marwansyah, S. Kep, Ns., M. Kep : (…………………..)
3. Ns. Hammad, M. Kep : (…………………..)

iv
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
Jalan Haji Mistar Cokrokusumo No. 1A Banjarbaru 70714
Telp. (0511) 4773267 - 4780516 - 4781619 Fax (0511) 4772288
e-mail: poltekkes_banjarmasin@yahoo.co.id, kepeg_poltekesbjm@yahoo.co.id
Jurusan Kesehatan Lingkungan (0511) 4781131;Keperawatan (0511) 4772517;Kebidanan (0511) 3268018;
Gizi (0511) 4368621 : Kesehatan Gigi (0511) 4772721; Analis Kesehatan (0511) 4772718

PERNYATAAN SIAP MENJALANI UJIAN PROPOSAL

Mahasiswi yang tersebut dibawah ini:

Nama : Ivana Silvani Andrea

NIM : P07120118071

Judul Proposal : “Literature Review Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Masalah Hambatan Mobilitas Fisik Dengan
Penerapan Latihan Range Of Motion”

Banjarbaru, April 2021

Pembimbing I , Pembimbing II

Agus Rachmadi, S. Pd., A. Kep., M. Si. Med Marwansyah, S. Kep, Ns., M. Kep
NIP. 196808101990031004 NIP. 197412032002121002

v
PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Ivana Silvani Andrea

NIM : P07120118071

Angkatan : 2018

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan proposal saya
yang berjudul :

“Literature Review Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Non Hemoragik


dengan Masalah Hambatan Mobilitas Fisik dengan Penerapan Latihan
Range Of Motion”

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya
akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Banjarbaru, April 2021

Ivana Silvani Andrea


NIM. P07120118071

vi
RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Ivana Silvani Andrea


Nama Panggilan : Ivana
Tempat Tanggal Lahir : Balikpapan, 15 September 2000
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Komp. PPI II Blok A No. 28, Sungai Ulin,
Banjarbaru
Nama Orang Tua
Ayah : Septuni
Ibu : Erlina Henuk
Riwayat Pendidikan :
1. TK Kartika V-36 (2004 – 2006)
2. SDN Sungai Besar 3 (2006 – 2012)
3. SMPN 6 Banjarbaru (2012 – 2015)
4. SMK Yapkesbi Banjarbaru (2015 – 2018)
5. Politeknik Kesehatan Banjarmasin Program studi DIII Jurusan Keperawatan
(2018 – Sekarang)
Organisasi/Kegiatan :
1. SD : Pramuka
2. SMP : PMR
Osis
3. SMK : Pramuka
Paskibra
4. PT : HMJ Keperawatan 2018/2019

vii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena rahmat dan kasih-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan

Proposal dengan Judul “Literatur Review Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Stroke Non Hemoragik Dengan Masalah Hambatan Mobilitas Fisik Dengan

Penerapan Latihan Range Of Motion” dapat diselesaikan dengan baik. Proposal

ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan program

studi Diploma Tiga Keperawatan pada Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Banjarmasin Jurusan Keperawatan. Dalam penulisan ini, penulis

mendapatkan beberapa kesulitan dalam kemampuan penulis dan keterbatasan

dalam memperoleh literatur, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya

penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa

2. Bapak Dr. H. Mahpolah, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Banjarmasin.

3. Bapak Agus Rachmadi, A.Kep, S.Pd, M.Si.Med selaku Ketua Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Banjarmasin.

4. Ibu Hj.Zainab, S.Si.T.,M.Kes selaku Ketua Program Studi Keperawatan

Program Diploma Tiga Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan

Banjarmasin.

5. Bapak Agus Rachmadi, A.Kep, S.Pd, M.Si.Med selaku Pembimbing dan

viii
Penguji I.

6. Bapak H. Marwansyah, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Pembimbing dan Penguji

II.

7. Bapak Ns. Hammad, M. Kep selaku Penguji III.

8. Dosen-dosen pengajar beserta staf pendidik di Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Banjarmasin.

9. Ibu dan Ayah saya serta keluarga tercinta yang telah banyak memberikan

dukungan bagi penulis.

10. Seluruh rekan mahasiswa angkatan 2018 dan semua pihak yang tidak bisa

disebutkan satu persatu oleh penulis.

Semoga seluruh bantuan dan kerja sama yang diberikan semua pihak

mendapatkan ridho dan nilai amal yang sesuai dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan proposal ini, karena itu

penulis mohon untuk diberikan saran dan kritik yang sifatnya menyempurnakan

penelitian ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penyusunan proposal ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, April 2021

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HAK CIPTA.......................................................................................................ii
PENGESAHAN SEBELUM UJIAN PROPOSAL............................................iii
PENGESAHAN PROPOSAL.............................................................................iv
PERNYATAAN SIAP MENGIKUTI UJIAN PROPOSAL..............................v
PERNYATAAN ORISINALITAS.....................................................................vi
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................vii
KATA PENGANTAR........................................................................................viii
DAFTAR ISI.......................................................................................................x
DAFTAR TABEL...............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv
DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH....................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................5
C. Tujuan Penulisan..............................................................................5
D. Manfaat Penulisan............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................7
A. Konsep Dasar Penyakit...........................................................................7
1. Pengertian....................................................................................7
2. Anatomi Fisiologi........................................................................8
3. Klasifikasi...................................................................................27
4. Etiologi........................................................................................27
5. Manifestasi Klinis.......................................................................30
6. Patofisiologi................................................................................32
7. Pathway.......................................................................................34
8. Penatalaksanaan..........................................................................35

x
9. Pemeriksaan penunjang...............................................................39
B. Konsep Masalah Hambatan Mobilitas Fisik...........................................40
1. Pengertian Mobilitas...................................................................40
2. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas.......................................41
3. Pengertian Hambatan Mobilitas Fisik.........................................41
4. Etiologi Hambatan Mobilitas Fisik.............................................43
5. Faktor Yang Berpengaruh Pada Mobilitas Fisik........................43
6. Gangguan Pemenuhan Mobilitas Fisik.......................................47
7. Penatalaksanaan Mobilitas Fisik Dengan Latihan ROM............48
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.......................................................54
1. Pengkajian Keperawatan.............................................................54
2. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul.............................64
3. Intervensi Keperawatan...............................................................66
BAB III METODE PENULISAN.......................................................................74
A. Rancangan...............................................................................................74
B. Subjek Asuhan Keperawatan..................................................................74
C. Fokus Asuhan Keperawatan....................................................................74
D. Definisi Operasional................................................................................75
E. Metode Pengumpulan Data.....................................................................76
F. Tempat dan Waktu Asuhan Keperawatan...............................................77
G. Analisis dan Penyajian Data Asuhan Keperawatan................................77
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................81
LAMPIRAN........................................................................................................84

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gerakan Range Of Motion..................................................................49


Tabel 2.2 Tingkat Kesadaran dengan menggunakan GCS..................................58
Tabel 2.3 Fungsi dan Prosedur Pemeriksaan Saraf Kranial................................60
Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan Stroke Non Hemoragik................................66
Tabel 3.1 Kata Kunci Literature Review.............................................................76
Tabel 3.2 Hasil Pencarian Literature Review......................................................78

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Otak..................................................................................8


Gambar 2.2 Anatomi Otak Besar........................................................................9
Gambar 2.3 Serebelum........................................................................................14
Gambar 2.4 Pathway Stroke Non Hemoragik.....................................................24

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kartu Konsultasi KTI Pembimbing 1............................................84


Lampiran 2 : Kartu Konsultasi KTI Pembimbing 2............................................86

xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH

Daftar Arti Lambang


& = Dan
% = Persen
> = Lebih dari
< = Kurang dari
° = derajat
Daftar Singkatan
WHO = World Health Organizatiom
Riskesdas = Riset Kesehatan Dasar
ROM = Range Of Motion
EKG = Elektrokardiogram
NGT = Nasogastric tube
GCS = Glasgow Coma Scale

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit tidak menular merupakan masalah kesehatan utama di

negara-negara berkembang. Pola hidup mempunyai peranan penting untuk

meningkatkan dan mempertahankan derajat kesehatan masyarakat. Gaya

hidup kurang sehat dapat dipengaruhi oleh meningkatnya kemakmuran dan

kemajuan teknologi yang mengakibatkan perburukan pola hidup masyarakat

sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit degeneratif yaitu

jantung, hipertensi, diabetes melitus, gagal ginjal dan stroke (Sulistiyawati,

2020).

Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh

gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak sehingga pasokan darah

ke otak terganggu dan mengakibatkan kelainan fungsional dari sistem pusat.

Secara umum stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke hemoragik dan

stroke non hemoragik. Stroke hemoragik merupakan gangguan yang

disebabkan karena adanya pendarahan intrakranial disertai dengan

menurunnya kesadaran, sedangkan stroke non hemoragik merupakan suatu

gangguan yang disebabkan oleh iskemik, trombosis, emboli, dan

penyempitan lumen (Haryanto, dkk, 2015).

1
Data World Health Organization (WHO, 2017) menyatakan bahwa

stroke merupakan penyebab kedua kematian setelah penyakit jantung iskemik

serta penyebab ketiga kecacatan setelah penyakit menular dan kanker. Sekitar

15 juta orang menderita stroke yang pertama kali setiap tahun, dengan

sepertiga dari kasus ini atau sekitar 6,6 juta mengakibatkan kematian (3,5 juta

perempuan dan 3,1 juta laki-laki). Stroke merupakan masalah besar di negara-

negara dengan penghasilan rendah daripada di negara berpenghasilan tinggi.

Lebih dari 81% kematian akibat stroke terjadi di negara-negara

berpenghasilan rendah.

Menurut data (World Stroke Organization, 2016) terdapat 13,7 juta

kasus baru stroke setiap tahun atau satu dari empat orang yang berusia >25

tahun mengalami stroke. Lebih dari 9,7 juta kasus kasus baru stroke non

hemoragik. Sekitar 60% stroke yang terjadi setiap tahun, ditemukan pada usia

<70 tahun.

Menurut Riskesdas (2018), terjadi peningkatan jumlah penderita

penyakit stroke di Indonesia dari 7% permill pada tahun 2013 menjadi 10,9%

permill pada tahun 2018. Jumlah kasus stroke non hemoragik berdasarkan

Buku Saku Kesehatan tahun 2016 mengalami peningkatan dari tahun 2015

sampai 2016 dengan 4.887 kasus lebih banyak dibandingkan dengan kasus

stroke hemoragik yang hanya 2.214 kasus.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Kalimantan Selatan (2018)

jumlah penyakit stroke di Kalimantan Selatan menempati perangkat ke 6.

Daerah yang paling tinggi terdapat di kota Banjarmasin sebanyak 805 kasus.

2
Faktor risiko penyebab stroke adalah faktor jenis kelamin dan faktor

makanan. Trigliserid yang tinggi (lemak), umur yang semakin tua dan tempat

tinggal di kota bukan lagi merupakan faktor risiko, melainkan disebabkan

oleh gaya hidup. Kemajuan teknologi dan globalisasi mendorong masyarakat

Indonesia mengalami perubahan pola hidup. Pola hidup yang awalnya sehat,

saat ini berubah menjadi pola hidup tidak sehat seperti makan makanan

instan, merokok, kurang berolahraga, minum alkohol, kerja berlebih

(Susilawati, F., 2018).

Pasien stroke non hemoragik sering mengalami masalah pada neuro-

muskuloskeletal yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan mobilitas

pasien. Kelumpuhan merupakan salah satu gejala klinis yang ditimbulkan

oleh penyakit stroke (Hermand, 2015). Sekitar 5 juta orang diseluruh dunia

yang mengalami stroke akan menderita kelumpuhan permanen (WHO, 2010).

Hambatan mobilitas fisik merupakan salah satu dampak dari Stroke

Non Hemoragik. Pasien mengalami gangguan atau kesulitan saat berjalan

karena mengalami gangguan pada kekuatan otot dan keseimbangan tubuh

(Junaidi, 2016).

Penderita stroke dapat mengalami kesulitan saat berjalan karena

gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan, dan koordinasi gerak, sehingga

kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Latihan gerak mempercepat

penyembuhan pasien stroke, karena akan mempengaruhi sensasi gerak di otak

(Irdawati, 2018), untuk meningkatkan kekuatan otot perlu dilakukan latihan

mobilisasi atau rehabilitasi, yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi

3
neurologis dan mencegah terjadinya kontraktur atau kekakuan otot dengan

teknik Range Of Motion (ROM) ( Mubarak, Lilis, Joko, 2015).

Latihan Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk

mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan

menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan

massa otot dan tonus. Latihan ROM biasanya dilakukan pada pasien

semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak

mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan

mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas

total. Latihan ini bertujuan mempertahankan atau memelihara kekuatan otot,

memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah dan mencegah

kelainan bentuk (Derison, 2016).

Berasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

lebih dalam lagi mengenai literatur review “Asuhan keperawatan pada pasien

stroke non hemoragik dengan masalah hambatan mobilitas fisik dengan

intervensi penerapan latihan ROM”.

4
B. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Non Hemoragik

berdasarkan Literatur Review Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik

dengan masalah Hambatan Mobilitas Fisik dengan penerapan latihan ROM ?

C. Tujuan Asuhan Keperawatan

Mengeksplorasi Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke

Non Hemoragik berdasarkan Literatur Review yang meliputi pengkajian,

diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

D. Manfaat Asuhan Keperawatan

1. Secara Teoritis

Hasil literatur review ini diharapkan dapat menjadi bahan

rujukan dan sumber informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan

kesehatan khususnya tentang asuhan keperawatan pada pasien stroke non

hemoragik dan menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang

keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan dasar secara komprehensif

pasien stroke non hemoragik.

2. Secara praktis

a. Bagi peneliti

Manfaat hasil literatur review ini dapat menambahkan

pengetahuan, wawasan, dan pengalaman mengenai asuhan

keperawatan pada pasien dengan stroke non hemoragik.

b. Bagi institusi pendidikan

5
Hasil literatur review ini diharapkan menjadi referensi untuk

pembelajan mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan

stroke non hemoragik.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil dari literatur review ini diharapkan dapat digunakan

sebagai referensi dan data dasar bagi peneliti selanjutnya dalam

melakukan penelitian keperawatan pada pasien stroke non

hemoragik.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadinya

gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya

kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita

kelumpuhan atau kematian (Batticaca, 2012).

Stroke adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteristik

suatu serangan yang mendadak, nonkonvulsif yang disebabkan karena

gangguan peredaran darah otak non traumatik yang terjadi ketika aliran

darah pada lokasi tertentu di otak terganggu sehingga suplay oksigen

juga terganggu (Tarwoto, 2013).

Ada dua klasifikasi umum cidera serebrovaskuler, yaitu stroke

iskemik (Non Hemoragik) dan stroke hemoragik. Stroke iskemik terjadi

akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama kebagian otak, stroke

hemoragik terjadi ketika pembuluh darah otak pecah/bocor (Corwin,

2019).

Stroke didefinisikan sebagai gangguan saraf permanen akibat

terganggunya peredaran darah ke otak yang terjadi sekitar 24 jam atau

lebih, sindrom klinis ini terjadi secara mendadak serta bersifat progresif

sehingga menimbulkan kerusakan otak secara akut dengan tanda klinis

7
yang terjadi secara fokal dan atau global (Lingga, 2013). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa Stroke adalah suatu gangguan pada peredaran darah

disebabkan aliran darah ke otak yang terganggu sehingga menimbulkan

kerusakan pada jaringan otak dan dapat menyebabkan kelumpuhan

bahkan kematian.

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Otak (Sumber: Pengantar Asuhan Pasien dengan Gangguan

Sistem Persarafan, 2008)

a. Anatomi Otak

Menurut Syaifudin (2013) otak adalah suatu alat tubuh yang

sangat penting karena adalah pusat komputer dari semua alat tubuh.

Jaringan otak dibungkus oleh selaput otak dan tulang tengkorak yang

kuat dan terletak dalam kavum kranii. Berat otak orang dewasa kira

8
kira 1400 gram, setengah padat dan berwarna kelabu kemerahan.

Bagian otak terdiri dari 3 bagian :

1) Serebrum

Gambar 2.2 Anatomi Otak Besar (Sumber: Pengantar Asuhan Pasien dengan

Gangguan Sistem Persarafan, 2008)

Serebrum atau otak besar mempunyai dua belahan yaitu

hemisfer kiri dan hemisfer kanan yang dihubungkan oleh massa

subtansia alba yang disebut korpus kollosum. Di atas fossa kranii

anterior media dan fosa kranii posterior, hemisfer dipisahkan oleh

celah yang besar disebut fisuralongitudinalis serebri. Serebrum

(telensefalon) terdiri dari korteks serebri, basal ganglia (korpora

striate), dan rheniensefalon.

a) Korteks Serebri

9
Korteks serebri adalah lapisan permukaan hemisfer

yang disusun oleh subtansia grisea. Korteks serebri berlipat

lipat, disebut firus, dan celah diantara dua lekuk disebut

sulkus (fisura).

Hemisfer otak dibagi dalam beberapa lobus atau

daerah sesuai dengan tulang cranium. Lapisan korteks terdiri

dari:

(1) Lamina Molekularis

(2) Lamina Granularis ekstena

(3) Lamina Piramidalis

(4) Lamina Granularis Interna

(5) Lamina Ganglionaris

(6) Lamina Multiformis

Bagian bagian dari korteks yaitu:

(1) Lobus frontalis

Lobus frontalis terletak didepan serebrum, bagian

belakang dibatasi oleh sulkus sentralis Rolandi. Bagian

lateral lobus frontalis terbagi dalam girus frontalis

superior, girus frontalis media, dan girus frontalis

inferior.

(2) Lobus parietalis

(3) Lobus oksipitalis

(4) Lobus temporalis

10
(5) Area broka (area bicara motoris) terletak diatas sulkus

lateralis, mengatur gerakan berbicara

(6) Area visualis terdapat pada polus posterior dan aspek

medial hemisfer serebri di daerah sulkus kalkaenus,

adalah daerah menerima visual. Gangguan dalam ingatan

untuk peristiwa yang belum lama

(7) Insula reili: bagian serebrum yang membentuk dasar

fisura silvii yang terdapat di antara lobus frontalis, lobus

parietalis, dan lobus oksipitalis.

(8) Girus singuli: bagian medial hemisfer terletak di atas

korpus kolosum

Fungsi korteks serebri:

(1) Korteks motoric primer, mengontrol gerakan volunter

otot dan tulang pada sisi tubuh kontralateral. Impulsnya

berjalan melalui akson akson dalam traktus kortikobulber

dan kortikospinal, menuju nuclei saraf saraf

serebrospinal.

(2) Korteks sensorik primer

(a) Penerima sensasi umum (area somestesia) dan

serabut saraf.

(b) Terdapat homunculus sensorik: menggambarkan

luas daerah proyeksi sensorik dari bagian bagian

tubuh di sisi tubuh kontralateral.

11
(3) Korteks visual

(a) Lesi iritatif menimbulkan halusinasi visual

(b) Lesi destruktif menimbulkan gangguan lapangan

pandang

(c) Menerima impuls dari radio optika

(4) Korteks auditorik

(a) Menerima impuls dari radiasioauditorik yang berasal

dari korpus genikulatum medialis

(b) Lesi area ini hanya menimbulkan ketulian ringan

kecuali bila lesinya bilateral

(5) Area penghidu (area reseptif olfaktorius)

(a) Kerusakan jalur olfaktorius menimbulkan anosmia

(tidak mampu menghidu)

(b) Lesi iritasi menimbulkan halusinasi olfaktorius. Pada

keadaan ini penderita dapat menghidu bau yang aneh

atau mengecap rasa yang aneh

(6) Area asosiasi

(a) Pada manusia penting untuk aktivitas mental yang

tinggi, seperti berbicara, menuliskan kata kata, dan

sebagainya

(b) Kerusakan daerah asosiasi akan mengakibatkan

gangguan dengan gejala yang sesuai dengan tempat

kerusakan.

12
b) Basal Ganglia

Basal ganglia terdiri dari beberapa kumpulan

subtansia grisea yang padat yang terbentuk dalam hubungan

yang erat dengan dasar ventrikulus lateralis. Kerusakan

ganglia basalis pada manusia menimbulkan gangguan fungsi

motorik:

(1) Hiperkinetik : Terjadinya gerakan gerakan abnormal

yang berlebihan

(2) Hipokinetik : Berkurangnya gerakan misal kekakuan

c) Rinensefalon

Rinensefalon atau sistem limbik atau lobus limbik

adalah bagian otak yang terdiri atas jaringan alo-korteks yang

melingkar sekeliling hilus hemisfer serebri serta berbagai

struktur lain yang lebih dalam yaitu amigdala, hipokampus,

dan nuclei septal.

Fungsi sistem limbik atau rinensefalon:

(1) Rinensefalon berperan dalam fungsi perilaku makan

(2) Bersama dengan hipotalamus berfungsi dalam perilaku

seksual, emosi takut, dan marah serta motivasi

(3) Perubahan tekanan darah dan pernafasan adalah bagian

dari fenomena kompleks, terutama respon emosi dan

perilaku

(4) Hiperfagia dan komnifagia

13
2) Serebelum

Gambar 2.3 Serebelum (Sumber: Pengantar Asuhan Pasien dengan

Gangguan Sistem Persarafan, 2008)

Serebelum (otak kecil) terletak dalam fosa kranial

posterior, di bawah tentorium sebelum bagian posterior dari pons

varoli dan medulla oblongata.

Serebelum berfungsi dalam mengadakan tonus otot dan

mengoordinasikan gerakan otot pada sisi tubuh yang sama. Berat

serebelum kurang lebih 150 gr (8-9%) dari berat otak seluruhnya.

Potongan melintang serebellum dibagi atas tiga bagian:

a) Arkhi serebelum. Lobus otak kecil adalah bagian kolumna

aferen somatic.

b) Paleo serebelum. Bagian terbesar dari fermis superior

hemisfer otak kecil didepan fisura prima, adalah input dari

susunan saraf vestibular dan berperan pada pengaturan tonus

otot.

14
c) Neoserebelum. Bagian utama dari otak kecil. Begian fermis

adalah suatu bangunan neokorteks serebelum, nucleus pons,

dan nucleus oliveri inferior pada medulla oblongata. Input

diperoleh dari indera penglihatan, pendengaran dan kulit.

Struktur internal serebelum terdiri dari korteks (subtansia

grisea dan subtansia alba). Di dalamnya terdapat kumpulan nuclei

pada tiap tiap hemisfer nuclei:

a) Nucleus dentatus, menerima serabut dari bagian

neoserebelum lobus posterior dan lobus anterior, mengirim

serabut ke nucleus rubra dan nucleus netrolateral thalamus.

b) Nucleus interpolaris, terdiri dari nucleus globuolus dan

nucleus emboliformis. Kedua nucleus ini menerima serabut

dari paleo serebelumdan mengirim serabut ke nucleus rubra.

c) Nucleus fastigi (fastiogial nucleus), menerima serabut dari

lobus flokulonodulus, mengirim serabut ke nucleus

vestibularis dan nucleus retikularis melalui fasikulus

unsinatus.

Serebelum adalah suatu mekanisme umpan balik yang

bertujuan untuk mengendalikan pergerakan pergerakan selagi

pergerakan sedang berlangsung. Fungsi utama mengembalikan

tonus otot diluar kesadaran, adalah suatu mekanisme saraf yang

berpengaruh dalam pengaturan dan pengendalian terhadap

perubahan ketegangan dalam otot, untuk mempertahankan

15
keseimbangan dan sikap tubuh, terjadinya kontraksi dengan

lancar dan teratur pada pergerakan dibawah pengendalian

kemauan dan mempunyai aspek keterampilan.

3) Batang Otak

Pada permukaan batang otak (trunkus serebri) terlihat

medulla oblongata, pons varoli, mesensefalon dan diensefalon.

Thalamus dan epitalamus terlihat dipermukaan posterior batang

otak, terletak diantara serabut kapsula interna. Di sepanjang tepi

dorso medial thalamus terdapat sekelompok serabut saraf berjalan

ke posterior basis epifise.

a) Diensefalon

Diensefalon adalah bagian dari batang otak yang

paling atas, di antara serebelum dan mesensefalon.

Diensefalon adalah suatu struktur dari ventrikel III terdiri dari

thalamus, nucleus subtalamus, epitalamus, dan hipotalamus.

(1) Thalamus

Thalamus adalah masa subtansia grisea yang

terdapat pada tiap hemisfer, terletak di kedua sisi

ventrikel III. Radiasiotalamus adalah suatu istilah yang

digunakan untuk traktus yang keluar dari permukaan

lateral thalamus, masuk ke kapsula interna dan berakhir

pada korteks serebri.

16
(2) Nucleus subtalamus

Nucleus subtalamus adalah suatu daerah terbatas

di sebelah ventrikel, thalamus di sebelah medial kapsul

interna, bagian ventral thalamus, bagian medial kapsula

interna, sebelah lateral hipotalamus, dan diantara

thalamus dan tegmentum mesensefalon.

Di sebelah posterior ventrikulus III terdiri dari

korpus pniel, strie medularis talami, trigonum

habenulare, dan komisura posterior.

(3) Hipotalamus

Hipotalamus mempunyai beberapa nuklei, setiap

nucleus mempunyai tugas sendiri sendiri dalam

mengatur fungsi internal tubuh. Salah satu fungsi penting

adalah mengatur keseimbangan tubuh.

Hipotalamus dianggap sebagai salah satu pusat

utama yang berkaitan dengan ekspresi emosi,

menerjemahkan emosi yang timbul di daerah korteks

melalui proses asosiasi intrakortikal, menjadi reaksi

emosional yang sesuai dengan keadaan. Hipotalamus

adalah daerah sinaps yang penting dalam jalur jalur yang

bersangkutan dengan kegiatan makan dan minum (rasa

lapar dan haus).

17
b) Mesensefalon

Mesensefalon adalah bagian otak yang terletak di

antara pons varoli dan hemisfer serebri. Bagian dorsal

mempunyai tonjolan yang disebut korpora quardrigemina dan

terdiri dari dua kolikulus superior yang berhubungan dengan

sistem penglihatan dan dua kolikulus inferior yang

berhubungan dengan pendengaran. Fungsi mesensefalon:

(1) Perangsangan daerah quadrigeminus yang menyebabkan

dilatasi pupil dan gerakan konjugasi mata ke arah yang

berlawanan dengan tempat perangsangan

(2) Lesi destruktif menimbulkan gejala yang jenisnya

bergantung pada kerusakan korpora quadrigemina,

menyebabkan paralisis gerakan mata ke atas

(3) Kerusakan nucleus rubra, substansia nigra, dan subtansia

reticular menimbulkan gerakan involunter dan rigiditas

c) Pons varoli

Dalam pons varoli aquadukus silvii semakin kebawah

semakin lebar membentuk ventrikel IV. Dinding lateral atas

pons dibentuk oleh brakium konjungtivum dan brakium

pontis yang berhubungan dengan mesensefalon dan pons

varoli dengan serebelum. Dasar dari pons varoli dibentuk

oleh traktus piramidalis, nuklei pons varoli dan serat saraf

18
pons. Bagian tengah pons terdapat pusat nervus trigeminus

(Saraf V), nuklei nervus VI, VII, dan VIII.

Serat saraf VI (N. abdusen) berjalan kearah ventral

menembus traktus piramidalis. Serat saraf VII (Nervus

fasialis) dan saraf VIII (N. koklea vestibularis) menembus

dinding lateral pons varoli disebelah dorsal, terletak ventral

dari serebelum anterior dan medulla oblongata.

Otak dibungkus oleh tiga selaput otak (meningen) dan dilindungi

oleh tulang tengkorak. Selaput otak (meningen) adalah selaput yang

membungkus otak dan sumsum tulang belakang untuk melindungi

struktur saraf yang halus membawa pembuluh darah dan cairan sekresi

serebrospinalis memperkecil benturan atau getaran pada otak dan

sumsum tulang belakang. Selaput otak (meningen) terdiri dari tiga

lapisan

1) Durameter

Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan

ikat tebal dan kuat.

2) Arakhnoidea

Selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi

cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral. Otak dan

medulla spinalis berada dalam balon yang berisi cairan itu.

19
3) Piameter

Piameter adalah selaput tipis yang terdapat pada permukaan

jaringan otak, piameter berhubungan dengan arachnoid melalui

struktur jaringan ikat yang disebut trabekhel. Tepi flak serebri

membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior

yang mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium memisahkan

serebrum dengan serebellum.

Cairan serebrospinalis disalurkan oleh fleksus koroid ke dalam

ventrikel yang ada dalam otak kemudian masuk ke dalam kanalis

sumsum tulang belakang, ke ruang subarachnoid melalui ventrikularis.

Setelah melintasi seluruh ruangan otak dan sumsum tulang belakang

kembali ke sirkulasi melalui granulasi arachnoid pada sinus sagitalis

superior.

b. Nervus Kranial

Susunan saraf yang terdapat pada bagian kepala keluar dari

otak, melewati lobang yang terdapat pada tulang tengkorak,

berhubungan erat dengan otot, indra penglihat, indra pendengar,

indra penciuman, indra pengecap, dan indra perasa. Didalam kranial

ada dua saraf kranial yang adalah serabut campuran atau gabungan

yaitu saraf motoric dan saraf sensorik. Nervus kranial adalah stasiun

penghubung untuk impuls impuls dari pusat pusat saraf dalam

susunan saraf pusat. Nervus kranial juga adalah bagian yang penting

20
dari lengkung lengkung reflex melalui batang otak. Hubungan antara

neuron sensorik dan neuron motoric terjalin melalui sel neuron.

1) Nervus olfaktorius (N.I)

Nervus olfaktorius adalah jalur sentral sel saraf

olfaktorius dalam membrane mukosa bagian atas rongga hidung

di atas konka nasalis superior. Berkas serabut saraf ini

membungkus lamina kribriformis ossis etmoidalis dan berakhir

pada bulbus olfaktorius dalam fossa kranial anterior. Sifat saraf

ini sebagai saraf penghidu (penciuman), membawa rangsangan

aroma bau bauan dari rongga hidung ke otak, dan bersifat

motoric.

2) Nervus Optikus (N. II)

Nervus optikus panjangnya lebih kurang 4 cm,

meninggalkan orbita lewatkanalis optikus bersama arteri optika

masuk ke dalam cranium. Di dalam orbita saraf ini dikelilingi

oleh dura mater, arachnoid, dan piamater yang menyertakan

perluasan kavum arachnoid. Serabut saraf mata yang keluar dari

bukit IV dan pusat dekat serabut tersebut memiliki tangkai otak

bertemu dengan tangkai hipofise membentang sebagai saraf

mata, sebagai serabut saraf yang terletak sebelah sisi saluran

optic yang datang dari sebelah kanan retina. Di dalam optic kiri

dan kanan berfungsi sebagai refleks pupil dan refleks mata,

melampaui korpus genikulatum lateral.

21
3) Nervus Okulomotorius (N. III)

Nervus okulomotorius mensarafi otot orbita kecuali M.

oblik superior dan M. rektus lateralis. Di samping itu nervus ini

mensarafi M. sfingter pupilae dan M. siliaris melalui serabut

serabut parasimpatis. Sifatnya motoris, otot penggerak bola mata

di dalam saraf terkandung serabut serabut saraf otonom

parasimpatis.

4) Nervus Troklearis (N. IV)

Nervus troklearis adalah saraf kranial yang paling halus

mensarafi M. oblik superior tengah tepat di bawah kolikus

inferior kemudian melengkung ke depan mengitari sisi lateral

pedunkulus serebri. Sifatnya motoris, mensarafi otot otot orbita.

Memutar mata yang pusatnya terletak di belakang pusat saraf,

penggerak mata dan saraf ini masuk ke dalam lekuk mata

menuju orbital miring ke atas mata.

5) Nervus Trigeminus (N. V)

Saraf kranial yang paling besar dari serabut serabut

sensoris ke kulit kepala, muka, mulut, gigi, rongga hidung, sinus

paranasalis, dan serabut otot pengunyah (M. tensor palatine dan

M. tensor timpani). Nervus trigeminus muncul dari permukaan

anterior pons varoli sebagai radiks sensoris sensoris kecil yang

terletak medial terhadap radiks sensoris. Saraf ini bersifat

22
majemuk (sensoris dan motoris) mempunyai tiga cabang

berikut:

a) Nervus Optikus bersifat sensoris, adalah devisi yang paling

kecil menembus duramater, berjalan kedepan pada dinding

lateral sinus kavernosus di bawah nervus maksilaris

okulomotorius dan nervus troklearis. Fungsi nervus optikus

mensarafi kulit kepala bagian depan, kelopak mata atas,

selaput lender kelopak mata, dan bola mata).

b) Nervus Maksilaris berfungsi mensarafi gigi atas, bibir atas,

palatum, batang hidung, dan maksilaris.

c) Nervus Mandibularis bersifat majemuk (motoric dan

sensorik), adalah bagian terbesar dari nervus trigeminus.

Serabut motoris mensarafi otot pengunyah dan serabut

sensoris mensarafi gigi bawah, kulit bawah temporalis, dan

dagu. Serabut saraf dalam rongga mulut dapat membawa

rangsangan cita rasa. Fungsi nervus mandibularis sebagai

saraf kembar tiga adalah saraf otak terbesar yang

mempunyai dua buah akar besar yang mengandung saraf

penggerak.

6) Nervus Abdusen (N. VI)

Nervus abdusen adalah saraf motoris yang mensarafi M.

rektus lateralis bola mata. Nervus ini muncul dari permukaan

anterior otak, di dalam alur antara tepi bawah pons varoli dan

23
medulla oblongata. Fungsi nervus abdusen sebagai saraf

penggoyang sisi mata karena saraf ini keluar di sebelah bawah

jembatan pontis menembus selaput otak sela tursika setelah

sampai di lekuk mata menuju ke otot lurus sisi mata.

7) Nervus Fasialis (N. VII)

Nervus fasialis memiliki satu radiks motoris dan satu

radiks sensoris yaitu N. intermedius. Radiks sensoris

mengandung serabut pengecap 2/3 dari anterior lidah, dasar

mulut, dan palatum mole yang menghantarkan serabut serabut

sekremotoris pada simpatis untuk glandula submandibularis,

sublingualis, glandula maksilaris, dan kelenjar dalam hidung

serta palatum.

Fungsi nervus fasialis sebagai mimik wajah dan

menghantarkan rasa pengecap, saraf ini keluar di sebelah

belakang beriringan dengan saraf pendengar.

8) Nervus Koklea Vestibularis (N. VIII)

Nervus koklea terdiri dari dua perangkat saraf yaitu

koklearis (saraf pendengar) dan vestibularis (keseimbangan)

a) Saraf pendengar, dalam indra pendengar ini getaran

mekanisme diubah oleh nervus akustikus dan nervus

koklearis, disalurkan keluar di daerah perbatasan pons varoli

dan medulla oblongata bagian dorsal. Rangsangan bunyi

dihantarkan melalui radiasioauditoris ke girus superior lobus

24
temporalis, sebagai pusat pendengaran pada korteks.

Gangguan pada koklearis menimbulkan ketulian perseptif.

b) Saraf Keseimbangan, kerusakan pada nervus vestibularis atau

saraf keseimbangan terjadi gangguan keseimbangan yang

tampak pada waktu seseorang berdiri atau berjalan goyang

atau sempoyongan.

9) Nervus Faringeus (N. IX)

Nervus faringeus mempunyai 4 komponen:

a) Komponen motoris, mensarafi otot yang menggerakkan

stilofaringeus atau faring ke atas

b) Komponen sensoris, mengurus perasaan palatum mole,

epligotis, dan dinding faring bagian atas

c) Komponen yang menghantarkan rasa pengecap sepertiga

lidah bagian belakang

d) Komponen parasimpatis yang merangsang sekresi kelenjar

ludah glandula parotis

10) Nervus Vagus ( N. X)

Nervus vagus terdiri dari serabut saraf motoris dan

sensoris yang mensarafi jantung dan sebagian besar traktus

respiratorius. Nervus vagus muncul dari permukaan anterior

bagian atas medulla oblongata berupa 8-10 radiks kecil

sepanjang alur antara olive dan pedunkulus serebri inferior.

Komponen nervus vagus:

25
a) Komponen motoris, mensarafi otot faring dan otot yang

menggerakkan pita suara didalam laring

b) Komponen sensoris, mengurus persarafan bagian bawah

faring

c) Komponen terbesar yaitu saraf parasimpatis, yang mensarafi

sebagian besar alat dalam tubuh (paru, jantung, ginjal,

pancreas, limpa, glandula renalis, lambung, usus, kolon

tranversum)

Fungsi nervus vagus sebagai saraf perasa karena saraf ini

keluar dari sumsum penyambung, terdapat di bawah saraf lidah.

Kerusakan nervus ini dapat menimbulkan kelumpuhan saraf

menelan atau otot faring, suara menjadi serak karena

kelumpuhan pita suara, suara sengau bila palatum mole lumpuh.

11) Nervus Aksesorius (N. XI)

Fungsi nervus aksesorius sebagai saraf tambahan, terbagi

dalam dua bagian yang berasal dari otak dan yang berasal dari

sumsum tulang belakang. Apabila saraf ini mengalami

kerusakan, gerakan kepala dan bahu tak dapat dilakukan akibat

kelumpuhan otot M. sternokleidomastoideus dan M. trapezius

12) Nervus Hipoglosus (N. XII)

Nervus hipoglosus adalah saraf motoris untuk otot lidah.

Fungsi nervus hipoglosus sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat

dalam sumsum penyambung bersatu melewati lobang yang

26
terdapat dalam sisi foramen oksipitalis. Kerusakan pada nervus

hipoglosus otot lidah pada sisi yang sama mengalami

kelumpuhan.

3. Klasifikasi

Menurut Nurarif dan Kusuma (2016) stroke non hemoragik dibagi

menjadi :

a. Stroke Trombotik

Trombosis merupakan pembentukan bekuan atau gumpalan

di arteri yang menyebabkan penyumbatan sehingga mengakibatkan

terganggunya aliran darah ke otak. Hambatan aliran darah ke otak

menyebabkan jaringan otak kekurangan oksigen atau hipoksia

kemudian menjadi iskemik dan berakhir pada infark.

b. Stroke Embolik

Embolik merupakan benda asing yang berada pada pembuluh

darah sehingga dapat menimbulkan konklusi atau penyumbatan pada

pembuluh darah otak. Sumber emboli diantaranya adalah udara,

tumor, lemak dan bakteri.

c. Hipoperfusi sistemik

Berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh karena

adanya gangguan denyut jantung.

4. Etiologi

Menurut Purwanto (2016), adapun penyebab stroke antara lain:

a. Trombosis serebral

27
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami

oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat

menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya.

b. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah

otak oleh bekuan darah, lemak dan udara yang umumnya berasal dari

trombus dijantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri

serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang

dari 10-30 detik.

c. Haemoragi

Akibat pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan

perembesan darah yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran

dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga terjadi infark

otak.

d. Hipoksia umum

Akibat hipertensi yang parah, henti jantung paru dan

penurunan cardiac output akibat aritmia.

e. Hipoksia setempat

Akibat spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub

arachnoid dan vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

28
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke :

a. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)

1) Jenis kelamin: pria lebih sering ditemukan menderita stroke

dibanding wanita.

2) Usia: makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.

3) Keturunan: adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.

b. Faktor yang dapat dirubah (Reversible).

1) Hipertensi :Hipertensi adalah nama lain dari tekanan darah tinggi.

Tekanan darah itu sendiri adalah kekuatan aliran darah dari

jantung yang mendorong melawan dinding pembuluh darah

(arteri).Tekanan darah tinggi adalah kondisi di mana tekanan

darah lebih tinggi dari 140/90 milimeter merkuri (mmHG).

2) DM : Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh

tingginya kadar gula dalam darah akibat gangguan sekresi insulin.

Diabetes mellitus di sebut juga penyakit kencing manis. (Gula

puasa 76- 100mg/dl dan Gula 2 JPP (Jam post prandial) < 180

mg/dl.

3) Merokok

4) Penyalahgunaan alcohol dan obat

5) Kolestrol tinggi : > 240 mg/dl, kolestrol adalah lemak yang

terdapat didalam aliran darah atau sel tubuh yang sebernarnya

dibutuhkan untuk pembentuk dinding sel dan sebagai bahan baku

beberapa horman.

29
6) Penyakit jantung koroner

c. Kebiasaan Hidup

1) Merokok

2) Peminum alkohol

3) Obat-obatan terlarang

4) Aktivitas yang tidak sehat: kurang olahraga, makanan

berkolesterol

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis stroke menurut Mansjoer (2014) adalah :

a. Defisit Lapang Penglihatan

1) Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang

penglihatan)

Tidak menyadari orang atau obyek ditempat kehilangan,

penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai

jarak.

2) Kesulitan penglihatan perifer Kesulitan penglihatan pada malam

hari, tidak menyadari obyek atau batas obyek.

3) Diplopia Penglihatan ganda

b. Defisit Motorik

1) Hemiparese

Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis

wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).

30
2) Ataksia

a) Berjalan tidak mantap, tegak.

b) Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.

3) Disartria

Kesulitan membentuk dalam kata.

4) Disfagia

Kesulitan dalam menelan.

c. Defisit Verbal

1) Afasia Ekspresif

Tidak mampu membentuk kata yang mampu dipahami, mungkin

mampu bicara dalam respon kata tunggal.

2) Afasia Reseptif

Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara

tetapi tidak masuk akal.

3) Afasia Global

Kombinasi baik afasia ekspresif dan afasia reseptif.

d. Defisit Kognitif

Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek

dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan

untuk berkonsentrasi, alasan abstrae buruk, perubahan penilaian.

e. Defisit Emosional

Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas

emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan

31
stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah,

perasaan isolasi.

6. Patofisiologi

Patofisologi utama stroke adalah penyakit jantung atau pembuluh

darah yang mendasarinya. Patologi utama termasuk hipertensi,

aterosklerosis yang mengarah ke penyakit arteri koroner, dislipideia,

penyakit jantung dan hiperlipemia.

Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi cepat dan mendadak pada

pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu. Jaringan otak

yang kekurangan oksigen selama lebih dari 60-90 detik akan menurun

fungsinya. Trombus atau penyumbatan seperti aterosklerosis

menyebabkan iskemia pada jaringan otak dan membuat kerusakan

jaringan neuron sekitarnya akibat proses hipoksia dan anoksia. Sumbatan

emboli yang terbentuk di daerah sirkulasi lain dalam sistem peredaran

darah yang biasa terjadi di dalam jantung atau sebagai komplikasi dari

fibrilasi atrium yang terlepas dan masuk ke sirkulasi darah otak, dapat

pula mengganggu sistem sirkulasi otak.

Kekurangan jaringan otak akibat oklusi atau tersumbatnya aliran

darah adalah suatu proses biomekular yang bersifat cepat dan progresif

pada tingkat selular, proses ini disebut dengan kaskade iskemia. Setelah

aliran darah terganggu, jaringan menjadi kekurangan oksigen dan

glukosa 8 yang menjadi sumber utama energi untuk menjalankan proses

32
potensi membran. Kekurangan energi ini membuat daerah yang

kekurangan oksigen dan gula darah tersebut menjalankan metabolisme

anaerob.

Metabolisme anaerob ini merangsang pelepasan senyawa

glutamat. Glutamat bekerja pada resptor di sel-sel saraf, menghasilkan

infulks natrium dan kalsium. Influks natrium membuat jumlah cairan

intraseluler meningkat dan pada akhirnya menyebabkan edema pada

jaringan. Influks kalsium merangsang pelepasan enzime protolisis

(protese, lipase, nuklease) yang memecah protein, lemak dan struktur sel.

Influks kalsium menyebabkan kegagalan mitokondria, suatu organel

membran yang mengatur metabolisme sel. Kegagalan-kegagalan tersebut

yang membuat sel otak mati atau nekrosis (Haryono & Utami, 2019).

33
7. Pathway Stroke Non Hemoragik

Trombosus Embolisme Hipertensi, DM, penyakit


jantung, obesitas, merokok

Adanya penyumbatan Embolus berjalan menuju


aliran darah ke otak oleh arteri serebral melalui Penimbunan lemak/ kolerterol
trombus arteri karotis yang meningkat dalam darah

Berkembang menjadi Pembuluh darah menjadi kaku


Terjadibekuan darah
aterosklerosis pada
pada arteri
dinding pembuluh darah
Pecahnya pembuluh darah
Arteri tersumbat

Berkurangnya darah ke
area thrombus

Terjadi iskemik dari infark pada jaringan

SNH

Penurunan Adanya lesi Proses Nervus kranial


kekuatan serebral metabolisme
otot di otak
terganggu N V, VII,
Terjadinya N II, III, IV, VI N VIII
Kelemahan IX, XII
fisik afeksia
Penurunan Terjadinya Terjadinya
suplai darah penurunan penurunan Terjadi
Hambatan Hambatan dan O2 ke daya daya penurunan
mobilitas komunikasi otak penglihatan pendengaran refleks
fisik verbal menelan
Ketidakefe Gangguan
Defisit ktifan Kelainan visual Gangguan
persepsi
perawatan perfusi sensori menelan
diri jaringan Kesulitan dalam pendengaran
menilai jarak Ketidaksei
dan kehilangan mbangan
penglihatan nutrisi
kurang dari
Gangguan kebutuhan
Gambar 2.4 Pathway Stroke Non Hemoragik tubuh
persepsi sensori
(Sumber: Padila, 2012) penglihatan

34
8. Penatalaksanaa

Menurut (Tarwoto, 2013) adapun penatalaksanaan pada stroke,

yaitu:

a. Penatalaksanaan Umum

Golden period adalah batas waktu bilamana pembuluh

darah tersumbat dan bagian otak tidak mendapatkan aliran

darah, maka ia akan rusak. Makin lama penyumbatannya,

makin rusaklah pembuluh darah itu. Masa Golden period

adalah 3-6 jam setelah stroke mulai menyerang. Karena pada

masa ini penderita masih sangat mungkin untuk terhindar dari

stroke, bila langsung ditangani dengan benar maka jaringan

otak masih bisa pulih.

1) Pada fase akut

a) Terapi cairan, pada fase akut stroke berisiko terjadinya

dehidrasi karena penurunan kesadaran atau mengalami

stroke berisiko terjadinya dehidrasi karena penurunan

kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini

sangat penting untuk mempertahankan sirkulasi darah

dan tekanan darah. The American Heart Association

sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama

jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera

setelah hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa

diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan

35
ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi

kebutuhan homeostasis kalium dan natrium. Setelah

fase akut stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk

memelihara homeostasis elektrolit, khususnya kalium

dan natrium.

b) Terapi Oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik

mengalami gangguan aliran darah ke otak. Sehingga

kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi

hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolisme

otak. Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen,

pengaturan ventilator merupakan tindakan yang dapat

dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah

atau oksimetri.

c) Monitor fungsi pernafasan : Analisa Gas Darah

d) Monitor jantung, tanda-tanda vital dan pemeriksaan

EKG

e) Evaluasi status cairan dan elektrolit

f) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian

antikonvulsan, dan cegah resiko injuri

g) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi

kompresi lambung dan pemberian makanan.

h) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan

antikoagulan

36
i) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat

kesadaran, keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik,

nervus kranial dan refleks

2) Fase rehabilitasi

a) Pertahankan nutrisi yang adekuat

b) Program manajemen bladder dan bowel

c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang

gerak sendi (ROM)

d) Pertahankan integritas kulit

e) Pertahankan komunikasi yang efektif

f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

g) Persiapan pasien pulang

b. Pembedahan

Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari

3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau

pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada

hidrosefalus obstruktif akut.

c. Terapi obat-obatan

1) Pemberian trombolis dengan rt-PA (recombinant tissue-

plasminogen)

2) Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada

aritmia jantung atau alfa beta, kaptopril, antagonis kalsium

pada pasien dengan hipertensi.

37
d. Penatalaksanaan Keperawatan

Adapun tindakan mandiri yang dapat dilakukan oleh

perawat ke pada pasien, diantaranya :

1) Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9

% dengan kecepatan 20ml/jam

2) Pemberian oksigen melalui nasal kanul

3) Jangan berikan apapun melalui mulut karena adanya

penurunan reflek menelan

4) Melatih rentang gerak aktif

Merupakan latihan yang dapat dilakukan secara

mandiri oleh pasien, seperti menggerakkan tangan dan kaki

secara mandiri

5) Melatih rentang gerak pasif

Merupakan latihan yang dilakukan dengan bantuan

orang lain, dalam hal ini baik keluarga maupun perawat

diharapkan selalu melakukan rentang gerak pada pasien

yang mengalami kelemahan pada tubuhnya

6) Melatih rentang gerak aktif asistif

Merupakan latihan yang dilakukan dengan bantuan

alat, seperti latihan menggenggam dengan menggunakan

bola tenis, tisu gulung, botol dan alat lainnya yang aman

digunakan untuk pasien.

38
9. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Tarwoto (2013) dan Batticaca (2012), adapun

pemeriksaan pada stroke adalah sebagai berikut:

a. Radiologi

1) CT Scan (Computerized Tomografi Scaning)

Mengetahui area infark, edema, hematoma,

struktur dan sistem ventrikel otak.

2) MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Menunjukkan daerah spesifik yang mengalami

infark, hemoragik dan malformasi arteriovena karena

mampu mendeteksi berbagai kelainan otak dan pembuluh

darah otak yang sangat kecil dan tidak mungkin dijangkau

oleh CT-Scan.

3) EEG (Elektro Encephalografi)

Mengidentifikasi masalah didasarkan pada

gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang

spesifik.

4) Angiografi Serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik

oklusi atau ruptur yang digunakan untuk mendeteksi

abnormalitas didalam pembuluh darah otak (menyempit

39
atau tersumbat, adanya aneurisma dan mengetahui tingkat

penyempitan dan penyumbatan).

5) Sinar X tengkorak

Mengetahui adanya kalsifikasi karotis interna pada

trombosis serebral.

6) EKG (Elektro Kardiogram)

Mengetahui adanya kelainan jantung yang juga

menjadi faktor penyebab.

b. Laboratorium

1) Darah rutin

2) Gula darah

3) Urine rutin

4) Cairan serebrospinal

5) Analisa Gas Darah

6) Biokimia darah

7) Elektrolit

B. Konsep Masalah Hambatan Mobilitas Fisik dengan Intervensi

Pemberian Latihan ROM

1. Pengertian Mobilitas

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak

bebas, mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehat. Kehilangan kemampuan untuk bergerak

40
menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan

keperawatan (Ambarwati, 2014).

Menurut Hidayat, (2009) Mobilisasi atau mobilitas merupakan

kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur

dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna

mempertahankan kesehatannya.

2. Faktor yang mempengaruhi mobilitas

Menurut Hidayat (2009), mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya :

a. Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan

mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku

atau kebiasaan sehari – hari.

Hal ini terjadi karena adanya perubahan gaya hidup terutama

orang muda perkotaan modern, seperti mengkonsumsi makanan siap

saji (fast food) yang mengandung kadar lemak tinggi, kebiasaan

merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga

dan stres (Junaidi, 2011).

b. Proses penyakit / cedera

Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas

karena dapat memengaruhi fungsi sistem tubuh.

41
c. Kebudayaan

Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi

kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering

berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat, sebaliknya

ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat

dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.

d. Tingkat energi

Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar

seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan

energi yang cukup.

e. Usia dan Status Perkembangan

Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia

yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan

fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.

Semakin bertambahnya usia, semakin besar pula risiko terjadinya

stroke. Hal ini terkait dengan proses degenerasi (penuaan) yang terjadi

secara alamiah. Pada orang orang-orang lanjut usia, pembuluh darah

lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang

berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh

termasuk otak (Ambarwati, 2014).

3. Pengertian Hambatan Mobilitas Fisik

Hambatan mobilitas fisik adalah keadaan dimana seseorang tidak

dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu

42
pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang,

cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan faktor yang

berhubungan dengan hambatan mobilitas (Heriana, 2014).

Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik

tubuh satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurafif &

Hardi, 2015).

4. Etiologi Hambatan Mobilitas Fisik

Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu :

a. Penurunan kendali otot

b. Penurunan kekuatan otot

c. Kekakuan sendi

d. Kontraktur

e. Gangguan muskuloskletal

f. Gangguan neuromuskular

g. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017)

5. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Mobilitas Fisik

Berbagai penyebab dari imobilitasi fisik dapat dihubungkan dengan

lingkungan internal dan eksternal (Stanley dan Beare, 2007) :

a. Faktor Internal

Faktor internal yang dapat menyebabkan imobilitas atau gangguan

aktivitas adalah:

43
1) Penurunan fungsi muskuloskeletal: Otot (adanya atrofi, distrofi,

atau cedera), tulang (adanya infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis,

atau osteomalaisa, Sendi (adanya artritis dan tumor)

2) Perubahan fungsi neurologis: misalnya adanya infeksi atau

ensefalitis, tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vaskuler seperti

stroke, penyakit demielinasi seperti sklerosis multiple, penyakit

degeneratif, terpajan produk racun, gangguan metabolik atau

gangguan nutrisi.

3) Nyeri: dengan penyebab yang multiple dan bervariasi seperti

penyakit kronis dan trauma.

4) Defisit perseptual: berkurangnya kemampuan kognitif

5) Jatuh

6) Perubahan fungsi sosial

7) Aspek psikologis

b. Faktor Eksternal

Banyak faktor eksternal yang mengubah mobilitas pada lansia.

Faktor tersebut adalah:

1) Program terapeutik: Program penanganan medis memiliki

pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan kuantitas pergerakan

pasien. Misalnya pada program pembatasan yang meliputi faktor-

faktor mekanis dan farmakologis, tirah baring, dan restrain.

a) Faktor-faktor mekanis dapat mencegah atau pergerakan tubuh

atau bagian tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal

44
(misalnya gips dan traksi) atau alat-alat (misalnya yang

dihubungkan dengan pemberian cairan intravena, pengisapan

gaster, kateter urine, dan pemberian oksigen).

b) Agens farmakologik seperti sedatif, analgesik, transquilizer,

dan anastesi yang digunakan untuk mengubah tingkat

kesadaran pasien dapat mengurangi pergerakan atau

menghilangkannya secara keseluruhan.

c) Tirah baring dapat dianjurkan atau merupakan akibat dari

penanganan penyakit cedera. Sebagai intervensi yang

dianjurkan, istirahat dapat menurunkan kebutuhan metabolik,

kebutuhan oksigen, dan beban kerja jantung. Selain itu,

istirahat dapat memberikan kesempatan pada sistem

muskuloskeletal untuk relaksasi menghilangkan nyeri,

mencegah iritasi yang berlebihan dari jaringan yang cedera,

dan meminimalkan efek gravitasi. Tirah baring dapat juga

merupakan akibat dari faktor-faktor fisiologis atau psikologis.

d) Restrain fisik dan pengamanan tempat tidur biasanya

digunakan pada lansia yang diinstitusionalisasi. Alat-alat ini

turut berperan secara langsung terhadap imobilitas dengan

membatasi pergerakan ditempat tidur dan secara tidak

langsung terhadap peningkatan resiko cedera ketika

seseorang berusaha untuk memperoleh kebebasan dan

mobilitasnya.

45
2) Karakteristik tempat tinggal: tingkat mobilitas dan pola perilaku

dari kelompok teman sebaya klien dapat mempengaruhi pola

mobilitas dan perilakunya. Dalam suatu studi tentang status

mobilitas pada penghuni panti jompo, mereka yang dapat

berjalan dianjurkan untuk menggunakan kursi roda karena

anggapan para staf untuk penghuni yang pasif.

3) karakteristik staf: Karakteristik dari staf keperawatan yang

mempengaruhi pola mobilitas adalah pengetahuan, komitmen,

dan jumlah. Pengetahuan dan pemahaman tentang konsekuensi

fisiologis dari imobilitas dan tindakan-tindakan keperawatan

untuk mencegah atau melawan pengaruh imobilitas penting

untuk mengimplementasikan perawatan untuk memaksimalkan

mobilitas. Jumlah anggota staf yang adekuat dengan suatu

komitmen untuk menolong lansia mempertahankan

kemandiriannya harus tersedia untuk mencegah komplikasi

imobilitas.

4) Sistem pemberian asuhan keperawatan: jenis sitem pemberian

asuhan keperawatan yang digunakan dalam institusi dapat

mempengaruhi status mobilitas penghuninya. Alokasi praktik

fungsional atau tugas telah menunjukkan dapat meningkatkan

ketergantungan dan komplikasi dari imobilitas.

5) Hambatan – hambatan: Hambatan fisik dan arsitektur dapat

mengganggu mobilitas. Hambatan fisik termasuk kurangnya alat

46
bantu yang tersedia untuk mobilitas, pengetahuan dalam

menggunakan alat bantu mobilitas tidak adekuat, lantai yang

licin, dan tidak adekuatnya sandaran untuk kaki. Sering kali,

rancangan arsitektur rumah sakit atau panti jompo tidak

memfasilitasi atau memotivasi klien untuk aktif dan tetap dapat

bergerak.

6) Kebijakan - kebijakan institusional: faktor lingkungan lain yang

penting untuk lansia adalah kebijakan-kebijakan dan prosedur-

prosedur institusi. Praktik pengaturan yang formal dan informal

ini mengendalikan keseimbangan antara perintah institusional

dan kebebasan individu. Semakin ketat kebijakan, semakin besar

efeknya pada mobilitas.

6. Gangguan Pemenuhan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non

Hemoragik

Gangguan pemenuhan mobilitas fisik pada stroke non

hemoragik disebabkan oleh kerusakan pada beberapa sistem saraf

pusat meregulasi gerakan volunter yang menyebabkan gangguan

kesejajaran tubuh, keseimbangan, dan mobilisasi. Iskemia akibat

stroke dapat merusak serebelum atau strip motoric pada korteks

serebral. Kerusakan pada serebelum menyebabkan masalah pada

keseimbangan dan gangguan motorik yang dihubungkan langsung

dengan jumlah kerusakan strip motorik. Misalnya seseorang dengan

hemoragi serebral sisi kanan disertai nekrosis telah merusak strip

47
motorik kanan yang menyebabkan hemiplegia sisi kiri (P. Potter,

2010).

7. Penatalaksanaan Mobilitas Fisik Dengan Latihan Range Of

Motion (ROM)

Range of motion atau ROM merupakan latihan gerakan sendi

yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot,

dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai

gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan range of

motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan

atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan

persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot

dan tonus otot (Potter & Perry, 2006).

Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan

pasien dengan bantuan perawat pada setiap-setiap gerakan. Indikasi

latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan

keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau

semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring

total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total. Latihan ROM

aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien

dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan

rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan

kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya

secara aktif . Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di

48
seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri

secara aktif (Suratun, 2008).

Gerakan Range of Motion (ROM) pada sendi di seluruh tubuh yaitu :

Tabel 2.1 Gerakan Range of Motion (ROM)

Gerakan Penjelasan Rentang

Leher
Fleksi Menggerakkan dagu menempel ke Rentang 45°
dada.
Ekstensi Mengembalikan kepala keposisi Rentang 45°
tegak.
Hyperekstensi Menekuk kepala kebelakang sejauh Rentang 40-45°
mungkin.
Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh Rentang 40-45°
mungkin kearah setiap bahu.
Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin Rentang 45°
dalam gerakan sirkuler.
Bahu
Ekstensi Mengembalikan lengan keposisi di Rentang 180°
samping tubuh.
Hiperekstensi Menggerakkan lengan kebelakang Rentang 45-60°
tubuh, siku tetap lurus.
Abduksi Menaikkan lengan posisi samping Rentang 180°
di atas kepala dengan telapak tangan
jauh dari kepala.
Adduksi Menurunkan lengan kesamping Rentang 320°
dan menyilang tubuh sejauh
mungkin
Rotasi dalam Dengan siku fleksi, memutar bahu Rentang 90°
dengan menggerakkan lengan

49
sampai ibu jari menghadap ke
dalam
dan ke belakang.
Fleksi Menaikkan lengan dari posisi di Rentang 180°
samping tubuh ke depan ke posisi di
atas kepala.

Rotasi luar Dengan siku fleksi, Rentang 90°


menggerakkan lengan sampai ibu
jari ke atas dan
samping kepala.
Sirkumduksi Menggerakkan lengan dengan Rentang 360°
lingkaran penuh.
Siku
Fleksi Menggerakkan siku sehingga Rentang 150°
lengan bahu bergerak kedepan sendi
bahu
dan tangan sejajar bahu.
Ekstensi Meluruskan siku menurunkan Rentang 150°
tangan.
Lengan Bawah
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan Rentang 70-90°
sehingga telapak tangan menghadap
keatas.
Pronasi Memutar lengan bawah sehingga Rentang 70-90°
telapak tangan menghadap ke
bawah.
Pergelangan Tangan
Fleksi Menggerakkan telapak tangan kesisi Rentang 80-90°
bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi Menggerakkan jari – jari tangan Rentang 80-90°
sehingga jari – jari, tangan, lengan

50
bawah berada dalam arah yang
sama.
Hiperkesktensi Membawa permukaan tangan dorsal Rentang 89-90°
kebelakang sejauh mungkin.
Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring Rentang 30°
ke ibu jari.
Jari – Jari Tangan
Fleksi Membuat genggaman. Rentang 90°
Ekstensi Meluruskan jari – jari tangan Rentang 90°
kebelakang sejuh mungkin.
Hiperekstensi Meregangkan jari – jari tangan Rentang 30-60°
kebelakang sejauh mungkin.
Abduksi Meregangkan jari – jari tangan yang Rentang 30°
satu dengan yang lain.

Adduksi Merapatkan kembali jari – jari Rentang 30°


tangan
Ibu Jari
Fleksi Menggerakkan ibu jari menyilang Rentang 90°
permukaan telapak tangan.
Ekstensi Menggerakkan ibu jari lurus Rentang 90°
menjauh dari tangan.
Abduksi Menjauhkan ibu jari kedepan tangan. Rentang 30°
Adduksi Menggerakkan ibu jari ke depan Rentang 30°
tangan.
Oposisi Menyentuh ibu jari ke setiap jari –
jari tangan pada tangan yang sama.
Panggul
Ekstensi Menggerakkan kembali kesamping Rentang 90-120°
tungkai yang lain.
Hiperekstensi Menggerakkan tungkai kebelakang Rentang 30-50°

51
tubuh.
Abduksi Menggerakkan tungkai kesamping Rentang 30-50°
tubuh.
Adduksi Menggerakkan tungkai kembali Rentang 30-50°
keposisi media dan melebihi jika
mungkin.
Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai kearah Rentang 90°
tungkai lain.
Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhi Rentang 90°
tungkai lain.
Sirkumduksi Menggerakkan tungkai melingkar. -

Lutut
Fleksi Merakkan tumit kearah belakang Rentang 120-130°
paha.
Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai. Rentang 120-130°

Mata Kaki
Dorsi fleksi Menggerakkan kaki sehingga jari – Rentang 20-30°
jari kaki menekuk keatas.
Plantar fleksi Menggerakkan kaki sehingga jari – Rentang 45-50°
jari kaki menekuk ke bawah.
Inversi Memutar telapak kaki kesamping Rentang 10°
dalam.
Eversi Memutar telapak kaki kesamping Rentang 10°
luar
Jari – Jari Kaki
Fleksi Menekukkan jari- jari ke bawah. Rentang 30-60°
Ekstensi Meluruskan jari – jari kaki. Rentang 30-60°
Sumber : Potter & Perry, Fundamental Keperawatan, 2006

52
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Tarwoto (2013), adapun pengkajian yang terkait

dengan stroke, yaitu:

a. Identitas Klien

Nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,

tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Keluhan yang didapatkan adalah gangguan motorik

kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak

dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang dan

gangguan kesadaran.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan

awal yang disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal

sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit

jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang

lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,

obat-obat adiktif dan kegemukan.

53
e. Riwayat Penyakit Keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi

ataupun diabetes mellitus.

f. Riwayat Psikososial

Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya

untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan

keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi

stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.

g. Aktivitas/istirahat

Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena

kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa

mudah lelah, susah beristirahat (nyeri), gangguan tonus otot,

gangguan penglihatan, dan gangguan tingkat kesadaran.

h. Sirkulasi

Adanya penyakit jantung, hipotensi arterial berhubungan

dengan embolisme/malformasi vaskuler, frekuensi nadi dapat

bervariasi karena ketidakefektifan fungsi/keadaan jantung.

i. Integritas ego

Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa, emosi labil dan

kesulitan untuk mengekspresikan diri.

j. Eliminasi

Perubahan pola berkemih seperti : inkontinensia urin dan

anuria, distensi abdomen, bising usus (-).

54
k. Makanan/cairan

Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase

akut/peningkatan TIK, kehilangan sensasi (rasa kecap pada lidah

dan pipi), Disfagia, riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah

dan kesulitan menelan.

l. Neurosensori

Adanya sinkope/pusing, sakit kepala berat, kelemahan,

kesemutan, kebas pada sisi yang terkena seperti mati/lumpuh,

penglihatan menurun, hilangnya rangsangan sensoris, gangguan

rasa pengecapan dan penciuman, penurunan status mental/tingkat

kesadaran, paralisis kontralateral, tidak dapat menggenggam,

refleks tendon melemah secara kontralateral, afasia motorik

(kesulitan mengucapkan kata), afasia sensorik (kesulitan

memahami kat-kata bermakna).

m. Nyeri

Sakit kepala dengan intensitas berbeda, tingkah laku yang

tidak stabil dan gelisah.

n. Pernafasan

Ketidakmampuan menelan, batuk/hambatan jalan nafas,

pernafasan sulit, tidak teratur, suara nafas terdengar ronkhi.

55
o. Keamanan

Masalah penglihatan, tidak mampu mengenali objek, warna

dan wajah yang pernah dikenali, tidak mandiri, gangguan dalam

memutuskan, perhatian terhadap keamanan sedikit.

p. Interaksi sosial

Masalah bicara dan tidak mampu berkomunikasi.

q. Pemeriksaan Fisik

Menurut Agritubella (2013) adapun fokus pengkajian pada

stroke yaitu pada pemeriksaan sistem persarafan dengan

pemeriksaan fisik sebagai berikut:

1) Pemeriksaan status mental

Langkah-langkahnya:

a) Atur posisi klien

b) Observasi kebersihan klien, cara berpakaian, postur tubuh,

bahasa tubuh, cara berjalan, expresi wajah, kemampuan

berbicara, dan kemampuan mengikuti petunjuk

c) Kemampuan berbicara klien meliputi: kecepatan,

kemampuan, mengucapkan kata-kata yang keras, lembut,

jelas dan benar

d) Kaji pula kemampuan pemilihan kata-kata, kemampuan

dan kemudahan merespon pertanyaan

2) Pemeriksaan tingkat kesadaran

56
Untuk mengetahui tingkat kesadaran secara kuantitatif

dapat digunakan Glasgow Coma Scale (GCS) dengan

memperhatikan respon membuka mata, respon verbal dan

respon motorik.

Tabel 2.2 Tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS

Tindakan Respon Skore


Respon membuka mata Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan nyeri 2
Tidak berespon 1
Respon bicara Berorientasi 5
Bingung 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dimengerti 2
Tidak berespon 1
Respon motorik Dengan perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang 4
nyeri
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak berespon 1

57
Untuk tingkat kesadaran secara kualitatif, diantaranya :

a) Composmentis

Yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya

maupun terhadap lingkungannya, klien dapat menjawab

pertanyaan pemeriksa dengan baik.

b) Apatis

Kesadaran dimana klien tampak segan dan acuh

tak acuh terhadap lingkungannya.

c) Delirium

Yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan dan

siklus tidur bangun yang terganggu. Klien tampak gaduh

gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.

d) Somnolen

Yaitu kesadaran megantuk yang masih dapat pulih

bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti klien akan

tertidur.

e) Sopor

Keadaan mengantuk yang dalam, klien masih dapat

dibangunkan dengan rangsangan yang kuat, misalnya

rangsangan nyeri, tetapi klien tidak terbangun dengan

sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal

yang baik.

58
f) Semi koma

Yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan

respon terhadap rangsang verbal dan tidak dapat

dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil)

masih baik. Respon terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.

g) Koma

Yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam,

tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respon terhadap

rangsang nyeri.

GCS 15-14 = Composmentis

GCS 13-12 = Apatis

GCS 11-10 = Delirium

GCS 9-7 = Samnolen

GCS 6-5 = Sopor

GCS 4 = Semi Koma

GCS 3 = Koma

3) Pemeriksaan nervus kranial

Tabel 2.3 Fungsi dan prosedur pemeriksaan saraf kranial

Saraf Kranial Fungsi Prosedur


Olfaktorius (I) Penciuman, Kemampuan
Penghidu mengidentifikasi bau
yang umum, satu
hidung di tutup, mata
pasien ditutup
Optikus (II) Tajam Tes tajam

59
penglihatan dan penglihatan dengan
lapang pandang snellen test,
opthalmascope,
lapang pandang
dengan tes
konfrontasi
Okulomotoris Keadaan pupil, Inspeksi kelopak
(III), Toklearis pergerakan bola mata, inspeksi pupil
(IV) mata dan dengan senter,
kelopak mata gerakan bola mata
Trigeminus (V) Sensasi wajah, Goreskan dengan
kornea, rasa kapas, pada bagian
pada lidah dahi, pipi, dan dagu.
bagian Refleks kornea,
belakang, Palpasi otot wajah
kekuatan pada saat
otot maseter mengatupkan gigi
Fasialis (VII) Sensasi wajah, Lihat kesimetrisan
kornea, rasa wajah, anjurkan
pada lidah pasien untuk
bagian belakang, memejamkan mata
kekuatan otot tes kekuatan kelopak
maseter mata, pasien bersiul,
tersenyum,
mengernyitkan dahi.
Mengidentifikasi
rasa manis dan asin
pada lidah
Akustikus (VIII) Pendengaran Tes berbisik, tes
dan rinne, webber
keseimbangan
Glosofaringeus Kemampuan Tes gag refleks dan

60
(IX) menelan, kemapuan menelan
pergerakan
lidah dan
gag reflek
Vagus (X) Sensasi faring, Inspeksi palatum dan
laring dan uvula semetris atau
kemampuan tidak, observasi
menelan kemampuan menelan
Asesoris ( XI) Pergerakan Tes kekuatan otot
kepala, otot trapezius (otot bahu)
leher dan bahu dan tes kekuatan
otot
sternokledomastoid
(gerakan leher)
Hipoglosus (XII) Kekuatan lidah Inspeksi lidah
apakah simetris,
tremor atau atropi.
Inspeksi pergerakan
lidah dan kekuatan
lidah

4) Pemeriksaan fungsi sensorik

Gejala parethesia (keluhan sensorik) oleh klien

digambarkan sebagai perasaan geli (tingling), mati rasa

(numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin

(coldness) atau perasaan abnormal lainnya. Bahan yang

dipakai untuk pemeriksaan sensorik, meliputi :

61
a) Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel

atau jarum pada perlengkapan refleks hammer) untuk

rasanya nyeri superfisial

b) Kapas untuk rasa raba

c) Botol berisi air hangat/panas dan air dingin untuk rasa

suhu

d) Garpu tala untuk rasa getar

e) Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol) untuk

mengidentifikasi objek dan menyebutkan objek apa

(stereognosis)

f) Pena/pensil untuk mengenal angka atau huruf dengan

menggoreskan pada anggota tubuh (graphestesia)

5) Pemeriksaan fungsi motorik

a) Massa otot : hypertropi, normal dan atropi

b) Tonus otot (tegangan otot) : Hipotonia yaitu tidak terdapat

tahanan/regangan, normalnya terdapat sedikit tahanan

dengan cara gerakkan sendi-sendi secara pasif. Hipertonia

yaitu terdapat tahanan yang lebih besar

c) Kekuatan otot : aturlah posisi klien agar tercapai fungsi

optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan tenaga

yang ditemukan oleh si pemeriksa. Otot yang diuji

biasanya dapat dilihat dan diraba.

Tentukan dengan skala Lovett's :

62
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali

1 = Gerakan kontraksi

2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau

melawan tahanan atau gravitasi

3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi

4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh

5 = Kekuatan kontraksi yang penuh

6) Pemeriksaan refleks

Dilakukan dengan menggunakan refleks hammer.

Skala nya :

0 = Tidak ada respon

1 = hypoactive/kelemahan (+)

2 = normal (++)

3 = lebih cepat dari rata-rata (+++)

4 = hyperaktif(++++)

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

Menurut NANDA (2015) diagnosa keperawatan yang terkait

dengan Stroke, diantaranya:

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan

dengan aterosklerosis aortik, embolisme dan perdarahan

intraserebri

63
b. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan

sistem saraf pusat, penurunan sirkulasi ke otak

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

neuromuskular

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan

neuromuskular

e. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan

ketajaman sensori, penghidu, penglihatan dan pengecapan

f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake nutrisi berkurang

g. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan

64
3. Intervensi Keperawatan

Menurut Buchelek (2016) adapun intervensi stroke non

hemoragik, diantaranya:

Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan Stroke Non Hemoragik

Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Monitor Tekanan
perfusi jaringan keperawatan selama.......24 Intrakranial
serebral jam diharapkan suplai darah - Kaji tingkat kesadaran
berhubungan ke otak menjadi lancar dengan GCS
dengan dengan kriteria hasil: - Monitor TTV
aterosklerosis 1. Mendemonstrasikan - Catat respon pasien
aortik, status sirkulasi yang terhadap stimuli
embolisme, dan ditandai dengan : - Monitor adanya keluhan
perdarahan - Tekanan systole dan nyeri kepala, mual,
intraserebri diastole dalam muntah karena tekanan
rentang yang intrakranial
diharapkan - Pencegahan valsava
- Tidak ada tanda manuever dengan
tanda peningkatan pemberian:
tekanan intrakranial bronkodilator, oksigen
(tidak lebih dari 15 dan pencahar
mmHg) - Monitor intake dan
2. Mendemonstrasikan output cairan
kemampuan kognitif - Posisikan pasien pada
yang ditandai dengan: posisi semifowler 30-45º
- Berkomunikasi dengan posisi leher tidak
dengan jelas dan menekuk/fleksi
sesuai dengan - Monitor adanya daerah
kemampuan tertentu yang hanya peka

65
- menunjukkan terhadap panas/dingin/
perhatian, tajam/tumpul
konsentrasi dan - Monitor adanya parese
orientasi - Instruksikan keluarga
- memproses untuk mengobservasi
informasi kulit jika ada lesi atau
- membuat keputusan laserasi
dengan benar - Batasi gerakan pada
3. Menunjukkan fungsi kepala, leher dan
sensori motorik cranial punggung
yang utuh : tingkat - Kolaborasi pemberian
kesadaran membaik, analgetik
tidak ada gerakan - Kolaborasi pemberian
gerakan involunter furosemide, manitol,
bronkodilator
2. Hambatan Setelah dilakukan tindakan Communication
komunikasi keperawatan selama.......24 Enhancemen : Speech
verbal jam diharapkan klien Defisit
berhubungan mampu berkomunikasi - Observasi kemampuan
dengan gangguan dengan kriteria hasil: klien berkomunikasi,
sistem saraf - Dapat mengekspresikan memahami orang lain
pusat, penurunan perasaannya secara - Arahkan klien untuk
sirkulasi ke otak verbal dan non verbal berkomunikasi secara
- Dapat mengerti dan perlahan-lahan dan tidak
menjawab pertanyaan terburu-buru.
yang diajukan perawat - Gunakan kata-kata
- Mampu menggunakan sederhana dan pendek
metode komunikasi yang secara bertahap dan
efektif baik verbal dengan bahasa tubuh
maupun non verbal - Dengarkan setiap ucapan
klien dengan penuh

66
perhatian
- Libatkan keluarga untuk
membantu memahami
informasi dari dan ke klien
- Dorong klien untuk
mengulang kata-kata
- Berikan arahan/perintah
yang sederhana setiap
interaksi dengan klien
3. Hambatan Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy :
mobilitas fisik keperawatan selama.......24 ambulation
berhubungan jam diharapkan klien dapat - Kaji kemampuan motorik
dengan melakukan pergerakan fisik - Kaji kemampuan klien
kerusakan dengan kriteria hasil: dalam mobilisasi
neuromuskuler - Meningkat dalam - Ajarkan klien untuk
aktivitas fisik latihan rentang gerak aktif
- Mengerti tujuan dari pada sisi ekstremitas yang
peningkatan mobilitas sehat
- Memverbalisasikan - Ajarkan klien untuk
perasaan dalam latihan gerak (ROM) pasif
meningkatkan kekuatan pada bagian yang
dan kemampuan parese/plegi dalam
berpindah rentang toleransi nyeri
- Klien berpartisipasi - Topang ekstremitas
dalam program latihan dengan bantal untuk
- Klien mampu mencegah atau
menggunakan sisi tubuh mengurangi bengkak
yang tidak sakit untuk - Ajarkan ambulasi sesuai
kompensasi hilangnya tahapan dan kemampuan
fungsi pada sisi yang klien
parese/plegi - Monitoring vital sign

67
sebelum/sesudah latihan
dan lihat respon pasien
saat latihan
- Libatkan keluarga untuk
membantu klien latihan
sendi
- Anjurkan keluarga
dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
- Motivasi klien untuk
melakukan latihan
4. Defisit Setelah dilakukan tindakan Self Care Assistance : ADLs
perawatan diri keperawatan selama.......24 - Kaji kemampuan klien
berhubungan jam diharapkan kebutuhan untuk perawatan diri yang
dengan mandiri klien terpenuhi mandiri.
kerusakan dengan kriteria hasil: - Kaji kebutuhan klien
neuromukular - Klien dapat makan, untuk alat-alat bantu
mandi, memakai pakaian untuk kebersihan diri,
dan toileting dengan mandi, berpakaian, makan
bantuan orang dan toileting
lain/mandiri - Sediakan bantuan sampai
- Menyatakan klien mampu untuk
kenyamanan terhadap melakukan perawatan
kemampuan untuk mandiri
melakukan ADLs - Motivasi klien untuk
- Dapat melakukan ADLs melakukan aktivitas
dengan bantuan sehari-hari yang normal
sesuai kemampuannya
- Motivasi klien/keluarga

68
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika klien tidak
mampu melakukannya
- Libatkan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan
perawatan klien
- Berikan aktivitas rutin
sehari-hari sesuai
kemampuan
- Pertimbangkan usia klien
jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan - Evaluasi terhadap adanya
persepsi sensori keperawatan selama.......24 gangguan penglihatan.
berhubungan jam diharapkan tidak terjadi - Catat adanya penurunan
dengan gangguan persepsi sensori lapang pandang,
perubahan dengan kriteria hasil: perubahan ketajaman
ketajaman - Mempertahankan tingkat persepsi, adanya diplobia
sensori, kesadaran dan fungsi - Dekati pasien dari daerah
penghidu, sensori penglihatan yang normal,
penglihatan dan - Mendemonstrasikan biarkan lampu menyala,
pengecapan tingkah laku untuk letakkan benda dalam
mengkompensasi jangkauan lapang
kekurangan penglihatan yang normal
- Ciptakan lingkungan yang
sederhana pindahkan
perabot yang
membahayakan

69
- Berikan stimulus terhadap
rasa atau sentuhan
- Lindungi pasien dari suhu
yang berlebihan, anjurkan
pasien untuk mengamati
kakinya bila perlu dan
menyadari posisi bagian
tubuh tertentu
- Observasi respon perilaku
pasien seperti rasa
permusuhan, menangis,
efek tidak sesuai, agitasi
- Hilangkan kebisingan atau
stimulasi eksternal yang
berlebihan sesuai
kebutuhan
- Bicara dengan tenang,
perlahan dengan
menggunakan kalimat
yang pendek, pertahankan
kontak mata
6. Ketidakseimban Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management
gan nutrisi keperawatan selama......24 - Kaji adanya alergi
kurang dari jam diharapkan kebutuhan makanan
kebutuhan tubuh nutrisi klien terpenuhi - Kaji kemampuan
berhubungan dengan kriteria hasil: mengunyah dan menelan
dengan intake - Menunjukkan klien
nutrisi berkurang peningkatan fungsi - Kolaborasi dengan ahli
pengecapan dan menelan gizi untuk menentukan
- Adanya peningkatan jumlah kalori dan nutrisi
dalam intake nutrisi yang dibutuhkan klien

70
- Adanya peningkatan - Berikan makanan yang
berat badan sesuai terpilih (sudah
dengan tujuan dikonsultasikan dengan
- Tidak terjadi penurunan ahli gizi)
berat badan yang berarti - Berikan informasi tentang
- Mampu mengidentifikasi makanan yang boleh dan
kebutuhan nutrisi sesuai tidak boleh dikonsumsi
kebutuhan - Monitor adanya mual
muntah
7. Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan Environment Management
berhubungan keperawatan selama 24 jam (Manajemen Lingkungan)
dengan hipoksia diharapkan tidak terjadi - Sediakan lingkungan yang
jaringan trauma pada klien dengan aman untuk pasien
kriteria hasil: - Identifikasi kebutuhan
- Klien terbebas dari cedera keamanan klien sesuai
- Klienmampu menjelaskan dengan kondisi fisik dan
cara atau metode untuk fungsi kognitif klien
mencegah injuri atau - Berikan informasi
cedera mengenai cara mencegah
- Klienmampu cedera
memodifikasi gaya hidup - Pasang side rail tempat
untuk mencegah injuri tidur
- Klienmampu - Sediakan tempat tidur
menggunakan fasilitas yang nyaman dan bersih
kesehatan yang ada - Berikan penerangan yang
cukup
- Anjurkan keluarga untuk
menemani klien
- Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan

71
72
BAB III

METODE PENULISAN

A. Rancangan

Rancangan pada Karya Tulis Ilmiah ini dalam bentuk Laporan

Asuhan Keperawatan menggunakan pendekatan proses keperawatan

berdasarkan hasil Literature Review terhadap Asuhan keperawatan pada

pasien dengan stroke non hemoragik dengan masalah hambatan mobilitas

fisik dengan intervensi penerapan latihan ROM.

B. Subjek Asuhan Keperawatan

Subjek dalam laporan asuhan keperawatan ini adalah Asuhan

Keperawatan pada pasien dengan Stroke Non Hemoragik dengan kriteria

sebagai berikut:

1. Jenis kelamin Laki-laki

2. Usia 50 - 65 tahun

3. Jumlah subjek dalam Literature Review sebanyak 2 pasien

C. Fokus Asuhan Keperawatan

Fokus laporan asuhan keperawatan ini adalah Asuhan Keperawatan

pasien dengan Stroke Non Hemoragik dengan masalah hambatan mobilitas

fisik dengan intervensi penerapan latihan ROM yang meliputi tahap

pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi

berdasarkan Literature Review.

73
D. Definisi Operasional

Asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke Non Hemoragik

dengan masalah hambatan mobilitas fisik dengan intervensi penerapan

latihan ROM merupakan kegiatan dimana perawat melakukan sebuah

tahapan dari pengkajian, perumusan diagnosa, intervensi, implementasi

hingga evaluasi terhadap implementasi yang telah dilakukan kepada

pasien. Untuk mempermudah dalam memahami proses pembuatan

Laporan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Stroke Non Hemoragik

dengan masalah hambatan mobilitas fisik dengan intervensi penerapan

latihan ROM, maka penulis membuat penjelasan sebagai berikut:

1. Asuhan keperawatan merupakan suatu bentuk kegiatan yang

dilakukan oleh perawat dalam pemberian perawatan yang secara

menyeluruh dan berkesinambungan yang dimulai dari pengkajian

data, menentukan diagnosa, merencanakan tindakan atau intervensi,

mengimplementasikan tindakan sesuai intervensi yang telah

ditetapkan, dan mengevaluasi tujuan yang telah ditentukan.

2. Stroke non hemoragik merupakan tersumbatnya pembuluh darah yang

menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.

3. Hambatan mobilitas fisik merupakan suatu kondisi dimana terjadinya

keterbatasan dalam gerakan fisik secara mandiri yang ditandai dengan

sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang

gerak (ROM) menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan

pergerakkan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak

74
terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah yang disebabkan oleh

penyakit stroke non hemoragik.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Instrumen yang digunakan dalam Asuhan Keperawatan

Instrumen yang digunakan dalam Laporan Asuhan Keperawatan

ini adalah 2 (dua) Laporan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan

Stroke Non Hemoragik dengan masalah hambatan mobilitas fisik

dengan intervensi penerapan latihan ROM dari orang lain yang

kemudian di eksplor.

2. Cara Pengumpulan data

a. Pencarian 2 (dua) Laporan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan

Stroke Non Hemoragik dari orang lain melalui google scholar.

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan boolean

operator (AND, OR, NOT or AND NOT) yang digunakan untuk

memperluas atau menspesifikkan pencarian sehingga memudahkan

dalam penentuan artikel atau jurnal yang akan digunakan. Berikut ini

kata kunci dalam literature review ini disesuaikan dengan Medical

Subject Heading (MeSH) yang terdiri dari:

Tabel 3.1 Kata Kunci Literature Review

Asuhan Stroke Non Hambatan Latihan ROM


Keperawatan Hemoragik Mobilitas Fisik
OR OR OR OR
Nursing Care Non Physical Range Of
Hemorragic Mobility Barries Motion
Stroke Exercises

75
b. Studi literature

Studi literature dengan mempelajari dan mengumpulkan referensi

yang berhubungan dengan Stroke Non Hemoragik dan Asuhan

Keperawatan pada pasien dengan Stroke Non Hemoragik dengan

masalah hambatan mobilitas fisik dengan intervensi penerapan

latihan ROM.

F. Tempat dan Waktu Asuhan Keperawatan

Pencarian Literature review Asuhan Keperawatan dengan Stroke

Non Hemoragik dilakukan pada bulan September s.d Desember 2020 dan

untuk mengeksplor 2 (dua) Laporan Asuhan Keperawatan dengan Stroke

Non Hemoragik pada bulan Januari s.d Maret 2021.

G. Analisis dan Penyajian Data Asuhan Keperawatan

Analisis bisa dilakukan secara kronologis, konseptual atau narasi

dengan membandingkan data dari 2 (dua) Laporan Asuhan Keperawatan

dengan Stroke Non Hemoragik dengan masalah hambatan mobilitas fisik

dengan intervensi penerapan latihan ROM yang didapat kemudian juga

dari teori yang ada sebagai bahan rekomendasi dalam asuhan keperawatan

yang telah dilakukan. Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

76
Tabel 3.2 Hasil Pencarian Literature Review

Diagnosa
No. Judul Tujuan Intervensi Implementasi Outcome Waktu
kep
1. Asuhan Hambatan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan 1. Pasien diajarkan untuk Hasil yang Penelitian
keperawatan mobilitas keperawatan selama 3 x 24 motorik melakukan latihan diperoleh dilakukan
pada tn. A fisik jam diharapkan pasien dapat 2. Kaji kemampuan ROM aktif dan pasif terdapat pada
dengan melakukan pergerakan fisik pasien dalam 2. Pasien diajarkan untuk peningkatan tanggal 25 -
Stroke Non dengan kriteria hasil: mobilisasi merubah posisi nilai kekuatan 28 Maret
Hemoragik di 1. Meningkat dalam 3. Ajarkan pasien untuk otot dan 2020
Ruang Krisan aktivitas fisik latihan rentang gerak masalah diRuang
Rsud Arifin 2. Mengerti tujuan dari aktif pada sisi teratasi Krisan
Achmad peningkatan mobilitas ekstremitas yang sehat sebagian RSUD
Provinsi Riau 3. Memverbalisasikan 4. Ajarkan pasien untuk Arifin
- Anita Sri perasaan dalam latihan gerak (ROM) Achmad
Astuti (2020) meningkatkan kekuatan pasif pada bagian yang Pekanbaru
dan kemampuan parese/plegi dalam
berpindah rentang toleransi nyeri
4. Pasien berpartisipasi 5. Topang ekstremitas
dalam program latihan dengan bantal untuk
5. Pasien mampu mencegah atau
menggunakan sisi tubuh mengurangi bengkak
yang tidak sakit untuk 6. Ajarkan pasien untuk
kompensasi hilangnya merubah posisi miring
fungsi pada sisi yang kanan dan kiri
parese/plegi 7. Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
latihan sendi

77
8. Anjurkan keluarga
dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
9. Motivasi pasien untuk
melakukan latihan
2. Asuhan Hambatan Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan latihan ROM 1. Mengukur tanda - tanda Hasil yang Penelitian
keperawatan mobilitas keperawatan selama 3 x 24 untuk sendi jika tidak vital diperoleh dilakukan
komprehensif fisik jam diharapkan pasien akan merupakan 2. Mengkaji kekuatan otot terdapat pada
pada tn. S.R mempertahankan tingkat 3. Melatih rom pasif kemampuan tanggal 26 -
kontraindikasi, minimal
dengan mobilitas selama dalam 4. Mengajarkan keluarga melakukan 29 Mei
Stroke Non perawatan dengan kriteria 1 kali setiap pergantian tentang latihan rom ambulasi 2019 di
Hemoragik di hasil: tugas jaga. 5. Membantu ambulasi miring kiri dan Ruang
Ruang 1. Pasien mempertahankan 2. Miringkan dan atur pasien miring kiri dan kanan, masalah Kelimutu
Kelimutu kekuatan otot dan ROM posisi pasien setiap 2 miring kanan teratasi RSUD.
RSUD. Prof. sendi jam pada saat pasien di 6. Menganjurkan klien sebagian. Prof. Dr. W.
Dr. W. Z. 2. Pasien tidak tempat tidur. Tentukan untuk membantu Z. Johannes
Johannes memperlihatkan adanya pergerakan dan latihan Kupang
jadwal memiringkan
Kupang - komplikasi dengan menggunakan
Novriyanti 3. Pasien mencapai tingkat badan untuk pasien ekstremitas yang kuat
Mariam Tellu mobilitas tertinggi yang kebergantungan; untuk menyokong yang
(2019) Pasien dan keluarga posisikan pasa sisi lemah
melakukan program tempat tidur dan pantau
mobilitas frekunsi kemiringan
badan tekanan.
3. Tempatkan sendi pada

78
posisi fungsional,
gunakan gulungan
trokanter sepanjang
paha, letakan bantal
kecil dibawa kepala
dan sebagainya.
4. Identifikasi tingkat
fungsional dengan
menggunakan skala
mobilitas fungsional.
5. Beri dorongan
mobilitas mandiri
dengan membantu
pasien menggunakan
palang/ penghalang sisi
tempat tidur dan
melakukan aktivitas
perawatan mandiri.

79
DAFTAR PUSTAKA

Agusrianto, A., & Rantesigi, N. 2020. Penerapan Latihan Range of Motion


(ROM) Pasif terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas pada
Pasien dengan Kasus Stroke. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2(2), 61-66.
Ambawarti, Respati Fitri. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta:
Dua Satria Offset
Anita Sri Astuti, P. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Stroke Non
Hemoragik Di Ruang Krisan RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Riau).
Batticaca, F. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Derison Marsinova Bakara, Surani Warsito. 2016. Latihan Range Of Motion
(ROM) Terhadap Rentang Sendi Pasien Pasca Stoke. Idea Nursing
Journal, 7(2): 12-18.
Haryono, R dan Utami, MPS. 2019. Keperawatan Medikal Medah 2. Yogyakarta :
Pustaka Baru Press
Heriana, Pelapina. 2014. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang
Selatan: Bina Rupa Aksara Publisher
Hermand, T. H. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi, 2015.2017.
Jakarta : EGC
Hidayat A. Azis Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi
Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Indriyani, D. 2019. Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik Melalui Terapi ROM
Pada Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Non Hemoragik. DIII
Keperawatan.
Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai ancamannya. Yogyakarta : CV. Andi Offset
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar Indonesia (Riskesdas).
Lingga, L. 2013. All About Stroke Hidup sebelum dan pasca stroke. Jakarta : PT.
Elex Media Komputerindo
Mubarak, W. I., Lilis I., Joko s.,. 2015. Penuntun Praktik Laboratorium KMB III
B. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

80
Nurarfif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: 2015
Nurarif, A.H. dan Kusuma H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan
penerapan diagnosa Nanda, NIC, NOCdalam berbagai kasus Edisi Revisi
Jilid 2. Jogjakarta : Mediaction
Nurshiyam, M. A., & Basri, M. 2020. Asuhan Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di RSKD
Dadi Makassar. Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan
Makassar, 11(01).
Padila. 2012. Buku ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika
Portal Data Kalimantan Selatan. 2018. Data Jumlah Kasus Penyakit Stroke.
Banjarmasin Kalimantan Selatan
Potter, P. A., & Perry, A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4 Vol 2. Jakarta: EGC.
Prastiwi, F. A. 2019. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Stroke Non
Hemoragik Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aktivitas Dan
Latihan (Doctoral dissertation, STIKes Kusuma Husada Surakarta).
Purwanto, H. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan
Medikal Bedah II. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Riskedas. 2018. Prevalensi Stroke Menurut Diagnosa Dokter. Kementrian RI
Siswanto, S., & Susanti, E. T. 2018. Tindakan Keperawatan Melatih Teknik
Range Of Motion Pasif Untuk Menurunkan Hambatan Mobilitas Fisik
Pada Ny. s Dengan Stroke Non-Hemoragik. Jurnal Keperawatan Karya
Bhakti, 4(2), 39-44.
Sulistiyawati, S. 2020. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Stroke Non Hemoragik Yang Di Rawat Di Rumah Sakit.
Suratun. 2008. Klien Gangguan Sistem Moskuloskeletal. Seri Asuhan
Keperawatan; Editor Monika Ester. Jakarta: EGC.
Susilawati, F., & Nurhayati. 2018. Faktor Risiko Kejadian Stroke di Rumah Sakit.
Repository UNAIR
Syaifuddin, H. 2013. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keperawatan & Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : CV. Sagung Seto

81
Tellu, n. M., & prodi, d. I. K. 2019. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan
Komprehensif Pada Tn. SR Dengan Stroke Non Hemoragik.
Wanto, H. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan Medikal
Bedah II. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
World Health Organization. 2017. Stroke, Cerebrovascular accident.
<http://www.emro.who.int/healthtopics/strokecerebrovascularaccident/ind
ex.html.

World Stroke Organization. 2016. Global Stroke Fact Sheet.


www.worldstroke.org

82
Lampiran 1 : Lembar Konsultasi

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
Jalan Haji Mistar Cokrokusumo No. 1 A Banjarbaru 70714
Telp. (0511) 4773267 – 4780516 – 4781619 Fax. (0511) 4772288
e-mail : poltekkes_banjarmasin@yahoo.co.id, kepeg_poltekkesbjm@yahoo.co.id
Jurusan Kesehatan Lingkungan (0511) 4781131 ; Keperawatan (0511) 4772517 ; Kebidanan (0511) 4772517 ;
Gizi (0511) 4368621 ; Keperawatan Gigi (0511) 4781356 : Analis Kesehatan (0511) 4772718

KARTU KONSULTASI
Nama : Ivana Silvani Andrea
NIM : P07120118071
Pembimbing I : Agus Rachmadi, A.Kep., M. Si. Med
Judul : Literature Review Asuhan Keperawatan pada Pasien
Stroke Non Hemoragik dengan Intervensi Utama Pemberian Latihan
ROM

No Tanggal Saran Perbaikan Paraf


Senin, 5 Oktober
1. Konsul topic acc, lanjut bab 1
2020
BAB I
Revisi :
- Perbaikan kesalahan penulisan
Senin, 28 Desember kata neurologi
2.
2020 - Tambahkan data kasus stroke di
kalses
- Tambahkan data tentang
kelumpuhan akibat stroke
Rabu, 27 Januari
3. Bab I acc, lanjut Bab II
2021

Jumat, 26 Februari
4. Konsul bab II dan III
2021
5. Senin, 1 Maret 2021 Bab II dan III
Revisi :
- Membahas lebih dalam tentang
stroke non hemoragik
- Pathway ganti menjadi yang
khusus stroke non hemoragik
- Tambahkan konsep dasar askep

83
buat sub bab konsep khusus
pembahasan anda (mobilisasi
dan ROM)
- Lengkapi judul yang dibahas

Kamis, 18 maret Bab III


6.
2021 Perbaiki sesuai saran
Jumat, 26 maret
7. Bab I, II, III ACC
2021

Pembimbing I

Agus Rachmadi, S. Pd., A. Kep., M. Si. Med

NIP. 196808101990031004

84
Lampiran 2 : Lembar Konsultasi

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
Jalan Haji Mistar Cokrokusumo No. 1 A Banjarbaru 70714
Telp. (0511) 4773267 – 4780516 – 4781619 Fax. (0511) 4772288
e-mail : poltekkes_banjarmasin@yahoo.co.id, kepeg_poltekkesbjm@yahoo.co.id
Jurusan Kesehatan Lingkungan (0511) 4781131 ; Keperawatan (0511) 4772517 ; Kebidanan (0511) 4772517 ;
Gizi (0511) 4368621 ; Keperawatan Gigi (0511) 4781356 : Analis Kesehatan (0511) 4772718

KARTU KONSULTASI
Nama : Ivana Silvani Andrea
NIM : P07120118071
Pembimbing II : Marwansyah, M. Kep
Judul : Literature Review Asuhan Keperawatan pada Pasien
Stroke Non Hemoragik dengan Intervensi Utama Pemberian Latihan
ROM

No Tanggal Saran Perbaikan Paraf


1. Rabu, 27 januari Bab I
2020 Revisi :
- Buat narasi menurut
anda..misalnya kenapa
kecenderungan pola hidup atau
faktor resiko yg kurang sehat
atau pola makan, stres
menungkatkan resiko hipertensi
yg berdampak pada komplikasi
salah satunya adalah stroke
- Dua alenia digabung digabung
jadi satu
- Perbaikan singkatan kata
- Perbaikan awalan kata
menggunakan huruf besar
- Perbaikan kata sambung
“sedangkan” jangan di awal
kalimat
- Bahasa asing dicetak miring

85
Rabu, 10 februari
2. Bab 1 Acc, lanjut Bab II
2020
Bab II dan III
Revisi :
Jumat, 22 maret - Tambahkan sumber
3.
2021 patofisiologi
- Definisi Operasional diperjelas
- Margin disesuaikan
Bab III
Revisi :
- Tambahkan keyword dalam
Jumat, 02 April
4. pencarian artikel atau jurnal
2021
- Kata kunci dalam literature
review yang sudah disesuaikan
dengan MeSH dan buat tabel
Selasa, 13 April Bab III
5.
2021 Perbaiki sesuai saran
6. Rabu, 14 April 2021 Bab I, II, III ACC

Pembimbing II

Marwansyah, S. Kep, Ns., M. Kep


NIP. 197412032002121002

86

Anda mungkin juga menyukai