Anda di halaman 1dari 91

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN CARA MENGATASI BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS


DI DESA BUDDAGAN WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PADEMAWU
KABUPATEN PAMEKASAN

Oleh :
INDANA LAZULFA
NRP. 33411801018

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI MADURA
TAHUN AJARAN 2021
GAMBARAN CARA MENGATASI BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS
DI DESA BUDDAGAN WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PADEMAWU
KABUPATEN PAMEKASAN

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai bahan pengajuan pelaksanaan


penelitian tugas akhir Program Studi D3 Keperawatan Jurusan Kesehatan
Politeknik Negeri Madura

Oleh :
INDANA LAZULFA
NRP. 33411801018

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI MADURA
TAHUN AJARAN 2021

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa karya tulis ilmiah ini adalah hasil saya sendiri
dan belum pernah dipublikasikan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari
berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun.

Pamekasan, 30 Juni 2021


Yang menyatakan

Indana Lazulfa
NRP. 33411801018

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. Hilmah Noviandry R, S.Kep., M,Kes) (Adi Sutrisni, S.Kep., Ns., MM.,M.Kes)
NIK. 41101182015 NIK. 41101182001

Ketua
Jurusan Kesehatan

Anggeria Oktavisa Denta, S.Si., M.M., M.Biotech


NIK. 4110182018
iii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah oleh : Indana Lazulfa


Judul : Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI Pada
Ibu Nifas di Desa Buddagan Kabupaten Pamekasan
Karya tulis ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui isi serta susunannya,
sehingga dapat diajukan dalam ujian Karya Tulis Ilmiah Jurusan Kesehatan Prodi
D3 Keperawatan Politeknik Negeri Madura.

Pamekasan, 30 Juni 2021


Yang menyatakan

Indana Lazulfa
NRP. 33411801034

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. Hilmah Noviandry R, S.Kep., M.Kes) (Adi Sutrisni, S.Kep., Ns., MM., M.Kes)
NIK. 4110182015 NIK. 4110182001

Ketua
Jurusan Kesehatan

Anggeria Oktavisa Denta, S.Si., M.M., M.Biotech


NIK. 4110182018

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah oleh : Indana Lazulfa


Judul : Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada
Ibu Nifas di Desa Buddagan Kabupaten Pamekasan
Karya tulis ilmiah ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
karya tulis ilmiah pada tanggal 30 Juni 2021.

Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Tanda tangan


Ketua : Ns. Lailatul Hafidah, S.Kep., M.Kes ( )
NIK. 4110182015
Anggota :

1. Bd. Handinis Sonya RKW, S.Keb., M.Kes ( )


NIK. 4110182024
2. Anggeria Oktavisa Denta, S.Si.,MM.,M.Biotech ( )
NIK. 4110181011
3. Ns. Hilmah Noviandry R, S.Kep., M.Kes ( )
NIK. 4110182015
4. Hj. Adi Sutrisni, S.Kep., Ns., MM., M.Kes ( )
NIK. 4110182001

Mengesahkan,
Ketua
Jurusan Kesehatan

Anggeria Oktavisa Denta, S.Si., M.M., M.Biotech


NIK. 4110181011

v
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal oleh : Indana Lazulfa


Judul : Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada Ibu Nifas di
Desa Buddagan Kabupaten Pamekasan
Karya tulis ilmiah ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
proposal pada tanggal 30 Juni 2021.

Tim Penguji Proposal Tanda tangan


Ketua : Ns. Lailatul Hafidah, S.Kep., M.Kes ( )
NIK. 4110182015
Anggota :

1. Ns. Mohamad Nur, S.Kep., M.Si ( )


NIK. 198012022014061002
2. Anggeria Oktavisa Denta, S.Si.,MM.,M.Biotech ( )
NIK. 4110181011
3. Ns. Hilmah Noviandry R, S.Kep., M.Kes ( )
NIK. 4110182015
4. Hj. Adi Sutrisni, S.Kep., Ns., MM., M.Kes ( )
NIK. 4110182001

Mengesahkan,
Ketua
Jurusan Kesehatan

Anggeria Oktavisa Denta, S.Si., M.M., M.Biotech


NIK. 4110181011

vi
ABSTRACT

DESCRIPTION OF HOW TO OVERCOME A BREAST MILK DAM ON


POSTPARTUM MOTHERS IN BUDDAGAN VILLAGE, PADEMAWU
PUSKESMAS WORKING AREA, PAMEKASAN REGENCY

By : Indana Lazulfa, Hilmah Noviandry R, Adi Sutrisni


Health Department, DIII Nursing Study Program, State Polytechnic Of Madura
indana.lazulfa@poltera.ac.id.

Introduction: Breast milk is the best nutrition for babies, it contains white
blood cells, proteins, and immune substances that are suitable for babies. However,
not all postpartum mothers who breastfeed express their breast milk smoothly, one
of the causes is breast milk dams. Breast milk dams are caused by the production
of breast milk that is not smooth because the baby is not breastfeeding enough and
breast care and breastfeeding methods are wrong. The purpose of this study was to
find out how to overcome breast milk dams in postpartum mothers in Buddagan
Village. Methods: The design of this study used a descriptive cross-sectional. The
sample in this study was all postpartum mothers who experienced breast milk dams
in Buddagan Village with the sampling technique using the total population.
Collecting data using a questionnaire. The research was carried out at the
Pademawu Health Center in February 2021. The data was processed by editing,
scoring, coding, and presented in tabulation and narration. Results: The results
showed that most of the unfavorable methods of overcoming the breast milk dam
in postpartum mothers were 8 respondents (73%) and almost half of the respondents
favored overcoming the breast milk dam as many as 3 respondents (27%).
Conclusion: Looking at the results of this study, health workers, especially
midwives, need to increase counseling related to postpartum preparation, especially
those related to breast milk dams such as how to care for breasts and how to
breastfeed correctly so that breast milk dams can be avoided.

Keywords: Breastfeeding Dam, Postpartum Mother

vii
ABSTRAK

GAMBARAN CARA MENGATASI BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS DI


DESA BUDDAGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADEMAWU
KABUPATEN PAMEKASAN

Oleh : Indana Lazulfa, Hilmah Noviandry R, Adi Sutrisni


Jurusan Kesehatan Prodi DIII Keperawatan Politeknik Negeri Madura
indana.lazulfa@poltera.ac.id.

Introduksi : ASI merupakan nutrisi terbaik untuk bayi mengandung sel


darah putih, protein dan zat kekebalan yang cocok untuk bayi. Namun tidak semua
ibu nifas yang menyusui mengeluarkan ASI nya dengan lancar, salah satu
penyebabnya bendungan ASI. Bendungan ASI disebabkan oleh pengeluaran ASI
tidak lancar karena bayi tidak cukup menyusu serta perawatan payudara dan cara
menyusui salah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui cara mengatasi bendungan
ASI pada ibu nifas di Desa Buddagan. Metode : Desain penelitian ini menggunakan
deskriptif Cross Sectional. Sample dalam penelitian ini seluruh ibu nifas yang
mengalami bendungan ASI di Desa Buddagan dengan teknik pengambilan sample
menggunakan total populasi. Pengambilan data menggunakan kuesioner.
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan di Puskesmas Pademawu pada bulan Februari
2021. Data diolah dengan editing, scoring, koding dan disajikan dalam bentuk
tabulasi dan narasi. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara mengatasi
bendungan ASI pada ibu nifas sebagian besar unfavourable sebanyak 8 responden
(73%) dan hampir setengah responden favourable dalam mengatasi bendungan ASI
sebanyak 3 responden (27%). Kesimpulan : Melihat hasil penelitian ini, tenaga
kesehatan terutama bidan perlu meningkatkan penyuluhan terkait dengan persiapan
masa nifas terutama yang berhubungan dengan bendungan ASI seperti bagaimana
perawatan payudara dan cara menyusui yang benar sehingga Bendungan ASI dapat
dihindari.

Kata Kunci : Bendungan ASI, Ibu Nifas

viii
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang
berjudul “Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada Ibu Nifas di Desa
Buddagan Kabupaten Pamekasan” ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, peneliti banyak mendapatkan
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya peneliti mengucapkan
terimakasih yang tak terhingga kepada Bapak/Ibu:
1. Dr. Arman Jaya, ST., M.T Direktur Politeknik Negeri Madura yang
sudah memberikan kesempatan dan izin bagi peneliti untuk
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
2. Anggeria Oktavisa Denta, S.Si., M.M., M.Biotech sebagai Ketua
Jurusan Kesehatan Program Studi D3 Keperawatan Politeknik Negeri
Madura.
3. Bidan Desa Buddagan yang sudah memberikan izin kepada peneliti
untuk melaksanakan pengambilan data di Puskesmas Pademawu.
4. Ns. Hilmah Noviandry R, S.Kep., M.Kes yang sudah memberikan
banyak masukan kepada peneliti dalam proses penyelesaian karya tulis
ilmiah ini.
5. Hj. Adi Sutrisni, S.Kep., Ns., M.M., M.Kes yang sudah memberikan
banyak masukan kepada peneliti dalam proses penyelesaian karya tulis
ilmiah ini.
6. Kepada kedua orang tua yang selalu memberikan penguatan positif
dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
7. Rekan-rekan mahasiswa dan responden yang telah membantu
kelancaran karya tulis ilmiah ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-
persatu.
Peneliti menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan
sebagai masukan dalam perbaikan penulisan ini, semoga karya tulis ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya, serta bagi pembaca pada umumnya.

Pamekasan, 11 Januari 2021

Peneliti

ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... ix
DAFTAR ISI ...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB 1 ......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4
1.4.1 Manfaat Teoritis .......................................................................................... 4
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................................... 4
BAB 2 ......................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................5
2.1 Konsep ASI ......................................................................................................... 5
2.1.1 Pengertian ASI ............................................................................................ 5
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan ASI ............................... 5
2.1.3 Jenis ASI ..................................................................................................... 7
2.1.4 Kandungan ASI ........................................................................................... 7
2.1.5 Factor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif ................. 11
2.1.6 Masalah Dalam Pemberian ASI ................................................................ 12
2.2 Konsep Masa Nifas ........................................................................................... 13
2.2.1 Pengertian Masa Nifas .............................................................................. 13
2.2.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas ....................................................................... 14
2.2.3 Tahapan Masa Nifas.................................................................................. 14
2.2.4 Frekuensi Kunjungan Masa Nifas ............................................................. 15
2.2.5 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Masa Nifas .............................. 16
2.2.6 Adaptasi Fisiologis Masa Nifas ................................................................ 17
2.2.7 Perubahan Psikologis Masa Nifas ............................................................. 22

x
2.3 Konsep Bendungan ASI .................................................................................... 24
2.3.1 Pengertian Bendungan ASI ....................................................................... 24
2.3.2 Etiologi ...................................................................................................... 25
2.3.3 Tanda dan Gejala ...................................................................................... 26
2.3.4 Patofisiologi .............................................................................................. 27
2.3.5 Komplikasi ................................................................................................ 28
2.3.6 Pencegahan Bendungan ASI ..................................................................... 29
BAB 3 ....................................................................................................................36
KERANGKA KONSEP .......................................................................................36
3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................... 36
3.2 Deskripsi Kerangka Konsep.................................................................................... 37
BAB 4 ....................................................................................................................38
METODE PENELITIAN ....................................................................................38
4.1 Desain Penelitian .................................................................................................... 38
4.2 Kerangka Kerja ....................................................................................................... 39
4.3 Populasi, Sampel, dan Sampling ............................................................................. 40
4.3.1 Populasi ............................................................................................................ 40
4.3.2 Sampel.............................................................................................................. 40
4.3.3 Sampling .......................................................................................................... 40
4.4 Identifikasi Variabel................................................................................................ 40
4.5 Definisi Operasional ............................................................................................... 41
4.6 Pengumpulan dan Analisa Data .............................................................................. 41
4.6.1 Pengumpulan data ............................................................................................ 41
4.6.2 Analisa Data ..................................................................................................... 42
4.7 Etika peneltian ........................................................................................................ 44
4.7.1 Lembar Persetujuan menjadi responden (informed concent) ........................... 44
4.7.2 Tanpa nama (ananomity) ................................................................................. 45
4.7.3 Kerahasiaan (confidentiality) ........................................................................... 45
4.8 Keterbatasan ................................................................................................45
BAB 5 ....................................................................................................................46
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................46
5.1 Deskripsi/gambaran umum tempat penelitian......................................................... 46
5.1.1 Data geografi .................................................................................................... 46
5.1.2 Data demografi................................................................................................. 46
5.2 Hasil Penelitian ................................................................................................. 47

xi
5.2.1 Hasil penelitian data umum....................................................................... 47
5.2.2 Hasil penelitian data khusus ...................................................................... 49
5.3 Pembahasan....................................................................................................... 49
BAB 6 ....................................................................................................................54
PENUTUP .............................................................................................................54
6.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 54
6.2 Saran ................................................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................56
Lampiran 1 : Lembar Permohonan dan Persetujuan Menjadi Partisipan ............58
Lampiran 2 : Kisi-kisi Kuesioner ...........................................................................59
Lampiran 3 : Lembar Kuesioner ............................................................................60
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Pembimbing ......................................................64
Lampiran 5 : Lembar Revisi Ujian Proposal/KTI .................................................66
Lampiran 6 : Tabulasi Data Responden ................................................................69

xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Frekuensi Kunjungan Masa Nifas………………………………..21
Tabel 2.2 Proses Involusi Uteri……………………………………………..26
Tabel 4.1 Definisi Operasional Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI
pada Ibu Nifas di Desa Buddagan, Kabupaten
Pamekasan………………………………………………………..44
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia ibu nifas………39
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdsarkan pendidikan ibu……...39
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ibu……....40
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan anak ke…………….40
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan perawatan payudara dan cara
menyusui yang benar……………………………………………..41

xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada
Ibu Nifas di Desa Buddagan, Kabupaten
Pamekasan………………………………………………………..39
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada
Ibu Nifas di Desa Buddagan, Kabupaten Pamekasan…………….42

xiv
DAFTAR SINGKATAN
ASI : Air Susu Ibu
WHO : World Health Organization
MPASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu
AKB : Angka Kematian Bayi
DHA : Docosahexaenaic acid
ARA : Arachidanic acid
TFU : Tinggi Fundus Uteri

Daftar Lambang
> : Lebih dari
< : Kurang dari
≥ : Lebih dari sama dengan
x : Mean skor kelompok
x : Skor responden pada skala penatalaksanaan yang hendak diubah
menjadi skor
s : Deviasi standar skor kelompok

xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Permohonan dan Persetujuan Menjadi Partisipan
Lampiran 2 : Kisi-kisi Kuesioner
Lampiran 3 : Lembar Kuesioner
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi
Lampiran 5 : Lembar Revisi Ujian Proposal/KTI
Lampiran 6 : Tabulasi Data Responden

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ASI adalah nutrisi yang baik bagi bayi yang mengandung sel darah putih,

protein dan zat antibodi yang cocok untuk bayi. Tubuh bayi bisa terlindungi dari

berbagai penyakit serta pertumbuhan dan perkembangannya akan optimal jika

mengkonsumsi ASI (Sugiharto, 2012). Ibu nifas yang menyusui tidak semuanya

dapat mengeluarkan ASI nya dengan normal ataupun lancar. Sebagian dari ibu nifas

yang menyusui tersebut mengalami masalah pada saat menyusui salah satunya

berupa Bendungan ASI. Bendungan ASI diartikan sebagai pembengkakan pada

payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe. Bendungan ASI biasanya

terjadi sejak hari ketiga sampai hari keenam setelah persalinan, ketika ASI secara

normal telah dihasilkan. Payudara membengkak, terdapat nyeri tekan, warna

payudara menjadi kemerahan dan temperatur tubuh tinggi hingga 380C merupakan

beberapa gejala bendungan ASI (Rasjidi, 2014).

Dari data WHO tahun 2015 didapatkan persentase ibu nifas menyusui yang

terjadi Bendungan ASI rata-rata mencapai 87.05 % atau sebanyak 8242 ibu nifas

dari 12.765 orang, pada tahun 2014 ibu nifas yang terjadi bendungan ASI sebanyak

7198 orang dari 10.764 orang (WHO, 2015). Data masalah menyusui pada bulan

April hingga Juni 2017 di Indonesia menunjukkan 22,5% yang mengalami puting

susu lecet, 42% ibu mengalami bendungan ASI, 18% ibu mengalami air susu

tersumbat, 11% mengalami mastitis, dan 6,5% ibu mengalami abses payudara

karena kesalahan ibu dalam hal menyusui. Sementara hasil menurut data dari

1
2

Provinsi Jawa Timur tahun 2010 didapatkan Bendungan ASI pada ibu nifas yaitu

1-3% (2-13) kejadian dari 100 ibu nifas terjadi di pedesaan (Maryati, 2018).

Berdasarkan data dari bidan desa yang dilakukan di Desa Buddagan, Pamekasan

pada bulan Januari 2021, kejadian ibu nifas yang mengalami Bendungan ASI

sebanyak 11 orang yang datanya terdapat di Bidan desa Buddagan.

Bendungan ASI disebabkan oleh penyempitan duktus laktiferus (saluran

kecil yang fungsinya menyalurkan ASI dari alveoli ke sinus laktiferus atau ampula.

Sinus laktiferus atau ampula adalah saluran ASI yang melebar seperti kantong di

disekitar aerola yang berfungsi untuk menyimpan ASI), karena kelenjar lobulus

(kelenjar yang menghasilkan ASI) yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau

juga bisa karena kelainan pada putting susu. Salah satu penyebabnya bisa karena

ibu tidak menyusui secara on demand (memberikan ASI setiap bayi meminta dan

tidak berdasarkan jam). Pada ibu nifas yang menyusui, putting susu terasa nyeri

saat menyusui yang disebabkan oleh cara menyusui yang tidak sesuai prosedur serta

kurang informasi dan pengetahuan tentang cara menyusui yang benar (Afriani,

2018). Padahal menyusui secara on demand mempunyai manfaat yaitu dapat

menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan juga dapat meningkatkan system

imun yang dapat membuat bayi lebih kebal terhadap berbagai jenis penyakit, serta

kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI bagi bayi. Ketika frekuensi

menyusui berkurang, maka bisa menyebabkan terjadinya bendungan ASI pada ibu.

Kelenjar hipotalamus akan dirangsang jika ada Daya hisap dari bayi yang akan

menghasilkan hormon oksitosin dan hormon prolaktin. ASI yang diproduksi akan

semakin banyak jika selalu disusui dan daya hisap bayi kuat ketika menyusu (Dewi,

2019). Akan tetapi ibu-ibu kurang mendapat informasi tentang manfaat ASI dan
3

teknik meyusui yang benar (Faidatun, 2019). Dampak yang akan ditimbulkan jika

bendungan ASI tidak teratasi yaitu akan terjadi mastitis dan abses payudara.

Bendungan ASI tidak hanya berdampak pada ibu saja, tetapi juga berdampak pada

bayi yang akan kekurangan nutrisi dan gizi yang biasanya didapatkan dari ASI

ketika bayi menyusui dengan normal (Kebidanan, 2018).

Melihat fenomena diatas, maka sebagai petugas kesehatan yang bergerak

dibidang edukator akan memberikan pendidikan kesehatan dengan bekerjasama

dengan Bidan desa setempat dengan peyuluhan yang berisi tentang cara

memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan

benar (Meihartati, 2018). Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara yaitu ibu

diberikan penyuluhan tentang perawatan payudara pada saat trimester II dan III,

serta memberikan kompres hangat pada payudara yang terjadi peradangan

(Faidatun, 2019). Penyuluhan tersebut dilaksanakan pada saat ibu memeriksakan

dirinya ke bidan atau akan diadakan penyuluhan dibalai desa setempat. Berdasarkan

latar belakang dan studi pendahuluan yang telah dilakukan, penulis merasa perlu

untuk melakukan penelitian tentang Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI

pada Ibu Nifas di Desa Buddagan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat di angkat dari uraian latar belakang diatas

adalah “ Bagaimana Cara Mengatasi Bendungan ASI pada Ibu Nifas di Desa

Buddagan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui Cara Mengatasi Bendungan ASI pada ibu nifas di Desa

Buddagan.
4

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini agar dapat digunakan sebagai bahan informasi data

untuk penelitian selanjutnya sehingga referensi perpustakaan jurusan kesehatan

POLTERA akan bertambah.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Responden

Hasil penelitian ini untuk dapat dipergunakan sebagai sumber informasi

kepada para ibu nifas tentang Bendungan ASI

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini agar dapat dipergunakan sebagai bahan masukan untuk

petugas kesehatan, terutama bidan desa agar dalam pelaksanaan praktiknya bisa

menerapkan dan memberikan pendidikan kesehatan tentang gambaran cara

mengatasi bendungan ASI pada ibu nifas.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini agar dapat menambah wawasan ilmu dan pengetahuan

tentang bendungan ASI pada ibu nifas serta bisa menambah pengalaman dalam

melakukan penelitian dan sebagai sarana belajar dengan cara menerapkan ilmu

yang telah didapat kedalam permasalahan yang ada di tengah masyarakat

terutama yang telah mengalami bendungan ASI


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep ASI

2.1.1 Pengertian ASI

ASI merupakan sumber kehidupan yang sangat penting bagi

bayi pada tahap awal masa kanak-kanaknya. ASI mengandung banyak nutrisi yang

diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.

ASI merupakan emulsi berupa protein, laktosa dan larutan garam organik yang

disekresikan oleh kelenjar payudara ibu setelah melahirkan dan digunakan sebagai

makanan bayi. ASI merupakan cairan alami untuk mengurangi gangguan usus

karena mudah didapat, fleksibel, dapat dikonsumsi tanpa persiapan khusus pada

suhu yang sesuai untuk bayi, dan tidak ada kontaminasi bakteri (Jauhari, 2018).

Susu manusia secara nyata menyediakan semua protein, gula, dan lemak

yang dibutuhkan bayi untuk sehat dan juga mengandung banyak zat-zat yang

berguna bagi sistem kekebalan tubuh bayi anda, termasuk antibodi, factor-faktor

kekebalan, enzim-enzim dan sel darah putih. Pemberian ASI eksklusif meliputi

pemberian ASI (menyusui) sesegera mungkin setelah lahir, diberikan tanpa jadwal

dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya ait putih, sampai bayi berumur 6

bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai makan makanan lain dan terus menyusui sampai

mereka berumur 12 tahun (Purwati, 2017).

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan ASI

1. Rangsangan otot-otot payudara. Rangsangan ini diperlukan untuk

memperbanyak air susu ibu dengan mengaktivasi kelenjar-kelenjarnya. Otot-

5
6

otot payudara terdiri dari otot-otot polos. Dengan adanya rangsangan, otot-otot

akan berkontraksi lebih dan kontraksi ini diperlukan dalam laktasi. Rangsangan

pada payudara dapat di lakukan dengan air hangat dan dingin secara bergantian.

Keteraturan bayi mengisap. Isapan anak akan merangsang otot polos payudara

untuk berkontraksi yang kemudian merangsang susunan saraf disekitarnya dan

meneruskan rangsangan ini ke otak. Otak akan memerintahkan kelenjar hipofis

posterior untuk mengeluarkan hormon pituitarin lebih banyak, sehingga kadar

hormon estrogen dan progesteron yang masih ada menjadi lebih rendah.

2. Sekresi berlebih dari hormon hipofis mempengaruhi kontraksi otot polos di

payudara dan rahim. Kontraksi otot polos payudara membantu meningkatkan

produksi ASI, dan kontraksi otot polos rahim membantu mempercepat involusi.

3. Kesehatan ibu. Kesehatan ibu memegang peranan penting dalam produksi ASI.

Jika ibu tidak sehat, akan mengakibatkan kekurangan gizi atau kekurangan

darah untuk membawa nutrien yang akan diolah oleh sel-sel acini payudara.

Hal ini produksi ASI menurun, menurut Nilas dan Michael Newton dalam Brief

Footnotes on Maternity Care, keberhasilan menyusui sangat tergantung pada

emosi dan sikap ibu.

4. Makanan dan istirahat ibu. Ibu membutuhkan lebih banyak makanan dari hamil

hingga masa nifas. Istirahat berarti mengendurkan otot dan saraf setelah

mengalamai ketegangan setelah beraktivitas (Bahiyatun, 2011).


7

2.1.3 Jenis ASI

1. Kolostrum

Kolostrum diproduksi pada beberapa hari pertama. Air susu ini sangat kaya akan

protein dan antibodi, serta sangat kental. Pada awal menyusui, colostrum yangn

keluar mungkin hanya sesendok teh saja. Kolostrum melapisi usus bayi dan

melindunginya dari bakteri. Produksinya berkurang perlahan saat air susu

keluar pada hari ke 3 sampai 5.

2. Foremilk

Foremilk disimpan pada saluran penyimpanan dan keluar pada awal menyusui.

Yang dihasilkan sangat banyak dan cocok untuk menghilangkan rasa haus bayi.

Foremilk memiliki kandungan lemak yang rendah,namun tinggi laktosa, gula,

protein, mineral, dan air.

3. Hindmilk

Hindmilk keluar setelah foremilk habis, saat menyusui hamper selesai. Sangat

kaya, kental dan penuh lemak bervitamin.

2.1.4 Kandungan ASI

1. Air

Berdasarkan penelitian Dr. Ruth Lawrence, sekitar 88,1% dari ASI adalah

air. Sisanya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral.

Karena itu, bayi yang disusui tidak membutuhkan air tambahan, dan lain-lain.

Hanya beberapa tetes ASI pertama saja sudah cukup untuk menghidrasi bayi.

Menurut pedoma AAP (American Academy of Pediatric), cairan lain, seperti

air putih, air gula, susu formula, dan cairan selain ASI tidak boleh ditambahkan

kecuali jika diindikasikan oleh saran medis. Bahkan saat cuaca sangat panas,
8

bayi tidak perlu tambahan cairan lain. Bayi yang menyusui on demand (makan

sesuai permintaan) membutuhkan makan lebih sering untuk mengisi kembali

hidrasi tubuh. Bayi yang sering menerima air putih rutin akan mengalami

beberapa bahaya seperti berikut :

a. Kadar bilirubin tubuh bayi akan meningkat dan menyebabkan penyakit

kuning (jaundice)

b. Terlalu banyak asupan air putih dapat menyebabkan kondisi serius yang

dinamakan keracunan air putih (oral water intoxication). Gejalanya berupa

muntah, diare, suhu tubuh rendah (hipotermia), bahkan kejang karena

kekurangan natrium.

c. Bayi dapat kekurangan gizi, pertumbuhan terlambat, hingga gagal tumbuh

(failure to thrive) karena bayi terlalu kenyang atau kembung minum air dan

tidak menyusu. Produksi ASI dapat terganggu atau berkurang karena ibu

tudak rajin memerah.

d. Bayi kurang mendapat antibodi sehingga kurang terlindungi dari berbagai

penyakit.

Sekitar 60 ml air dapat diberikan saat bayi mulai minum MPASI atau

setelah usia 6 bulan. Misalnya, untuk bayi berusia 4-6 bulan, mengonsumsi

suplemen zat besi dapat diberikan beberapa tetes air dalam kondisi khsusus

tertentu. Namun pastikan air yang diberikan dimasak dan dengan air bersih.

2. Protein

Kualitas dan kuantitas protein dalam ASI berbeda dengan susu mamalia

lain. ASI juga mengandung asam amino seimbang yang tepat untuk memenuhi

kebutuhan bayi. Konsentrasi protein dalam ASI adalah 0.9 gram/100 ml, lebih
9

rendah kadarnya dari susu mamalia lain. Kandungan protein yang tinggi dalam

susu mamalia lain dapat membebani ginjal bayi yang belum matang.

ASI lebih sedikit mengandung kasein, ASI mudah dicerna daripada susu

mamalia lain. ASI mengandung alfa-laktalbumin, sedangkan susu sapi

mengandung beta-laktoglubulin yang sehingga mungkin sulit bagi tubuh bayi

untuk menerimanya. Susu formula tidak dapat menyamai laktoferin, protein

yang ditemukan dalam ASI yang berperan dalam perlindungan tubuh bayi

terhadap infeksi saluran cerna.

3. Karbohidrat

Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa yang merupakan komponen

utama ASI. Laktosa memenuhi 40-45% kebutuhan energi bayi. ASI

mengandung 7 gram laktosa per 100 ml, yang jauh lebih banyak daripada susu

lainnya dan merupakan sumber energi yang paling penting.

ASI adalah air susu mamalia yang mengandung jumlah laktosa paling tinggi

dibandingkan spesies lainnya. Laktosa meningkatkan penyerapan kalsium dan

tidak menyebabkan kerusakan gigi dengan meningkatkan penyerapan kalsium,

tetapi sukrosa yang biasa ditemukan dalam susu formula merupakan penyebab

kerusakan gigi pada anak-anak.

Karbohidrat lain dalam ASI adalah oligosakarida yang memiliki fungsi

penting dalam melindungi bayi dari infeksi.

4. Lemak dan DHA/ARA

ASI mengandung 3.5 gram lemak per 100 ml. Lemak sangat dibutuhkan

sebagai sumber energi, dan hingga 50% kebutuhan energi yang dibutuhkan bayi
10

berasal dari lemak dalam ASI. Kandungan lemak ASI meningkat bertahap

dalam setiap kali menyusui.

Lemak ASI mengandung DHA (docosahexaenaic acid) dan ARA

(arachidanic acid). Kedua asam lemak ini sangat penting untuk perkembangan

saraf dan visual bayi/anak. Berdasarkan penelitian, di dalam ASI terdapat 200

jenis asam lemak.

5. Vitamin

Secara umum, ASI berisi berbagai zat makanan yang diperlukan bayi. Kadar

vitamin D dalam ASI lebih sedikit sehingga bayi juga memerlukan paparan

sinar matahari pagi. Bayi yang hidup didaerah paparan sinar matahari lebih

rendah atau daerah dengan musim dingin yang sangat panjang memerlukan

suplemen vitamin D.

6. Mineral

Kandungan mineral dalam ASI cukup rendah karena ginjal bayi masih

berkembang. Kalsium dalam ASI bisa terserap tubuh lebih efektif dibanding

susu formula. Kandungan zat besi dalam ASI juga dapat terserap lebih efektif

dibanding susu formula lantaran ASI mengandung lebih banyak vitamin. Bayi

dapat menyerap hingga 60 % zat besi dalam ASI, sementara bila mengonsumsi

susu formula hanya 4% zat besi yang diserap tubuh bayi.

7. Enzim

ASI mengandung 20 enzim aktif. Salah satunya adalah lysozyme yang

berperan sebagai factor antimikroba. ASI mengandung lysozyme yang berperan

sebagai factor antimikorba. ASI mengandung lysozyme 300 kali lebih banyak

diabndingkan susu sapi. Selain lysozyme, ASI juga mengandung lipase


11

(berperan dalam mencerna lemak dan mengubahnya menjadi energi yang

dibutuhkan bayi) dan amilasi (berperan dalam mencerna karbohidrat).

8. Faktor Pertumbuhan

Faktor pertumbuhan epidermal dalam ASI merangsang pematangan usus

bayi, membantu usus bayi mencerna dan menyerap nutrisi dengan lebih baik

dan mencegah kerentanan bayi terhadap infeksi asing. Factor pertumbuhan lain

yang ditemukan dalam ASI meningkatkan perkembangan syaraf dan

pemantangan retina.

9. Factor antiparasit, anti-alergi, antivirus, dan antibodi.

ASI mengandung banyak unsur yang membantu melindungi bayi dari

berbagai infeksi, seperti K-imunoglobulin, slgA (secretary immunoglobulin A),

sel darah putih-K dan K-oligosakarida. Perlindungan yang diberikan faktor-

faktor ini sangat unik. Pertama, memberikan perlindungan tanpa menimbulkan

efek peradangan (misalnya suhu tinggi) yang dapat membahayakan bagi bayi.

Kedua antibodi slgA terbentuk ditubuh ibu yang secara spesifik melindungi bayi

sesuai keadaan, bayi dan lingkungan saat itu.

Faktor-faktor anti infeksi ini tidak dapat melindungi bayi dari beberapa

penyakit berat dan khusus, seperti hepatitis B, meningitis, TBC dan polio

sehingga bayi teteap membutuhkan imunisasi (vaksinasi) (Monika, 2014).

2.1.5 Factor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

1. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan yang terjadi setelah seseorang

mengenali suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman


12

ibu sendiri atau dari orang lain. Pengetahuan adalah bidang yang sangat penting

untuk membentuk perilaku ibu dalam memberikan ASI.

2. Sosial ekonomi

Derajat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Semakin tinggi tingkat social ekonomi maka semakin tinggi pula tingkat

pengetahuan. Pengetahuan juga dapat diperoleh melalui kenyataan atau fakta

dengan melihat dan mendengar sendiri serta melalui alat –alat komunikasi.

3. Pendidikan

Sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Bekerja pada ibu-ibu

akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarganya termasuk

aktivitasnya sehari-hari khsususnya dalam pola pemberian ASI eksklusif akan

berkurang.

4. Pekerjaan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak informasi yang

diterima seseorang, begitu pula semakin sedikit pengetahuan yang dimiliki

seseorang akan menghambat perkembangan sikap sesorang terhadap nilai-nilai

baru. Dalam pernyataan ini, lebih mudah bagi ibu dari anak yang berpendidikan

tinggi untuk mengumpulkan dan mengingat informasi ketika memulai

menyusui dini dan menyusui eksklusif (Wahyuni, 2020).

2.1.6 Masalah Dalam Pemberian ASI

1. Putting susu lecet

Penyebabnya :

1) Kesalahan dalam teknik menyusui


13

2) Akibat dari pemakaian sabun, alcohol, krim, dan lain-lain untuk mencuci

putting susu

3) Ketika seorang ibu berhenti menyusui, dia mungkin mengalami rasa sakit

2. Payudara bengkak (Bendungan ASI)

Penyebabnya :

Edema ini disebabkan oleh suplai ASI tidak disusukan secara adekuat,

hal ini menyebabkan ASI yang tersisa di saluran menumpuk dan terjadi

pembengkakan (engorgement). Pembengkakan ini muncul pada hari ketiga dan

ke empat.

3. Saluran susu tersumbat ( Obstructive Duct)

Suatu keadaan dimana terdapat sumbatan pada duktus laktiferus, dengan

penyebabnya adalah :

1) Tekanan jari ibu pada waktu menyusui

2) Mengenakan BH yang terlalu ketat

3) Sebagai komplikasi dari pembengkakan payudara, ASI yang terkumpul

tidak langsung keluar sehingga terjadi penyumbatan (Bahiyatun, 2011).

2.2 Konsep Masa Nifas

2.2.1 Pengertian Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika

alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Nifas adalah darah haid yang tertahan
14

karena proses kehamilan. Takaran maksimal bagi keluarnya darah nifas ini adalah

empat puluh hari (Amelia, 2010).

2.2.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.

2. Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu

maupun bayinya.

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,

KB, cara dan manfaat menyusui, imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.

4. Memberikan pelayanan KB (Amelia, 2010).

2.2.3 Tahapan Masa Nifas

Nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :

1) Puerpurium dini

Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-

jalan. Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja

setelah 40 hari.

2) Puerpurium intermedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8

minggu.

3) Remote puerpurium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna

terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi (Tonasyih, 2019).


15

2.2.4 Frekuensi Kunjungan Masa Nifas

Setidaknya empat kali kunjugan pasca persalinan untuk menilai kondisi ibu

dan bayi baru lahir serta untuk mencegah, mendeteksi dan mengatasi masalah.

Tabel 2.1 Frekuensi Kunjungan Masa Nifas (Bahiyatun, 2011).


KUNJUNGAN WAKTU TUJUAN
1 6 sampai 8 jam setelah 1. Mencegah perdarahan
persalinan masa nifas karena atonia
uteri.
2. Mendeteksi dan merawat
penyebab lain
perdarahan; rujuk jika
perdaran berlanjut.
3. Memberikan konseling
pada ibu atau salah satu
anggota keluarga
bagaiman mencegah
perdarahan masa nifas
Karena atonia uteri.
4. Pemberian ASI awal.
5. Melakukan hubungan
antara ibu dan bayi baru
lahir.
6. Menjaga bayi tetap sehat
dengan cara mencegah
hipotermia.
7. Jika petugas kesehatan
menolong persalinan, ia
harus tinggal dengan ibu
dan bayi baru lahir untuk
2 jam pertama setelah
kelahiran, atau sampai
ibu dan bayi dalam
keadaan stabil.
2 6 hari setelah 1. Memastikan involusi
persalinan uterus berjalan normal:
uterus berkontraksi,
fundus dibawah
umbilikus, tidak ada
perdarahan abnormal,
tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-
tanda demam, infeksi,
atau perdarahan
abnormal.
16

3. Memastikan ibu
mendapatkan cukup
makanan, cairan dan
istirahat.
4. Memastikan ibu
menyusui dengan baik
dan tak memperlihatkan
tanda-tanda penyulit.
5. Memberikan konseling
pada ibu mengenai
asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap
hangat dan merawat bayi
sehari-hari.
3 2 minggu setelah 1. Sama seperti di atas (6
persalinan hari setelah persalinan).
4 6 minggu setelah 2. Menanyakan pada ibu
persalinan tentang penyulit-penyulit
yang ia atau bayi alami.
3. Memberikan konseling
untuk KB secara dini.
2.2.5 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Masa Nifas

1. Perubahan organ reproduksi

Perubahan organ disini berupa uterus dan vagina. Uterus yang

berkontraksi masih dapat diraba dari pusar hingga panggul. Uterus terus

berkontraksi hingga tidak bisa disentuh lagi sampai vagina membaik, tetapi

jarang dapat kembali ke keadaan seperti sebelum kehamilan.

2. Mobilisasi

Salah satu yang harus diwaspadai setelah melahirkan adalah

pendarahan. Hingga delapan jam setelah melahirkan, selama persalinan, ibu

harus berbaring telentang untuk beristirahat. Kemudian pada hari kedua ibu bisa

duduk, dan pada hari ketiga ibu mulai berjalan kembali.

3. Asupan makanan

Pada masa penyembuhan, pola makan ibu selama menyusui harus

tercukupi. Nutrisi yang mencakup tinggi kalori dan protein. Tidak lupa juga
17

mencukupi asupan cairan. Ibu dalam masa nifas bisa mengkonsumsi 3-4 porsi

per hari.

4. Buang air kecil

Buang air kecil harus sesegera mungkin, ibu bisa buang air kecil sendiri

dalam waktu sekitar 8 jam setelah melahirkan. Jika ibu merasa kandung kemih

penuh tetapi mengalami kesulitan buang air kecil dan disertai demam, maka

sebaiknya memeriksakan diri ke dokter.

5. Buang air besar

Ibu dalam masa nifas sebaiknya buang air besar sekitar 3-4 hari setelah

melahirkan, karena penumpukan feses yang banyak dapat menyebabkan

infeksi.

6. Demam

7. Laktasi/menyusui

Setelah melahirkan, ibu dilatih untuk menyusui bayi. ASI memiliki dua

komponen penting, yaitu semakin sering ada rangsangan peyusuan, semakin

banyak ASI yang akan di produksi. Keadaan emosional ibu juga mempengaruhi

laktasi, suplai ASI akan berkurang jika ibu merasa takut, lelah, malu dan merasa

nyeri.

8. Kebersihan diri

9. Senam nifas

Dari hari pertama hingga hari ke-10, ibu dapat berlatih senam dengan

gerakan sederhana. Fungsinya untuk mempercepat pemulihan kondisi ibu.

Latihan ini diutamakan untuk daerah perut dan panggul (Bahiyatun, 2011).

2.2.6 Adaptasi Fisiologis Masa Nifas


18

Pada masa nifas, akan terjadi proses perubahan bertahap dalam tubuh ibu

dari masa hamil hingga sebelum hamil, yang terjadi secara bertahap. Perubahan

tersebut juga terjadi sehingga proses kehamilan mendukung perubahan lain yang

terjadi pada tubuh ibu, salah satunya adalah proses menyusui, sehingga bayinya

mendapat nutrisi yang tepat , juga dikenal dengan ASI.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses ini, antara lain tingkat

energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, perawatan medis, serta

suami dan keluarga disekitar ibu setelah melahirkan. Perubahan anatomi dan

fisiologi yang terjadi pada masa nifas meliputi perubahan yang terjadi pada

reproduksi, pencernaan, perkemihan, musculoskeletal, endokrin dan lain

sebagainya yang akan dijelaskan berikut ini.

1) Perubahan Pada Sistem Reproduksi

Perubahan yang terjadi pada organ reproduksi yaitu pada vagina, serviks

uteri, dan endometrium.

a. Vagina dan perineum

Setelah melahirkan, kondisi vagina masih terbuka lebar dan kualitasnya

bengkak, memar dan ada celah diantara pintu masuk vagina. Otot-otot vagina

kembali ke keadaan semula tanpa edema dan pintu masuk vagina tidak boleh

lebar selama 1-2 hari pertama setelah melahirkan. Tiga minggu setelah

melahirkan, rugae vagina mulai pulih dan ukuran vagina menjadi berkurang

atau lebih kecil. Dinding vagina menjadi lebih lembut dan lebih besar dari

biasanya dan ruang vagina sedikit lebih lebar dari sebelum melahirkan. Edema

dan memar pada vagina juga bisa disebabkan oleh keluarnya kepala bayi atau
19

trauma lahir lainnya yang terjadi saat menggunakan alat seperti vakum atau

forceps.

Selama persalinan, Perineum ditekan oleh kepala janin, sehingga

melonggarkan dan merenggangkan perineum. Otot-otot perineum bahkan

lebih longgar daripada sebelum kehamilan, tetapi pulih pada hari kelima

stetelah melahirkan. Perineum tidak rusak atau robek selama persalinan, tetapi

ibu menderita memar pada perineum dan vagina dalam beberapa hari pertama

setelah melahirkan. Ibu mungkin merasa malu untuk membuka perineumnya

untuk diperiksa oleh bidan, kecuali jika ada indikasi klinis. Bidan harus

memberikan asuhan dengan memperhatikan teknik sterilitas dan desinfeksi,

untuk mengobati luka dan nyeri perineum. Robekan perineum, luka dan area

yang dijahit harus di periksa minimal satu minggu setelah melahirkan..

b. Perubahan pada serviks uteri

Perubahan yang terjadi pada serviks uteri setelah persalinan sangat

lunak, kendur dan terbuka seperti corong. Korpus uteri berkontraksi,

sedangkan serviks uteri tidak berkontraksi sehingga seolah-olah terbentuk

seperti cincin pada perbatasan antara korpus uteri dan serviks uteri.

Tepi luar serviks yang berhubungan dengan ostium uteri ekstermun

(OUE) biasanya mengalami laserasi pada bagian lateral. Ostium serviks

berkontraksi perlahan beberapa hari setelah persalinan ostium uteri hanya

dapat dilalui oleh 2 jari. Pada akhir minggu pertama, ostium uteri telah

menyempit, serviks menebal dan kanalis servikalis kembali terbentuk.

Meskipun proses involusi uterus telah selesai, OUE tidak dapat kembali pada

bentuknya semula saat nullipara. Ostium ini akan melebar, dan depresi bilateral
20

pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan yang permanen dan menjadi

ciri khas servis pada wanita yang pernah melahirkan/para.

c. Uterus

Perubahan fisiologi dalam rahim yaitu terjadi proses involusio uteri

yaitu rahim kembali kekeadaan sebelum hamil dalam hal ukuran, elastisitas

dan posisinya. Proses involusio juga digambarkan sebagai proses mengecilkan

ukuran rahim dan mengembalikannya ke rongga pelvis, sebagai langkah

selanjutnya dalam proses pemulihan pasca persalinan. Tapi itu tidak

mengembalikan ukuran nullipara. Ini karena fagositosis sering kali tidak

sempurna dan jaringan elastis tetap ada. Akibatnya ketika seorang wanita

pernah hamil, uterusnya tidak akan kembali menjadi uterus pada keadaan

nullipara.

Selama jam-jam pertama setelah melahirkan, rahim kadang-kadang

bergeser ke atas atau ke kanan karena kandung kemih. Untuk hasil yang akurat,

Kandung kemih harus dikosongkan sebelum menilai tinggi fundus uteri (TFU)

sebagai indikator penilaian involusi uteri. Uterus memiliki berat normal sekitar

30 g, akan menyusut dalam waktu setengah minggu, dan kembali ke ukuran

normal delapan minggu setelah melahirkan. Segera setelah melahirkan, TFU

akan ditemukan berada setinggi umbilicus ibu, sehingga diperlukan

pemeriksaan lebih lanjut, karena merupakan tanda dari atonia uteri disertai

perdarahan atau retensi bekual darah dan darah, serta distensi kandung kemih,

tidak bisa berkemih. Ukuran uterus dapat dilihat dengan pengukuran TFU yang

ada pada table dan gambar berikut ini.


21

PROSES INVOLUSI UTERI


Tabel 2.2 Proses Involusi uteri (Bahiyatun, 2011).
Involusi Tinggi Fundus Berat uterus
1 2 3
Plasenta lahir Sepusat 1000 gram
7 hari (1 Minggu) Pertengahan pusat simfisis 500 gram
14 hari (2 Minggu) Tak teraba 350 gram
42 hari (6 Minggu) Sebesar hamil 2 minggu 50 gram
56 hari (8 Minggu) Normal 20 gram
Involusi uterus lebih lambat terjadi pada persalinan dengan operasi

seksio sesarea, demikian juga akan terlambat pada kondisi retensio plasenta

atau kondisi pembekuan darah (stoll cell) yang terkait dengan infeksi dan

mioma uteri.

Lokia adalah cairan yang disebabkan oleh peluruhan rahim. Lokia

mengandung serum dan darah serta lanugo, verniks kaseosa juga berbagai

debris dari hasil produksi konsepsi. Secara Mikroskopik lokia terdiri dari sel

darah merah, serpihan desidua, sel-sel epitel dan bakteri. Bakteri yang

ditemukan di lokia menumpuk di vagina dan pada sebagian besar kasus juga

ditemukan bahkan jika keluaran /discharge diambil pada pada rongga uterus.

Total pengeluaran rata-rata selama periode lokia adalah 240-270ml. Lokia

bagi menjadi 4 klasifikasi karena terus terjadi perubahan hingga minggu ke 4-

8 pasca persalinan yaitu:

a) Lokia Rubra (merah): berisi sejumlah besar darah dari hari pertama hingga

ketiga atau keempat.

b) Lokia Sanguinalenta (merah kecoklatan): 4-7 hari setelah melahirkan,

berwarna coklat kemerahan dan berlendir.

c) Lokia Serosa (pink): hari 8-14, mengandung serum, sel darah putih dan

robekan/laserasi plasenta.
22

d) Lokia Alba (putih): hari 14 – minggu ke 6/8 setelah melahirkan, berwarna

putih karena jumlah sel darah putih yang tinggi dan penurunan cairan

tubuh (Djami, 2018).

2.2.7 Perubahan Psikologis Masa Nifas

Adaptasi psikologis secara normal dapat dialami oleh ibu jika memiliki

pengalaman yang baik terhadap persalinan, adanya tanggung jawab sebagai ibu,

adanya anggota keluarga baru (bayi), dan peran baru sebagai ibu bagi bayinya. Ibu

yang baru melahirkan membutuhkan mekanisme penanggulangan (coping) untuk

menghadapi perubahan tubuh selama kehamilan, persalinan dan nifas, bagaimana

mengembalikan postur tubuhnya seperti sebelum hamil, serta perubahan dalam

keluarga.

Penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan coping seorang ibu dari

adanya dukungan emosional dari seseorang dan informasi lengkap dalam

menghadapi situasinya.

Reva Rubin (1963) membagi fase-fase adaptasi psikologis pasca persalinan

menjadi 3 tahapan antara lain:

1. Taking In Phase (Perilaku dependen)

Fase ini adalah periode ketergantungan, dan ibu berpikir pemenuhan

kebutuhan dirinya dapat dipenuhi oleh orang lain dalam hal ini suami, keluarga

atau tim medis internal seperti bidan yang menolongnya. Kondisi ini

berlangsung selama 1-2 hari setelah melahirkan, dan ibu lebih fokus pada

dirinya sendiri. Beberapa hari setelah melahirkan, ia tidak bertanggung jawab

atas dirinya sendiri dan beristirahat. Fase taking in atau disebut juga fase

menerima dalam 1-2 hari pertama postpartum ini harus diperhitungkan untuk
23

memastikan bahwa ibu menerima perlindungan dan perawatan yang memadai,

serta kasih sayang. Pada fase dependen dalam 1-2 hari pertama persalinan ini,

ibu tampak sangat senang dan gembira ketika menceritakan pengalaman

melahirkannya. Ibu cenderung lebih sensitif dan pasif terhadap lingkungannya

karena kelelahan. Kondisi ini harus dipahami dengan cara menjaga komunikasi

yang baik. Nafsu makan ibu akan meningkat, sehingga dalam hal ini perlu

memperhatikan nutrisi yang tepat.

2. Taking Hold Phase (Perilaku dependen-independen)

Pada fase ini terdapat kebutuhan secara bergantian untuk mendapat

perhatian dalam bentuk perawatan serta penerimaan dari orang lain, dan

melakukan segala sesuatu secara mandiri. Fase ini berlangsung salaam 3-10

hari. Ibu mulai menunjukan kepuasan dan fokus pada bayinya, tertarik dalam

perawatan bayinya, terbuka terhadap perawatan dan pendidikan kesehatan bagi

dirinya serta bayinya, dan dorongan sederhana untuk untuk melakukan

perawatan pada bayinya. Ibu akan mengambil kesempatan untuk belajar dan

berlatih merawat bayinya, dan timbul keinginan untuk merawat bayinya sendiri.

Oleh karena itu, waktu yang tepat untuk memberikan Pendidikan kesehatan bagi

ibu dalam merawat bayi serta dirinya adalah pada fase taking hold ini, terutama

pada ibu yang seringkali kesulitan dalam beradaptasi seperti primipara, wanita

yang bekerja, ibu yang tidak mempunyai keluarga untuk berbagi, ibu yang

masih remaja, ibu single parent.

3. Letting Go Phase (Perilaku Interdependen)

Fase ini merupakan fase dimana ibu dapat memikul tanggung jawab

sebagai seorang ibu dan biasanya dimulai pada hari kesepuluh setelah bayi
24

dilakirkan. Ibu sudah beradaptasi dengan ketergantungan bayinya,

meningkatkan keinginan untuk merawat bayi dan dirinya dengan baik, serta

terjadi penyesuaian hubungan keluarga dalam mengobservasi bayinya.

Hubungan dengan pasangan juga membutuhkan koordinasi agar bayi dapat

bertahan hidup sebagai anggota keluarga baru.

2.3 Konsep Bendungan ASI

2.3.1 Pengertian Bendungan ASI

Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus

laktoferi atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau

karena kelainan pada putting susu (Amelia, 2010).

Bendungan ASI (engorgement) adalah penyempitan pada duktus laktiferus,

sehingga sisa ASI terkumpul pada system duktus yang mengakibatkan tejadinya

pembengkakan.

Bendungan ASI adalah pembendungan ASI karena penyempitan duktus

laktiferus atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna

atau karena kelainan pada puting susu, payudara yang membengkak ini yang sering

terjadinya biasanya terjadi sesudah melahirkan pada hari ketiga atau keempat

(Bahiyatun, 2011).

Bendungan ASI adalah suatu kejadian dimana aliran vena dan limfatik

tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran air susu ibu dan

alveoli meningkat. Kejadian ini biasanya disebabkan karena air susu yang

terkumpul tidak dikeluarkan sehingga menjadi sumbatan. Gejala yang sering

muncul pada saat terjadi bendungan ASI antara lain payudara bengkak, payudara

terasa panas dan keras dan suhu tubuh ibu sampai 380C (Impartina, Hubungan
25

pengetahuan ibu nifas tentang teknik menyusui dengan kejadian bendungan ASI,

2017).

2.3.2 Etiologi

1. Posisi mulut bayi dan putting ibu salah saat menyusui

2. Kurang perawatan payudara

3. Terlambat menyusui

4. Pengeluaran ASI yang jarang.

5. Waktu menyusui yang terbatas

Bendungan ASI disebabkan oleh air susu yang dikeluarkan tidak lancar,

lantaran bayi relatif jarang menyusu, produksi meningkat, terlambat menyusukan,

interaksi dengan bayi (bonding) kurang baik, dan bisa juga lantaran dibatasinya

waktu saat menyusui.

Menyusui meningkatkan aliran vena dan limfe di payudara sehingga dapat

menyebabkan bendungan ASI.Hhormon estrogen dan progesterone selama

kehamilan merangsang alveoli dan duktus laktiferus di payudara, dan colostrum

dirangsang untuk diproduksi. Produksi ASI tidak terjadi setelah bayi lahir sampai

kadar hormon estrogen menurun. Penurunan kadar estrogen ini membantu

meningkatkan kadar prolaktin dan produksi ASI.

Saat bayi menyusu, ASI dikeluarkan dari sel-sel payudara melalui saluran

payudara. Hisapan merangsang produksi oksitosin oleh kelenjar hypofisis

posterior. Oksitosin memasuki aliran darah dan menyebabkan kontraksi sel-sel

khusus yang mengelilingi alveolus mamae dan saluran yang mengeluarkan susu.

Kontraksi sel-sel khusus ini mendorong ASI keluar dari alveoli melalui duktus

lactiferous, saluran yang akan menyimpan ASI. Saat bayi menyusu, ASI di dalam
26

sinus tertekan keluar, ke mulut bayi. Pergerakan ASI dari sinus ini dinamakan let

down reflect atau “pelepasan”. Pada akhirnya, let down dapat dipacu tanpa

rangsangan hisapan. Pelepasan dapat terjadi bila ibu mendengar bayi menangis atau

sekedar memikirkan tentang bayinya.

2.3.3 Tanda dan Gejala

Sebelumnya, kita perlu membedakan antara payudara penuh karena berisi

ASI dengan bendungan ASI :

1) Payudara yang penuh terasa panas, berat dan keras, dan tidak terlihat mengkilap.

ASI yang normal biasanya mengalir dengan lancar dan kadang-kadang menetes

keluar secara spontan.

2) Terbendungnya payudara menyebabkan payudara terlihat membesar,

membengkak dan terasa sangat nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan puting

susu teregang menjadi rata. Ketika diperiksa atau dihisap ASI tidak akan keluar.

Tanda dan gejala menurut (Manuaba, 2010), yaitu :

a. Rasa berat pada payudara

b. Payudara terasa panas

c. Badan terasa panas sampai meningkat

d. Payudara bengkak

e. Puting susu kencang

f. Payudara terasa nyeri

g. ASI tidak keluar

Tanda dan gejala menurut (Saifudin, 2010), yaitu :

a. Pembengkakan kedua payudara

b. Terasa panas pada payudara


27

c. Terdapat rasa nyeri pada payudara

d. Tidak ada bekas kemerahan

Tanda dan gejala menurut (Saleha, 2010), yaitu :

Pembengkakan payudara membuat bayi sulit menyusu, ini karena kalang

payudara lebih menonjol, putting lebih rata dan bayi cenderung tidak menyusu

karena sukar untuk di hisap. Kulit pada payudara nampak lebih mengkilat, ibu

merasa demam, dan payudara terasa nyeri. Oleh karena itu, sebelum menyusui,

terlebih dahulu ASI harus diperas dengan tangan atau pompa untuk melunakkan

payudara sehingga memudahkan bayi untuk menyusu.

2.3.4 Patofisiologi

Pembengkakan payudara atau bendungan ASI terjadi karena ASI tidak

disusui dengan adekuat, sehingga terjadi penumpukan ASI pada sistem duktus yang

menyebabkan terjadinya pembengkakan. Payudara bengkak ini biasanya muncul

pada hari ketiga atau keempat setelah melahirkan. Statis pada pembuluh darah dan

limfe akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakaudal, yang akan memengaruhi

segmen pada payudara, dan meningkatkan tekanan di seluruh payudara. Akibatnya,

payudara sering terasa penuh, kencang dan nyeri. Kemudian diikuti oleh kurangnya

produksi ASI (Saleha, 2010).

Pelepasan ASI berada di bawah kendali neuro-endokrin. Menyentuh

payudara (bayi menghisap) akan merangsang produksi oksitosin yang

menyebabkan sel-sel khusus berkontraksi. Proses ini disebut “reflek prolaktin” atau

milk production reflect yang membuat ASI tersedia bagi bayi. Reflek menyusui dini

ini tidak dipengaruhi oleh emosi ibu. Reflek ini bisa dihambat oleh keadaan emosi

ibu jika ibu merasa takut, lelah, malu, merasa tidak pasti, atau jika merasakan nyeri.
28

Ketika bayi lahir dan plasenta terlepas, kadar estrogen dan progesteron

turun dalam 2-3 hari. Akibatnya, hipotalamus yang dipengaruhi estrogen yang

menghalangi keluarnya pituitary lactogenic hormon (prolaktin) waktu hamil, dan

terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon tersebut mengakibatkan alveolus-

alveolus kelenjar mammae bisa terisi dengan air susu, tetapi untuk

mengeluarkannya dibutuhkan reflex yang menyebabkan kontraksi sel-sel mio-

epitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut.

Refleksi ini timbul jika bayi menyusu. Pada permulaan nifas apabila bayi belum

menyusu dengan baik, atau kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan

dengan sempurna, terjadi pembendungan air susu.

Kepenuhan fisiologis adalah sejak hari ketiga sampai hari keempat setelah

persalinan, ketika ASI secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh.

Hal ini bersifat fisiologis dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran

ASI oleh bayi, rasa penuh tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat berkembang

menjadi bendungan. Pada bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan

cairan jaringan. Aliran vena limpatik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan

tekanan pada saluran ASI dengan alveoli meningkat. Payudara menjadi bengkak,

merah dan mengkilap (Candri, 2013).

2.3.5 Komplikasi

Pengamatan pada hubungan antara bendungan ASI dan mastitis telah

dilakukan selama bertahun-tahun, tetapi kedua kondisi tersebut tidak selalu dapat

dibedakan dengan jelas. Mastitis adalah infeksi yang terjadi pada payudara dan

merupakan lanjutan dari bendungan payudara. Hal ini disebabkan oleh perawatan

payudara yang buruk sehingga bakteri Staphylococcus aureus dapat dengan mudah
29

menginfeksi payudara. Ibu dengan mastitis mungkin memilki nanah pada

payudaranya (abses payudara) (Candri, 2013).

2.3.6 Pencegahan Bendungan ASI

1. Menyusui dini, menyusui sesegera mungkin (sebelum 30 menit) setelah

melahirkan. Manfaat menyusui dini adalah : merangsang produksi ASI, dan

meningkatkan reflek bayi dalam menghisap.

2. Perlekatan yang baik. Cara melekatkan Bayi pada payudara ketika menyusui

berpengaruh terhadap keberhasilan menyusui. Langkah-langkah menyusui yang

benar, yaitu :

a) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada

putting susu dan aerola sekitarnya.

b) Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.

c) Payudara dipegang dengan C Hold yaitu ibu jari di atas dan jari yang lain

menopang di bawah. Jangan menekan puting susu atau areola saja.

d) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex) dengan cara

menyentuh pipi dengan puting susu, atau menyentuh sisi mulut bayi.

e) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke

payudara ibu dengan puting serta aerola dimasukkan ke mulut bayi. Setelah

menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya ganti

menyusui pada payudara yang lain.

f) Menyusui berikutnya mulai dari payudara yang belum terkosongkan (yang

dihisap terakhir).

g) Setelah selesai menyusui, sejumlah kecil susu dikeluarkan dan dioleskan

disekitar puting susu dan areola. Biarkan kering secara alami. Cara melepas
30

hisapan bayi dengan menggunakan jari kelingking ibu untuk menarik mulut

bayi melalui sudut mulutnya, atau tekan ke bawah pada dagu bayi.

h) Bayi di sendawakan. Tujuannya agar semua udara keluar dari perut bayi

agar bayi tidak muntah setelah menyusu. Metode untuk menyendawakan

yaitu Bayi digendong pada bahu Ibu dan memeganganya dengan lurus

kemudian memepuk punggungnya secara perlahan, atau Bayi tidur

tengkurap di pangkuan ibu, kemudian punggungnya ditepuk perlahan

3. Menyusui on demand

Bayi sebaiknya disusui secara on demand, karena bayi akan menentukan

sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan

karena sebab lain (kencing, kepanasan/ kedinginan, atau sekedar ingin didekap)

atau ibu sudah merasa perlu untuk menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat

mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi

akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi akan menyusu pada jadwal

yang tidak teratur, dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu.

Menyusu yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena hisapan

bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan

menyusui on demand, sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah timbulnya

masalah menyusui.

4. Lakukan rangsangan efek oksitosin, yaitu kompres panas untuk mengurangi rasa

sakit, Ibu harus rileks, dekatkan bayi pada ibu agar ibu dapat memandangnya,

pijat leher dan punggung belakang (sejajar daerah payudara) menggunakan ibu

jari dengan teknik gerakan memutar searah jarum jam kurang lebih selama 3

menit, Pijat ringan pada payudara yang bengkak (pijat pelan-pelan ke arah
31

tengah) menggunakan minyak pelumas, stimulasi payudara dan puting caranya

pegang puting dengan dua jari pada arah yang berlawanan, kemudian putar

puting dengan lembut searah jarum jam.

5. Kompres dingin pasca menyusui

6. Memakai BH yang sesuai. BH atau penyokong payudara yang baik penting

untuk mencegah atau mengurangi nyeri punggung bagian atas serta dapat

menyamankan nyeri tekan karena payudara yang membesar. Selain itu, BH

yang sesuai juga memberi ruang untuk memfasilitasi fungsi duktus (Candri,

2013).

7. Penanganan

Penanganan Bendungan ASI menurut (Saleha, 2010) dengan cara :

1. Masase payudara dan sebelumASI disusukan pada bayi, terlebih dahulu

ASI diperas dengan tangan.

2. Kompres dingin meredakan kongesti vena dan meredakan nyeri. Dapat

dilakukan bergantian dengan kompres panas yang bermanfaat agar

pembuluh darah lancar.

3. Menyusui lebih sering pada payudara yang terkena untuk meningkatkan

aliran ASI dan mengurangi tegangan payudara.

4. Pijat payudara dari puting kearah korpus sehingga menurunkan stasis di

vena dan pembuluh getah bening.

Menurut (Saifudin, 2010), cara melakukan massase yaitu :

a) Kompres payudara dengan handuk yang dibasahi air hangat dan lembab

selama 5 menit.
32

b) Pijat payudara dari pangkal ke puting atau gunakan sisir untuk memijat

payudara dengan arah ”Z” kearah putting.

c) Sebagian ASI dikeluarkan dari bagian depan payudara agar menjadikan

puting susu lebih lunak.

d) Susui bayi on demand. Bila ASI tidak dikosongkan dengan sempurna

oleh bayi, maka boleh menggunakan tangan untuk mengeluarkan ASI

tersebut. Apabila tetap sulit dikeluarkan menggunakan tangan pada

payudara yang mengalami bendungan, dapat dikeluarkan dengan pompa

payudara.

e) Untuk memberikan sensasi nyaman pada payudara, letakkan kain dingin

pada payudara setelah menyusui.

f) Keringkan payudara.

8. SOP Cara Menyusui Yang Benar

Menyusui yang benar adalah menyusui dalam posisi dan perlekatan

yang benar, sehingga menyusui efektif. Posisi ibu yang benar saat menyusui

akan memberikan rasa nyaman selama ibu menyusui banyinya dan juga akan

membantu bayi melakukan isapan yang efektif. Tujuan menyusui yang benar

yaitu, untuk menghindari lecet pada putting susu, menentukan keberhasilan

pemberian ASI dan, mencegah terjadinya Bendungan ASI.

a. Mengatur posisi bayi terhadap payudara ibu

1) ASI dikeluarkan sedikit dari puting susu, dan oleskan sedikit ASI

tersebut pada putting susu dan areola

2) Memposisikan ibu dalam keadaan yang rileks dan nyaman

3) Menjelaskan pada ibu bagaimana cara memegang bayinya


33

Empat hal pokok, yaitu :

a) Kepala dan badan bayi berada pada satu garis lurus

b) Muka bayi harus menghadap kepayudara, sedangkan hidungnya

kearah putting.

c) Ibu harus memegang bayinya berdekatan pada ibu.

d) Untuk BBL ibu harus menopang badan bayi bagian belakang, di

samping kepala dan bahu.

4) Memegang payudara dengan menggunakan ibu jari diatas, sedangkan

jari yang lainnya menopang bagian bawah payudara, serta gunakan ibu

jari untuk membentuk putting susu demikian rupa sehingga mudah

memasukannya kedalam mulut bayi.

5) Memberikan rangsangan pada bayi agar membuka mulut dengan cara

menyentuh bibir bayi ke putting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.

6) Tunggu sampai bibir bayi terbuka cukup lebar.

7) Setelah mulut bayi terbuka cukup lebar, gerakkan bayi segera ke

payudara dan bukan sebaliknya ibu atau payudara ibu yang digerakan

ke mulut bayi.

8) Mengarahkan bibir bawah bayi dibawah putting susu sehingga dagu

bayi menyentuh payudara.

9) Memperhatikan bayi selama menyusui.

b. Ciri-ciri menyusui yang benar

1) Bayi tampak tenang

2) Badan bayi menempel pada perut ibu

3) Dagu bayi menempel pada payudara


34

4) Mulut bayi terbuka cukup lebar

5) Bibir bawah bayi jga terbuka lebar

6) Areola yang kelihatan lebih luas di bagian atas dari pada di bagian

bawah mulut bayi.

7) Bayi ketika menghisap ASI cukup dalam menghisapnya, lembut dan

tidak ada bunyi.

8) Putting susu tidak merasa nyeri

9) Kepala dan badan bayi berada pada garis lurus

10) Kepala bayi tidak pada posisi tengadah (Suherni, 2011).

9. SOP Perawatan Payudara

Perawatan payudara adalah perawatan yang dilakukan pada payudara

agar dapat menyusui dengan lancar dan mencegah masalah-masalah yang sering

timbul pada saat menyusui. Tujuan perawatan payudara yaitu, menjaga

kebersihan payudara terutama putting susu agar terhindar dari infeksi,

merangsang kelenjar air susu, sehingga ASI lancar, mempersiapkan psikologis

ibu untuk menyusui, serta mencegah terjadinya bendungan ASI.

1. Pelaksanaan

a) Kompres puting susu dengan menggunakan kapas minyak selama 3-5

menit agar epitel yang lepas tidak menumpuk,lalu bersihkan kerak-

kerak pada puting susu

b) Bersihkan dan tariklah puting susu keluar terutama untuk puting susu

ibu datar

c) Ketuk-ketuk sekeliling puting susu dengan ujung-ujung jari.

2. Teknik pengurutan payudara


35

a) Pengurutan 1

(1) Licinkan kedua tangan dengan baby oil

(2) Menyokong payudara kiri dengan tangan kiri, lakukan gerakan kecil

dengan dua atau tiga jari tangan, mulai dari pangkal payudara

dengan gerakan memutar berakhir pada daerah puting ( dilakukan

20-30 kali)

b) Pengurutan 2

Membuat gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan

berakhir pada puting susu (dilakukan 20-30 kali) pada kedua payudara.

c) Pengurutan 3

Meletakkkan kedua tangan di antara payudara, mengurut dari tengah ke

atas sambil mengangkat kedua payudara dan lepaskan keduanya

berlahan.

d) Pengurutan 4

(1) Mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal ke arah

putting.

(2) Payudara dikompres dengan air hangat lalu dingin secara bergantian

kira-kira lima menit

(3) Keringkan dengan handuk dan pakailah BH khusus yang dapat

menopang dan menyanggga payudara. (Bahiyatun, 2011)


BAB 3

KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep

1. Vulva hygiene
Ibu Nifas 2. Menyusui
3. Perawatan payudara

Faktor Internal : Faktor Eksternal :


Bendungan ASI 1. Tidak menyusui on
1. Penyempitan
demand
duktus
2. Cara menyusui
laktiferus
3. Perawatan
2. Kelainan pada payudara
putting susu

Cara Mengatasi
Bendungan ASI :
1. Cara menyusui yang
benar
2. Perawatan payudara

Benar Salah

1. Mastitis
2. Abses
payudara

Ket :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI Pada Ibu
Nifas di Desa Buddagan Kabupaten Pamekasan

36
37

3.2 Deskripsi Kerangka Konsep

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika

alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Pada masa nifas, ibu akan memberikan ASI

pada bayinya yang bisa lancar atau tidak lancar (terjadi bendungan ASI).

Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus

laktiferus atau oleh kelenjar–kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna

atau karena kelainan pada putting susu.

Cara menyusui yang benar yaitu oleskan ASI ke putting susu, ibu harus

rileks serta jelaskan cara memegang bayinya. Pegang payudara dengan

menggunakan ibu jari diatas, sedangkan jari yang lainnya menopang bagian bawah

payudara. Sedangkan untuk perawatan payudara yaitu Bersihkan putting susu

menggunakan baby oil 3-5 menit, bersihkan dan Tarik putting susu keluar,

kemudian lakukan teknik pengurutan pada payudara ibu. Dari penatalaksanaan

tersebut akan muncul apakah ibu nifas sudah melakukannya dengan benar atau

salah.

Jika cara mengatasinya dilakukan dengan benar Bendungan ASI tidak akan

terjadi. Ibu akan menyusui dengan lancar dan nutrisi pada bayi juga terpenuhi.

Sedangkan jika penatalaksanaan salah maka akan berdampak buruk pada ibu. Ibu

akan mengalami bendungan ASI kemudian jika tidak ditasi dengan segera akan

terjadi mastitis bahkan hingga abses payudara. Nutrisi pada bayi juga akan kurang

terpenuhi. Dengan adanya kejadian Bendungan ASI di Desa Buddagan, peneliti

ingin mengetahui Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI Pada Ibu Nifas di

Desa Buddagan Kabupaten Pamekasan


BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah sesuatu yang sangat penting untuk memecahkan

masalah menurut metode keilmuan. Pada bab ini akan di sajikan 1)

Desain/Rancangan, 2) Kerangka kerja, 3) Populasi, Sample, dan Sampling, 4)

Identifikasi Variabel, 5) Definisi Operasional, 6) Pengumpulan Data dan Analisa

Data, 7) Etika Penelitian, dan 8) Keterbatasan.

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah rencana sistematis sebagai kerangka yang dibuat

untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian. Desain penelitian pada karya

tulis ilmiah ini menggunakan Deskriptif Cross sectional. Desain penelitian

mengacu pada strategi keseluruhan yang dipilih untuk mengintegrasikan berbagai

komponen penelitian dengan koheren dan logis untuk memastikan efektifitas

pemecahan masalah penelitian. Desain penelitian adalah blueprint untuk

pengumpulan pengukuran dan analisis data. Penelitian deskriptif adalah penelitian

yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis dan akurat suatu situasi

dan area populasi tertentu yang bersifat factual (Nurdin, 2019).

38
39

4.2 Kerangka Kerja


Populasi
Seluruh Ibu Nifas yang Merngalami Bendungan ASI di Desa
Buddagan
N= 11

Sampel
Seluruh Ibu Nifas yang Mengalami Bendungan ASI di Desa
Buddagan
n=11

Sampling
n= 11
Total Populasi

Desain Penelitian
Deskriptif

Pengumpulan Data
Menggunakan Kuesioner Skala Likert Penatalaksanaan
Mengatasi Bendungan ASI

Pengolahan Data
Editing, Coding,Scoring, Tabulating dan Enterpretating

Analisis Data
Perhitungan Persentase

Penyajian Hasil Penelitian


Tabel dan Narasi

Penarikan kesimpulan dan Deseminasi

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada Ibu .
Nifas di Desa Buddagan, Kabupaten Pamekasan
40

4.3 Populasi, Sampel, dan Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari subjek yang akan menjadi sasaran

penelitian. Subjek penelitian merupakan tempat atau lokasi data variable yang akan

digunakan.

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Riyanto, 2020). Dalam

penelitian ini, populasinya adalah seluruh ibu nifas yang mengalami Bendungan

ASI di Desa Buddagan, Kabupaten Pamekasan yang jumlahnya 11 orang

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah bagian yang memberikan gambaran secara umum

dari populasi. Sampel penelitian memiliki karakteristik yang sama atau hampir

sama dengan karakteristik populasi, sehingga sampel yang digunakan dapat

mewakili populasi yang diamati (Riyanto, 2020). Sampel dalam penelitian ini

adalah Ibu Nifas yang Mengalami Bendungan ASI di Desa Buddagan Kabupaten

Pamekasan yang berjumlah 11 orang.

4.3.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Teknik Sampling total sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah

sampel sama dengan jumlah populasinya (Siyoto, 2015).

4.4 Identifikasi Variabel

Variabel adalah sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian, sering

juga disebut sebagai factor yang berperan dalam penelitian atau gejala yang akan

diteliti (Sandu Siyoto, 2015). Variabel yang di teliti adalah variabel dependen yaitu
41

Cara Mengatasi Bendungan ASI Pada Ibu Nifas di Desa Buddagan, Kabupaten

Pamekasan.

4.5 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada
Ibu Nifas di Desa Buddagan, Kabupaten Pamekasan.
Variabel Definisi Indikator Alat Skala Skor
Penelitian Operasional Ukur
Cara Upaya yang 1. Cara Kuesioner Nominal Nilai jawaban
Mengatasi dilakukan menyusui Positif, Selalu :
skala
Bendungan oleh ibu nifas yang benar 4, Sering : 3,
ASI pada dalam cara 2. Perawatan likert Kadang-kadang
Ibu Nifas di mengatasi payudara : 2, Tidak
Desa Bendungan pada ibu pernah : 1.
Buddagan, ASI nifas Nilai jawaban
Kabupaten Negatif, Selalu :
Pamekasan 1, Sering : 2,
Kadang-kadang
: 3, Tidak
pernah : 4.
Kemudian
diinterpretasika
n ke dalam
bentuk : Cara
Mengatasi
Benar jika skor
T ≥ mean.
Cara Mengatasi
Salah jika skor T
< mean.

4.6 Pengumpulan dan Analisa Data

4.6.1 Pengumpulan data

1. Proses pengumpulan data

Peneliti mendapatkan izin dari Ketua Jurusan Kesehatan Politeknik Negeri

Madura, kemudian menyerahkan kepada Kepala Desa Buddagan untuk

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian seta mendapatkan persetujuan untuk

dijadikan sebagai tempat penelitian dan meminta data Ibu Nifas kepada Bidan Desa
42

Buddagan. Pada saat penelitian juga memberikan surat persetujuan atau informed

consent pada responden kemudian memilih populasi yaitu semua Ibu Nifas yang

Mengalami Bendungan ASI di Desa Buddagan dan mengambil sampel yaitu

seluruh Ibu Nifas yang mengalami Bendungan ASI di Desa Buddagan. Penyebaran

kuesioner secara langsung ke rumah setiap responden oleh peneliti dan sekaligus

memberikan pendidikan kesehatan tentang cara mengatasi bendungan ASI.

2. Instrument penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner skala likert.

Kuesioner mengenai Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI di Desa

Buddagan, Kabupaten Pamekasan. Jumlah soal 20 dengan jumlah pertanyaan

negative sebanyak 10 soal dan pertanyaan positif sebanyak 10 soal.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2021 di Desa Buddagan

Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan.

4.6.2 Analisa Data

1. Pengolahan Data

a. Editing

Setelah jawaban responden terkumpul, segera memeriksa kembali

semua data yang terkumpul, untuk mengecek kembali apakah semua skala

sudah diisi dengan petunjuk, kemudian memisahkan subjek penilaian yang

tidak sesuai dengan kriteria inklusi.

b. Coding

Memberikan kode-kode tertentu pada setiap jawaban sesuai dengan

kategori. Data dari masing-masing responden diberi kode sesuai dengan


43

jawaban responden. Pemberian kode untuk data umum dan data khusus

dijelaskan sebagai berikut : Kode Umur/usia : Umur <20-25 tahun : 1, Umur

25- 30 tahun : 2, Umur 30-35 tahun : 3, Umur 35-40 tahun :4, Umur >40 tahun

: 5, Kode Pendidikan : Tidak sekolah/Tidak tamat SD : 1, SD : 2, SMP : 3, SMA

: 4, D3/PT : 5, Kode Pekerjaan : Petani : 1, Ibu Rumah Tangga : 2,

Wirausaha/Wiraswasta : 3, PNS : 4, Polisi/TNI/Tentara : 5, Anak keberapa :

Pertama : 1, Kedua : 2, Ketiga : 3, ≥ 4 : 4.

c. Scoring

Skoring dilakukan dengan cara jika soal positif memberikan nilai 4 dari

setiap jawaban selalu, nilai 3 pada jawaban sering, nilai 2 pada jawaban kadang-

kadang, serta nilai 1 pada jawaban tidak pernah. Jika soal negative memberikan

nilai 1 pada setiap jawaban selalu, nilai 2 pada setiap jawaban sering, nilai 3

pada setiap jawaban kadang-kadang, serta nilai 4 pada setiap jawaban tidak

pernah.

d. Tabulating

Tabulasi data dilakukan dengan menghitung frekuensi-frekuensi dari

data umum dan khusus hasil penelitian ke dalam table distribusi frekuensi.

Jumlah nilai minimal yaitu 20 dan jumlah nilai maksimal yaitu 80.

e. Enterpretating

Hasil presentase dari pengolahan dan di interpretasikan dengan

menggunakan data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian data dalam bentuk

presentase dengan menggunakan skala kuantitatif sebagai berikut :

a) 100% (seluruh),

b) 76%-99% (hampir seluruh),


44

c) 51%-75% (sebagian besar),

d) 50% (setengah),

e) 26%-49% (hampir setengahnya),

f) 1%-25% (sebagian kecil),

g) 0% (tidak satupun).

2. Analisa Data

Penelitian ini menggunakan analisa deskriptif yaitu suatu prosedur

pengolahan data dengan menggambarkan dan meringkas data secara ilmiah

dengan menyajikan data secara tabulasi silang yang konfirmasikan dalam

bentuk presentase dan narasi (Nursalam, 2013).

Skor T dihitung menggunakan rumus :

X. Ẋ
T = 50+10
s

Keterangan :

X : Skor respondent pada skala penatalaksanaan yang hendak diubah

menjadi skor

X : Mean skor kelompok

s : Deviasi standar skor kelompok

Cara Mengatasi Benar jika skor T ≥ mean

Cara Mengatasi Salah jika skor T < mean

4.7 Etika peneltian

4.7.1 Lembar Persetujuan menjadi responden (informed concent)

Saat pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti meminta ijin pada setiap

responden yang akan diteliti baik secara lisan maupun lembar persetujuan atas
45

ketersediaan dijadikan subjek penelitian dansupaya responden dapat memberikan

jawaban yang benar

4.7.2 Tanpa nama (ananomity)

Responden tidak perlu mencantumkan nama dalam kuesioner untuk

menjaga privacy, untuk mengetahui keikutsertaan responden, peneliti menulis

nomor kode pada masing–masing lembar pengumpulan data.

4.7.3 Kerahasiaan (confidentiality)

Semua penelitian yang melibatkan manusia akan selalu mengganggu

kehidupan pribadi partisipan. Peneliti wajib menjaga kerahasiaan informasi atau

data yang diberikan oleh partisipan, termasuk menjaga privacy partisipan. Dan

hanya di publikasikan dalam bentuk laporan sebagai tugas akhir pada program studi

D III keperawatan.

4.8 Keterbatasan

Keterbatasan adalah kelemahan dan hambatan dalam penelitian. Adapun

keterbatasan dalam penelitian ini adalah :

1. Instrument penelitian menggunakan kuesioner yang dirancang sendiri oleh

peneliti tanpa diujikan validitas dan reabilitasnya.

2. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini belum mewakili semua faktor

yang menyebabkan terjadinya bendungan ASI.

3. Pengumpulan data hanya menggunakan kuesioner skala likert.

4. Terdapat sebagian responden yang kurang kooperatif untuk datang ke

posyandu sehingga peneliti harus mengunjungi responden kerumah masing-

masing.
BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi/gambaran umum tempat penelitian

5.1.1 Data geografi

Desa Buddagan terletak di Kecamatan Pademawu, Pamekasan, Jawa

Timur, sedangkan batas-batas Desa Buddagan sebagai berikut:

Sebelah utara : Kelurahan Lada

Sebelah selatan : Desa Sumedangan

Sebelah barat : Desa Lemper

Sebelah timur : Desa Murtajih

Berdasarkan data geografisnya, Desa Buddagan terdiri 8 Dusun diantaranya

: Dusun Asem Manis, Dusun Serkeser Utara, Dusun Serkeser Selatan, Dusun

Tangger, Dusun Bulung, Dusun Buddagan, Dusun Lombeng, Dan Dusun

Kadungdung.

5.1.2 Data demografi

Desa Buddagan mempunyai jumlah penduduk sekitar ± 4.674 jiwa.

Sedangkan untuk sebaran penduduk yang berjenis kelamin laki-laki ± 2.345 jiwa

dan perempuan ± 2.329 jiwa. Masyarakat desa Buddagan dalam mayoritas bermata

pencaharian sebagai petani dan ibu rumah tangga. Adapun fasilitas kesehatan yang

ada di Desa Buddagan terdapat 4 posyandu, 1 polindes, dengan tenaga kesehatan

bidan. Untuk fasilitas pendidikan yaitu terdapat 1 PAUD, 2 TK, dan 2 SD.

46
47

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Hasil penelitian data umum

1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia ibu nifas

Table 5.1 distribusi frekuensi responden berdasarkan usia ibu nifas


No Usia Ibu Nifas Frekuensi Presentase
1 <20-25 tahun 3 27%
2 25-30 tahun 5 46%
3 30-35 tahun 2 18%
4 35-40 tahun 1 9%
5 >40 tahun 0 0%
Total 11 100%
Sumber : Data primer, 2021
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa hampir setengahnya responden

berusia 25-30 tahun sebanyak 5 responden (46%), dan tidak satupun dari responden

yang berusia >40 tahun sebanyak (0%)

2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan ibu

Table 5.2 distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan ibu


No Pendidikan Ibu Frekuensi Presentase
1 Tidak 0 0%
sekolah/tidak
tamat SD
2 SD 0 0%
3 SMP 0 0%
4 SMA 6 55%
5 D3/PT 5 45%
Total 11 100%
Sumber : Data primer, 2021
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar dari total

responden berpendidikan SMA sebanyak 6 responden (55%), dan tidak satupun

dari total responden yang berpendidikan tidak sekolah/tidak tamat SD, SD, maupun

SMP sebanyak (0%)


48

3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ibu

Table 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ibu


No Pekerjaan Ibu Frekuensi Presentase
1 Petani 0 0%
2 Ibu rumah tangga 8 73%
3 Wirausaha/Wiraswasta 2 18%
4 PNS 1 9%
5 Polisi/TNI/Tentara 0 0%
Total 11 100%
Sumber : Data primer, 2021
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar dari total

responden bekerja sebagai Ibu rumah tangga sebanyak 8 responden (73%), dan

tidak satupun dari responden yang bekerja sebagai Petani, maupun

Polisi/TNI/Tentara sebanyak (0%).

4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan anak ke

Table 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan anak ke


No Anak ke Frekuensi Presentase
1 1 4 37%
2 2 3 27%
3 3 3 27%
4 ≥4 1 9%
Total 11 100%
Sumber : Data primer, 2021
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa hampir setengah dari total

responden memiliki anak ke 1 sebanyak 4 responden (37%), dan sebagian kecil dari

total responden yang memiliki anak ke ≥4 sebanyak 1 responden (9%).


49

5.2.2 Hasil penelitian data khusus

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden cara mengatasi bendungan ASI pada ibu

nifas

No Kategori Frekuensi Prosentase


1 Benar 3 27%
2 Salah 8 73%
Total 11 100%
Sumber : Data primer, 2021
Berdasarkan tabel 5.5 distribusi frekuensi responden berdasarkan cara

mengatasi bendungan ASI baik itu berupa perawatan payudara dan cara menyusui

yang benar menunjukkan bahwa sebagian besar responden salah dalam cara

mengatasi bendungan ASI sebanyak 8 responden (73%) dan hampir setengah

responden benar dalam mengatasi bendungan ASI sebanyak 3 responden (27%).

5.3 Pembahasan

Bendungan ASI (engorgement) adalah penyempitan pada duktus laktiferus,

sehingga sisa ASI terkumpul pada system duktus yang mengakibatkan tejadinya

pembengkakan. Supaya tidak terjadi Bendungan ASI pada ibu nifas, dilakukan

penatalaksanaan cara mengatasi bendungan ASI yaitu salah satunya dengan cara

melakukan perawatan payudara dan cara menyusui harus benar. Bendungan ASI

disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar karena cara menyusui yang

salah, karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi meningkat, terlambat

menyusukan, hubungan dengan bayi (bonding) kurang baik, serta perawatan

payudara yang kurang.

Berdasarkan hasil penelitian di Desa Buddagan, Pamekasan pada bulan

Februari 2021 terhadap 11 responden yang mengalami bendungan ASI didapatkan

hasil sebagian besar Cara Mengatasi Bendungan ASI salah sebanyak 8 responden

(73%). Hal ini disebabkan oleh tidak dilakukannya perawatan payudara dan cara
50

menyusui yang masih belum sesuai prosedur. Faktor pengalaman bisa menjadi

salah satu penyebabnya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hampir

setengahnya ibu nifas di Desa Buddagan terjadi bendungan ASI pada ibu yang

memiliki anak pertama sebanyak 4 responden (37%), sehingga hal ini berpengaruh

dalam proses menyusui karena ibu yang baru pertama kali memiliki anak masih

belum berpengalaman dalam hal menyusui dan melakukan perawatan payudara.

Keadaan ini sejalan dengan penelitian (Impartina, 2017) yang menemukan bahwa

ibu primipara belum mempunyai pengalaman sehingga pada ibu multipara akan

lebih banyak memiliki pengalaman dalam menyusui, dan pengalaman itu dapat

dijadikan sebagai gambaran saat menyusui. Sesuatu yang pernah dialami seseorang

akan menambah tentang sesuatu yang bersifat informal, seseorang yang telah

memiliki pengalaman sebelumnya maka pengetahuannya akan lebih baik, jadi

pengalaman seseorang dapat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Posisi

menyusui yang baik dan benar saat posisi menyusui bayi benar dengan posisi

seluruh putting payudara ibu berada di dalam mulut bayi sehingga akan dengan

mudah menghisap air susu ibu, sentuhan antara aerola ibu dengan langit-langit di

dalam mulut bayi maka sentuhan tersebut akan merangsang reflex penghisapan

bayi. Posisi menyusui yang benar akan merangsang pengeluaran air susu ibu

sehingga ASI akan keluar dengan lancar, pengosongan mamae akan sempurna

sehingga bendungan ASI dapat di hindari. Posisi menyusui akan mempengaruhi

keaktifan bayi untuk menghisap air susu ibu, dan bayi yang aktif menghisap air susu

ibu maka pengosongan mamae akan sempurna sehingga bendungan ASI dapat

dihindari (Impartina, Hubungan pengetahuan ibu nifas tentang teknik menyusui

dengan kejadian bendungan ASI, 2017). Menyusui dengan posisi dan teknik yang
51

salah akan mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar dengan

optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI dan bayi juga akan enggan untuk

menyusu. Hal ini dibuktikan dengan jawaban responden dari kuesioner nomor 8

dan 10 yang banyak tidak dilakukan pengurutan pada payudara dan tidak

mengompres payudara dengan air hangat sedini mungkin ketika terjadi bendungan

ASI sehingga bendungan ASI bertambah parah dan semakin lama untuk sembuh.

Cara menyusui ibu pada bayi juga banyak terjadi kesalahan yang ditunjukkan

responden pada jawaban kuesioner nomor 18 yaitu ketika akan menyusukan

bayinya, ibu hanya menopang dan mengarahkan payudara pada mulut bayi, tetapi

tidak menyesuaikan putting susu sedemikian rupa agar mudah memasukkannya

kedalam mulut bayi.

Usia ibu juga mempengaruhi dalam terjadinya bendungan ASI di desa

Buddagan. Dari hasil data penelitian didapatkan hampir setengahnya responden

mengalami bendungan ASI pada usia 25-30 tahun dengan total sebanyak 5

responden (46%). Pada usia tersebut termasuk kedalam kategori dewasa awal.

Individu yang tergolong dewasa awal ialah mereka yang berusia 20-40 tahun.

Dewasa awal merupakan masa transisi dari masa remaja sehingga ciri-ciri

perkembangan masa dewasa awal tidak begitu berbeda dari masa remaja. Menurut

penelitian (Putri, 2019), usia dewasa awal merupakan masa penyesuaian diri dengan

kehidupan perkawinan dan ketegangan emosional berlebih seperti ketakutan atau

kekhawatiran sehingga hal ini akan mempengaruhi pengalaman dalam menyusui.

Ibu nifas harus menyesuaikan diri dengan hal yang pertama kali ibu lakukan seperti

menyusui sehingga hal tersebut dapat memunculkan ketakukan dalam hal posisi

menyusui maupun dalam perawatan payudara.


52

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya bendungan ASI yaitu karena

pekerjaan. Dari hasil penelitian di desa Buddagan didapatkan ibu nifas paling

banyak memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dengan total sebanyak 8

responden (73%). Ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga biasanya mempunyai

kesibukan yang berlebih baik itu urusan rumah tangga, anak maupun yang lain

sehingga waktu untuk melakukan perawatan payudara masa nifas menjadi

berkurang atau bahkan tidak melakukan sam sekali., serta ibu rumah tangga juga

kurang bersosialisasi orang lain seperti tetangga sehingga informasi yang

didapatkan kurang, terutama informasi tentang perawatan masa nifas. Berbeda

halnya dengan ibu yang bekerja di perkantoran pengetahuannya akan lebih luas

daripada seseorang yang tidak bekerja, karena dengan bekerja seseorang akan

mempunyai banyak informasi dari teman-temannya. Hal ini sejalan dengan

penelitian (Impartina, Hubungan pengetahuan ibu nifas tentang teknik menyusui

dengan kejadian bendungan ASI, 2017) yang berasumsi bahwa ibu nifas yang

bekerja sebagai ibu rumah tangga memiliki peluang yang lebih besar dalam

terjadinya bendungan ASI. Hal ini disebabkan karena kurang tindakan untuk

melakukan upaya pencegahan terhadap bendungan ASI seperti misalnya

melakukan perawatan payudara dan cara menyusui yang kurang benar dikarenakan

kurangnya informasi tentang perawatan payudara dan cara menyusui serta

banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh ibu dalam mengurus keluarganya

sehingga membuat ibu merasa lebih lelah dan menurunkan perhatian ibu terhadap

dirinya sendiri.

Kebersihan payudara juga perlu diperhatikan untuk ibu nifas. Perawatan

Payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara semasa


53

hamil. Sesuai teori yang ada bahwa dengan melakukan perawatan payudara maka

semakin kecil pula terjadi nya bendungan ASI. Perawatan payudara bertujuan untuk

menjaga kebersihan payudara sehingga mencegah terjadinya penyumbatan dan

terhindar dari infeksi (Sari, 2021). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perawatan

payudara ini dilakukan untuk mencegah tersumbatnya saluran susu dan

memperlancar pengeluaran ASI sehingga kebutuhan ASI bayi dapat tercukupi.

Dengan ini ibu menyusui yang melakukan perawatan payudara selama menyusui

berdampak baik yaitu tidak terjadinya bendungan ASI. Hal ini dikarenakan gerakan

pada perawatan payudara akan melancarkan reflek pengeluaran ASI, serta dapat

mencegah dan mendeteksi dini kemungkinan adanya bendungan ASI dapat

diperlancar.
BAB 6

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Cara mengatasi bendungan ASI pada ibu nifas di Desa Buddagan

didapatkan sebagian besar unfavourable.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi responden

Diharapkan ibu nifas dan keluarga menyadari untuk teratur melakukan

perawatan payudara dan cara menyusui yang benar sehingga tidak terjadi

bendungan ASI dan meningkatkan kembali pengetahuan ibu nifas tentang

perawatan payudara dan cara menyusui yang baik dan benar. Pengetahuan

tersebut dapat diperoleh dari media cetak, elektronik maupun tenaga kesehatan

yang lain serta sebaiknya aktif untuk mengikuti kelas hamil agar lebih banyak

mendapatkan pengetahuan dan infromasi tentang kehamilan dan masa nifas

yang akan dihadapi sehingga masalah pada masa nifas seperti bendungan ASI

dapat dihindari.

6.2.2 Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan dapat menambah referensi dan menjadi masukan yang

berarti bagi institusi kesehatan dalam meningkatkan kembali penyuluhan-

penyuluhan yang berhubungan dengan persiapan masa nifas pada saat kelas ibu

hamil maupun ketika pelaksanaan posyandu.

54
55

6.2.3 Bagi peneliti yang akan datang

Diharapkan bagi peneliti yang akan datang agar melakukan penelitian

lebih lanjut untuk meneliti atau mencari variable lain yang mempengaruhi

bendungan ASI sehingga bendungan ASI pada ibu nifas dapat dihindari.

6.2.4 Bagi puskesmas

Disarankan kepada puskesmas agar melakukan program pemberdayaan

masyarakat melalui praktik belajar lapangan atau latihan kerja praktik dengan

pendekatan terhadap ibu hamil dan post partum mengenai bendungan ASI dan

pencegahannya.
56

DAFTAR PUSTAKA
Afriani, W. A. (2018). Pengetahuan dan sikap ibu menyusui dengan pemberian ASI
secara on demand. Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar, 14.
Amelia. (2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian bendungan ASI pada
ibu post partum . Universitas Negeri Alaudi Makassar, 13.
Bahiyatun. (2011). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Candri, F. P. (2013). Asuhan kebidanan pada ibu nifas. Jurnal Kebidanan UMP,
15.
Clumbley, J. (2011). Menyusui. Jakarta: Erlangga.
Dewi, A. D. (2019). Faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran produksi ASI.
Jurnal Aisyiyah Medika, 4.
Djami, M. E. (2018, Juni 30). Proses adaptasi fisiologis dan psikologis ibu nifas .
Akademi kebidanan bina husada tangerang, pp. 1-16.
Faidatun, M. (2019). Gambaran kejadian bendungan ASI pada ibu nifas di RS PKU
Muhammadiyah Gombong. Program studi S1 keperawatan, STIKES
Muhammadiyah Gombong, Program Studi DIII kebidanan, STIKES
Muhammadiyah Gombong, 10.
Impartina. (2017). MEDISAINS, Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, 159.
Impartina. (2017). Hubungan pengetahuan ibu nifas tentang teknik menyusui
dengan kejadian bendungan ASI. Jurnal Endurance, 156-160.
Indahsari, N. (2017). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS
TENTANG PERAWATAN PAYUDARA DENGAN KEJADIAN
BENDUNGAN ASI . Indonesian Journal of Medical Science, 02-04.
Janosik, S. (2010). Bab II Tinjauan Teori Masa Nifas. NASPA JOURNAL, 12.
Jauhari, I. (2018). PERLINDUNGAN HAK ANAK TERHADAP AIR SUSU IBU
(ASI). Yogyakarta: DEEPUBLISHER.
Manuaba. (2010). Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC.
Maryati. (2018). Gambaran Kejadian Bendungan ASI pada Ibu Nifas. Jurnal
Antara Kebidanan, 4-5.
Meihartati. (2018). Hubungan antara perawatan payudara dengan kejadian
bendungan asi (engoergement) pada ibu nifas. Jurnal Kebidanan dan
Keperawatan Aisyiyah, 19-24.
Monika, F. B. (2014). Buku Pintar ASI dan Menyusui. Jakarta Selatan: Noura
Books.
Purwati, H. S. (2017). KONSEP PENERAPAN ASI EKSKLUSIF. Jakarta: EGC.
Putri, A. F. (2019). Pentingnya orang dewasa awal menyelesaikan tugas
perkembangannya. Indonesian Journal of School Counseling, 37.
Rasjidi, I. (2014). Panduan Kehamilan Muslimah. Jakarta eElatan: Noura Books.
Riyanto, S. (2020). Metode Riset Penelitian Kuantitatif Penelitian di Bidang
Manajemen, Teknik, Pendidikan dan Eksperimen . Yogyakarta: CV BUDI
UTAMA.
Rosita, E. (2017). HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA PADA IBU NIFAS
DENGAN BENDUNGAN ASI. Jurnal Kebidanan, 7.
Saifudin. (2010). Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: EGC.
Saleha. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
57

Sari. (2021). HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA DENGAN KEJADIAN


BENDUNGAN ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAKRA.
Jurnal Medika Hutama, 819.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Suherni. (2011). Perawatan masa nifas. Yogyakarta: Fitramaya.
Susmita. (2021). Hubungan Perawatan Payudara dengan Kejadian Bendungan Air
Susu Ibu (ASI) di Wilayah Kerja Puskesmas Sakra. JURNAL MEDIKA
HUTAMA, 6.
Taqiyah, Y. (2019). PENGARUH PERAWATAN PAYUDARA TERHADAP
BENDUNGAN ASI PADA IBU POST PARTUM. Journal Of Islamic
Nursing, 1-4.
Tonasyih, S. (2019). Asuhan kebidanan masa nifas dan menyusui. Yogyakarta: K-
Media.
Wahyuni, D. E. (2020). Menurunkan resiko prevalensi diare dan meningkatkan
nilai ekonomi melalui ASI eksklusif. Surabaya: Scopindo media pustaka.
Wiknjosastro, H. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP.
Wydianingpertiwi, H. (2018). HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU
TENTANG PERAWATAN PAYUDARA DENGAN KEJADIAN
BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS. Jurnal Kebidanan, 10.
Yanti, P. D. (2017). Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu Dengan Bendungan ASI.
Endurance, 1-2.
58

Lampiran 1 : Lembar Permohonan dan Persetujuan Menjadi Partisipan


LEMBAR PERMOHONAN DAN PERSETUJUAN
MENJADI PARTISIPAN
Kepada yth. Calon partisipan , saya adalah mahasiswa Jurusan Kesehatan
Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Negeri Madura sedang melaksanakan
pembuatan karya tulis ilmiah dengan judul “Gambaran Cara Mengatasi Bendungan
ASI pada Ibu Nifas di Desa Buddagan, Kabupaten Pamekasan” dalam bentuk
pemberian asuhan keperawatan kepada anda sebagai partisipan.
Pemberian asuhan keperawatan dilaksanakan secara komperhensif meliputi
proses pengkajian sampai dengan evaluasi, seluruh data dan informasi yang saya
dapatkan dijamin kerahasiaannya dan hanya disampaikan dalam bentuk ilmiah
tanpa menyebutkan data pribadi bapak/ibu secara langsung. Seluruh tindakan yang
kami lakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia anak bapak/ibu
dan kami pastikan sesuai dengan pedoman, Standar Operasional Prosedur (SOP)
dan kebijakan instansi terkait.
Demikian saya sampaikan besar harapan saya bapak/ibu berkenan menjadi
partisipan dalam proses karya tulis ilmiah ini. Jika bapak/ibu tidak berkenan, saya
terima keputusan bapak/ibu tanpa mengurangi rasa hormat saya serta kualitas
pelayanan yang anda terima, namun jika bapak/ibu berkenan, kami mohon
kesediannya untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi partisipan.
Demikian, semoga seluruh niat baik bapak/ibu mendapat balasan terbaik
dari Tuhan, dilancarkan perawatannya dan segera disembuhkan penyakitnya.

Hormat saya
Pamekasan, 02 Januari 2021

INDANA LAZULFA
NRP. 33411801018

____
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN
Inisial partisipan:
Saya telah membaca dan memahami lembar permohonan menjadi
partisipan, sebelumnya saya menyatakan bahwa saya menyatakan bahwa saya
bersedia menjadi partisipan sesuai dengan ketentuan dan syarat yang berlaku.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya secara sadar dan tanpa paksaan
dari pihak manapun.
Partisipan
Pamekasan, 10 januari 2021

( )
59

Lampiran 2 : Kisi-kisi Kuesioner


KISI-KISI KUESIONER

Soal Jumlah
No Variabel Indikator Sub Indikator
Negatif Positif Soal
1 Cara Cara 1.Perawatan 5 soal 5 soal 10 soal
Mengatasi Payudara (No. 1, 2, (No. 6,
Bendungan 3, 4, 5) 7, 8, 9,
ASI pada 10)
Ibu Nifas

2.Cara 5 soal 5 soal 10 soal


Menyusui yang ( No. 11, (No.
Benar 12, 13,14, 16, 17,
15) 18, 19,
20)
60

Lampiran 3 : Lembar Kuesioner


KUESIONER
LIKERT
GAMBARAN CARA MENGATASI BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS
DI DESA BUDDAGAN, KABUPATEN PAMEKASAN

A. Data Umum KODE RESPONDEN


Nama (Inisial) :
Usia : : <20-25 tahun = 1,
: 25-30 tahun = 2,
: 30-35 tahun = 3,
: 35-40 tahun = 4,
: >40 tahun = 5
Pendidikan : : Tidak sekolah/Tidak tamat SD = 1,
: SD = 2,
: SMP = 3,
: SMA = 4
: D3/PT.
Pekerjaan : : Petani = 1,
: Ibu Rumah Tangga = 2,
: Wirausaha/Wiraswasta = 3,
: PNS = 4,
: TNI/Polri/Tentara = 5.
Anak ke : : Pertama = 1,
: Kedua = 2,
: Ketiga = 3,
: ≥ 4 = 4.
61

B. Data Khusus
Hasil
No Observasi Kadang- Tidak Skor
Selalu Sering
kadang pernah
Perawatan Payudara
1 Dilakukan 1 minggu
setelah melahirkan
2 Tidak melakukan
perawatan payudara
sebelum mandi
3 Putting susu tidak
dikompres dengan baby
oil
4 Pegang daerah areola
dengan menggerakan
kedua ibu jari kearah
atas dan kebawah ± 40
kali (gerakannya
kerah luar)
5 Ketuk-ketuk sekeliling
payudara dengan jari
6 Melicinkan kedua telapak
tangan dan mulai
melakukan pengurutan
sebanyak 30 kali selama 5
menit pada payudara,
dengan cara : Menyokong
payudara kiri dengan
tangan kiri, lakukan
gerakan kecil dengan dua
atau tiga jari tangan, mulai
dari pangkal payudara
dengan gerakan memutar
berakhir pada daerah
putting.
7 Membuat gerakan
memutar sambil menekan
dari pangkal payudara dan
berakhir pada puting susu
(dilakukan 20-30 kali)
pada kedua payudara.
8 Meletakkkan kedua
tangan di antara payudara,
mengurut dari tengah ke
atas sambil mengangkat
kedua payudara dan
62

lepaskan keduanya
perlahan.
9 Mengurut payudara
dengan sisi kelingking
dari arah pangkal ke arah
putting. Sambil lalu, tekan
putting dengan kedua jari
tangan untuk melihat
apakah keluar ASI atau
tidak.
10 Payudara dikompres
dengan air hangat lalu
dingin secara bergantian
kira-kira lima menit.
Keringkan dengan handuk
dan pakailah BH khusus
yang dapat menopang dan
menyanggga payudara.
Cara Menyusui Yang
Benar
11 Tidak mengeluarkan ASI
dari puting susu, dan tidak
dioleskan pada
aerola/puting susu.
12 Ibu posisinya harus tegang
dan tidak nyaman
13 Kepala dan badan bayi
tidak berada pada satu
garis lurus
14 Muka bayi dan hidung
tidak menghadap ke
payudara.
15 Memegang bayinya tidak
berdekatan dengan ibu.
16 Payudara dipegang
dengan menggunakan ibu
jari diatas, dan jari lainnya
menopang bagian bawah
payudara, serta gunakan
ibu jari untuk membentuk
putting susu demikian
rupa sehingga mudah
memasukannya kedalam
mulut bayi.
17 Tunggu sampai bibir bayi
terbuka cukup lebar
18 Setelah mulut bayi
terbuka cukup lebar,
63

gerakkan bayi segera ke


payudara dan bukan
sebaliknya ibu atau
payudara ibu yang
digerakan ke mulut bayi
19 Mengarahkan bibir bawah
bayi dibawah putting susu
sehingga dagu bayi
menyentuh payudara.
20 Memperhatikan bayi
selama menyusui
TOTAL
64

Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Pembimbing


LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : INDANA LAZULFA


NIM : 18.018
Judul Terakhir : Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada Ibu Nifas
di Desa Buddagan, Kabupaten Pamekasan
Pembimbing 1 : Ns. Hilmah Noviandry R, S.Kep., M.Kes
Tanggal Materi Paraf
No Rekomendasi / saran
Bimbingan Bimbingan Pembimbing
1 21-10-2020 Pengajuan judul Revisi
2 06-11-2020 Konsul judul ACC
3 05-12-2020 BAB 1 Revisi
4 13-12-2020 BAB 1 Revisi
5 18-12-2020 BAB 1 ACC
6 22-12-2020 BAB 2 ACC
7 26-12-2020 BAB 3 Revisi
8 28-12-2020 BAB 3 Revisi
9 29-12-2020 BAB 3 ACC
10 01-01-2021 BAB 4 Revisi
11 02-01-2021 BAB 4 &
Revisi
Kuesioner
12 03-01-2021 BAB 4 &
Revisi
Kuesioner
13 04-01-2021 BAB 4 &
Revisi
Kuesioner
14 06-01-2021 BAB 4 & BAB 4 Revisi &
Kuesioner Kuesioner ACC
15 08-01-2021 BAB 4 ACC
16 08-05-2021 BAB 5 & 6 Revisi
17 22-05-2021 BAB 5 & 6 Revisi
18 30-05-2021 BAB 5 & 6 ACC

Pamekasan, 15 Juli 2021


Pembimbing 1

(Ns. Hilmah Noviandry R, S.Kep., M.Kes)


NIK. 4110182015
65

LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : INDANA LAZULFA


NIM : 18.018
Judul Terakhir : Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada Ibu Nifas
di Desa Buddagan, Kabupaten Pamekasan
Pembimbing 2 : Hj. Adi Sutrisni, S.ST., S.Kep., Ns., M.M., M.Kes

Tanggal Materi Rekomendasi /


No Paraf Pembimbing
Bimbingan Bimbingan saran

1 02-01-2021 Konsul ACC


Proposal

2 05-06-2021 Konsul KTI ACC

Pamekasan, 11 Januari 2021


Pembimbing 2

(Adi Sutrisni, S. ST., S.Kep., Ns., M.M., M.Kes)


NIK . 4110182001
66

Lampiran 5 : Lembar Revisi Ujian Proposal/KTI


LEMBAR REVISI UJIAN PROPOSAL/KTI

Nama Mahasiswa : INDANA LAZULFA


NIM : 18.018
Judul Terakhir : Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada Ibu Nifas
di Desa Buddagan, Kabupaten Pamekasan
Penguji 1 : Ns. Lailatul Hafidah, S.Kep., M.Kes

Paraf
No Hal Revisi Keterangan Tindak lanjut
Pembimbing

1 ACC

Pamekasan. 30 Juli 2021


Penguji 1

(Ns. Lailatul Hafidah, S.Kep., M.Kes)


NIK. 4110182016
67

LEMBAR REVISI UJIAN PROPOSAL/KTI

Nama Mahasiswa : INDANA LAZULFA


NIM : 18.018
Judul Terakhir : Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada Ibu Nifas
di Desa Buddagan, Kabupaten Pamekasan
Penguji 2 : Bd. Handinis Sonya RKW, S.Keb., M.Kes

Paraf
No Hal Revisi Keterangan Tindak Lanjut
Pembimbing

1 ACC

Pamekasan, 19 Juli 2021


Penguji 2

(Bd. Handinis Sonya RKW, S.Keb., M.Kes)


NIK. 4110182024
68

LEMBAR REVISI UJIAN PROPOSAL/KTI

Nama Mahasiswa : INDANA LAZULFA


NIM : 18.018
Judul Terakhir : Gambaran Cara Mengatasi Bendungan ASI pada Ibu Nifas
di Desa Buddagan, Kabupaten Pamekasan
Penguji 3 : Anggeria Oktavisa Denta, S.Si., M.M., M.Biotech

Paraf
No Hal Revisi Keterangan Tindak Lanjut
Pembimbing

Pamekasan, 30 Juni 2021


Penguji 3

(Anggeria Oktavisa Denta, S.Si., M.M., M.Biotech)


NIK. 4110182018
69

Lampiran 6 : Tabulasi Data Responden


TABULASI DATA RESPONDEN
DATA UMUM
Pe
SOAL KUESIONER DATA KHUSUS
Pen An
N ker
Usia didi ak To Rata- KO
O jaa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 (X-Ẋ) (X-Ẋ)2 S2 S SKOR T KATEGORI
kan ke- tal rata DE
n
33.181 7.517
1 2 5 3 3 1 4 4 2 3 3 2 2 3 3 3 4 4 1 4 1 1 4 2 4 55
82 21.81818 476.0331 56.5124 473 79.02329 FAVOURABLE
1
2 2 5 2 1 2 3 1 1 2 1 2 2 3 2 2 1 1 1 1 1 1 4 2 4 37 3.818182 14.57851 55.07908 FAVOURABLE 1
UNFAVOURA
3 1 4 2 3 2 1 3 1 2 1 2 1 2 2 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 30 -3.18182 10.12397 45.76744 BLE 2
UNFAVOURA
4 3 4 2 4 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2 3 32 -1.18182 1.396694 48.4279 BLE 2
UNFAVORAB
5 2 4 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 1 3 2 2 1 1 29 -4.18182 17.4876 44.4372 LE 2
6 2 5 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 1 2 2 1 3 2 2 2 2 1 34 0.818182 0.669421 51.08837 FAVOURABLE 1
UNFAVOURA
7 3 4 3 3 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 25 -8.18182 66.94215 39.11626 BLE 2
UNFAVOURA
8 1 4 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2 4 2 1 2 2 1 1 32 -1.18182 1.396694 48.4279 BLE 2
UNFAVOURA
9 4 5 4 1 2 1 1 1 3 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 28 -5.18182 26.85124 43.10697 BLE 2
1 UNFAVOURA
0
1 5 2 1 2 1 1 3 1 1 1 1 2 1 3 3 1 1 1 2 2 2 1 1 31
-2.18182 4.760331 47.09767 BLE
2
1 UNFAVOURA
1
2 4 2 2 1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 32
-1.18182 1.396694 48.4279 BLE
2

NO KATEGORI F P

1 FAVOURABLE 3 27%
2 UNFAVOURABLE 8 73%
Total 11 100%
70

Usia Ibu : Pendidikan Ibu : Pekerjaan Ibu : Anak ke :

1= <20-25 tahun : 3 orang (27%) 1= Tidak sekolah/tidak tamat SD : tidak ada (0%) 1= Petani : tidak ada (0%) 1= 1 : 4 orang (37%)

2= 25-30 tahun : 5 orang (46%) 2= SD : tidak ada (0%) 2= Ibu rumah tangga : 8 orang (73%) 2= 2 : 3 orang (27%)

3= 30-35 tahun : 2 orang (18%) 3= SMP : tidak ada (0%) 3= Wirausaha/wiraswasta : 2 orang (18%) 3= 3 : 3 orang (27%)

4= 35-40 tahun : 1 orang (9%) 4= SMA : 6 orang (55%) 4= PNS : 1 orang (9%) 4= ≥ : 1 orang (9%)

5= >40 tahun : tidak ada (0%) 5= D3/PT : 5 orang (45%) 5= Polisi/TNI/Tentara : tidak ada (0%)

Pertanyaan Positif : Pertanyaan Negatif :

4= selalu 1= tidak pernah

3= sering 2= kadang-kadang

2= kadang-kadang 3= sering

1= tidak pernah 4= selalu


71

DOKUMENTASI PENELITIAN
72
73
74
75

Anda mungkin juga menyukai